• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEABSAHAN AKTA PERJANJIAN SEWA MENYEWA

D. Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Sewa

Dalam pembuatan akta sewa menyewa yang dilakukan oleh notaris sebagai pejabat umum, terdapat 3 (tiga) golongan subyek hukum yaitu para penghadap atau para pihak yang berkepentingan, para saksi dan notaris. Dalam hal ini notaris bukanlah sebagai pihak dalam pembuatan akta. Notaris hanyalah sebagai pejabat yang karena kewenangannya untuk membuat akta otentik sesuai keinginan para pihak/penghadap. Kedudukan para penghadap atau para pihak dalam suatu akta notaris dapat dibedakan dalam3 (tiga) hal :

a. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk dirinya sendiri.

Apabila pihak yang berkepentingan hadir dan memberikan suatu keterangan dan atau kehendaknya untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dituangkan oleh notaris dalam suatu akta sewa menyewa di hadapan notaris dan saksi-saksi. Kemudian dalam akta sewa menyewa tersebut juga dinyatakan bahwa penghadap datang dan meminta kepada notaris untuk dibuatkan akta sewa menyewa tersebut guna kepentingan para penghadap dan akta sewa menyewa tersebut menjadi bukti telah terjadinya perbuatan hukum dan diharapkan akta sewa menyewa tersebut dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para penghadap yang berkepentingan, ahli warisnya maupun pihak lain.

b. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk mewakili orang lain berdasarkan surat kuasa maupun ketentuan undang-undang.

Hal ini dimungkinkan apabila pihak yang berkepentingan tidak dapat hadir sendiri dihadapan notaris, namun demikian undang-undang memberikan syarat bahwa penghadap harus membawa surat kuasa dan bukti-bukti otentik yang menjadi dasar pelimpahan kewenangan pembuatan akta sewa menyewa tersebut.136Dengan demikian bahwa undang-undang memberikan keleluasaan bagi pihak yang berkepentingan dalam pembuatan akta sewa menyewa dihadapan notaris, dapat diwakilkan atau dikuasakan kepada orang lain.

c. Para penghadap atau para pihak bertindak dalam jabatannya dan atau kedudukannya berdasarkan ketentuan undang-undang.

Pihak yang hadir dan menandatangani akta sewa menyewa dihadapan notaris dalam hal ini bertindak dalam jabatannya atau kedudukannya berdasarkan undang-undang, bukan atas dasar keinginannya ataupun kepentingannya sendiri tetapi untuk mewakili pihak lain.137

Setiap akta sewa menyewa yang di buat oleh notaris disamping harus dihadiri oleh penghadap, juga harus dihadiri dan ditandatangani oleh paling

136Perhatikan ketentuan dalam Pasal 47 UUJN.

Pasal 47

1. Surat kuasa otentik atau surat lainnya yang menjadi dasar kewenangan pembuatan akta yang dikeluarkan dalam bentuk originali atau surat kuasa di bawah tangan wajib dilekatkan pada Minuta Akta.

2. Surat kuasa otentik yang dibuat dalam bentuk Minuta Akta diuraikan dalam akta.

3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib dilakukan apabila surat kuasa telah dilekatkan pada akta yang dibuat di hadapan Notaris yang sama dan hal tersebutdinyatakan dalam akta.

137 Perhatikan ketentuan dalam pasal 38 ayat (3) huruf b juncto penjelasannya.Pasal 38 ayat (3) huruf b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; Penjelasannya : Yang dimaksud dengan ”kedudukan bertindak penghadap” adalah dasar hukum bertindak.

sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali undang-undang menentukan lain. Saksi-saksi tersebut harusmemenuhi persyaratan yang ditentukan oleh UUJN.138

Saksi yang dimaksudkan dalam pembuatan akta sewa menyewa di sini adalah orang ketiga yang memberikan kesaksian terhadap apa yang disaksikan sendiri (dilihat dan didengar) berkaitan dengan hal-hal ataupun perbuatan dalam rangka pembuatan dan penandatanganan akta sewa menyewa.

Kedudukan para pihak sebagai penghadap maupun saksi dalam pembuatan akta sewa menyewa sangat penting. Hal ini akan berpengaruh pada legitimasi akta sewa menyewa tersebut. Keabsahan akta sewa menyewa tidak hanya tergantung pada syarat dan prosedur pembuatannya saja oleh notaris, tetapi ditentukan oleh tindakan dan kewenangan dari para pihak yang berkepentingan terhadap akta sewa menyewa tersebut.

Dengan adanya para pihak yang datang menghadap notaris untuk menuangkan kehendaknya dalam suatu bentuk akta sewa menyewa, termasuk penandatanganan oleh saksi dan notaris dalam pembuatan akta sewa menyewatersebut, sehingga mengawali terjadinya hubungan hukum antara notaris dengan para pihak atau penghadap.

Sejak kehadiran penghadap dihadapan notaris untuk menuangkan tindakan atau perbuatannya dalam bentuk akta sewa menyewa, kemudian notaris membuat akta sewa menyewa tersebut sesuai keinginan para penghadap dengan memperhatikan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh

138Perhatikan ketentuan dalam Pasal 40 UUJN.

UUJN, maka sejak penandatanganan akta sewa menyewa tersebut oleh para pihak, saksi-saksi dan notaris, lahirlah hubungan hukum antara notaris dengan para penghadap.

Hubungan hukum tersebut yaitu adanya kepercayaan para pihak atau penghadap kepada notaris dalam menuangkan keinginannya pada suatu akta sewa menyewa, karena para pihak ingin dengan akta sewa menyewa yang dibuat oleh notaris tersebut akan menjamin bahwa akta sewa menyewa yang dibuat tersebut sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan para pihak terlindungi dengan adanya akta sewa menyewatersebut. Dengan kata lain bahwa akta sewa menyewa menjamin adanya kepastian hukum. Dengan demikian dapat dihindari kerugian maupun sengketa yang akan terjadi dikemudian hari. Dengan hubungan hukum seperti itu, maka perlu ditentukan kedudukan hubungan hukum tersebut yang merupakan awal dari tanggunggugat Notaris.139

Notaris melakukan pekerjaannya berdasarkan kewenangan dalam ruang lingkup tugas jabatan sebagai notaris berdasarkan undang-undang nomor : 2 tahun 2014 tentang perubahan undang-undang nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris (UUJN). Para penghadap datang untuk meminta jasa notaris

139 Habib Adjie, Op. Cit, hal.17. Istilah ”Tanggunggugat” dipergunakan terutama terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam menjalankan jabatanjabatan khusus tertentu (beroepsaansprakelijkheid), Marthalena Pohan, Tanggunggugat Advocaat, Dokter, Notaris , (Surabaya : Bina Ilmu, 1985), hal.11.

menuangkan keinginannya dalam suatu bentuk akta otentik, sehingga tidak mungkin notaris membuat akta tanpa permintaan para penghadap.

Sepanjang notaris melaksanakan tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan UUJN57 dan telah memenuhi semua tatacara dan persyaratan dalam pembuatan aktasewa menyewa dan isi akta sewa menyewa tersebut telah sesuai dengan keinginan para pihak yang menghadap, maka tuntutan perbuatan melawan hukum berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata yaitu “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut” tidak mungkin untuk dilakukan.

Dengan demikian hubungan hukum yang terjadi antara Notaris dan para penghadap tidak dapat dikontruksikan dipastikan atau ditentukan sejak awal ke dalam bentuk adanya atau telah terjadi wanprestasi atau perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) atau persetujuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu atau mewakili orang lain tanpa kuasa (zaakwaarneming) yang dapat dijadikan dasar untuk menuntut Notaris berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga. Kontruksi seperti itu tidak dapat diterapkan secara langsung terhadap Notaris karena tidak ada syarat yang dipenuhi seperti :

a. tidak ada perjanjian secara tertulis atau kuasa atau untuk melakukan pekerjaan tertentu.

b. tidak ada hak-hak para pihak atau penghadap yang dilanggar oleh Notaris.

c. Notaris tidak mempunyai atasan untuk menerima perintah melakukan suatu pekerjaan, dan

d. tidak ada kesukarelaan dari Notaris untuk membuat akta, tanpa ada permintaan dari para pihak.

Hubungan hukum Notaris dan para penghadap merupakan hubungan hukum yang khas, dengan karakter :

a. tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalam bentuk pemberian kuasa untuk membuat akta atau untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu.

b. mereka yang datang ke hadapan Notaris, dengan anggapan bahwa Notaris mempunyai kemampuan untuk membantu memformulasikan keinginan para pihak secara tertulis dalam bentuk akta otentik.

c. hasil akhir dari tindakan Notaris berdasarkan kewenangan Notaris yang berasal dari permintaan atau keingian para pihak sendiri, dan notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan

2. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Sewa Menyewa

Notaris seyogianya berada dalam ranah pencegahan dalam (preventif) terjadinya masalah hukum melalui akta otentik yang dibuatnya sebagai alat bukti yang sempurna di pengadilan. Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Notaris mempunyai kewajiban untuk menjelaskan bahwa apa yang termuat dalam akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak

yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi akta Notaris serta memberikan akses terhadap informasi termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak, penandatangan akta. Notaris dalam menjalankan jabatannya berperan secara tidak memihak (unpartiality) dan bebas (Independency).140

Berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) angka 1 huruf m Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Kata “dihadapan penghadap” adalah hadirnya seorang notaris secara fisik dihadapan para pihak dan saksi-saksi (penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN). Membacakan akta sampai pada penandatanganan adalah satu kesatuan dari peresmian akta (verlijden) di mana sebelum akta tersebut ditandatangani terlebih dahulu, akta tersebut dibacakan di depan para pihak yang bersangkutan guna menyampaikan kebenaran isi akta dengan keinginan para pihak, kemudian akta tersebut ditandatangani tentunya dihadapan para pihak dan dua (2) orang saksi.

Sebagai Pejabat Umum, Notaris harus memiliki pengetahuan ataupun wawasan yang luas, salah satunya mengenai teknik pembuatan akta yang akan dibuat nantinya, karena apabila notaris itu melakukan pelanggaran terhadap ketentuan tertentu, akibat minimnya pengetahuan dan waawasan maka akan berakibat akta yang dibuatnya hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawahtangan, atau

140Herlin Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 22.

dapat pula akta itu menjadi batal demi hukum, sehingga bagi pihak yang menderita kerugian dapat menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.141

Keberadaan akta autentik yang dibuat oleh notaris digunakan untuk melindungi dan menjamin hak dan kewajiban dari para pihak yang mengadakan perjanjian sehingga apabila dikemudian hari ada salah satu pihak yang melanggarnya maka dapat dikenakan sanksi atau hukuman.Hal inilah yang membuat masyarakat percaya, bahwa notaris dapat menuangkan kehendak mereka kedalam bentuk akta notaris serta memberikan perlindungan hukum.142

Dengan demikian apa yang dinyatakan dalam akta notaris harus dapat diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan dihadapan persidangan pengadilan. Tentang kekuatan pembuktian dari akta notaris sebagai alat bukti umumnya dapat dikatakan bahwa pada umumnya akta notaris dibedakan menjadi tiga macam kekuatan pembuktian, yakni kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijsracht), kekuatan pembuktian formal (formele bewijskracht), dan kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht).143

Batasan tanggung jawab notaris dapat diminta sepanjang mereka masih berwenang dalam melaksanakan tugas jabatan sebagai notaris atau kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam menjalankan tugas jabatan sebagai notaris dan

141Santia Dewi, R.M Fauwas Diraja, Panduan Teori dan Praktik Notaris, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011), hal. 10.

142Ibid

143R. Sugondo Notodisoeryo, Hukum Notariat di Indonesia: Suatu Penjelasan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada ,1993), hal. 55.

sebagai notaris dan sanksi-sanksi yang dapat dikenakan kepada notaris yang berwenang untuk melaksanakan jabatannya sebagai notaris.144

Tanggung jawab notaris ini lahir dari adanya kewajiban dan kewenangan yang diberikan kepadanya, kewajiban dan kewenangan tersebut secara sah dan terikat mulai berlaku sejak notaris mengucapkan sumpah jabatannya sebagai notaris.

Sumpah yang telah diucapkan tersebutlah yang seharusnya mengontrol segala tindakan notaris dalam menjalankan jabatannya.

Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan seseorang lain, sedang diantara mereka itu tidak terdapat sesuatu perjanjian (hubungan hukum perjanjian), maka berdasarkan undang-undang juga timbul atau terjadi hubungan hukum antara orang tersebut yang menimbulkan kerugian itu.145 Hal tersebut diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata, sebagai berikut : Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Menurut pasal 1365 KUH Perdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:146

a. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

144 Sjaifur Rachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggung jawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, (Bandung : Mandar Maju, 2011), hal. 192.

145 AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, cet.2, (Jakarta : Diapit Media, 2002), hal.77.

146 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, cet.1, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal.3.

b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian)

c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian Menurut Hans Kelsen, terdapat empat macam pertanggungjawaban, yaitu:147

1) Pertanggung jawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;

2) Pertanggung jawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;

3) Pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;

4) Pertanggung jawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.

Selanjutnya Shidarta menjelaskan bahwa secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut:148

a. Tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan

Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum dapat disengaja dan tidak disengaja atau karena lalai dalam pembuatan akta sewa menyewa. Hal tersebut diatur dalam pasal 1366 KUH Perdata, sebagai berikut : “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”.

Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum diatas merupakan tanggung jawab perbuatan melawan hukum secara langsung, dikenal juga dikenal perbuatan melawan hukum secara tidak langsung menurut Pasal 1367

147Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Terjemahan Raisul Mutaqien, (Bandung : Nuansa &

Nusa Media Bandung, 2006), hal. 140.

148Shidarta, Op.Cit., hal. 73-79.

ayat (1) KUH Perdata : Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

Tanggung jawab tersebut berakhir, jika seseorang itu membuktikan bahwa dia tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab (Pasal 136 ayat (5) KUH Perdata).

b. Prinsip Praduga Selalu untuk bertanggung jawab

Prinsip ini menyatakan bahwa notaris selalu dianggap bertanggung jawab atas akta sewa menyewa yang dibuat dihadapannya (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Menurut E.

Suherman sebagaimana dikutip Sonny Pungus,149 kata “dianggap” pada prinsip “presumption of liability”adalah penting, karena ada kemungkinan notaris membebaskan diri dari tanggung jawab, yaitu dalam hal ia dapat membuktikan bahwa ia telah “mengambil” semua tindakan yang diperlukan untuk menghindarkan terjadinya kerugian.

c. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip yang kedua, prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup pembuatan

149Sonny Pungus, Teori Pertanggung jawaban, http:// sonny -tobelo.blogspot.com/ 2010/ 12/

teori pertanggung jawaban.html, diakses 28 Juli 2016.

akta khususnya akta sewa menyewa. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada pembuatan akta sewa menyewa. Kesalahan yang terjadi dalam akta sewa menyewa, termasuk keinginan para pihak yang dimasukkan kedalam akta sewa menyewa tersebut. Karena dalam hal tersebut para pihak dan notaris masih bisa memperbaiki kesalahan yang terjadi dalam akta sewa menyewa sebelum akta sewa menyewa tersebut dibacakan oleh notaris dan ditandatangani oleh para pihak dan saksi.

d. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas. Ada pendapat yang menyatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya pada keadaan force majeure.Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya.

Menurut E. Suherman,strict liability disamakan dengan absolute liability, dalam prinsip ini tidak ada kemungkinan untuk membebaskan diri dari

tanggung jawab, kecuali apabila kerugian yang timbul karena kesalahan pihak yang dirugikan sendiri. Tanggung jawab adalah mutlak.150

Konsep pertanggungjawaban ini apabila dikaitkan dengan profesi notaris, maka notaris dapat dipertanggung jawabkan atas kesalahan dan kelalaiannya dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya. Notaris tidak bertanggung jawab atas isi akta yang dibuat dihadapannya, melainkan notaris hanya bertanggung jawab terhadap bentuk formal akta otentik sebagaimana yang ditetapkan oleh undang-undang.151

Notaris tidak hanya berwenang untuk membuat akta sewa menyewa dalam arti Verlijden, yaitu menyusun, membacakan dan menandatangani dan Verlijkden dalam arti membuat akta dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 1868 KUH Perdata, tetapi juga berdasarkan ketentuan terdapat dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN, yaitu adanya kewajiban terhadap Notaris untuk memberi pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Notaris juga memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai ketentuan undang-undang kepada pihak-pihak yang bersengketa.

Kode etik notaris memberikan arti terhadap profesi notaris itu sendiri.

UUJN dan kode etik notaris menghendaki agar notarisdalam menjalankan

150Ibid

151 Ima Erlie Yuana, Tanggungjawab Notaris Setelah Berakhir Masa Jabatannya terhadap Akta yang Dibuatnya Ditinjau dari Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang JabatanNotaris, Tesis, (Semarang : Program Studi Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2010), hal. 42.

tugasnya, selain harus tunduk pada UUJN juga harus taatpada kode etik profesi serta harus bertanggung jawab terhadap masyarakatyang dilayaninya, organisasi profesi (Ikatan Notaris Indonesia atauINI) maupun terhadap negara.

Apabila notaris melakukan perbuatan pidana, UUJNhanya mengatur sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh notaris.

Abdul Kadir Muhammad sebagaimana dikutip Abdul Ghofur Anshori, Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya harus bertanggung jawab,artinya :152

a. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta sewa menyewa dengan baik danbenar. Artinya akta sewa menyewa yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak berkepentingan karena jabatannya.

b. Notaris dituntut menghasilkan akta sewa menyewa yang bermutu. Artinya akta sewa menyewa yang dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak para pihak yang berkepentingan dalam arti sebenarnya, bukan mengada-ada. Notaris menjelaskan kepada pihak yang berkepentingan kebenaran isi dan prosedur akta sewa menyewa yang dibuatnya itu.

c. Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta sewa menyewa notaris itu mempunyai kekuatan bukti sempurna.

Tanggung jawab Notaris terhadap akta sewa menyewa dalam putusan MA No.798 K/Pdt/2014 adalah Notaris dapat dimintai tanggung jawab terhadap bentuk akta yang dibuat olehnya, karena isi akta yang dibuat dihadapan notaris telah sesuai dengan keterangan para pihak dan sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 702 K/ Sip/ 1973, bahwa notaris tidak dapat dijadikan tersangka sepanjang isi akta berasal dari keterangan para penghadap.

152Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hal. 49.

BAB IV

ANALISIS HUKUM ATAS AKTA SEWA MENYEWA YANG DITANDATANGANI OLEH PIHAK YANG BUKAN AHLI WARIS PADA

PUTUSAN MA NO. 798 K/PDT/2014

A. Perbuatan Melawan Hukum

Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi proses generalisasi, yakni dengan berkembangnya suatu prinsip perbuatan melawan hukum yang sederhana, tetapi dapat menjaring semua (catch all), berupa perbuatan melawan hukum yang dirumuskan sebagai perbuatan yang merugikan orang lain, yang menyebabkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian tersebut harus mengganti kerugian. Rumusan tersebut kemudian diambil dan diterapkan di negeri Belanda yang kemudian oleh Belanda dibawa ke Indonesia, yang rumusan seperti itu sekarang temukan dalam Pasal 1365 KUH Perdata Indonesia. Rumusan perbuatan melawan hukum yang berasal dari KUH Perdata Prancis tersebut pada paruh kedua abad ke-19 banyak mempengaruhi perkembangan teori perbuatan melawan hukum (tort) versi hukum Anglo Saxon.153

Menurut sistem Common Law sampai dengan penghujung abad ke-19, perbuatan melawan hukum belum dianggap sebagai suatu cabang hukum yang berdiri sendiri, tetapi hanya merupakan sekumpulan dari writ (model gugatan yang baku) yang tidak terhubung satu sama lain.154

153Munir Fuady I, Perbandingan Hukum Perdata, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 80.

154Ibid, hal. 81.

Penggunaan writ ini kemudian lambat laun menghilang. Seiring dengan proses hilangnya sistem writ di Amerika Serikat, maka perbuatan melawan hukum mulai diakui sebagai suatu bidang hukum tersendiri hingga akhirnya dalam sistem hukum Anglo Saxon, suatu perbuatan melawan hukum terdiri dari tiga bagian:155

1. Perbuatan dengan unsur kesengajaan (dengan unsur kesalahan) 2. Perbuatan kelalaian (dengan unsur kesalahan)

3. Perbuatan tanpa kesalahan (tanggung jawab mutlak).

Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Ilmu hukum mengenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu:156

1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian)

3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.

Dengan demikian tiap perbuatan melanggar, baik sengaja maupun tidak sengaja yang sifatnya melanggar. Berarti unsur kesengajaan dan kelalaian di sini telah

Dengan demikian tiap perbuatan melanggar, baik sengaja maupun tidak sengaja yang sifatnya melanggar. Berarti unsur kesengajaan dan kelalaian di sini telah