• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA YANG DITANDATANGANI OLEH PIHAK YANG BUKAN AHLI WARIS (STUDI PUTUSAN MA NO. 798 K/PDT/2014) TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA YANG DITANDATANGANI OLEH PIHAK YANG BUKAN AHLI WARIS (STUDI PUTUSAN MA NO. 798 K/PDT/2014) TESIS"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

NURHABIBAH KEMALA PUTRI 147011099/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURHABIBAH KEMALA PUTRI 147011099/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

Nomor Pokok : 147011099

Program Studi : KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Hasim Purba, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Dr. Dedi Harianto, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)

Tanggal lulus : 26 Juli 2017

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Hasim Purba, SH, MHum

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum

3. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

(5)

Nim : 147011194

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PELEPASAN HAK DENGAN GANTI RUGI (PHGR) DENGAN MENGGUNAKAN AKTA NOTARIS ATAS TANAH GARAPAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.

554PK/PDT/2014)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : SALSABHILA Nim : 147011194

(6)

belakang diatas, maka permasalahan yang dirumuskan untuk dapat dilakukan pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Bagaimanakah keabsahan akta sewa menyewa yang ditandatangani oleh pihak yang bukan ahli waris, Bagaimanakah tanggung jawab notaris terhadap akta sewa menyewa, Bagaimanakah analisis hukum atas akta sewa menyewa yang ditandatangani oleh pihak yang bukan ahli waris dalam putusan MA Nomor 798 K/Pdt/2014.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, Penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif dapat disebut juga penelitian hukum doktrinal, Kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif yang memaparkan sekaligus menganalisis data yang penting dan data yang tidak penting kemudian ditarik suatu kesimpulan agar mendapatkan jawaban dari permasalahan yang ada dalam hal ini digunakan metode deduktif-induktif.

Menurut Tan Thong Kie, tanda tangan adalah “suatu pernyataan kemauan pembuat tanda tangan (penanda tanganan), bahwa ia dengan membubuhkan tanda tangannya di bawah suatu tulisan menghendaki agar tulisan itu dalam hukum dianggap sebagai tulisanya sendiri”. Para ahli hukum Indonesia umumnya berpendapat, bahwa dalam hal syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu bukanlah batal demi hukum melainkan dapat dimintakan pembatalannya. Dengan kata lain, perjanjian ini sah atau mengikat selama tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan itu. Tanggung jawab notaris terhadap akta sewa menyewa untuk menuangkan kehendaknya dalam suatu bentuk akta sewa menyewa, termasuk penandatanganan oleh saksi dan notaris dalam pembuatan akta sewa menyewa tersebut. Notaris tidak bertanggung jawab atas isi akta yang dibuat di hadapannya, melainkan notaris hanya bertanggung jawab terhadap bentuk formal akta otentik sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang- undang. Dilihat dari penjabaran kasus diatas, gugatan perdata ini timbul dikarenakan pada bulan Juni 2010, tanpa sepengetahuan pemilik, SHL merusak kedua pintu dan menduduki serta menempati 2 (dua) unit ruko secara tidak sah, SHL juga menyimpan/ memegang kedua Sertipikat Tanah Hak Guna Bangunan Nomor 409 dan 410 tersebut dan SHL telah menyewakan kedua Ruko tersebut kepada CV IT H, CV IT D, CV IT AP tanpa seizin MCS dan telah menduduki, menempati dan melakukan sewa menyewa atas objek perkara secara tidak sah, maka SHL, CV IT H, CV IT D, CV IT AP telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad).

Kata Kunci : Keabsahan Perjanjian, Akta Sewa Menyewa, Tanda Tangan, Ahli Waris.

(7)

who are not heirs, how about Notary’s liability for a leasing contract, how about juridical analysis on leasing contract signed by those who are not heirs in the Supreme Court’s Ruling No. 798 K/Pdt/2014.

The research used juridical normative or doctrinal law method. The data were analyzed qualitatively in which important data were analyzed while the unimportant ones were eliminated, and the conclusion was drawn by using deductive- inductive method.

According to Tan Thong Kie, signature is “a statement of willingness the signatory to sign under a statement which indicates that in law it is regarded as his own writing.”Some legal experts point out that if objective terms are not fulfilled, the contract is not revoked by law but the revocation can be requested. In other words, the contract is legal as long as it is not revoked by the judge or by the request of the party that requests the revocation. A Notary’s liability for a leasing contract is to embody his willingness in the contract, including the signing by witnesses and him in it. A Notary is not liable for the content of the contract; he is liable for only the formal form of an authentic certificate as it is stipulated in law. The civil complaint occurred because in June 2010, without the acknowledgment of the owner, SHL damaged the two doors and occupied 2 (two) storehouses illegally. He also kept the two Land and Building Right Certificates Numbers 409 and 410. He rented the two storehouses to CV IT H, CV IT D, and CV IT AP without getting permission from MCS. He occupied, settled, and rented lawsuit objects illegally, so that SHL, CV IT H, CV IT D, and CV IT AP have committed illegal act (onrechtmatigedaad).

Keywords: Validity of Contract, Leasing Contract, Signature, Heir

(8)

memberikan nikmat hidup bagi umat manusia dan karena rahmat dan kehendak-Nya telah dapat diselesaikan penulisan tesis ini yang berjudul ANALISIS YURIDIS

KEABSAHAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA YANG

DITANDATANGANI OLEH PIHAK YANG BUKAN AHLI WARIS (STUDI PUTUSAN MA NO. 798 K/PDT/2014). Shalawat dan salam tidak lupa pula disanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari alam kegelapan sampai ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan tesis ini tidak mungkin berhasil di selesaikan tanpa kesempatan, bantuan, bimbingan, arahan, serta dorongan semangat dari berbagai pihak yang diberikan oleh penulis. Untuk itu ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya disampaikan kepada: Bapak Prof. Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum., Bapak Prof.

Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., Bapak Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum., Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum., dan Bapak Notaris Safnil Gani, SH, M.Hum., selaku komisi pembimbing dan penguji yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesi sini.

Selanjutnya ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M. Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan selama menyelesaikan

(9)

Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan selama menyelesaikan pendidikan ini.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A. SH, CN, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Bapak Dr. Edy Ikhsan SH, MA, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan serta arahan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti proses kegiatan perkuliahan.

6. Seluruh staff/ pegawai di Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama ini dalam menjalankan pendidikan.

7. Penghargaan setinggi-tingginya kepada orang tua saya tercinta ayahanda Nurdin Idris dan ibunda Almarhumah Syajarrat Tuddur kepada kakak tersayang Haldina Syavitri, SE, abang saya Alhadian Syaputra, ST, John Qadri Hanafiah, SH, M.Kn, serta keponakan saya tersayang untuk doa dan supportnya baik

(10)

dan anak-anaknya Wita Aryani, Amd, Raihani Anwar, dan Nabila Azzahra, dan kakak sepupu saya Nirmala Sari dan keluarga, serta abang dan kakak sepupu yang tidak saya sebutkan satu persatu atas doa dan supportnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

9. Untuk teman-teman sepekerjaan saya Siti Rahmah, SH, Kak Surti Marlina Hutahaean, Vicky Rizky, Eko Permana Dalimunthe, SH, M.Kn, Mario Borneo Tarigan, SH, M.Kn, Selamat Mulyana, SH, M.Kn, Kak Sri Banun, Juli, Bang Putra, Maysitah Dwi Ajeng Wirapuspa, SH, M.Kn, Kak Nelvi Evelyn, Dea Rizky dan teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas doa dan supportnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

10. Untuk sahabat paling special di Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Fitri Trisnasari, SH, M.Kn, Tiska Sundani, SH, M.Kn, Novia Noorizqy, SH, Muhammad Taufik Atma, SH, M.Kn yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis baik berupa masukan dan dukungan dalam penulisan tesis ini, sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih baik.

11. Untuk sahabat-sahabat di Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara angkatan 2014 yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis baik berupa masukan dan dukungan dalam penulisan tesis ini, sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih baik.

12. Saya ucapkan terima kasih kepada Notaris Rima Agustina, SH, SpN, M.Kn, Notaris Johanes Ginting, SH, SpN, Notaris Syamsurizul Akbar Bispo, SH, SpN,

(11)

memberikan arahan, wawancara dan bimbingan dalam penyelesaian tesis ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan. Disadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi penulisannya maupun isinya. Hal ini karena masih kurangnya ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, untuk itu diharapkan dengan segala kerendahan hati diharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi tercapainya kesempurnaan sehingga tesis ini dapat berguna bagi pembangunan pengetahuan hukum. Amin Yaa Rabbal’alamin.

Wassalammu’alaikumWr. Wb.

Medan, Juli 2017 Penulis

(Nurhabibah Kemala Putri)

(12)

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 04 Desember 1984 Alamat : Jalan Pancasila Nomor 66, Medan Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 32 Tahun

Kewarganegaraan : Indonesia

Nama Ayah : Nurdin Idris

Nama Ibu : Almarhumah Syajarrat Tuddur

II. PENDIDIKAN

TK : TK Yakapeni

Sekolah Dasar : SD Negeri 060824 Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 6 Medan Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 14 Medan

Diploma : D3 Parawisata Universitas Sumatera Utara Universitas S1 : Universitas Medan Area

Universitas S2 : Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

(13)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi ... 14

1. Kerangka Teori ... 14

2. Kerangka Konsepsi ... 20

G. Metode Penelitian ... 22

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 22

2. Sumber Data ... 24

3. Teknik Pengumpulan Data ... 25

4. Alat Pengumpulan Data ... 25

5. Analisa Data ... 26

BAB II KEABSAHAN AKTA PERJANJIAN SEWA MENYEWA YANG DI TANDATANGANI OLEH PIHAK YANG BUKAN AHLI WARIS ... 28

A. Perjanjian Secara Umum ... 28

B. Perjanjian Sewa Menyewa ... 37

C. Keabsahan Perjanjian Sewa Menyewa Yang Ditandatangani Oleh Pihak Yang Bukan Ahli Waris ... 50

(14)

C. Kedudukan Notaris Dalam Pembuatan Akta ... 80

D. Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Sewa Menyewa ... 87

BAB IV ANALISIS HUKUM ATAS AKTA SEWA MENYEWA YANG DITANDATANGANI OLEH PIHAK YANG BUKAN AHLI WARIS PADA PUTUSAN MA NO. 798 K/PDT/2014 ... 101

A. Perbuatan Melawan Hukum ... 101

B. Posisi Kasus ... 108

C. Memori Kasasi Dan Putusan MANo. 798 K/PDT/2014 ... 123

D. Analisis Kasus ... 134

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 139

A. Kesimpulan ... 139

B. Saran ... 140

DAFTAR PUSTAKA ... 142

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia ditengah-tengah masyarakat selalu berkembang dan diikuti oleh perubahan-perubahan, hal ini disebabkan karena bergesernya kurun waktu dan semakin berkembangnya tingkat pengetahuan dan juga makin meningkatnya taraf penghidupan masyarakat.

Dengan adanya peningkatan taraf penghidupan masyarakat dan meningkatnya tingkat kecerdasan serta semakin banyaknya lapangan usaha yang tersedia diberbagai bidang, maka semakin diperlukan keahlian dan administrasi yang baik, dalam hal melakukan hubungan hukum terhadap orang lain seperti melakukan suatu perjanjian.

Lukman Santoso menerangkan bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seorang berjanji kepada orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dalam perjanjian ini timbul suatu hubungan hukum antara dua orang yang sifatnya konkret.”1

Perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Dengan terpenuhinya empat syarat sahnya

1Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak, Cetakan Kedua, (Yogyakarta : Cakrawala, Cetakan Kedua 2012), hal.8.

(16)

perjanjian, maka secara hukum perjanjian mengikat bagi para pihak yang membuatnya.2

Perjanjian merupakan suatu sumber yang dapat melahirkan perikatan, akan tetapi ada juga perikatan yang dilahirkan dari undang-undang. Dalam pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa : “Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena undang-undang”.Ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan rumusan ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Setiap perjanjian yang melahirkan suatu perikatan diantara kedua belah pihak adalah mengikat bagi kedua belah pihak yang membuat perjanjian, hal ini berdasarkan atas ketentuan hukum yang berlaku di dalam Pasal 1338 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2Ibid, hal.10.

(17)

Beberapa contoh perjanjian yang dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari diantaranya seperti perjanjian jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pinjam meminjam, dan lain-lain.

Sewa menyewa merupakan suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk dipakai selama jangka waktu tertentu, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar harga yang telah ditetapkan untuk pemakaian itu pada waktu-waktu yang ditentukan.3

Sewa menyewa terhadap benda tidak bergerak seperti rumah, dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 Tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik, khusus mengenai Perjanjian Sewa Menyewa Rumah haruslah diperbuat dengan memakai jangka waktu tertentu dan segala bentuk perjanjian sewa menyewa rumah yang telah diperbuat tanpa jangka waktu maka batal demi hukum.4

Sebelum membahas hak dan kewajiban dari para pihak, terlebih dahulu akan melihat apa yang menjadi subyek dalam perjanjian sewa menyewa. Adapun subyek dari sewa menyewa yaitu adanya pihak penyewa dan adanya pihak yang menyewakan.

Obyek dari sewa menyewa adalah barang dan harga, yang mana barang yang menjadi obyek tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan atau sering disebut sebagai barang yang halal, yang menjadi hak dan

3Lukman Santoso, Ibid, hal.31.

4Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung : Alumni, 2006), hal.185.

(18)

kewajiban dari para pihak yaitu pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa, menurut KUH Perdata, adalah sebagai berikut:

1. Hak dan Kewajiban Pihak Yang Menyewakan

Adapun yang menjadi hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima harga sewa yang telah ditentukan, sedangkan yang menjadi kewajiban bagi pihak yang menyewakan dalam perjanjian sewa menyewa tersebut, yaitu:

a. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa (Pasal 1550 ayat 1)

b. Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa, sehingga dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (Pasal 1550 ayat 2 )

c. Memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan (Pasal 1550 ayat (3) )

d. Melakukan pembetulan pada waktu yang sama (Pasal 1551 ) e. Menanggung cacat dari barang yang disewakan (Pasal 1552 ) 2. Hak dan kewajiban pihak penyewa

Adapun yang menjadi hak bagi pihak penyewa adalah menerima barang yang di sewakan dalam keadaan baik. Sedangkan yang menjadi kewajiban dari pihak penyewa dalam perjanjian sewa menyewa tersebut, yaitu:

a. Memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik artinya kewajiban memakainya seakan-akan barang tersebut itu kepunyaan sendiri

b. Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan (Pasal 1560 .5 Sewa menyewa ini seperti juga perjanjian-perjanjian lainnya merupakan suatu perjanjian konsensuil yaitu bahwa perjanjian itu sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya kesepakatan. Mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga.6

5R.Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : PT.Intermasa, 2002), hal.91-92.

(19)

Sahnya suatu sewa menyewa seharusnya ditandatangani oleh pihak yang menyewakan (pemilik) dan penyewa, akan tetapi apabila yang menyewakan tersebut bukanlah pemilik yang sebenarnya terhadap objek yang disewakan, maka sewa menyewa itu diragukan keabsahannya. Sebagaimana yang terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 798/K/Pdt/2014 dimana Perjanjian Sewa Menyewa tersebut ditandatangani oleh pihak yang bukan ahli waris.

Penjelasan diatas merupakan salah satu perkara yang terjadi karena akta perjanjian sewa menyewa yang buat dan ditandangani oleh bukan pihak yang berkompeten untuk tanda tangan. Karena dalam akta perjanjian sewa menyewa, pemilik harus memperlihatkan bukti (sertipikat) untuk menunjukkan bahwa memang benar pemilik objek yang disewakan. Apabila nama dalam sertipikat tersebut telah meninggal dunia maka yang berhak adalah para ahli waris yang berhak untuk menyewakan objek tersebut, dikarenakan objek tersebut menjadi harta warisan.

Warisan menurut Wirjono adalah :

“cara penyelesaian hubungan hukum dalam masyarakat yang melahirkan sedikit banyak kesulitan sebagai akibat dari wafatnya seorang manusia, di mana manusia yang wafat itu meninggalkan harta kekayaan. Istilah warisan diartikan sebagai cara penyelesaian bukan diartikan bendanya. Kemudian cara penyelesaian itu sebagai akibat dari kematian seseorang”.7

Hal yang penting dalam masalah warisan ini adalah bahwa pengertian warisan itu memperlihatkan adanya tiga unsur yang masing-masing merupakan unsur yang esensial (mutlak), yakni:

6Ibid,hal.90.

7Oemarsalim,Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta,2012), hal.50.

(20)

1. Seorang peninggal warisan yang pada saat wafatnya meninggalkan harta kekayaan.

2. Seorang atau beberapa orang ahli waris yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan ini.

3. Harta warisan atau harta peninggalan, yaitu kekayaan “in concreto” yang ditinggalkan dan sekali beralih kepada para ahli waris itu.8

Dalam KUH Perdata hukum waris diatur pada Buku II, jumlah Pasal yang mengatur hukum waris sebanyak 300 pasal, yang dimulai dari Pasal 830 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1130 KUH Perdata.

Dalam KUH Perdata tidak ditemukan pengertian hukum waris, tetapi yang ada hanya konsep-konsep tentang pewarisan, orang yang berhak dan tidak berhak menerima warisan.9Terjadinya pewarisan (warisan terbuka) dapat dilihat dari Pasal 830 BW yang menyatakan bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian.

Pihak yang berhak dalam pembagian harta warisan atau harta peninggalan adalah ahli waris, ahli waris merupakan “orang-orang yang berhak menerima harta warisan (harta pusaka)”. Ahli waris dalam waris perdata ada dua pembagian, yaitu ahli waris karena undang-undang (ab-intestato) dan ahli waris karena wasiat (testamentair).10

1. Ahli waris yang mewaris berdasarkan ketentuan undang-undang (ab- intestato), yaitu orang yang karena ketentuan undang-undang dengan sendirinya menjadi ahli waris, yakni para anggota keluarga si pewaris, mulai dari yang terdekat (hubungan darahnya) sampai yang terjauh asalkan ada ikatan keluarga/hubungan darah dengan si pewaris. Orang-orang ini dikatakan mewaris tanpa mewasiat atau mewaris secara ab–intestato (Pasal 832 KUH Perdata).

8Prodjojo Hamidjojo, Hukum Waris Indonesia, (Jakarta : Stensil, 2000), hal. 37.

9Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hal.137.

10J.Satrio, Hukum Waris, (Bandung : Alumni, 1992), hal.8-9.

(21)

2. Orang-orang yang menerima bagian warisan berdasarkan pesan terakhir atau Wasiat (testament) dari pewaris. Jadi mungkin kalau dalam hal ini orang tersebut tidak mempunyai hubungan darah/ikatan keluarga apapun dengan sipewaris (Pasal 899 KUH Perdata).11

Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tersebut maka dikeluarkanlah Surat Direktur Jenderal Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri tertanggal 20 Desember 1969 No. Dpt/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan Yuncto Pasal 42 ayat (1) PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Yuncto ketentuan Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 8 Tahun 2012 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Perkaban No. 8 Tahun 2012), dapat dibuat dalam bentuk surat keterangan hak waris yang kewenangan pembuataannya dibedakan berdasarkan ras dan golongan penduduk, sebagai berikut:

1. Bagi warga negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia;

2. Bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta surat keterangan waris dari Notaris,

3. Bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.

Prosedur Notaris membuat Surat Keterangan Waris menurut Muhammad Kholis adalah apabila pemohon memenuhi beberapa persyaratan antara lain menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) masing-masing ahli waris, jika memungkinkan KTP pewaris dan beberapa orang saksi yang mengetahui tentang

11M.U.Sembiring, Beberapa Bab Penting Dalam Hukum Waris Menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, (Medan : Program Pendidikan Notariat Fakultas Hukum Sumatera Utara, 1989), hal.1-2.

(22)

kedudukan pewaris dan para ahli waris yang sah baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia berikut para ahli warisnya masing-masing. Penunjukan KTP merupakan hal yang mutlak agar notaris mengetahui dengan sebenarnya tentang identitas ahli waris dan pewaris sehingga dapat dihindari terjadi masalah dikemudian hari disebabkan oleh identitas palsu baik seluruhnya maupun sebagian oleh ahli waris maupun pewaris.12

Penjelasan diatas menyebutkan bahwa kebutuhan masyarakat akan jasa Notaris sebagai pembuat akta semakin meningkat dalam kehidupan sehari-hari, dikarenakan semakin banyaknya orang atau badan hukum melakukan perjanjian- perjanjian yang dituangkan dalam bentuk akta. Demikian juga dengan halnya suatu perjanjian, sangat memerlukan akan adanya jasa seorang Notaris. Hal ini didasarkan pada pemenuhan kebutuhan “masyarakat yang maju dan komplek, sehingga timbullah hak dan kewajiban mereka dan mereka menginginkan adanya aturan yang mengatur hak dan kewajiban tersebut demi adanya kepastian hukum, sehingga diperlukan adanya pengaturan dalam perjanjian sewa menyewa tersebut, yang mana perjanjian ini dibuat dengan akta notaris yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Tuntutan kehidupan yang semakin kompleks dan modern tersebut memaksa setiap individu dalam masyarakat mau tidak mau, suka atau tidak suka menginginkan adanya kepastian, terutama kepastian hukum, sehingga setiap individu dapat menentukan hak dan kewajibannya dengan jelas dan terstruktur”.13

12Wawancara dengan Muhammad Kholis, Notaris Kabupaten Batubara tanggal 10 Desember 2016

13Moh.Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi,(Jakarta : LP3S, 2006), hal.63.

(23)

Akta otentik sebagai alat bukti yang mengikat dan sempurna mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makinmeningkat sejalan dengan meningkatnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional maupunglobal. Dengan demikian melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban untuk menjamin kepastian hukum.

Sebagaimana yang terjadi pada akta sewa menyewa yang diputus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 798 K/Pdt/2014, terjadinya penandatanganan perjanjian sewa menyewa yang tertuang dalam Akta Perjanjian Sewa Menyewa yang dibuat dihadapan notaris di Medan, antara SHL (pihak yang menyewakan tetapi bukan pemilik yang sebenarnya atas objek yang disewakan) dengan CV. IT yang diwakili oleh H bertindak sebagai pengurus, D bertindak sebagai pengurus dan AP bertindak dalam jabatannya sebagai General Manager atas 2 (dua) unit bangunan rumah toko (ruko) beserta tanah tapak pekarangannya, yang masing- masing luasnya 97 M² (sembilan puluh tujuh meter persegi) dan 89 M² (delapan puluh sembilan meter persegi) yang keduanya terletak di Kota Medan, sebagaimana dimaksud dalam Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 409 dan Nomor 410 terdaftar atas nama MCS dan DPL yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan masing-masing tertanggal 7 dan 10 Nopember 1988 (yang selanjutnya menjadi objek perkara).

Ketika akta sewa menyewa yang dibuat antara SHL dan CV.IT diketahui MCS, kemudian MCS mengambil tindakan untuk memberi peringatan kepada SHL

(24)

dan CV. IT yang diwakili oleh H, D, dan AP agar mengosongkan objek perkara dan kepada SHL agar menyerahkan kedua Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 409 dan Nomor 410 tersebut.

Namun karena tidak diindahkannya peringatan dari MCS tersebut, maka MCS pun melalui kuasa hukumnya melayangkan gugatan kepada SHL, dan CV.IT untuk mengosongkan objek perkara dan kepada SHL agar menyerahkan kedua Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 409 dan Nomor 410 tersebut dikarenakan objek tersebut akan dijual oleh MCS.

Perbuatan SHL dan CV.IT yang diwakili oleh H, D dan AP yang telah menduduki, menempati dan melakukan sewa menyewa atas objek perkara secara tidak sah merupakan perbuatan melawan hukum, sehingga MCS tidak dapat menjual atas kedua perkara tersebut yang menimbulkan kerugian dan mengajukan gugatan, kasus ini berlangsung lama sampai pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 798 K/Pdt/2014.14

Dalam putusan kasasi tersebut, hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan kasasi yang diajukan oleh SHL tidak dapat dibenarkan oleh karena hakim telah meneliti dengan seksama memori kasasi tanggal 19 Desember 2012 dan kontra memori kasasi tanggal 28 Januari 2013 dihubungkan dengan pertimbangan dan putusan Judex Facti dalam hal ini Putusan Pengadilan Tinggi Medan yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Medan, tidak salah dalam menerapkan hukum. Pertimbangan hukum hakim menolak kasasi yang diajukan oleh SHL adalah sebagai berikut :

14Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun 2014 No.798/K/Pdt/2014.

(25)

1. MCS adalah pemilik dari objek sengketa berupa 2 (dua) bidang tanah yang masing-masing seluas 97 M² (sembilan puluh tujuh meter persegi) dan 89M² (delapan puluh sembilan meter persegi) berikut 2 (dua) buah bangunan rumah toko (ruko) yang keduanya terletak di Kota Medan, sebagaimana dimaksud dalam Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 409 dan Nomor 410 yang kedua- duanya terdaftar atas nama MCS yang telah diterbitkan oleh Kantor Badan Pertanahan Kota Medan pada tanggal 7 dan 10 November 1988.

2. SHL telah menyewakan kedua ruko, sebagaimana dimaksud dalam Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 409 dan Nomor 410 kepada Pihak CV.IT

3. Perbuatan SHL yang tanpa sepengetahuan dan seijin MCS telah menduduki dan menempati ruko tersebut, dengan jalan merusak kedua pintu ruko tersebut adalah merupakan perbuatan melawan hukum.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian dalam bentuk tesis dengan judul “Analisis Yuridis Keabsahan Perjanjian Sewa Menyewa Yang Ditandatangani Oleh Pihak Yang Bukan Ahli Waris (Studi Putusan MA No. 798 K/Pdt/2014).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang dirumuskan untuk dapat dilakukan pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah keabsahan akta sewa menyewa yang ditandatangani oleh pihak yang bukan ahli waris?

(26)

2. Bagaimanakah tanggung jawab notaris terhadap akta sewa menyewa?

3. Bagaimanakah analisis hukum atas akta sewa menyewa yang ditandatangani oleh pihak yang bukan ahli waris dalam putusan MA Nomor 798 K/Pdt/2014?

C. Tujuan Penelitian.

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapatdikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui keabsahan akta sewa menyewa yang ditandatangani oleh pihak yang bukan ahli waris ?

2. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris terhadap akta sewa menyewa ? 3. Untuk mengetahui analisis hukum atas akta sewa menyewa yang

ditandatangani oleh pihak yang bukan ahli waris dalam putusan MA No. 798 K/Pdt/2014 ?

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, secara teoretis dan secara praktis.

1. Secara Teoretis.

Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui dan juga mengembangkan ilmu hukum pada umumnya, khususnya hukum perjanjian, serta menambah pengetahuan dan wawasan juga sebagai referensi tambahan pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

(27)

Medan, khusus mengenai keabsahan perjanjian sewa menyewa yang ditandatangani oleh pihak yang bukan ahli waris.

2. Secara Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahanmasukan bagi kalangan mahasiswa, akademisi, praktisi maupun masyarakat umumnya dalam mengetahui secara jelas pihak-pihak yang berhak dalam menandatangani perjanjian sewa menyewa.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, sepanjang yang diketahui dari hasil-hasil penelitian yang sudah ada maka belum ada penelitian yang menyangkut masalah

“Analisis Yuridis Keabsahan Perjanjian Sewa Menyewa Yang Ditandatangani Oleh Pihak Yang Bukan Ahli Waris (Studi Putusan MA No. 798 K/PDT/2014)”. Adapun penelitian yang berkaitan dengan perjanjian sewa menyewa yang pernah dilakukan oleh :

1. Rika Fitri, Nomor Induk Mahasiswa : 087011101, dengan judul “ Tinjauan Yuridis Terhadap Akta Sewa Menyewa Rumah Yang Dibuat Oleh Notaris”.

Dengan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pengaturan klausul akta sewa menyewa yang dibuat Notaris?

b. Bagaimanakah kewajiban pemilik rumah untuk menjamin bahwa hak-hak penyewa itu ada?

(28)

c. Bagaimanakah ketentuan asuransi yang dibuat di dalam akta sewa menyewa rumah yang dibuat oleh Notaris ?

2. Dewi Fitri, Nomor Induk Mahasiswa : 1027011041, dengan judul

“Analisis Perbuatan Wanprestasi Pihak Penyewa Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Rumah (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No.1507 K/Pdt/2010). Dengan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana akibat hukum jika pihak penyewa melakukan perbuatan wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa rumah yang telah lamadisewanya?

b. Bagaimanakah dasar pertimbangan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusan MARI No. 1507 K/PDT/2010 mengenai perkara ini?

Dengan demikian penelitian ini secara ilmiah adalah asli dan secara akademis dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun peneliti terdahulu ada yang pernah melakukan penelitian mengenai masalah perjanjian sewa-menyewa namun secara substansi pokok permasalahan yang dibahas berbeda dengan penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lain atau berbagai ide yang memadatkan dan

(29)

mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah sarana yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.15

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui.16

Kerangka teori adalah penentuan tujuan dan arah penelitian dalam memilih konsep-konsep yang tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya.17Teori merupakan suatu prinsip yang dibangun dan dikembangkan melalui proses penelitian yang dimaksud untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu masalah. Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu fariabel bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori fariabel bersangkutan memang dapat mempengaruhi fariabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab.18

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum, maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami

15HR.Otje Salman S dan Anton F Sutanto, Teori Hukum, (Bandung : Refika Aditama, 2005), hal.22.

16M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 27 dan hal.80.

17Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hal.129.

18J.Supranto, Metode Penelitan Hukum dan Statistik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hal.192- 193.

(30)

keabsahan perjanjian sewa menyewa yang ditandatangani oleh pihak yang bukan ahli waris.

Menjawab rumusan permasalahan yang ada kerangka teori yang digunakansebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori kepastian hukum.

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu:

“Pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan Hakim antara putusan Hakim yang satu dengan putusan Hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan”.19

Teori kepastian hukum yang di pakai dalam penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah ketiga. Karena dalam memberikan putusan terhadap para pihak yang bersengketa hakim haruslah di tuntut untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan pelayanan yang professional, untuk itu dalam praktek sehari- hari hakim diwajibkan untuk senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas negara serta bertindak sesuai dengan makna sumpah jabatan dan mengutamakan pengabdiannya kepada kepentingan masyarakat dan negara.

Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori pertanggung jawaban hukum (legal liability theory). Adapun unsur yang terkandung didalam teori pertanggung jawaban hukum yaitu : teori tanggung jawab, dan hukum itu sendiri.

19Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana Pranada Media Group, 2008), hal. 158.

(31)

Kata “pertanggung jawaban” berasal dari kata dasar “tanggung jawab” yang berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Menanggung diartikan sebagai bersedia memikul (mengurus, memelihara), menjamin, menyatakan keadaan kesediaan untuk melaksanakan kewajiban.20Bentuk dasar dari kata “tanggung jawab

”mendapat awalan “per” serta akhiran “an” sehingga menjadi “pertanggung jawaban”, artinya suatu perbuatan bertanggung jawab atau sesuatu perbuatan yang dipertanggungjawabkan.21

Menurut Henry Campbell Black, bahwa terdapat dua istilah pertanggung jawaban, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas, yang mengandung makna :

“It has been referred to as of the most comprehensive significance, including almost every character of hazard or responsibility, absolute, contingent, or likely. It has been defined to mean: all character of debts and obligations”.22 Maksudnya liability bermakna komprehensif (luas dan lengkap), termasuk hampir setiap karakter resiko atau tanggung jawab, yang mutlak, yang bergantung atau yang mungkin terjadi. Liability ini didefinisikan untuk menunjuk pada semua karakter hak dan kewajiban.

Responsibility merupakan kewajiban untuk bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan, dan untuk memperbaiki atau membayar kerugian atas kerusakan yang mungkin telah dilakukan.

20Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 899.

21Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hal. 1139.

22Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2003), hal. 249.

(32)

“The obligation to answer for an act done, and to repair or otherwise make restitution for any injury it may have caused”23

Antara kedua istilah ini, istilah liability yang sering dipakai dalam menunjuk pada pertanggung jawaban hukum yakni tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility lebih menunjuk pada pertanggung jawaban politik.24

Teori tanggung jawab hukum merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang kesediaan dari subjek hukum untuk memikul biaya atau kerugian atas kesalahannya maupun kealpaannya.25Menurut salah satu pakar tentang timbulnya teori pertanggungjawaban, Roscoe Pound berpendapat bahwa timbulnya pertanggungjawaban karena suatu kewajiban atas kerugian yang ditimbulkannya terhadap pihak lain. Lahirnya pertanggungjawaban tidak saja karena kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindakan, tetapi juga karena suatu kesalahan.26

Jadi tanggung jawab hukum yang dibebankan kepada notaris apabila notaris tersebut tidak adil atau berat sebelah terhadap menyikapi masalah yang terjadi terhadap para pihak. Tanggung jawab yang dibebankan kepada notaris adalah tanggung jawab notaris terhadap akta sewa menyewa yang dibuat dihadapan notaris.

Walaupun akta sewa menyewa tersebut dibuat karena keinginan para pihak, kalau

23Ibid

24Ibid

25Salim dan Erlis Septiana Nurbani, Penelitian Teori Hukum pada Penelitian Disertasi dan Tesis (Buku Kedua), (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hal. 208.

26Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum, Diterjemahkan dari edisi yang diperluas oleh Drs. Mohammad Radjab, (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1982), hal. 90.

(33)

notaris tersebut kurang bijak menyikapi masalah yang terjadi maka notaris yang harus bertanggung jawab penuh terhadap akta sewa menyewa yang dibuat dihadapannya.

Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan hubungan antara tanggung jawab notaris yang berkaitan dengan kewenangan notaris berdasarkan UUJN yang berada dalam bidang hukum perdata. Kewenangan ini salah satunya adalah menciptakan alat bukti yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak, kemudian menjadi suatu delik atau perbuatan yang harus dipertanggung jawabkan secara pidana. Pertanggung jawaban secara pidana berarti berkaitan dengan delik. Dari sudut pandang ilmu hukum murni, delik dikarakterisasi sebagai kondisi dari sanksi. Menurut pengertian ilmu hukum delik adalah perbuatan seseorang terhadap siapa sanksi sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan.27

Idris Zainal berpendapat bahwa teori pertanggung jawaban adalah mengenai suatu kewajiban untuk menebus pembalasan dendam dari seseorang yang terhadapnya telah dilakukan suatu tindakan kerugian, baik orang tersebut sendiri maupun sesuatu di bawah kekuasaannya.28

Untuk dapat menerapkan keadilan, membutuhkan suatu keadaan finalitas atau kemanfaatan dan untuk dapat memastikan keadilan dan kemanfaatan tersebut dapat tercapai, maka dibutuhkan suatu kepastian, maka pada prinsipnya hukum terdiri dari 3 (tiga) aspek, yakni :

27Hans Kelsen (Alih Bahasa oleh Somardi), General Theory Of Law and State,Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif- Empirik, (Jakarta : BEE Media Indonesia, 2007), hal. 66.

28Idris Zainal, Pandangan Falsafah Tentang Hukum Menurut Roscoe Pound, (Medan:

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1983), hal. 31.

(34)

a. Keadilan, yaitu menunjukkan kesamaan hak dan kewajiban di depan hukum.

b. Kemanfaatan, yaitu menunjuk kepada tujuan keadilan yakni memajukan kebaikan dalam kehidupan manusia.

c. Kepastian yaitu menunjuk pada jaminan bahwa hukum yang didalamnya berisi keadilan dan norma kemanfaatan benar-benar berfungsi sebagai hukum yang ditaati.29

Sehingga di dalam pelayanan hukum harus memenuhi rasa keadilan di dalam masyarakat, walaupun rasa keadilan itu sulit untuk dipastikan, namun setidaknya harus memenuhi suatu ukuran normatif yang hidup di dalam masyarakat akan melahirkan suatu kepastian hukum.30

2. Kerangka Konsepsi

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi operasional.31Kegunaan dari adanya konsepsi agar supaya ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan.32

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa “kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritisyang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian”.33

29Bernard L Tanya, dkk, Op.cit, hal.171.

30Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2006), hal.146.

31Sumadi Suryabarata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo, 1998), hal.3.

32H. Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung :Citra Aditya Bakti, 1999), hal.5.

33Sumadi Suryabarata, Op.cit, hal. 28.

(35)

Agar terdapat persamaan persepsi dalam memahami penulisan di dalampenelitian ini, maka dipandang perlu untuk menjelaskan beberapa konseptual sebagaimana terdapat di bawah ini:

a. Keabsahan adalah keadaan yang sesuai menurut hukum (undang-undang, peraturan) yang berlaku.34

b. Perjanjian, menurut Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.35

c. Sewa Menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak terakhir disanggupi pembayarannya. Demikian uraian yang diberikan oleh pasal 1548 mengenai perjanjian sewa menyewa.36

d. Warisan adalah harta peninggalan berupa barang-barang atau hutang dari orang meninggal yang seluruhnya atau sebagian ditinggalkan atau diberikan kepada ahli waris atau mereka yang telah ditetapkan menurut surat wasiat.37 Ahli Waris adalah anggota keluarga orang yang meninggal dunia yang menggantikan kedudukan pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena meninggalnya pewaris.38

34W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, 1987), hal.848.

35Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal.94.

36R.Subekti, Op Cit, hal,90.

37M.Marwan & Jimmy P, Kamus Hukum,(Surabaya : Reality Publisher, 2009), hal.644.

(36)

e. Penandatanganan adalah hal (perbuatan) menandatangani.39 G. Metode Penelitian

Metode merupakan suatu cara tertentu yang di dalamnya mengandung suatu teknik yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan tertentu.40

Penelitian (research) sesuai dengan tujuannya dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menentukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.41 Usaha mana dilakukan dengan metode-metode ilmiah yang disebut dengan metodologi penelitian.42

Suatu penelitian ilmiah, harus melalui rangkaian kegiatan penelitian yang dimulai dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yakni “suatu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, teori hukum, pendapat para sarjana hukum terkemuka”,43dan “putusan pengadilan”.

38Surini Ahlan Sjarif, Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat, (Jakarta : Kencana Renada Group, 2006), hal 11.

39W.J.S Poerwadarminta, Ibid, hal.1009.

40 Arief Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, (Surabaya : Usaha Nasional, 1997), hal.11.

41 Muslam Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang :UMM Press, 2009), hal.91.

42 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1973), hal.5.

43Tampil Anshari Siregar, Metode Penelitan Hukum, (Medan : Medan Grafika, 2004), hal.15.

(37)

Penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif dapat disebut juga penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan (law in the books) atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia dianggap pantas.44

Menurut Johnny Ibrahim, “oleh karena tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach)”. Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian.

Selain itu juga dilakukan pendekatan lain yang diperlukan guna memperjelas analisis ilmiah yang diperlukan dalam penelitian normatif”.45

Yuridis normatif atau penelitian yang menganalisis hukum, baik yang tertulis dalam buku maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan.46Dalam penelitian ini menganalisa mengenai Putusan MA No. 798 K/Pdt/2014.

Pendekatannya bersifat deskriptif analisis. Deskriptif artinya mampu memberikan gambaran secara jelas dan sistematis tentang masalah yang akan diteliti.

Adapun maksud deskriptif disini yang bertujuan untuk mengambil data secara

44Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : PT.Grafindo Persada, 2003), hal.1.

45Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Bayumedia, 2007), hal.295.

46Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, (Makalah Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003), hal.1.

(38)

sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai sifat atau faktor tertentu.47

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder melalui studi dokumen-dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari bahan kepustakaan, diantaranya adalah :

a. Bahan hukum primer, yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.48Dalam tulisan ini diantaranya : Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Putusan MA No.798 K/Pdt/2014 dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.

b. Bahan hukum sekunder,49 yaitu bahan-bahan yang berkaitan dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami dari bahan hukum primer, misalnya buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan, tulisan para ahli, makalah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

47Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1977), hal 36.

48Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Liberty, 1991), hal.19.

49Ibid, hal.19.

(39)

c. Bahan hukum tersier,50yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, ensiklopedia hukum, situs di internet yang berkaitan dengan objek penelitian.

Selain data sekunder sebagi sumber data utama, dalam penelitian ini juga digunakan data primer sebagai data pendukung yang diperoleh dari wawancara dengan pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan (library research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan erat dengan permasalahan penelitian dan didukung Studi Lapangan (field research) yaitu melakukan wawancara dengan informan yang mengetahui permasalahan mengenai perjanjian sewa menyewa ruko warisan yang ditandatangani oleh pihak yang bukan ahli waris yang diangkat dalam penelitian ini.

Informan yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah Notaris.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan :

50Soerjono Sukanto dan Sri Mamuji, Loc.Cit.

(40)

a. Studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistemasi literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

b. Pedoman Wawancara, hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian. Data tersebut diperoleh dari pihak- pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber dari pihak yang terkait sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data pendukung dalam penelitian tesis ini.

5. Analisa Data

Analisa data sangat diperlukan dalam suatu penelitian, hal ini berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).51

Selanjutnya, data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis. Kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah analisis yuridis keabsahan perjanjian sewa menyewa yang ditandatangani oleh pihak yang bukan ahli

51Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2003), hal.53.

(41)

waris.Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu “cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya ditarik ke hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposes- proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus”,52 guna menjawab permasalahan-permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini.

52Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hal.109.

(42)

BAB II

KEABSAHAN AKTA PERJANJIAN SEWA MENYEWA YANG DI TANDATANGANI OLEH PIHAK YANG BUKAN AHLI WARIS

A. Perjanjian Secara Umum 1. Pengertian Perjanjian

Pengaturan umum mengenai perjanjian di Indonesia terdapat di dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Buku III tersebut menganut sistem terbuka (open system), artinya setiap orang bebas mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, baik perjanjian bernama (nominaat) maupun perjanjian tidak bernama (innominaat), asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal dari Hukum Perjanjian yang terdapat dalam Buku III tersebut merupakan apa yang dinamakan aanvulendrecht atau hukum pelengkap (optional law), yang berarti bahwa pasal-pasal dalam Buku III boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian.53

Kemudian, sistem terbuka yang mengandung suatu asas yang disebut asas kebebasan berkontrak, yang lazimnya disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, dan dengan melihat pada Pasal 1319 maka diakui 2 (dua) macam perjanjian dalam Hukum Perjanjian yaitu Perjanjian Nominaat dan Perjanjian Innominaat.54

Ketentuan tersebut menyatakan bahwa perjanjian apa saja, baik yang diatur dalam KUH Perdata (nominaat) dan yang diatur di luar KUH Perdata (innominaat)

53Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. 20, (Jakarta : Intermasa, 2004), hal. 13.

54 Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, cet. 3, (Jakarta : Sinar Grafika, 2005), hal. 6.

(43)

tunduk pada ketentuan-ketentuan umum dari Buku III KUH Perdata yang ada dalam Bab I dan Bab II.55

Perjanjian nominaat atau perjanjian bernama yaitu perjanjian-perjanjian yang diatur di dalam Buku III KUH Perdata dari Bab V sampai dengan Bab XVIII, seperti Perjanjian Jual-Beli, Perjanjian Sewa-Menyewa, Perjanjian Tukar-Menukar, dan sebagainya. Perjanjian innominaat atau perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian yang terdapat di luar Buku III KUH Perdata, yang timbul, tumbuh, berkembang dalam praktik dan masyarakat, dengan kata lain perjanjian tersebut belum dikenal saat KUH Perdata diundangkan. Timbulnya perjanjian ini karena adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.56

Subekti memberikan definisi perjanjian adalah sebagai berikut: “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”. Ia juga menyebutkan bahwa perjanjian juga dinamakan persetujuan karena kedua pihak tersebut itu setuju untuk melakukan sesuatu.57

2. Asas-asas Dalam Hukum Perjanjian

Setiap ketentuan hukum mempunyai sistem tersendiri yang berlaku sebagai asas dalam hukum tersebut. Demikian pula halnya dalam hukum perjanjian, yang memiliki asas-asas sebagai berikut:

a. Asas Personalia

55 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Cet. 1, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 73.

56Salim H.S, Op.cit., hal. 1.

57Subekti, Op.cit., hal. 1

(44)

Asas personalia atau asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian adalah hanya untuk kepentingan perseorangan saja.58Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 ayat (1) KUH Perdata, Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: “Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta diterapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri.”

b. Asas Konsensualitas

Asas konsesualitas atau asas sepakat adalah asas yang menyatakan bahwa pada dasarnya perjanjian dan perikatan itu timbul atau dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat atau kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan suatu formalitas.

Asas ini disimpulkan dari Pasal 1320 KUH Perdata yang menyebutkan salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan tanpa menyebutkan harus adanya formalitas tertentu disamping kesepakatan yang telah tercapai itu.

c. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak (Freedom of Contract) diatur di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

58Salim H.S., Op.cit., hal. 13.

(45)

Artinya para pihak diberi kebebasan untuk membuat dan mengatur sendiri isi perjanjian tersebut, sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan,59memenuhi syarat sebagai perjanjian, tidak dilarang oleh Undang- undang, sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, dan sepanjang perjanjian tersebut dilaksanakan dengan itikad baik.60

d. Asas Kepercayaan.61

Suatu perjanjian tidak akan terwujud apabila tidak ada kepercayaan antara para pihak yang mengikatkan diri di dalamnya, karena suatu perjanjian menimbulkan suatu akibat hukum bagi para pihak yaitu pemenuhan prestasi dikemudian hari.

e. Asas Kekuatan Mengikat.62

Berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa dipenuhinya syarat sahnya perjanjian maka sejak saat itu pula perjanjian itu mengikat bagi para pihak. Mengikat sebagai Undang-undang berarti pelanggaran terhadap perjanjian yang dibuat tersebut berakibat hukum melanggar Undang-undang.

f. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik ini dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa: “Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

59Ibid.

60Munir Fuady, Hukum Kontrak: Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Cet. 2, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 30.

61Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit., hal. 87.

62Ibid., hal. 88.

(46)

g. Asas Keseimbangan.63

Asas ini menghendaki kedua belah pihak dalam perjanjian memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Salah satu pihak yang memiliki hak untuk menuntut prestasi berhak menuntut pelunasan atas prestasi dari pihak lainnya.

h. Asas Kepatutan dan Kebiasaan.64

Asas ini dituangkan di dalam Pasal 1339 KUH Perdata, yang menegaskan bahwa: “Perjanjian tidak hanya mengikat terhadap hal-hal yang diatur di dalamnya tetapi juga terhadap hal-hal yang menurut sifatnya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-undang”

3. Syarat Sahnya Perjanjian

Persyaratan suatu perjanjian merupakan hal mendasar yang harus diketahui dan dipahami dengan baik. Suatu perjanjian akan mengikat dan berlaku apabila perjanjian tersebut dibuat dengan sah. Berikut ini akan dibahas mengenai persyaratan yang dituntut oleh Undang-undang bagi perjanjian agar dapat dikatakan sah. Terdapat 4 (empat) syarat sahnya perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

Dalam tercapainya kata sepakat atau kesepakatan dalam mengadakan perjanjian, kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak.

Artinya, para pihak dalam perjanjian untuk mencapai kata sepakat tersebut

63Ibid

64Ibid, hal. 89.

(47)

tidak dalam keadaan menghadapi tekanan yang mengakibatkan adanya

“cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut.65

Tidak dalam keadaan menghadapi tekanan tersebut dimaksudkan bahwa para pihak dalam mencapai kata sepakat harus terbebas dari kekhilafan (kesesatan), paksaan dan penipuan seperti yang tercantum dalam Pasal 1321 KUH Perdata, yang berbunyi: “Tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.”

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya, setiap orang adalah cakap menurut hukum, kecuali jika oleh Undang- undang tidak cakap.

Dalam Pasal 1330 KUH Perdata disebutkan orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, dan perempuan yang bersuami. Tetapi pada subjek yang terakhir, yaitu perempuan bersuami telah dihapuskan oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963, sehingga sekarang kedudukan perempuan yang bersuami diangkat ke derajat yang sama dengan pria dan cakap untuk mengadakan perbuatan hukum.

c. Suatu hal tertentu;

65Ibid, hal. 73.

(48)

Mengenai suatu hal tertentu diatur di dalam Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 KUH Perdata. Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya bahwa suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu, apa yang diperjanjikan atau barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya dan tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barangnya tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.66

d. Suatu sebab yang halal.

Syarat keempat untuk sahnya suatu perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1337 KUH Perdata adalah mengenai suatu sebab yang halal. Terkait dengan hal ini, Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tidak mungkin ada suatu persetujuan yang tidak memiliki sebab atau causa, oleh karena causa sebetulnya adalah isi dari persetujuan dan tiap-tiap persetujuan tentu mempunyai isi.67

Terhadap dua syarat sahnya perjanjian yang pertama, yaitu syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan syarat kecakapan untuk membuat perikatan disebut sebagai syarat subyektif. Sebab mengenai orang- orang atau subyek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat yang terakhir, yaitu syarat suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal disebut

66 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, cet. 1, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 155.

67R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Op.cit., hal. 37.

(49)

sebagai syarat obyektif karena mengenai obyek dari perjanjian atau perbuatan hukum yang dilakukan itu.68

Keempat syarat di atas mutlak harus ada atau mutlak harus dipenuhi dalam suatu perjanjian, oleh karenanya tanpa salah satu syarat tersebut perjanjian tidak dapat dilaksanakan. Apabila salah satu dari syarat subyektif tidak terpenuhi, maka suatu perjanjian dapat dimintakan oleh salah satu pihak untuk dibatalkan. Sedangkan apabila salah satu syarat obyektif tidak terpenuhi, maka suatu perjanjian adalah batal demi hukum, artinya dari semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.69

4. Hapusnya Perjanjian

Setiap pihak yang membuat perjanjian pastilah menginginkan pelaksanaan isi perjanjian dengan sempurna dan secara sukarela. Namun adakalanya salah satu pihak dalam perjanjian mengingkari terhadap isi dari perjanjian yang telah disepakati bersama tersebut. Terhadap keingkaran dari salah satu pihak memberi hak pada pihak lain untuk memaksakan pelaksanaan prestasi kepada debitur. Tentunya tidak dengan cara main hakim sendiri (eagen richting). Umumnya pemaksaan prestasi harus melalui kekuatan putusan vonis pengadilan.

Setelah perjanjian dilaksanakan maka kemudian akan diakhiri. Berakhirnya suatu perjanjian dapat disebabkan karena:70

a. Ditentukan oleh para pihak yang bersangkutan dalam perjanjian.

b. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian.

68Subekti, Op.cit., hal. 17.

69Ibid., hal. 20.

70R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Bina Cipta, 1977), hal, 107.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Jarolimek dan Parker (1993) Individu yang memiliki keterampilan sosial yang tinggi mampu mengontrol diri untuk berperilaku sesuai dengan norma di

Aditya Anggi Pamungkas, S351502002, PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA, 2017, Program Kenotariatan Fakultas Hukum

Transaksi penyesuaian penjualan meliputi fungsi-fungsi persetujuan diskon, persetujuan retur dan pengurangan penjualan, dan penentuan piutang tak tertagih. Salah saji yang

Sedangkan variabel independen yang dikumpulkan adalah: (1) Karakteristik sosial meliputi pendidikan dan SHNHUMDDQ LVWHUL GDQ VXDPL 'HPRJUD¿ PHQFDNXS umur isteri dan

Pada Terminal BBM Semarang Group mesin pompa produk yang sering breakdown, yang dapat membuat kerugian waktu pengiriman bahan bakar ke SPBU di Jawa Tengah dan

Setelah mengalami beberapa kali pembelahan ditemukan stadium morula yang berongga, dimana sel-sel pada kutub anima akan lebih besar dari pada sel-sel pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel Return On Equity dan Debt to Equity Ratio terhadap Harga Saham baik secara parsial

Hubungan antara penilaian terhadap bawahan dalam mempengaruhi prestasi kerja staff akuntan publik juga ditelti oleh beberapa peneliti seperti (Barker, Monks, & Buckley,