• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. KETERKAITAN AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI LAMPUNG

5.2. Keterkaitan Antarsektor Agroindustri dengan Sektor Ekonomi Lainnya 1 Keterkaitan Antarsektor ke Belakang

5.2.2. Keterkaitan Antarsektor ke Depan

Keterkaitan ke depan menunjukkan peran suatu sektor dalam menyediakan

output untuk digunakan sebagai input oleh sektor-sektor lain akibat peningkatan satu

satuan permintaan akhir sektor tersebut. Berdasarkan Tabel Input-Output Provinsi

Lampung Tahun 2005, peringkat pertama keterkaitan ke depan pada 26 sektor di

Provinsi Lampung adalah sektor tanaman perkebunan dengan keterkaitan langsung

sebesar 1.3341 dan keterkaitan total sebesar 1.9743. Selanjutnya, sektor tanaman

pangan dengan keterkaitan langsung sebesar 1.2148 dan keterkaitan total sebesar

1.9032.

Keterkaitan ke depan agroindustri dengan sektor lain di Provinsi Lampung

tahun 2000 dan tahun 2005 disajikan pada Tabel 10. Keterkaitan ke depan sektor

agroindustri Provinsi Lampung tahun 2005 yang terbesar adalah industri pengolahan

karet dengan keterkaitan langsung sebesar 1.2484 dan keterkaitan total sebesar

1.7699, pada industri gula keterkaitan langsung sebesar 1.0315 dan keterkaitan total

sebesar 1.3087, pada industri tapioka dan tepung lain keterkaitan langsung sebesar

0.6043 dan keterkaitan total sebesar 1.2396, pada industri padi keterkaitan langsung

sebesar 0.6336 dan keterkaitan total sebesar 1.0911, pada industri pakan ternak

keterkaitan langsung sebesar 0.9476 dan keterkaitan total sebesar 1.0122, pada

industri pengolahan ikan dan udang keterkaitan langsung sebesar 0.3771 dan

keterkaitan total sebesar 0.8030, pada industri minuman keterkaitan langsung

sebesar 0.5228 dan keterkaitan total sebesar 0.6608, pada industri makanan lainnya

keterkaitan langsung sebesar 0.1245 dan keterkaitan total sebesar 0.7933, pada

industri buah dan sayur keterkaitan langsung sebesar 0.0203 dan keterkaitan total

sebesar 0.6941, pada industri minyak/lemak keterkaitan langsung sebesar 0.4728

0.1253 dan keterkaitan total sebesar 0.6241, sedangkan pada industri kopra/kelapa

keterkaitan langsung sebesar 0.3458 dan keterkaitan total sebesar 0.6121.

Apabila data pada tahun 2000 dibandingkan dengan data pada tahun 2005,

terlihat bahwa terjadi perubahan/pergeseran peringkat pada industri buah dan sayur

(dari peringkat 9 ke peringkat 8), industri pengolahan ikan dan udang (dari peringkat

8 ke peringkat 6), industri tapioka dan tepung lain (dari peringkat 5 ke peringkat 3),

industri padi (dari peringkat 2 ke peringkat 4), industri gula (dari peringkat ke

peringkat 2), industri pengolahan karet (dari peringkat 4 ke peringkat 5), dan industri

minuman (dari peringkat 6 ke peringkat 9).

Tabel 10. Keterkaitan ke Depan Agroindustri dengan Sektor Lain di Provinsi Lampung Tahun 2000 dan Tahun 2005

Kaitan ke depan tahun 2000 Kaitan ke depan tahun 2005 No. Sektor

Langsung Langsung dan Tak Langsung

Peringkat Langsung Langsung dan Tak Langsung Peringkat 1. IBS 0.2167 0.7837 9 0.2203 0.6941 8 2. IKUD 0.4371 0.8509 8 0.3771 0.8030 6 3. ITKT 0.4352 1.0530 5 0.6043 1.2396 3 4. IKKL 0.3395 0.6895 12 0.3458 0.6121 12 5. IML 0.4771 0.7344 10 0.4728 0.6265 10 6. IPD 0.1857 1.3058 2 0.6336 1.0911 4 7. IGL 0.8976 1.2102 3 1.0315 1.3087 2 8. IKP 0.1900 0.7303 11 0.1253 0.6241 11 9. IPKT 0.6584 1.1966 4 0.9476 1.0122 5 10. IML 0.5724 1.0143 7 0.1245 0.7933 7 11. IMN 0.3795 1.0390 6 0.5228 0.6608 9 12. IKRT 1.2106 1.4206 1 1.2484 1.7699 1

Pada tahun 2000 dan tahun 2005, terlihat adanya pergeseran angka dan

peringkat keterkaitan ke depan pada sektor agroindustri, namun peringkat pertama

tetap dihasilkan oleh industri pengolahan karet.

Berdasarkan data angka keterkaitan ke depan sektor-sektor ekonomi pada

Tabel Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2000 (lihat Lampiran 11), terdapat dua

Jumlah sektor-sektor agroindustri dalam Tabel Input-Output Provinsi Lampung

sebanyak 12 sektor, sedangkan jumlah sektor-sektor non agroindustri sebanyak 14

sektor. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai P-value sebesar 0.00049 yang lebih kecil dari nilai α = 0.05, sehingga Ho ditolak. Dengan demikian, besarnya angka keterkaitan ke depan sektor-sektor agroindustri dengan sektor-sektor non

agroindustri berbeda, di mana angka keterkaitan ke depan sektor-sektor agroindustri

lebih besar dibandingkan angka keterkaitan ke depan sektor-sektor non agroindustri.

Berdasarkan data angka keterkaitan ke depan sektor-sektor ekonomi pada

Tabel Input-Output Provinsi Lampung Tahun 2005 (lihat Lampiran 11), ada dua

kategori pengelompokan, yaitu sektor agroindustri dan sektor non agroindustri.

Jumlah sektor agroindustri dalam Tabel Input-Output Provinsi Lampung sebanyak

12 sektor, sedangkan jumlah sektor non agroindustri sebanyak 14 sektor. Hasil

perhitungan menunjukkan bahwa nilai P-value sebesar 0.00059 yang lebih kecil dibandingkan nilai α = 0.05 sehingga Ho ditolak. Dengan demikian besarnya angka keterkaitan ke depan sektor-sektor agroindustri dengan sektor-sektor non

agroindustri berbeda, di mana angka keterkaitan ke depan sektor-sektor agroindustri

lebih besar dibandingkan angka keterkaitan ke depan sektor-sektor non agroindustri.

Berdasarkan data analisis keterkaitan ke belakang dan depan, terlihat bahwa

sektor agroindustri mempunyai keterkaitan yang besar dengan sektor lain. Nilai

keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang lebih besar dari pada nilai

keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan. Hal ini mengindikasikan bahwa

sektor agroindustri di Provinsi Lampung lebih mampu mendorong sektor pertanian

sebagai pemasok bahan baku dibandingkan penciptaan kenaikan output apabila

terjadi peningkatan satu-satuan permintaan akhir (final demand).

Keterkaitan ke belakang sektor agroindustri adalah keterkaitan dengan

perkebunan, peternakan, dan perikanan. Sektor-sektor primer juga mempunyai nilai

ouput yang sebagian besar merupakan input sektor agroindustri. Sedangkan

keterkaitan ke depan sektor agroindustri merupakan keterkaitan dengan sektor yang

memanfaatkan output sektor agroindustri. Output sektor agroindustri sebagian besar

ditujukan untuk keperluan ekspor dan sebagian dimanfaatkan untuk industri lain.

Kondisi tersebut menyebabkan nilai rata-rata keterkaitan ke belakang sektor industri

lebih besar dibandingkan nilai rata-rata keterkaitan ke depan, sehingga nilai rata-

rata daya penyebaran sektor agroindustri lebih besar dari pada nilai rata-rata daya

kepekaannya (lihat Lampiran 14).

Okamoto (2004a) menyatakan bahwa keterkaitan merupakan salah satu

proses untuk mempercepat terjadinya aglomerasi atau terkonsentrasinya industri.

Hasil penelitian Okamoto di Cina menunjukkan bahwa nilai keterkaitan yang tinggi

menyebabkan terjadinya aglomerasi. Fujita et al. (1999) menyatakan bahwa terjadinya aglomerasi didasarkan pada hasil yang meningkat akibat skala ekonomi,

biaya transportasi, keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan yang besar.

Dengan demikian nilai keterkaitan sektor agroindustri dengan sektor lain yang besar

mengindikasikan terjadinya aglomerasi pada sektor agroindustri di Provinsi

Lampung.

Lebih lanjut Fujita et al. (1999) menyatakan bahwa intraindustry dan

interindustry spillover merupakan salah satu pendorong terjadinya aglomerasi industri atau clustering. Mekanisme trade off antara centripetal forces dan

centrifugal forces menyebabkan terjadinya aglomerasi. Centripetal forces atau

agglomeration forces adalah kekuatan yang mendorong terjadinya konsentrasi spasial, sedangkan centrifugal forces atau dispersion forces adalah kekuatan yang berlawanan dan mendorong terjadinya distribusi spasial. Centripetal forces terdiri dari keterkaitan (linkages), pasar yang besar (thick market), knowledge spillover,

serta eksternalitas yang menguntungkan (pure external economies). Centrifugal forces terdiri input/faktor yang tidak cepat bergerak (immobile factor), nilai lahan (land rent and comuting), kemacetan (congestion and other pure), dan

diseconomies. Jika persyaratan utama aglomerasi adalah keterkaitan, nilai keterkaitan ke belakang dan depan yang besar pada sektor agroindustri di Provinsi

Lampung mengindikasikan bahwa terjadi aglomerasi pada sektor tersebut.