• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Teori Lokasi, Kutub Pertumbuhan dan Pengembangan Wilayah

Dari sekian banyak teori lokasi dan teori perwilayahan yang telah

diintrodusksi oleh para pencetusnya dapat diketengahkan beberapa di antaranya

yang dianggap penting, yaitu Von Thunen pada tahun 1826, A. Weber pada tahun

1909, W. Christaller pada tahun 1933, A. Losch pada tahun 1944, F. Perroux pada

tahun 1955, W. Isard pada tahun 1956, dan J. Friedmann pada tahun 1964.

Von Thunen telah mengembangkan hubungan antara perbedaan lokasi pada

tata ruang (spatial location) dan pola penggunaan lahan. Menurut Von Thunen, jenis pemanfaatan lahan dipengaruhi oleh tingkat sewa lahan dan didasarkan pula pada

aksesibilitas relatif. Lokasi berbagai jenis produksi pertanian (seperti menghasilkan

tanaman pangan, perkebunan, dan sebagainya) ditentukan oleh kaitan antara harga

barang-barang hasil dalam pasar dan jarak antara daerah produksi dengan pasar

penjualan. Kegiatan yang mampu menghasilkan panen fisik tertinggi per hektar akan

ditempatkan pada kawasan konsentris yang pertama di sekitar kota, karena

keuntungan yang tinggi per hektar memungkinkan untuk membayar sewa lahan

yang tinggi. Kawasan produksi berikutnya kurang intensif dibandingkan dengan

kawasan produksi yang pertama, demikian seterusnya.

Menurut von Thunen, produsen-produsen tersebar di daerah luas, sedangkan

pembeli-pembeli terkonsentrasi pada titik sentral (buyers concentrated, seller dispersed). Titik sentral pada umumnya merupakan kota, dan tidak terdapat perbedaan lokasi di antara para pembeli di dalam kota. Semua pembeli membayar

suatu harga tertentu, tetapi unit penghasilan bersih di antara para produsen berbeda-

beda, tergantung pada jaraknya dari pusat konsumsi. Model von Thunen ini

Jika terdapat kenaikan biaya transpor, maka harga barang akan naik, dan

sebaliknya penurunan biaya transpor akan menurunkan harga pasar dan

memperbesar penjualan. Manfaat dari penjualan yang bertambah tersebut akan

dinikmati oleh para penjual yang jaraknya lebih jauh, yang berarti lebih

banyak penjual yang melayani suatu pasar sehingga mengakibatkan meningkatnya

permintaan.

Meskipun model Von Thunen masih sangat sederhana, namun sumbangan

pemikirannya bagi pengembangan wilayah cukup penting yaitu mengenai penentuan

kawasan (zoning) menurut berbagai jenis kegiatan usaha (pertanian).

Analisis penentuan lokasi optimum seperti dikemukakan oleh von Thunen

telah mendapat perhatian utama dalam pemikiran Alfred Weber. Ia menekankan

pentingnya biaya transportasi sebagai faktor pertimbangan lokasi. Teori Weber

sebenarnya menekankan dua kekuatan lokasional primer, yaitu selain orientasi

transportasi juga orientasi tenaga kerja. Weber telah mengembangkan pula dasar-

dasar analisis wilayah pasar dan merupakan seorang ahli teori lokasi yang pertama

membahas mengenai aglomerasi. Pemikiran Weber telah memberikan sumbangan

ilmiah dalam banyak aspek, di antaranya yaitu penentuan lokasi yang optimal dan

kontribusinya yang esensial dalam pengembangan wilayah yaitu mengenai

munculnya pusat-pusat kegiatan ekonomi (industri).

Christaller mengembangkan pemikirannya tentang penyusunan suatu model

wilayah perdagangan yang berbentuk segi enam atau heksagonal. Teorinya adalah

teori tempat sentral (central place theory). Heksagonal yang terbesar memiliki pusat paling besar, sedangkan heksagonal yang terkecil memiliki pusat paling kecil.

Secara horisontal, model Christaller menunjukkan kegiatan-kegiatan manusia yang

tersusun dalam tata ruang geografis, dan tempat-tempat sentral (pusat-pusat) yang

lebih luas dibandingkan pusat-pusat yang kecil; sedangkan secara vertikal, model

tersebut memperlihatkan bahwa pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya mensuplai

barang-barang ke seluruh wilayah dan kebutuhan akan bahan-bahan mentah di

pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya disuplai oleh pusat-pusat yang lebih rendah

ordenya. Prinsip pemasaran dengan susunan piramidal pada model tempat sentral

dapat menjamin minimisasi biaya-biaya transportasi. Menurut Christaller, seluruh

wilayah perdagangan dapat dilayani, sedangkan dalam kenyataannya sebagian dari

wilayah-wilayah tersebut tidak sepenuhnya dapat terlayani karena terbatasnya

fasilitas transportasi dan hambatan-hambatan geografis.

Teori tempat sentral menjelaskan pola geografis dan struktur herarkis pusat-

pusat kota (wilayah-wilayah nodal) tetapi tidak menjelaskan bagaimana pola

tersebut mengalami perubahan-perubahan pada masa depan, atau dengan perkataan

lain tidak menjelaskan gejala-gejala (fenomena) pembangunan. Teori ini bersifat

statis, agar teori tempat sentral dapat menjelaskan gejala-gejala dinamis, maka perlu

ditunjang oleh teori-teori pertumbuhan wilayah yang menjelaskan mengenai proses

perubahan-perubahan struktural. Salah satu dari teori pertumbuhan wilayah adalah

teori kutub pertumbuhan (growth pole theory) yang diformulasikan oleh Perroux. Sumbangan positif teori tempat sentral karena teori tersebut relevan bagi

perencanaan dan pengembangan wilayah yaitu sistem herarki pusat merupakan

sarana yang efisien untuk perencanaan wilayah. Distribusi tata ruang dan besarnya

pusat-pusat kota merupakan unsur yang sangat penting dalam struktur wilayah nodal

dan melahirkan konsep-konsep dominasi dan polarisasi.

Losch mengintroduksikan pengertian-pengertian wilayah pasar sederhana,

jaringan wilayah pasar, dan sistem jaringan wilayah pasar. Prasarana transportasi

merupakan unsur pengikat wilayah-wilayah pasar. Unit-unit produksi pada

urban. Perusahaan-perusahaan akan memilih lokasinya pada suatu tempat dimana

terdapat permintaan maksimum.

Menurut Fujita et al. (1999), ada tiga arus pemikiran teori lokasi yaitu arus pertama dari analisis von Thunen mengenai land rent dan land use. Arus kedua, berhubungan dengan Alfred Weber dan pengikutnya, memfokuskan pada

permasalahan lokasi optimal pabrik. Arus ketiga teori lokasi pusat dari Christaller

dan Losch menawarkan jawaban terhadap pertanyaan bagaimana ekonomi skala dan

biaya transportasi berinteraksi dalam menghasilkan ekonomi spasial.

Berdasar struktur herarkis tempat sentral yang telah ditunjukkan oleh

Christaller di atas, Isard telah menekankan pentingnya kedudukan pusat-pusat urban

tingkat nasional (metropolis) dalam kaitannya dengan aglomerasi industri.

Selanjutnya Isard mengembangkan gejala locational economies (penghematan lokasi), dan urbanization economies (penghematan urbanisasi) sebagai akibat dari pengaruh lokasi. Urutan besarnya peranan kota-kota dapat ditentukan dengan cara

meranking pusat-pusat yang bersangkutan (rank size rule) menurut jumlah penduduknya.

Dalam kerangka dasar pemikiran Perroux, suatu tempat merupakan suatu

kutub pertumbuhan apabila di tempat tersebut terdapat industri kunci (key industry

dalam bahasa Inggris atau industries clef dalam bahasa Perancis) yang memainkan peranan sebagai pendorong yang dinamik karena industri tersebut mempunyai

kemampuan untuk melakukan inovasi. Suatu kutub pertumbuhan dapat merupakan

pula suatu kompleks industri, yang berkelompok di sekitar industri kunci. Industri

kunci adalah industri yang mempunyai dampak berantai ke depan (forward linkage) yang kuat.

Istilah industri pendorong dan industri kunci agar digunakan secara tepat.

kegiatan pada industri-industri lainnya, baik sebagai pensuplai atau langganan untuk

barang-barang atau jasa-jasa, sedangkan industri kunci adalah industri yang

menentukan peningkatan aktivitas maksimum (Richardson, 1977).

Konsep kutub pertumbuhan merupakan suatu konsep yang sangat menarik

bagi para perencanaan wilayah. Persoalan utama yang dihadapi dalam penerapan

konsep tersebut adalah pemilihan industri kunci atau industri yang menonjol

(leading industry) sebagai penggerak dinamika perturnbuhan. Dalam kasus suatu kompleks industri yang harus diperhatikan yaitu mengidentifikasikan

ketergantungan di antara kegiatan-kegiatan ekonomi dan persoalan proses

pemindahan perturnbuhan, serta dimensi lokasional dan geografis dari kegiatan-

kegiatan tersebut. Pemilihan industri yang menonjol yang ditetapkan di kutub

perturnbuhan pada umumnya merupakan industri terberat atau terbesar yang terdapat

di daerah tersebut. Hal ini tidak hanya menyangkut pengertian dampak berantai ke

belakang dan ke depan, tetapi berkaitan pula dengan jaringan ketergantungan secara

teknik dan ekonomi. Di daerah-daerah non industri banyak mengalami gejala-gejala

bahwa industri-industri yang dianggap menonjol tidak memiliki ciri-ciri

sebagaimana dinyatakan dalam konsep di atas karena keterbatasan skala teknik dan

ekonominya, sehingga penerapan kriteria pemilihan industri-industri tersebut

tergantung pada kondisi setempat, artinya bersifat relatif.

Konsepsi Perroux merupakan langkah utama untuk memberi bentuk konkrit

pada aglomerasi. Dinyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di

segala tempat, akan tetapi hanya terbatas pada beberapa tempat tertentu. Perroux

lebih memberikan tekanan pada aspek konsentrasi proses pembangunan dan

menganggap industri pendorong (propulsive industries) sebagai titik awal perubahan unsur yang esensial untuk menunjang pembangunan selanjutnya.

Dimensi geografis telah dimasukkan dalam pengaruh kutub pengembangan.

Antara kota dan pedesaan terdapat kaitan yang sangat erat, satu sama lain saling

melengkapi seperti dikemukakan Isard (1956). Friedmann (1964) meninjau dari

ruang lingkup yang luas dengan menampilkan teori core region (wilayah inti). Wilayah inti dikaitkan dengan fungsinya yang dominan terhadap perkembangan

wilayah-wilayah di sekitarnya, misalnya sebagai pusat perdagangan atau pusat

industri. Wilayah-wilayah di sekitar wilayah inti disebut wilayah-wilayah pinggiran

(periphery regions).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemilihan lokasi suatu industri

atau unit produksi pada umumnya dikaitkan dengan lokasi sumber bahan mentah

dan wilayah pasarnya. Kriteria penentuan yang digunakan bermacam-macam, yaitu

biaya transportasi yang terendah, sumber tenaga kerja yang relatif murah,

ketersediaan sumberdaya air, energi ataupun daya tarik lainnya berupa

penghematan-penghematan lokasional dan penghematan-penghematan aglomerasi.

Dimensi wilayah dan aspek tata ruang telah dimasukkan sebagai variabel tambahan

yang penting dalam kerangka teori pembangunan.