• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Periode Kedua (Menghafal Al quran saat Kuliah) SEMESTER I (Agustus-Desember 2011)

34. Kembali ke pondok

Setelah saya nge-kos sebulan, saya merasa jenuh karena tempat kos yang saya tempati lama-lama terasa tidak cocok. Saya merasa kesepian tinggal di kamar sendirian, apalagi saya sudah terbiasa hidup dalam keramaian sekamar dengan banyak teman dalam satu kamar, tidur dikamar pondok seperti pindang dijemur. Di kos terasa pengap, bangunan tua, agak seram juga ketika para penghuni kos yang lain sedang pergi. Yang paling menyedihkan karena di kos semuanya sudah berkeluarga, mereka bersenda gurau dengan istri dan anak-anak mereka sedangkan saya di kos seperti tinggal sendirian tanpa teman sekamar. Kalau mau ngobrol juga kurang nyambung karena tema yang dibicarakan tidak sama, mereka membahas keluarga dan pekerjaan, saya membahas pendidikan sedangkan dalam

perbincangan yang lama, masing-masing dari kami tidak bisa menyatu dalam alur yang sama. Akhirnya saya memutuskan untuk kembali tinggal di rumah.

Di rumah saya merasa lebih nyaman daripada di kos. Saya baru merasakan nikmatnya tinggal di rumah setelah saya nge-kos dan mondok. Ternyata tinggal di rumah sendiri lebih menyenangkan, lebih bebas, lebih ekonomis, dan lebih merasakan keceriaan dalam hangatnya tinggal bersama keluarga. Lama saya tinggal di rumah, kali ini saya merasa heran karena biasanya lama saya di rumah akan membuat saya mimpi bertemu teman-teman santri maupun mimpi bertemu Abah Kyai. Kali ini saya benar-benar merasa heran. Saya seperti bukan santri lagi namun saat itu saya merasa kehilangan sesuatu yang sangat mendalam. Biasanya kalau di pondok saya merasa pusing dan berharap ngaji libur bila setoran hafalan sulit. Rasa kehilangan itu membuat saya berfikir ulang tentang cita-cita saya. Suatu malam saya sholat istikhoroh dan alhamdulillah saya seperti merasa mendapat petunjuk untuk kembali ke pesantren. Saya bermusyawarah dengan keluarga dan hasilnya adalah saya kembali ke pesantren. Namun tidak bisa segera berangkat karena belum ada biaya. Sambil mempersiapkan biaya saya menyelesaikan tugas-tugas kuliah.

Ketika semua persiapan sudah siap, saya kembali ke pesantren. Berangkat dengan perasaan yang sangat bahagia seperti menemukan air di tengah kemarau panjang, akhirnya saya bisa kembali ke dunia para pencari Ridho Allah dunia para hafidz-hafidzoh yang dimuliakan Allah. Saya kembali hidup bersama teman-teman di penjara suci ROUVA (Roudhotul Huffadz)

dan menimba ilmu agama kepada para Kyai yang senantiasa mencintai santri-santrinya seperti mencintai anak sendiri. Alhamdulillah, terimakasih ya Allah. 35. Menjadi MC di acara Peresmian dan Tasyakuran Pondok Putri

Roudhotul Huffadz

Gambar 3.36 Santri Putra Pondok Pesantren Roudhotul Huffadz

(Saya memakai baju koko coklat, no 5 dari kiri di tengah bagian belakang)

Alhamdulillah, pondok pesantren putri telah selesai di bangun. Bangunan yang tadinya tidak bertingkat, sekarang sudah menjadi bertingkat. Sore itu, pengajian kitab bada ashar diliburkan. Semua santri putra disuruh berkumpul di pondok putri oleh Abah Kyai Khozin. Saat itu, saya baru pulang dari kuliah. Saya disuruh Kang Labib untuk mempersiapkan diri menjadi MC dalam acara tasyakuran pembangunan pondok putri. Saya menuruti perintah Kang Labib, meskipun perintah menjadi MC mendadak, tapi insya Allah saya bisa. Saya segera mempersiapkan secarik kertas dan

meminta Kang Labib menjelaskan format acara yang nantinya akan berlangsung, setelah itu saya segera sholat ashar berjamaah di Masjid.

Microfone dibunyikan, kemudian salah seorang santri menyerukan untuk segera berkumpul, dan bersama-sama menuju ke pondok putri. Sebelum saya berangkat, sesaat saya cuci muka, agar terlihat segar dihadapan Abah Kyai. Saya segera mengenakan baju berwarna coklat dan sarung coklat, serta membawa secarik kertas dan bolpoin. Kami berangkat sambil bercanda, sesampainya di gerbang Pondok putri, ternyata kami semua bingung. Harus bagaimana, apakah langsug masuk ke gedung putri ataukah menunggu abah Kyai rawuh. Kami tidak tahu apakah Abah Kyai sudah rawuh atau belum, beginilah sikap santri-santri yang tidak mau melakukan sesuatu sebelum di instruksikan oleh atasan.

Informasi yang kami dapat, bahwa abah Kyai belum rawuh. Kami menunggu kehadiran beliau di depan gerbang pondok putri. Sambil menunggu, kami berfoto ria. Maklum, wajah bangunan baru, dan ini juga kerja keras para santri yang turut serta dalam pembangunan fisik pesantren beberapa waktu lalu. Tidak begitu lama, abah Kyai rawuh. Saya dan teman-teman segera bersalaman dengan beliau dan mengikuti dari belakang. Kami masuk ke aula pondok putri dan langsung ke lantai. Sesampainya diatas, kami melihat Kyai Zaini dan Kyai Ridho sudah di sana, rupanya mereka sudah hadir dan menunggu kedatangan abah Kyai Khozin dan para santri.

Semua santri putra berjabat tangan dengan Kyai Zaini dan Kyai Ridho, termasuk saya. Segera setelah semuanya saling bersalaman, abah Kyai khozin

memerintahkan saya untuk duduk di sebelahnya. Rupanya abah Kyai Khozin sudah tau kalo saya yang akan menjadi MC di acara tasyakuran dan khotmil Quran tersebut. Dalam susunan acara tersebut, saya sebagai MC. Kyai Nasiruddin sebagai sambutan, Kyai Zaini memimpin pembacaan juz 30 sebagai pertanda telah dilangsungkanya pembacaan Al quran 30 juz, dan Kyai Ridho memimpin do’a khotmil Quran dan Abah Kyai Khozin do’a penutup. Saya melihat terdapat tempat minum berjajar, seperti galon Aqua, botol-botol aqua, dan teko. Semua dipersiapkan karena mengharap keberkahan dari pembacaan ayat-ayat suci Al quran (banyu kkhataman qur’an).

Dalam sambutanya, Kyai Nasiruddin menyampaikan bahwa pembangunan ini dapat barlangsung karena anugrah Allah SWT. Karena tadinya hampir tidak mungkin dapat diselesaikan karena sulitnya aliran dana, namun berkat kerja keras dan do’a dari para Kyai akhirnya pembangunan ini dapat berjalan dengan lancar bahkan melampaui dugaan karena banyaknya donatur yang memberikan bantuan secara sembunyi-sembunyi.

Setelah acara ditutup, acara dinyatakan selasai. Para Kyai meninggalkan tempat dan para santri kembali berjabat dengan para Kyai kemudian berjalan keluar di belakang para Kyai. Sambil berjalan, saya melihat-lihat bangunan baru ini, tampak kokoh, indah dan menyenangkan. Catnya berwarna hijau, bagian bawah tingkat terdapat kamar-kamar santri putri, dapur dan aula pondok putri juga diperbaiki. Sepertinya akan terasa nikmat kalau teman-teman tadarus di tempat seperti ini.

Saat mau keluar dari pondok putri, tiba-tiba hujan turun sangat deras. Kebetulan payung-payung hanya tersedia untuk para Kyai karena jumlahnya terbatas, terpaksa kami menanti hujan reda. Sambil menunggu hujan reda, beberapa santri junior saling bergurau, namun tidak bisa berlangsung lama, karena ditegur oleh pengurus. Kang Labib menyuruh kami tidak langsung pulang ke pondok putra, namun harus ke rumah Abah Kyai Khozin terlebih dahulu, karena acara masih berlanjut katanya. Hujan tak kunjung reda, akhirnya beberapa santri seperti Ali, Rifqi, Fikri, menerobos hujan dan diikuti oleh santri yang lain. Ada beberapa santri yang mendapat pinjaman payung dari tetangga pesantren namun mereka terlambat ke rumah Abah Kyai.

Sesampainya kami di rumah Abah Kyai Khozin, kami disuruh membersihkan kaki dengan air kemudian duduk melingkar. Beberapa santri senior diperintahkan masuk ke ruang tengah dan kembali dengan membawa nampan besi berisi makanan untuk disantap bersama-sama. Saya mengambil teko dan gelas, kemudian menuangkan air ke gelas dan membagikanya kepada teman-teman. Tanpa dibagikan gelas sudah hilang sendiri, karena santri saling berebut mengambil gelas yang telah saya tuang teh panas. Kami menyantab makanan bersama, satu nampan besi untuk 5 santri. Saya makan bersama kang Labib, Fayet, Asa, dan Habibul. Asa dan Habibul terlihat begitu serius dan lahap ketika makan, apa lagi saat itu hujan lebat, memang sangat nikmat untuk makan bersama. Saya bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberi limpahan kenikmatan kepada hamba-hamba-Nya.

SEMESTER VII (Agustus-Desember 2014) 36. Praktek Pengalaman Lapangan (PPL)

a. Pembekalan PPL

Jum’at, 8 Agustus 2014 di Auditoruim STAIN Pekalongan.Terlihat mahasiswa yang lalu lalang memasuki gedung auditorium. Disanalah semua mahasiswa yang akan PPL mendapat pengarahan dari Jurusan Tarbiyah. Di depan pintu masuk sudah ada beberapa staf jurusan yang bertugas untuk mengabsen mahasiswa yang datang dengan memberikan 1 buku panduan PPL serta snack.

Saya datang sekitar pukul 08.10 WIB. Saya disambut dengan ramah oleh staf jurusan, kemudian saya absen dengan tanda tangan

diselembar kertas sebagai bukti mengikuti kegiatan pembekalan ini. saya langsung menuju ke dalam gedung auditorium, di dalam gedung sudah banyak mahasiswa yang hadir. Saya memilih duduk dibangku kedua dari belakang. Sebelah saya ada Muhammad Tafi’udin, dia teman saya dari sejak TASKA pada awal masuk di STAIN Pekalongan. Disebelah depan dan belakang saya ada beberapa teman-teman kelas C yang kebetulan pada semester ini sudah bisa mengambil PPL.

Pukul 09.00 WIB acara pembekalan PPL dimulai dengan dipandu oleh moderator yakni Bu Mumun, salah satu dosen STAIN Pekalongan. Setelah pembukaan, dilanjutkan dengan sambutan-sambutan yang disampaikan oleh Ketua Jurusan Tarbiyah, Sekretaris Jurusan Tarbiyah, dan perwalikan dari Dinas Pendidikan Kota Pekalongan. Dalam pembekalan itu, semua mahasiswa dijelaskan bagaimana nanti ketika mahasiswa PPL di sekolah diharapkan mampu berinteraksi baik dengan semua warga sekolah, mampu mengaplikasikan, apa yang sudah didapat selama perkuliahan di kampus, menjadikan PPL sebagai pengalaman sebelum menjadi sebagai seorang guru, dan harus menjaga nama baik STAIN Pekalongan. Acara pembekalan PPL selesai pukul 11.00 WIB, semua mahasiswa menemui kalompok masing-masing sesuai dengan nama-nama yang sudah dijelaskan pada saat pembekalan PPL tadi. Saya bingung karena belum mengenal nama dan wajah anggota PPL saya.

Saya berjalan menelusuri kursi-kursi sambil berteriak “Kelompok 14, kelompok 14, mahasiswa PPL kelompok 14 siapa? Mari bergabung.”

ternyata teman-teman saya sudah berkumpul beberapa orang, tinggal mencari beberapa orang lagi. Tak lama kemudian, akhirnya kami semua berkumpul. Saat itu, saya merasa sendirian karena kelompok saya mayoritas perempuan. Untunglah ada teman yang mengatakan bahwa kelompok saya ada yang tidak berangkat, namanya Toni. Alhamdulillah, saya tidak laki-laki sendirian.

Kami berembug untuk menentukan siapa yang akan menjadi ketua. Beberapa orang menunjuk saya sebagai ketua, mungkin karena saat itu saya satu-satunya laki-laki dikelompok 14. Sepontan saja saya menunjuk balik teman-teman yang menunjuk saya. Namun, teman-teman tetap memilih saya hingga akhirnya saya mengusulkan agar Toni saja yang menjadi ketua walaupun dia tidak hadir, justru ini sebagai pembelajaran pentingnya mengikuti pembukaan PPL, yang tidak berangkat harus jadi ketua karena saya paling anti menjadi ketua.

Alasan saya tidak mau menjadi ketua adalah karena saya mondok sambil kuliah. Saya tidak mau menjadi ketua apapun dan dimanapn selama saya mondok sambil kuliah, ini prinsip dasar saya sejak sekolah dan kuliah sambil mondok di pesantren. Menjadi ketua dalam kegiatan dan organisai apapun bukanlah hal yang mudah selama saya masih tinggal dipesantren. Ketua itu harus orang yang paling aktif karena harus menjadi contoh bagi temannya, harus bisa mengkoordinir teman-teman, harus bisa mengalah mengerjakan tugas-tugas, ibarat kata pepatah

ketua itu adalah kepala dan kakinya organisasi. Kalau saya jadi ketua saya harus siap selalu setiap saat dan setiap waktu.

Terkadang sulit bagi saya mengungkapkan alasan mengapa posisi sebagai ketua selalu saya hindari sejak sekolah (kuliah) sambil mondok. Saya juga tidak mau mencalonkan diri ataupun dicalonkan sebagai ketua dalam organisasi. Saya sadar diri bahwa saya hidup dan tinggal di pesantren,saya tidak hidup bebas seperti mereka. Banyak hal yang dibatasi dalam dunia pesantren seperti masalah komunikasi dengan dunia luar, tidak dapat bebas keluar-masuk pesantren sehingga sulit rasanya mengurusi kegiatan full time seperti teman-teman lain yang tidak tinggal di lingkungan pesantren. Saya juga punya kewajiban setoran hafalan dan mengaji Al quran sekembalinya saya ke pondok. Mungkin ini bisa mewakili alasan mengapa saya lebih memilih sebagai anggota bukanya ketua. Memang terkadang sulit menjelaskan sesuatu yang tidak mereka alami sendiri dalam realitas komunitas yang berbeda. Terpaksa saya menyetujui dipilih sebagai ketua, yang menjadi sekretaris yaitu Fatkhul, dan bendaharanya yaitu Iim dan teman-teman yang lain menjadi anggota.47

47

Konfirmasi dengan Naely Fajriah Hasan (Teman PPL di SMP Negeri 14 Pekalongan), pada tanggal 10 Juni 2016

Gambar 3.38 Daftar Kelompok PPL di SMP N 14 Pekalongan Tahun 2014

Gambar 3.39 Anggota kelompok PPL di SMP 14 Pekalogan

(Saya nomor 1 dari kanan)

b. Hari Pertama PPL di SMP Negeri 14 Pekalongan

Kamis, 14 Agustus 2014. Merupakan hari penyerahan mahasiswa PPL STAIN Pekalongan di SMP Negeri 14 Pekalongan. Saya dan 8 teman yang lainnya datang ke SMP Negeri 14 Pekalongan pukul 09.00

WIB. Kami sengaja datang tidak terlalu pagi karena sebelumnya sudah ada kesepakatan dengan kepala sekolah dan guru pamong bahwa pada hari penyerahan mahasiswa PPL dilaksanakan setelah sholat dhuhur, karena pada hari itu kepala sekolah masih ada keperluan lain. Di waktu senggang tersebut kami gunakan untuk persiapan acara penyerahan, dari mempersiapkan susunan acara, menata ruangan, dan konsumsi yang sudah kami pesan sebelumnya.

Memasuki waktu sholat dhuhur, kami bergilir untuk sholat di mushola sekolah, sebagian ada yang di ruangan dan yang lainnya melaksanakan sholat. Pukul 12.30 WIB acara penyerahan dimulai yang dihadiri oleh guru-guru dan kepala sekolah SMP Negeri 14 Pekalongan, serta pembimbing kami yaitu Bapak Nur Kholis, MA. Acara penyerahan mahasiswa PPL dibuka dengan suratul fatikhah oleh Nailatus Syarifah dan Imroatul Maghfiroh sebagai pembawa acara, dilanjutkan sambutan dari perwakilan mahasiswa, sebagai ketua kelompok saya mewakili teman-teman dalam sambutan tersebut. Kemudian penyerahan dari pembimbing yakni Bapak Nur Kholis, MA kepada kepala sekolah SMP Negeri 14 Pekalongan yakni Bapak Abu Bakar Hidayatullah, M.Pd. Selanjutnya acara ditutup dengan do’a oleh M. Azhar Fathoni yang bertugas memimpin do’a.

Setelah acara penyerahan selesai, kami bertemu dengan guru pamong. Guru pamong adalah guru yang nantinya akan membantu, membimbing dan mengarahkan selama 45 hari kami praktek mengajar di

SMP Negeri 14 Pekalongan. Disini ada dua guru pamong yaitu Bu Hj. Mufarichah, S.Ag dan Bu Eva Kholilah, S.Pd.I. Kami dan guru pamong membahas pembagian kelas yang nantinya akan kami ajar. Guru pamong menginginkan agar kami mengajar untuk semua kelas, itu artinya kami mengajar mata pelajaran PAI dari kelas 7, 8, dan 9. Tidak terbayangkan sebelumnya akan mengajar anak kelas 9, karena biasanya mahasiswa PPL hanya dibolehkan mengajar untuk kelas 7 dan 8. Kami mencoba bernegosiasi dengan guru pamong agar hanya mengajar kelas 7 dan 8 saja. Karena saya pribadi merasa tidak sanggup apabila mengajar untuk kelas 9 kenapa?? Pertama, alasanya karena saat saya berkoordinasi dengan sekolah-sekolah lain, ternyata teman-teman PPL hanya mengajar kelas 7 dan 8. Kedua, sebelumnya pada saat pembekalan PPL, kami sudah diberi tahu kalau nanti guru pihak sekolah meminta mengajar kelas 9 jangan mau karena kelas 9 urusan sekolah dan harus didik betul-betul oleh para guru mereka sendiri. Seandainya nanti ada materi yang tak tersampaikan dengan optimal oleh mahasiswa dalam pembelajaran sehingga menyebabkan kekurang sempurnaan dalam persiapan menghadapi ujian sekolah, dan berbuntut pada kurang penguasaan materi olah pesarta didik, maka para mahasiswa bisa disalahkan karena berani dan mau mengajar kelas 9 ini pesan saat pembelakalan PPL dan juga saat pertemuan akhir mata kuliah micro teaching oleh Bu Chusna Maulida.

Disisi lain, pada saat itu setoran hafalan murojaah saya kebetulan pada surat-surat yang sulit dihafal yaitu juz 16 keatas. Saya juga sudah

ditunggu-tunggu oleh abah kyai untuk tes 5 juz Al quran dari juz 11-juz 15. Agar bisa fokus, saya tidak ingin terlalu repot diluar pesantren. Ini alasan yang tak bisa saya ungkapkan kepada teman-teman PPL saat itu.

Saat itu terjadi konflik pribadi dan juga pada teman-teman. Disisi lain, saya harus menentukan sikap bahwa mengajar sesuai dengan pesan yang disampaikan dosen saat pembekalan PPL dan saya harus mengurangi kegiatan di luar pesantren untuk memperbanyak tadarus sebagai persiapan tes hafalan Al quran dan disisi lain ada teman yang tiba-tiba membatalkan kesepakatan tersebut sehingga kami harus mengajar kelas 7,8,9 padahal hari sebelumnya kami berunding hanya akan mengajar kelas 7 dan 8.

Saat itu saya merasa kesal, namun apa boleh buat biarlah semua berjalan apa adanya, mungkin teman saya itu orangnya pandai dan kreatif, yang penting kita jalankan tugas PPL bersama-sama walaupun mungkin saya tidak dapat seaktif mereka dan lebih sering ke mushola untuk tadarus Al quran atau ke ruang lobi untuk berdiskusi dengan guru.

Esok harinya kami diberi jadwal mengajar yang harus dibagi sendiri sesuai kesepakatan kelompok. Pembagiannya jadwal mengajar dilakukan dengan pengundian secara merata. Selembar kertas dipotong kecil-kecil yang berukuran 3x4 cm kemudian ditulis identitas kelas lalu digulung seperti batang rokok. Gulungan-gulungan kertas tersebut dimasukan ke dalam wadah, kemudian kami satu persatu mengambil gulungan kertas tersebut. Melihat kertas yang saya ambil, saya merasa

deg-degan, jangan-jangan saya mengajar kelas 9. Ternyata benar dugaan saya, saya mendapatkan kelas 9A dan 8A untuk nantinya saya ajar selama PPL. Ternyata hal ini sesuai keinginan saya dulu sebelum pembukaan PPL bahwa suatu saat saya ingin PPL mengajar kelas 9

karena mengajar kelas 9 lebih saya suka daripada mengajar kelas 7.48

Gambar 3.40 Jadwal Mengajar (PPL) di SMP Negeri 14 Pekalongan

48

Konfirmasi dengan Fina Ainul Muna dan Nailatus Syarifah (Teman PPL di SMP Negeri 14 Pekalongan), pada tanggal 11 Juni 2016

c. Membuat RPP

Membuat RPP menjadi tugas kami sebagai mahasiswa PPL. Kami berusaha membuat RPP dengan baik, membuat absensi kehadiran siswa, membuat jadwal piket ruang yang kami tempati, dan juga membuat penilaian dan evaluasi. Saya banyak belajar dari PPL. Selama ini saya hanya belajar di bangku kuliah dan sekarang saatnya saya mengaplikasikan ilmu saya di lapangan, terutama dalam membuat RPP.

Di SMP N 14 Pekalongan ada dua kurikulum yang digunakan. Kurikulum KTSP untuk kelas 9 dan kurikulum 2013 untuk kelas 7 dan 8. RPP yang kami buatpun ada dua jenis yaitu RPP KTSP dan RPP 2013. Kami membuat dan menyusun RPP sekaligus satu persatu dengan harapan agar nanti kami tidak perlu membuat RPP setiap hari. Membuat RPP mudah asal kita mengatahui cara-cara pembuatan RPP yang baik.Dalam RPP 2013 materi pembelajaran harus dicantumkan sehingga mempermudah guru dalam mengajar, RPP 2013 lebih tebal daripada RPP KTSP. Selain mencantumkan materi dalam RPP, metode juga harus tercantum dalam RPP tersebut sehingga pembelajaran dapat dievaluasi apakah metode yang digunakan sesuai dengan materi yang disampaikan atau tidak. RPP juga harus ditandatangani olah pembuat RPP dan juga ditandatangani oleh guru pamong sehingga apapun yang akan diajarkan

sudah diketahui oleh guru pamong dan di bawah pengawasan beliau.49

49

Konfirmasi dengan M. Azhar Fathoni (Teman PPL di SMP Negeri 14 Pekalongan), pada tanggal 10 Juni 2016

Gambar 3.41 Membuat RPP dan Menyusun Materi (Saya nomer 1 dari kanan)

d. Mengajar Kelas VIII A dan IX A

Setiap hari kami mengajar para siswa sesuai jadwal yang telah kami sepakati bersama. Setiap hari selasa jam ke 3-4 saya terjadwal mengajar kelas VIII A, dan pada hari Rabu jam ke 4-6 saya mengajar di kelas IX A. Kali ini saya mengajar kelas VIII A. Pertama saya memasuki ruang kelas, kemudian saya menuju meja dan kursi guru serta meletakkan semua alat mengajar yang saya bawa. Saya menatap anak-anak kelas VIIIA satu persatu, saya berusaha mengadakan kontak mata dengan mereka. Kemudian saya mengucap salam dengan tenang dan berusaha untuk berwibawa serta berusaha bertindak sesuai teori mengajar yang pernah saya dapatkan di bangku kuliah dan sesuai pesan yang pernah dikatakan Bu Chusna Maulida saat mata kuliah micro teaching.

Mengajar kelas VIII A harus menggunakan kurikulum 2013 karena di SMP 14 sudah menerapkan kurikulum 2013 untuk kelas VII dan VIII, sehingga posisi guru hanyalah sebagai fasilitator, siswa dituntut aktif dalam kegiatan belajar mengajar, posisi guru juga bukan merupakan satu-satunya sumber utama ilmu pengetahuan, sehingga para murid diajarkan untuk aktif mencari pengetahuan dan memahami materi yang ada.

Mengajar menggunakan kurikulum 2013 menuntut keaktifan siswa. Keaktifan siswa inilah terkadang membuat suasana ruang kelas terasa lebih hidup dibanding bila mengajar menggunakan kurikulum KTSP, bahkan terkadang terkesan ramai, seperti mengajar anak TK karena terkadang ada yel-yel, lempar tanya jawab, diskusi kelompok, presentasi, dan sebagainya.

Berbeda dengan mengajar di kelas IX A yang masih menggunakan kurikulum KTSP, alokasi waktu yang dalam 1 kali pertemuan pelajaran