• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. KONSENTRASI SPASIAL DAN PENGHEMATAN AKIBAT AGLOMERAS

6.2. Kekuatan Aglomeras

Ellison and Glaeser (1997) mengemukakan peranan knowledge spillover dan eksternalitas yang disebabkan oleh natural advantages dalam mendorong terjadinya konsentrasi spasial sebagai kekuatan aglomerasi. Kontribusi natural advantages

berdasarkan factor endowment secara simultan mempengaruhi dan mendorong skala ekonomi internal perusahaan. Ellison and Glaeser (1997) membuat suatu indeks

EG) dengan standard pengukuran sebagai berikut : di bawah 0.02 menunjukkan dispersi, sedangkan di atas 0.05 menunjukkan terjadinya aglomerasi, di mana kedua-

duanya disebabkan oleh pengaruh natural advantage dan knowledge spillover.

Tabel 20. Indeks Ellison-Glaeser Sektor Agroindustri Provinsi Lampung

2000 2005

No. Sektor Agroindustri

EG

γ Klasifikasi Pering-

kat γEG

Klasifikasi Pering- kat 1 Industri Buah dan

Sayur

0.244708 Aglomerasi 3 0.24741368 Aglomerasi 3 2 Industri Ikan, Daging

& Udang

0.132928 Aglomerasi 5 0.22424705 Aglomerasi 5 3 Industri Tapioka &

Tepung Lain 0.230377 Aglomerasi 4 0.23278537 Aglomerasi 4 4 Industri Kopra/ Kelapa 0.021578 Dispersi 0.02190139 Dispersi 5 Industri Minyak/ Lemak 0.013836 Dispersi 0.01356651 Dispersi

6 Industri Padi 0.116101 Aglomerasi 6 0.11748674 Aglomerasi 6 7 Industri Gula 0.424831 Aglomerasi 2 0.39360045 Aglomerasi 2

8 Industri Kopi 0.059059 Aglomerasi 8 0.05894218 Aglomeras 9

9 Industri Pakan Ternak 0.093962 Aglomerasi 7 0.09033555 Aglomerasi 7 10 Industri Makanan

Lainnya

0.547666 Aglomerasi 1 0.56691352 Aglomerasi 1

11 Industri Minuman 0.018969 Dispersi 0.01927654 Dispersi

12 Industri Pengolahan Karet

Berdasarkan Tabel 20, nilai Indeks Ellison-Glaeser (γEG) atau terbesar pada sektor agroindustri di Provinsi Lampung tahun 2005 adalah industri makanan lainnya,

diikuti industri gula, industri buah sayur, industri tapioka dan tepung lain, industri

ikan, daging, dan udang, industri padi, industri pakan ternak, industri karet, dan

industri kopi. Sektor agroindustri yang mempunyai nilai indeks Ellison-Glaeser

EG) di atas 0.05 dinyatakan beraglomerasi. Nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan indeks Ellison-Glaeser pada tahun 2000, namun pada tahun 2005 industri

kopi yang menempati peringkat 8 pada tahun 2000 turun menjadi peringkat 9

(terendah) pada tahun 2005.

Industri makanan lainnya mempunyai nilai indeks Ellison-Glaeser sebesar

0.5669. Nilai indeks Ellison-Glaeser pada industri makanan lainnya tersebut

merupakan indeks terbesar di antara sektor agroindustri di Provinsi Lampung pada

tahun 2005. Industri makanan lainya terkonsentrasi pada kota Metro. Besarnya nilai

indeks tersebut menjelaskan terjadinya MAR (Marshall-Arrow-Romer) eksternalitas

(knowledge spillover) dan eksternalitas yang disebabkan oleh natural advantage. Faktor natural advantage berkaitan dengan potensi kawasan budidaya yang dimanfaatkan untuk budidaya pertanian sebagai bahan baku agroindustri.

Berdasarkan RTRW Provinsi Lampung Tahun 2006, 70% dari luas wilayah Provinsi

Lampung yaitu sebesar 3 301 545 ha dimanfaatkan untuk kawasan budidaya.

Mayoritas penggunaan budidaya digunakan untuk budidaya pertanian lahan kering

dan lahan basah sesuai dengan kesesuaian lahannya.

Nilai indeks Ellison-Glaeser (γEG) untuk industri kopra dan kelapa sebesar 0.02190139, industri minyak lemak sebesar 0.0135665, dan industri minuman

sebesar 0.01927654. Ketiga sektor tersebut memiliki nilai indeks Ellison-Glaeser

dibawah 0.02 yang menunjukkan adanya dispersi (penyebaran) atau tidak adanya

eksternalitas knowledge spillover dan peranan eksternalitas yang disebabkan oleh

natural advantage.

Dinamika nilai indeks Ellison-Glaeser (γEG) tahun 2000 dan tahun 2005 dipengaruhi pula oleh dinamika pada nilai Indeks Gini Lokasional (gEG) dan

indeks kekuatan aglomerasi (GEG). Terjadi penurunan gEG pada industri minyak/lemak pada tahun 2000 sebesar 0.0158 menjadi sebesar 0.0156 pada tahun

2005. Penurunan gEG menunjukkan bahwa keanekaragaman karakteristik antar

wilayah pada industri minyak/lemak semakin berkurang. Penurunan gEG pada

industri minyak/lemak menunjukkan penurunan eksternalitas yang disertai dengan

penurunan kekuatan aglomerasi (terlihat dari penurunan gEG dari 0.015913 pada

tahun 2000 menjadi 0.015645 pada tahun 2005). Penurunan nilai gEG terjadi pula

pada industri kopra/ kelapa dan industri minuman.

Pada industri buah dan sayur di Provinsi Lampung terjadi peningkatan gEGdari 0,2712 pada tahun 2000 menjadi 0,2739 pada tahun 2005. Hal ini menunjukkan

peningkatan perbedaan kerakteristik dan spesialisasi antar wilayah sektor tersebut. Hal

ini diikuti oleh peningkatan kekuatan aglomerasi tersebut (peningkatan kekuatan

aglomerasi terlihat dari kenaikan GEGdari 0.27231 tahun 2000 menjadi 0.27485 pada

tahun 2005). Kenaikan dorongan aglomerasi disebabkan oleh peningkatan

eksternalitas yang disebabkan knowledge spillover natural advantage (diperlihatkan oleh kenaikan γEG dari sebesar 0.244708 pada tahun 2000 menjadi 0.247413 pada tahun 2005).

Industri buah dan sayur di Provinsi Lampung mengalami peningkatan gEG dari 0,2712 pada tahun 2000 menjadi 0,2739 pada tahun 2005 menujukkan peningkatan

perbedaan kerakteristik dan spesialisasi antar wilayah subsektor tersebut. Hal ini

diikuti oleh peningkatan kekuatan aglomerasi tersebut (peningkatan kekuatan

tahun 2005. Kenaikan dorongan aglomerasi disebabkan oleh peningkatan eksternalitas

yang disebabkan knowledge spillover natural advantage (diperlihatkan oleh kenaikan

EG

γ dari sebesar 0.244708 pada tahun 2000 menjadi 0.2474137 pada tahun 2005). Industri ikan, daging dan udang, industri tapioka dan tepung lainnya, industri

padi, industri gula, industri kopi, industri pakan ternak, industri makanan lainnya,

dan industri pengolahan karet, dalam kurun waktu tahun 2000 ke 2005 mengalami

peningkatan gEG. Peningkatan gEG ini menunjukkan peningkatan perbedaan kerakteristik dan spesialisasi antar wilayah sektor tersebut.

Menurut Ellison and Glaeser (1999), jumlah penduduk sebagai pasar yang

potensial dan pelabuhan laut yang mendukung industri merupakan natural advantages wilayah yang berperan penting dalam proses aglomerasi. Fujita and Mori (1996) menyatakan bahwa adanya pelabuhan laut memperbesar skala kota dan

meningkatkan ektemalitas positif dari konsentrasi spasial. Pendapat ini didukung oleh

Porter (1990) yang menyatakan bahwa demand condition dan factor condition (termasuk di dalamnya akses transportasi dan infrastruktur) merupakan determinan keunggulan

industri suatu wilayah.

Provinsi Lampung memiliki enam pelabuhan laut, meliputi satu pelabuhan

umum yang diusahakan dan lima pelabuhan yang tidak diusahakan, serta satu

pelabuhan khusus yang dikelola oleh agroindustri udang PT Dipasena Citra Darmaja

di Pantai Timur Provinsi Lampung. Pelabuhan laut yang diusahakan di Provinsi

Lampung adalah Pelabuhan Panjang yang dikelola oleh PT (Persero) PELINDO II

Cabang Panjang. Kelima pelabuhan yang tidak diusahakan adalah Kota Agung,

Teluk Betung, Labuhan Maringgai, Menggala, dan Mesuji.

Penghematan urbanisasi terjadi ketika efisiensi perusahaan meningkat akibat

meningkatnya produksi dan efisiensi seluruh perusahaan dalam wilayah yang sama.

perekonomian kota dan wilayah yang besar serta beranekaragam, dan bukan akibat

skala suatu jenis industri. Penghematan urbanisasi memunculkan fenomena yang

disebut dengan aglomerasi perkotaan yang menyebabkan terjadinya perluasan

wilayah metropolitan (extended metropolitan regions) dan mendorong industrialisasi pada suatu wilayah (Kuncoro, 2000). Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah

tenaga kerja pada sektor agroindustri di Provinsi Lampung, yaitu sebesar 37 042

pekerja pada tahun 2000 menjadi 61 522 pekerja pada tahun 2005. Peningkatan

jumlah tenaga kerja pada sektor agroindustri tersebut didorong oleh perkembangan

industri di Provinsi Lampung akibat penghematan urbanisasi.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang nasional (Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 26 Tahun 2008), kawasan perkotaan Bandar Lampung merupakan

pusat kegiatan nasional (PKN). PKN merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi

untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional dan beberapa provinsi atau

pelayanan primer (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Sedangkan kota-kota lain

di Provinsi Lampung yaitu Metro, Kalianda, Liwa, Menggala, Kotabumi dan

Kotaagung merupakan pusat kegiatan wilayah atau pelayanan sekunder yang

melayani kegiatan provinsi atau kabupaten/kota (Bappeda Provinsi Lampung, 2006).

Konfigurasi sistem perkotaan yang berpengaruh pada aglomerasi secara spasial

dapat dilihat pada Lampiran 24.

Klaster adalah konsentrasi spasial dari industri-industri yang sama atau

sejenis. Penetapan klaster tersebut didasarkan pada Indeks Spesialisasi Krugman,

Indeks Ellison-Gleaser, dan pemetaan agroindustri. Pemetaan agroindustri dilakukan

untuk mengelompokkan sektor agroindustri berdasarkan kedekatan lokasi dalam

kabupaten atau kabupaten yang berdekatan (lihat Gambar 7). Berdasarkan kriteria-

kriteria tersebut, pengelompokkan sektor agroindustri yang berklaster dan yang tidak

Tabel 21. Penetapan Klaster Agroindustri di Provinsi Lampung Agroindustri Indeks Spesialisasi Krugman 2005 Indeks Ellison Gleaser 2005

Pemetaan Agroindustri Penetapan Klaster

Industri Buah dan Sayur

Terspesialisasi Aglomerasi Ada klaster di Kab. LampungTengah & Tulang Bawang

Klaster

Industri Ikan, Daging & Udang

Terspesialisasi Aglomerasi Ada klaster di Kab. Tulang Bawang

Klaster

Industri Tapioka & Tepung Lain

Terspesialisasi Aglomerasi Ada klaster di Kab Lampung Tengah dan Tulang Bawang Klaster Industri Kopra/ Kelapa Kurang terspesialisasi

Dispersi Tidak ada klaster Tidak Berklaster Industri Minyak/

Lemak

Kurang terspesialisasi

Dispersi Tidak ada klaster Tidak Berklaster Industri Padi

Kurang terspesialisasi

Aglomerasi Ada Klaster di Kab Lampung Tengah & Tanggamus

Klaster

Industri Gula

Terspesialisasi Aglomerasi Ada klaster di Kab. Lampung Tengah & Tulang Bawang

Klaster

Industri Kopi Kurang terspesialisasi

Aglomerasi Ada Klaster di Kota Bandar Lampung Klaster Industri Pakan Ternak Kurang terspesialisasi

Aglomerasi Ada Klaster di Kota Bandar Lampung

Klaster Industri Makanan

Lainnya

Terspesialisasi Aglomerasi Ada Klaster di Kota Metro Klaster

Industri Minuman Kurang terspesialisasi

Dispersi Tidak Ada klaster Tidak

Berklaster Industri

Pengolahan Karet

Kurang terspesialisasi

Aglomerasi Ada Klaster di Bandar Lampung dan Lampung Selatan

Klaster

Sektor agroindustri yang berklaster adalah adalah industri makanan lainnya,

industri gula, industri buah sayur, industri tapioka dan tepung lain, industri ikan,

daging, dan udang, industri padi, industri pakan ternak, industri karet, dan industri

kopi. Sektor agroindustri yang tidak berklaster adalah industri kopra dan kelapa,