VII. DAMPAK KEBIJAKAN DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI LAMPUNG
7.1. Output Sektoral
Kebijakan ekonomi di sektor agroindustri berupa stimulus ekonomi baik
peningkatan pengeluaran pemerintah, peningkatan investasi maupun peningkatan
ekspor akan meningkatkan output sektor agroindustri. Dampak kebijakan ekonomi
di sektor agroindustri melalui keterkaitan antarsektor akan meningkatkan
pertumbuhan output sektor ekonomi lainnya. Peningkatan output akan mendorong
peningkatan permintaan tenaga kerja, baik tenaga kerja sektor agroindustri maupun
sektor non agroindustri, dan permintaan terhadap modal yang dipenuhi oleh rumah
tangga dan perusahaan. Hal ini akan berdampak lebih lanjut terhadap peningkatan
pendapatan rumah tangga dan perusahaan. Proses ini akan terus berlangsung melalui
efek pengganda (multiplier effect).
Simulasi kebijakan ekonomi di sektor agroindustri Provinsi Lampung yang
diskenariokan terdiri dari simulasi kebijakan ekonomi tunggal dan gabungan.
Simulasi kebijakan ekonomi tunggal adalah simulasi kebijakan pada satu variabel
permintaan akhir, yaitu pengeluaran pemerintah, investasi, dan ekspor. Sedangkan
simulasi kebijakan ekonomi gabungan/kombinasi adalah simulasi kebijakan pada
gabungan/kombinasi lebih dari satu variabel permintaan akhir. Kebijakan ekonomi
gabungan/kombinasi terdiri dari kebijakan gabungan dan kebijakan prioritas tiga
agroindustri. Dampak kebijakan ekonomi terhadap perekonomian difokuskan pada
pencapaian output sektoral, pendapatan rumah tangga sektoral, dan kesempatan
kerja sektoral.
Simulasi kebijakan ekonomi di sektor agroindustri terhadap output sektoral
kebijakan ekonomi di sektor agroindustri terhadap output sektoral dapat dilihat pada
Lampiran 28 dan 31.
Tabel 25. Dampak Kebijakan Ekonomi Tunggal di Sektor Agroindustri Provinsi Lampung terhadap Output Sektoral Tahun 2005
(%) DAMPAK TERHADAP OUTPUT SEKTORAL
PENGELUARAN PEMERINTAH INVESTASI EKSPOR No. SEKTOR S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 1 TPGN 17.777 4.198 6.010 18.559 4.198 18.559 4.198 2 TKBN 9.132 26.492 3.005 8.280 26.492 8.280 26.492 3 PTK 3.146 1.561 2.225 3.138 1.561 3.138 1.561 4 KHTN 0.070 0.069 0.490 0.070 0.069 0.070 0.069 5 IKAN 4.154 1.098 1.618 4.147 1.098 4.147 1.098 6 TBNG 0.372 0.301 5.175 0.369 0.301 0.369 0.301 7 IBS 2.055 0.084 0.122 2.052 0.084 2.052 0.084 8 IKUD 4.882 0.115 0.168 4.875 0.115 4.875 0.115 9 ITKT 6.712 1.388 1.996 6.687 1.388 6.687 1.388 10 IKKL 0.311 14.265 0.201 0.504 14.265 0.504 14.265 11 IML 0.669 23.848 0.711 0.675 23.848 0.675 23.848 12 IPD 8.029 2.156 3.104 7.999 2.156 7.999 2.156 13 IGL 5.270 0.814 0.835 5.204 0.814 5.204 0.814 14 IKP 3.829 0.156 0.209 3.824 0.156 3.824 0.156 15 IPKT 2.948 0.286 0.409 7.163 0.286 7.163 0.286 16 IMLN 7.818 1.060 1.518 3.530 1.060 3.530 1.060 17 IMN 0.065 1.926 0.095 0.065 1.926 0.065 1.926 18 IKRT 2.591 0.573 1.713 2.588 0.573 2.588 0.573 19 ILNY 0.813 0.757 6.237 0.814 0.757 0.814 0.757 20 LGA 0.493 0.482 0.743 0.494 0.482 0.494 0.482 21 BKST 0.740 0.929 34.852 0.725 0.929 0.725 0.929 22 PHR 10.316 10.002 15.730 10.437 10.002 10.437 10.002 23 TRKM 3.983 3.617 5.040 3.992 3.617 3.992 3.617 24 LKJP 2.573 2.444 5.863 2.563 2.444 2.563 2.444 25 PTUM 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 26 JJLN 1.252 1.378 1.931 1.244 1.378 1.244 1.378 Total Dampak (%) 100 100 100 100 100 100 100 Nilai Dasar (Juta Rp) 77 947 008 77 947 008 77 947 008 77 947 008 77 947 008 77 947 008 77 947 008 Perubahan (Juta Rp) 4 393 381 4 247 942 4 334 485 3 313 230 3 207 790 7 824 872 7 575 853 Perubahan (%) 5.636 5.450 5.561 4.251 4.115 10.039 9.719
Tabel 26. Dampak Kebijakan Ekonomi Gabungan di Sektor Agroindustri Provinsi Lampung terhadap Output Sektoral Tahun 2005
(%) DAMPAK TERHADAP OUTPUT SEKTORAL
KEBIJAKAN TUNGGAL KOMPARASI KEBIJAKAN GABUNGAN No. SEKTOR S8 S9 S10 S11 S12 S13 S14 1 TPGN 16.6713 16.6713 16.6713 18.5591 4.1983 15.6002 5.9342 2 TKBN 10.5450 10.5450 10.5450 8.2801 26.4917 10.6076 6.7942 3 PTK 3.0174 3.0174 3.0174 3.1375 1.5609 4.7569 5.0709 4 KHTN 0.0697 0.0697 0.0697 0.0697 0.0693 0.0688 0.0602 5 IKAN 3.9055 3.9055 3.9055 4.1467 1.0981 1.1582 11.6432 6 TBNG 0.3661 0.3661 0.3661 0.3693 0.3008 0.3422 0.5735 7 IBS 1.8946 1.8946 1.8946 2.0520 0.0842 0.0883 0.0890 8 IKUD 4.4939 4.4939 4.4939 4.8754 0.1153 0.1204 16.4855 9 ITKT 6.2790 6.2791 6.2791 6.6872 1.3879 12.0815 13.1519 10 IKKL 1.4471 1.4472 1.4472 0.5045 14.2652 0.2632 0.2301 11 IML 2.5555 2.5556 2.5555 0.6755 23.8483 0.8468 0.6493 12 IPD 7.5508 7.5508 7.5508 7.9992 2.1563 2.4031 2.4880 13 IGL 4.9071 4.9071 4.9071 5.2043 0.8140 10.5857 11.3485 14 IKP 3.5304 3.5304 3.5304 3.8240 0.1563 0.1513 0.1539 15 IPKT 2.7310 2.7310 2.7310 7.1634 0.2857 0.7828 1.1435 16 IMLN 7.2678 7.2678 7.2678 3.5299 1.0595 19.2536 1.2098 17 IMN 0.2165 0.2165 0.2165 0.0650 1.9262 0.0674 0.0699 18 IKRT 2.4270 2.4270 2.4270 2.5876 0.5732 0.6330 0.7126 19 ILNY 0.8089 0.8089 0.8089 0.8139 0.7573 0.8450 0.7188 20 LGA 0.4920 0.4920 0.4920 0.4945 0.4819 0.5153 0.5710 21 BKST 0.7553 0.7553 0.7553 0.7246 0.9285 0.7604 0.8733 22 PHR 10.2902 10.2902 10.2902 10.4369 10.0020 10.4462 11.8942 23 TRKM 3.9534 3.9534 3.9534 3.9924 3.6165 3.6945 3.9166 24 LKJP 2.5625 2.5625 2.5625 2.5631 2.4441 2.6308 2.8490 25 PTUM 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 26 JJLN 1.2619 1.2619 1.2619 1.2440 1.3784 1.2970 1.3688 Total Dampak (%) 100 100 100 100 100 100 100 Nilai Dasar (Juta Rp) 77 947 008 77 947 008 77 947 008 77 947 008 77 947 008 77 947 008 77 947 008 Perubahan (Juta Rp) 3 549 516 4 015 254 10 367 040 15 531 483 15 037 209 15 346 596 14 605 061 Perubahan (%) 4.554 5.151 13.300 19.926 19.292 19.688 18.737
Kebijakan tunggal pada sektor agroindustri Provinsi Lampung yang
menghasilkan dampak besar bagi peningkatan output sektoral secara berurutan
adalah kebijakan ekspor, kebijakan pengeluaran pemerintah dan kebijakan investasi.
Kebijakan pengeluaran pemerintah, peningkatan investasi, dan peningkatan ekspor
pada sektor agroindustri yang beraglomerasi lebih besar dibandingkan sektor
agroindustri yang tidak beraglomerasi.
Kebijakan ekspor pada sektor agroindustri yang beraglomerasi (S6)
menghasilkan dampak perubahan output sebesar 10.89%. Nilai perubahan output
tersebut merupakan perubahan output terbesar di antara kebijakan tunggal lainnya.
Kebijakan pengeluaran pemerintah pada sektor agroindustri yang beraglomerasi (S1)
menghasilkan dampak perubahan output lebih besar dari pada kebijakan pengeluaran
pemerintah pada sektor agroindustri yang tidak beraglomerasi (S2) dan kebijakan
pengeluaran pemerintah untuk pengembangan infrastruktur (S3). Demikian pula,
kebijakan investasi pada sektor agroindustri yang beraglomerasi (S4) menghasilkan
dampak perubahan output lebih besar dari pada kebijakan pengeluaran pemerintah
pada sektor agroindustri yang tidak beraglomerasi (S5).
Kebijakan pengeluaran pemerintah untuk pengembangan infrastruktur (S3)
sebesar 30% menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan S2. Pengembangan
agroindustri yang beraglomerasi hendaknya didukung oleh kebijaksanaan fiskal
guna pengembangan produktivitas dan pembangunan infrastruktur (penataan ruang
kawasan industri, sarana transportasi, pengendalian pencemaran dan lainnya).
Infrastruktur yang diperlukan untuk peningkatan ekspor adalah sarana transportasi,
komunikasi dan pelabuhan ekspor yang memadai bagi transportasi komoditas
agroindustri. Infrastruktur bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga bagi
Terdapat tiga kombinasi pada kebijakan komparasi tunggal, yaitu kebijakan
pengeluaran pemerintah (S8), kebijakan investasi (S9), serta kebijakan ekspor (S10).
Di antara tiga kombinasi tersebut, kombinasi kebijakan kebijakan ekspor (S9)
menghasilkan dampak perubahan output sebesar 13.3% atau paling besar di antara
perubahan output dan dari berbagai kebijakan komparasi tunggal.
Kebijakan kombinasi/gabungan yang terdiri dari kebijakan peningkatan
pengeluaran pemerintah sebesar 30%, investasi sebesar 20%, dan ekspor sebesar
25%, dialokasikan pada semua sektor agroindustri yang beraglomerasi secara
proporsional (S11). Sedangkan kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah
sebesar 30%, investasi sebesar 20%, dan ekspor sebesar 25% dialokasikan pada
semua sektor agroindustri yang tidak beraglomerasi secara proporsional (S12).
Simulasi kebijakan memperlihatkan bahwa S11 menghasilkan dampak perubahan
output dan nilai pengganda output S12. Sejalan dengan dengan kebijakan tunggal,
kebijakan pengeluaran pemerintah, kebijakan peningkatan investasi, dan
peningkatan ekspor pada sektor agroindustri yang beraglomerasi lebih besar dari
pada sektor agroindustri yang tidak beraglomerasi.
Dua simulasi kebijakan pengembangan tiga agroindustri prioritas (S13 dan
S14) memberikan dampak perubahan yang besar terhadap output, masing-masing
sebesar 19.69% dan 18.74%. Nilai perubahan tersebut lebih kecil dibandingkan S11
yang merupakan kebijakan kombinasi/gabungan yang terdiri dari kebijakan
peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 30%, investasi sebesar 20%, dan
ekspor sebesar 25%, yang dialokasikan pada semua sektor agroindustri yang
beraglomerasi secara proporsional. S11 memberikan perubahan yang paling besar
dibandingkan dengan simulasi-simulasi kebijakan yang lain.
Simulasi dampak kebijakan ekonomi pada sektor agroindustri yang
menghasilkan perubahan dampak sektoral terbesar terhadap output sektor pertanian
(tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan, dan perikanan) yang berkisar
antara 3–18%, output sektor agroindustri berkisar antara 2–12%, dan output sektor
perdagangan (ekspor-impor) berkisar 10%. Hal ini menunjukkan bahwa dampak
kebijakan ekonomi pada sektor agroindustri yang beraglomerasi terhadap output,
sektor hulu atau pemasok bahan baku agroindustri yang berasal dari sektor pertanian
merupakan sektor yang memperoleh manfaat terbesar.
Dampak peningkatan ekspor pada dasarnya merupakan efek kebijakan
peningkatan investasi agroindustri dan kebijakan pengeluaran pemerintah berkaitan
dengan agroindustri yang menghasilkan produksi untuk ekspor. Namun apabila
peningkatan ekspor tersebut merupakan suatu kebijakan untuk mencapai target
ekspor tertentu, maka kebijakan tersebut harus diikuti dengan upaya lain untuk
mendorong percepatan ekspor, misalnya melakukan perluasan pasar, mengaktifkan
pendekatan ke pihak yang memiliki saluran distribusi ke luar negeri, peningkatan
kualitas sarana dan prasarana ekspor seperti pelabuhan, jalan dan infrastruktur lain,
upaya-upaya perbaikan mutu produk ekspor, serta diversifikasi produk olahan untuk
meningkatkan nilai tambah ekspor.
Pengembangan agroindustri harus disertai penciptaan iklim investasi yang
kondusif dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap peningkatan peran
dunia usaha dan swasta untuk meningkatkan output sektor agroindustri dan
pendapatan rumah tangga. Iklim investasi yang kondusif antara lain berkaitan
dengan penyederhanaan sistem dan perizinan, penurunan berbagai pungutan yang
tumpang tindih, serta transparansi biaya perizinan sektor agroindustri dari instansi/