• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Periode Kedua (Menghafal Al quran saat Kuliah) SEMESTER I (Agustus-Desember 2011)

28. Mengikuti Lomba MHQ di Banten

Gambar 3.31 Peserta Pionir VI di Banten Tahun 2011

Suatu hari saya pergi ke kantor UKM LPTQ. Seperti biasa, saya sering kali menyempatkan diri mampir ke kantor karena kebetulan saya pengurus

LPTQ. Ternyata dikantor LPTQ ada ketua dan para pengurus UKM LPTQ. Saat itu ada Sohib Naim, Diyah, saya, Dani, Haliv, Maria, Qiqi, dan lain-lain. Kami ngobrol ngobrol seputar kegiatan dan kepengurusan, hingga ahirnya sohibah Diyah membahas surat dari IAIN Syarif Hidayatullah Banten yang di tujukan ke STAIN PEKALONGAN dan di teruskan ke UKM LPTQ. Rupanya itu adalah surat dari IAIN Syarif Hidayatullah Banten menganai Lomba Porseni PTIN Tingkat Nasional.

Pihak STAIN meminta agar UKM-UKM mengirimkan atlit-atlit olahraga dan seni untuk mengikuti perlombaan PTIN Tingkat Nasional tersebut. Setelah kami berembug, di tetepkan lah beberapa orang yang akan mengikuti lomba sebagai perwakilan dari Devisi UKM LPTQ. Untuk lomba tilawah:Abdul Latif dan Imroatus Sa’adah, lomba kaligrafi : Subhan, lomba tahfidz : Asep Rokhmatul yahya, Dani Robbina, Maria Mufida, Muhib.

Saya merasa terkejut ketika teman-teman meminta saya mewakili lomba Tahfidz Quran 10 Juz. Saya merasa tidak berani karena hafalan saya belum lancar. Namun, teman-teman malah mendesak saya dan langsung menulis nama saya pada blangko pendaftaran, sehingga mau tidak mau terpaksa saya harus ikut lomba tersebut.

Kategori lomba tahfidz Quran : Dani Robbina 5 juz. Saya 10 Juz, Mbak Vida 20 juz dan Muhib 30 juz. Namun ternyata Muhib juga mendapat surat dari Depag untuk mengikuti lomba MHQ di luar pulau Jawa dan waktu keberangkatannya bersamaan dengan lomba PTIN di Banten sehingga Muhib mengundurkan diri tidak ikut lomba di Banten.

Sepulang dari kampus, saya masih kepikiran lomba 10 Juz. Saya sampaikan hal tersebut kepada orang tua saya dan berharap tanggapan dari mereka. Kedua orang tua saya mengatakan bahwa saya beruntung, kerena saya di ikutkan lomba tingkat Nasional, ini merupakan pengalaman yang belum tentu bisa saya rasakan lagi di masa depan karena mungkin ketika di laksanakan lagi saya sudah lulus kuliah. Hal ini sudah menjadi keputusan UKM LPTQ, sehingga mau tidak mau saya harus berusaha agar saya bisa lancar hafalan, dapat mengikti lomba dengan baik dan mengharumkan nama STAIN Pekalongan.

Langkah saya dalam mempersiapkan diri mengikuti lomba di antaranya adalah selalu tadarus Al quran juz 1-10 secara berurutan. Saya juga menambah jam tadarus, mengurangi kesibukan lain, manjaga kondisi badan agar selalu sehat dan selalu berdo’a terutama setiap setelah sholat fardhu. Saya meminta ijin kepada pengasuh Pondok Pesantren tempat saya mondok saat itu, untuk mengubah setoran hafalan Al quran. Setoran hafalan yang tadinya juz 11 ke atas, diganti agar ngajinya juz 1-10 saja dan ternyata abah kyai mengijinkan. Saya juga meminta bantuan ibu, adik dan teman untuk menyimak hafalan Al quran saya.

Dua minggu sebelum keberangkatan ke Banten, Saya mendapat SMS dari Sekretaris Jurusan. Ternyata sms itu berisi undangan agar saya mengikuti pertemuan para dosen dan mahasiswa yang akan dilaksanakan hari Sabtu pukul 16.00 WIB di Rumah Makan Ayam Gepuk Tirto Pekalongan.

Sepekan sebelum keberangkatan lomba ke Banten, saya menghadiri acara pertemuan antara dosen dengan para mahasiswa STAIN yang akan berangkat ke Banten. Pertemuan itu di adakan di Rumah Makan Ayam Gepuk Tirto Pekalongan. Dalam pertemuan tersebut dibahas hal-hal yang berkaitan dengan lomba di Banten. Mulai dari surat yang di kirim dari IAIN Syarif Hidayatullah Banten, data mahasiswa peserta lomba, waktu dan keberangkatan, penginapan, biaya-biaya, dansebagainya. Adapun seluruh biaya akomodasi di tanggung pihak STAIN Pekalongan.

Tiga hari sebelum pemberangkatan ke Banten, kami di suruh mengambil kaos olah raga, jaket dan trining di akademik lantai 3, tepatnya di ruang WAKA II STAIN Pekalongan. Tiga hari kemudian, tibalah saatnya kami berangkat ke Banten. Kami berangkat dengan dua bis dan satu mobil trevel. Kami berangkat dari STAIN Pekalongan sekitar pukul 07.30 WIB. Saya memilih naik bis beserta rombongan peserta lomba tahfidz LPTQ. Saya duduk di bangku kedua dari depan, sebangku dengan Dani Robbina, Mbak Vida berada di sebelah barisan kanan kursi saya.

Saya sangat menikmati perjalanan. Dani banyak bercerita tentang pengalamanya menghafal Al quran, begitupun dengan saya, kami saling bertukar pengalaman. Saya melihat mba Vida terkadang mengeluarkan Al quran. Ternyata walaupun naik bis, Mbak Vida masih tetap menghafalkan Al quran. Subhanallah. Setelah menempuh perjalanan sekitar 12-13 jam, tibalah rombongan di Banten. Kami beristirahat di hotel Puri Kayana. Letak hotel di sebelah MAN Banten dekat salon kecantikan Sri Atut yang menjadi Gubernur

saat itu. Saya menempati lantai dua kamar nomer 13. Saya bersama Dani dan mas Latif. Kami bertiga langsung rebahan di kasur kamar hotel. Nikmat sekali rasanya tidur setelah menempuh perjalanan 12 jam. Namun sebelum tidur kami bertiga menyempatkan diri untuk sholat Isya berjamaah di kamar. Ini adalah pengalaman pertama saya tidur di hotel.

Hari pertama kami di hotel, belum ada aktifitas yang berarti. Sengaja dari pihak STAIN memberi waktu kepada kami untuk beristirahat sebelum nantinya bertanding. Hari pertama di hotel banyak kami nikmati untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Nikmatnya tinggal di hotel, pagi-pagi sudah disiapkan beberapa cangkir, beberapa kopi instan, teh dan gula. Ada juga roti sebagai tambahan. Mandi menggunakan air hangat, kamar AC, TV Indovision, dan tempat tidur yang nyaman serta selimut tebal. Setiap sore terlihat matahari terbenam dari pintu belakang kamar hotel karena kebetulan kamar saya menghadap ke timur dan di lantai dua, sebelah kamar kami adalah kamar mahasiswi, mereka para sahabat kami. Hal ini makin menambah nikmat suasana karena kami bisa bertemu di teras belakang kamar hotel untuk latihan bersama. Sepertinya saya hanya merasakan nikmatnya hotel pada hari pertama saja. Hari-hari berikutnya saya merasa takut, tertekan dan gelisah hari perlombaan saya semakin dekat. Saya merasa memiliki tanggung jawab mental, agar nanti bisa ikut lomba dengan maksimal.

Tiga hari berlalu, kini saatnya saya bertanding dalam lomba tahfidz Quran tingkat Nasional di Banten. Lomba dilaksanakan di kampus UIN Banten. Kami dijmput oleh tim khusus yang sudah disiapkan oleh panitia

pelaksana Pionir Banten. Kami melaju dengan mobil avanza, melesat dengan kecepatan sekitar 70 Km/Jam mengitari jantung kota Banten kemudian masuk melalui gerbang depan UIN Banten. Disana banyak sekali para atlet yang sedang bertanding sesuai dengan jadwal dan tempat yang sudah di tetapkan oleh panitia. Sepanjang jalan menuju tempat perlombaan tahfidz, saya melihat hiruk piuk penonton yang menjadi suporter lomba pencak silat dan juga perlombaan lain.

Saya dan mbak Vida menuju ke ruang perlombaan tahfidz. Sesampainya di ruang lomba, kami duduk di bangku belakang. Sambil kami melihat para peserta lomba, kami sambil tadarus. Saya juga melihat banyak para peserta lomba yang mulutnya komat-kamit dengan didampingi orang yang disebelahnya, sepertinya ia juga sedang tadarus sama seperti saya.

Saya mendapat nomor urutan lomba 126. Sekitar setengah jam saya menunggu, akhirnya tibalah saya dipanggil oleh sang juri. Saya maju ke panggung dan segera memposisikan diri siap menerima tes dari para juri. Juri mengajukan 4 soal. Dan alhamdulillah saya dapat meneruskan, namun saya merasa sangat grogi hingga suara saya menjadi bergetar dan telapak tangan saya sangat dingin. Namun, saya merasa senang dapat mengikuti acara perlombaan ini. Akhirnya saya dinyatakan selesai dan dipersilahkan untuk turun dan juri segera memanggil peserta lomba berikutnya. Mba Vida menyambut kedatangan saya dengan tertawa, dia mengatakan bahwa saat saya dipanggung wajah saya terlihat merah dan terlihat grogi. Saya membalas dengan senyuman. Saya merasa lega setelah mengikuti lomba ini. Adapun

hasilnya saya serahkan kepada Allah Swt. Kalah menang sudah biasa, dalam lomba pasti akan ada yang menang dan kalah. Pengalamanlah yang saya cari dan sudah saya dapatkan dengan mengikuti perlombaan ini. Perlombaan ini bukan atas kemauan saya sendiri, tapi atas permintaan teman-teman di LPTQ

untuk mewakili LPTQ dan STAIN Pekalongan dalam Pionir VI di Banten.44