• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Keterkaitan Antarsektor

Debat ahli ekonomi mengenai pertumbuhan seimbang (balanced growth) dan tidak seimbang (unbalanced growth) telah memberikan sumbangan bagi studi kuantitatif pola-pola pembangunan. Pendukung pertumbuhan seimbang seperti

Nurkse (1953) atau Rosenstein-Rodan (1963) mengargumentasikan bahwa negara

harus membanguan berbagai industri secara simultan jika ingin mencapai

pertumbuhan berkelanjutan. Tipe pembangunan ini sering disebut sebagai

pertumbuhan seimbang pada sisi permintaan, karena pembangunan industri

ditentukan oleh permintaan atau pola pengeluaran dari konsumen dan investor.

Pertumbuhan seimbang pada sisi penawaran menunjukkan kebutuhan untuk

membangun beberapa industri secara bersamaan untuk mencegah kemacetan

penawaran.

Salah satu masalah terkait dengan argumen pertumbuhan seimbang

berkaitan dengan nasehat suatu negara miskin dengan sedikit atau tanpa industri

disarankan untuk membangun beberapa industri secara bersamaan atau terus

mengalami stagnasi. Program ini terkadang disebut sebagai big push atau critical minimum effort. Saran tersebut tidak mendorong negara miskin yang memiliki beban sumberdaya manajerial dan finansial yang membatasinya untuk mendirikan

beberapa pabrik baru.

Dalam pembahasan mengenai pola pembangunan industri, ditunjukkan

bahwa sedikit bukti yang menunjukkan bahwa semua negara mengikuti pola

tertentu. Beberapa negara memberikan penekanan pada satu industri tertentu,

sedangkan negara lain terkonsentrasi pada set industri yang berbeda. Pendukung

pola pertumbuhan tidak seimbang (unbalanced growth), khususnya Hirschman (1958), menyadari perbedaan tersebut dan menggunakannya untuk mengusulkan

pola pembangunan industrial yang berbeda. Suatu negara dapat mengkonsentrasikan

energinya hanya pada beberapa sektor pada tahap awal pembangunannya.

Menurut Perkins (2001), pertumbuhan tidak seimbang yang diusulkan oleh

Hirschman, tidak berisi cara melepaskan diri dari dilema pertumbuhan seimbang.

Hirschman membangun ide pertumbuhan tidak seimbang tertuju bagaimana

seharusnya pembangunan berjalan. Konsep sentral dari teori Hirschman (1958)

adalah keterkaitan. Industri dikaitkan dengan industri lain dengan cara-cara yang

dapat diperhitungkan dalam memutuskan suatu strategi pembangunan. Industri

dengan backward linkages menggunakan input dari industri lain. Keterkaitan ke depan terjadi dalam industri yang memproduksi barang yang menjadi input industri

lain.

Keterkaitan ke depan dan ke belakang menghasilkan tekanan yang

mengawali penciptaan industri baru yang pada gilirannya menciptakan tekanan

tambahan dan seterusnya. Tekanan ini dapat berbentuk peluang profit baru bagi

pengusaha swasta atau tekanan yang dibangun melalui proses politik agar

pemerintah mengambil kebijakan. Investor swasta misalnya memutuskan

membangun pabrik tanpa memberikan fasilitas perumahan bagi pekerjanya.

Pemerintah mengambil kebijakan untuk membangun infrastruktur dan jalan.

Perkins (2001) menyatakan bahwa meskipun di permukaan pola

pembangunan seimbang dan tidak seimbang nampak tidak konsisten satu sama lain,

namun dapat dipandang sebagai sisi yang berlawanan dari koin yang sama. Tidak

ada pola tunggal dalam industrialisasi yang harus diikuti semua negara. Di sisi lain,

analisis kuantitatif menunjukkan bahwa beberapa pola sangat mirip antar kelompok

negara. Meskipun negara dengan jumlah perdagangan luar negeri yang besar dapat

mengandalkan industri yang diinginkannya dan selanjutnya terfokus pada industri

tersebut di seluruh tahap pembangunan negara tersebut.

Konsep keterkaitan menunjukkan bahwa ketidakseimbangan yang kaku akan

menghasilkan tekanan yang memaksa suatu negara kembali ke jalur pertumbuhan

seimbang. Jadi, tujuan mendesaknya adalah derajat keseimbangan dalam program

pembangunan. Tetapi perencana memiliki pilihan antara berusaha menjaga

keseimbangan melalui proses pembangunan atau terlebih dulu menciptakan

ketidakseimbangan dengan pemahaman bahwa tekanan keterkaitan akan

memaksanya kembali ke keseimbangan. Pilihan-pilihan tersebut adalah mengikuti

jalur pertumbuhan seimbang yang ditunjukkan oleh garis lurus atau pertumbuhan

tidak seimbang diperlihatkan ditunjukkan oeh garis kurva, yang dilustrasikan pada

Gambar 2.

Saling ketergantungan antar sektor dapat dirumuskan dalam tiga jenis efek

keterkaitan, yaitu: (1) efek keterkaitan antar industri (interindustry linkage effect), mengukur efek peningkatan satu unit permintaan akhir (final demand) terhadap tingkat produksi dalam setiap sektor, (2) efek keterkaitan ketenagakerjaan

(employment linkage effect), mengukur penggunaan total tenaga kerja dalam satu sektor sebagai akibat perubahan satu unit permintaan akhir, dan (3) efek keterkaitan

penciptaan pendapatan (income generation linkage effect) mengukur efek perubahan salah satu variabel eksogen dalam permintaan akhir terhadap peningkatan

pendapatan (Chenery and Clark, 1959).

Peningkatan satu unit permintaan akhir pada variabel eksogen dapat

meningkatkan produksi dalam setiap sektor melalui efek keterkaitan antar industri

dan tingkat penyerapan tenaga kerja melalui efek keterkaitan ketenagakerjaan.

Peningkatan output dan ketenagakerjaan timbul dari keterkaitan ini, juga

pendapatan mendorong peningkatan permintaan barang-barang konsumsi,

menginduksi lebih banyak output dan kesempatan kerja.

Gambar 2. Jalur Pertumbuhan Seimbang dan Tidak Seimbang

Menurut Meier (1995), dua mekanisme yang bekerja dalam sektor aktivitas

produksi secara langsung adalah pertama, penyediaan input yang menghasilkan

permintaan atau backward linkage effects, yaitu setiap aktivitas ekonomi non primer akan mempengaruhi upaya untuk mensuplai melalui produksi domestik input yang

diperlukan oleh aktivitas tersebut. Kedua, pemanfaatan output atau forward linkage effects, yaitu setiap aktivitas yang menurut sifatnya tidak menjadi barang akhir, akan mempengaruhi usaha untuk memanfaatkan output sebagai input pada aktivitas baru.

Pengembangan agroindustri di satu pihak meningkatkan permintaan input

antara (intermediate input) seperti bahan baku tanaman pangan, tanaman perkebunan, perikanan dan lain-lain yang dipasok oleh sektor pertanian. Hal ini

Output sektor B Out p ut sektor A Jalur pertumbuhan tidak seimbang Jalur pertumbuhan seimbang a b

disebut keterkaitan ke belakang (backward linkage). Di pihak lain, sektor agroindustri meningkatkan penawaran output untuk sektor-sektor lain seperti

perdagangan dan industri lainnya, di samping ada yang digunakan sendiri oleh

agroindustri. Hal ini disebut keterkaitan ke depan (forward linkage). Jadi, kedua aspek ini yang dikenal sebagai efek keterkaitan antar industri (interindustry linkage effect), yang mengarah ke belakang dan ke depan.

Selain itu, pengembangan sektor agroindustri akan meningkatkan penyediaan

kesempatan kerja dan pendapatan rumah tangga, yang selanjutnya meningkatkan

permintaan terhadap barang-barang konsumsi yang dihasilkan sektor lain. Keinginan

untuk mengkonsumsi barang-bararig tersebut merupakan dorongan untuk

meningkatkan produktivitas dan akhirnya meningkatkan tabungan di sektor

agroindustri. Hubungan ini dikenal sebagai efek keterkaitan ketenagakerjaan

(employment linkage effect) dari efek keterkaitan penciptaan pendapatan (income generation linkage effect).