• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saat akan pindah pesantren, saya lebih dahulu melakukan survei ke beberapa pesantren di Kota maupun Kabupaten Pekalongan. Beberapa pesantren telah saya datangi. Saya mendapatkan beberapa informasi, diantaranya saya mendapatkan keterangan dari beberapa tetangga pesantren terdapat pesantren tahfidz yang kurang terawat setelah pengasuhnya meninggal serta belum ada kyai yang menggantikan kedudukan pengasuh sebelumnya, ada pula pesantren yang letaknya terlalu jauh dari pemukiman penduduk sehingga terkesan sulit dalam memenuhi kebutuhaan sehari-hari, lain sebagainya. Dari data-data yang saya temui dilapangan menganai pesantren-pesantren tahfidz yang talah saya datangi tersebut, orang tua saya belum bisa merestui saya pindah pesantren lain, sehingga saya harus bersabar untuk menetap di pesantren Al quran Buaran.

Suatu hari saya diajak orang tua makan siang di daerah Buaran, kemudian orang tua saya bertanya kepada beberapa orang tentang pesantren tahfidz sekitar Buaran. Mereka menunjukkan lamat Pondok Pesantren Roudhotul Huffadz yang ternyata letaknya masih disekitar Buaran dan tidak jauh dari pesantren Modern Al quran yang saya tempati sebelumnya. Nama pesantren Roudhotul Huffadz tidak terlalu asing bagi saya karena kebetulan saya sudah kenal dengan beberapa pengurusnya, namun pesantren itu baru pernah didengar oleh orang tua saya.

Selesai makan siang, kami menuju pondok pesantren Roudhotul Huffadz. Saat itu saya mengamati keadaan pondok pesantren Roudhotul Huffadz terlihat bersih, hampir disetiap pojok tidak ada satupun sampah. Suasana pesantren dan masjid di depan pesantren juga terkesan tenang, bahkan terkesan teduh dan sejuk, sepertinya nikmat bila menghafal Al quran di tempat ini. Sekilas, terlihat hubungan keakraban antar santri saat saya melihat beberapa santri tidur dalam satu bantal di atas karpet tipis.

Dua santri yang sepertinya berusia 23 dan 27 tahun berjalan menemui kami. Mereka menyambut kedangan kami. Sedangkan beberapa santri lain yang masih seperti anak-anak berusia belasan tahun ikut mengerubungi kami, wajah mereka terlihat menampakkan ekspresi kegembiraan saat kami datang. Mereka menjabat tangan kami, kemudian menanyakan maksud kedatangan kami. Setelah orang tua saya memperkenalkan diri, kami menyatakan maksud dan tujuan datang ke pesantren tersebut yaitu untuk mencari informasi seputar pondok pesantren Roudhotul Huffadz. Kemudian orang tuaku menanyakan

mengenai pengasuh pondok pesantren tersebut dan cara beliau mendidik santri-santrinya, hingga akhirnya orang tuaku merasa yakin bahwa inilah pondok pesantren yang tepat untuk menitipkan putra-putrinya agar bisa mengaji menghafalkan Al quran.

Salah satu santri senior menanyakan data diri saya, kemudian beliau menulis kwitansi pembayaran pendaftaran. Pendaftaran saya sebagai santri di Pondok Pesantren Roudhotul Huffadz pada tanggal 5 maret 2009. Saya membayar biaya pendaftaran sebesar Rp. 151.000,-. Kedatangan saya saat itu hanya untuk mendaftarkan diri, barulah pada 23 maret 2009 saya secara resmi menjadi santri ke Pondok Pesantren Roudhotul Huffadz.

Dua santri senior yang berusia sekitar 23 dan 27 tahun tersebut adalah kang Fahrul dan kang Ahkam. Kang Fahrul merupakan wakil lurah pondok pesantren, sedangkan kang Ahkam merupakan sekertaris pesantren Roudhotul Huffadz pada tahun 2009. Hal ini saya ketahui beberapa hari kemudian

setelah saya tinggal di pesantren tersebut.13

Gambar 3.9 Kwitansi yang saya dapatkan saat mendaftar sebagai santri baru

di Pondok Pesantren Roudhotul Huffadz

13

Konfirmasi dengan Ahkam Failsuf (Pengurus Pondok Pesantren Roudhotul Huffadz tahun 2009), pada tanggal 16 Juni 2016.

Hari-hari pertama saya berada di pondok pesantren Roudhotul Huffadz saya gunakan untuk mengenal lingkungan pesantren. Saya mengamati bangunan pesantren, bagian depan komplek bawah digunakan sebagai ruang serba guna yang berfungsi sebagai tempat santri-santri mangaji ziyadah, latihan muhadoroh atau latihan ceramah dan juga sebagai tempat bermusyawarah. Bagian belakang terdapat terdapat 3 kamar mandi dengan satu sumur yang airnya ditarik dengan menggunakan pompa listrik secara langsung tanpa adanya bak penampung air atau tabung ledeng.

Bagian atas kamar mandi terdapat bangunan tingkat yang dikenal sebagai komplek kamar atas. Antara kamar mandi dengan komplek atas terdapat anak tangga. Komplek kamar atas terdiri dari 3 kamar. Kamar barat ditempat khusus untuk anak-anak yang mondok sambil bersekolah diluar pesantren, kamar tengah digunakan sebagai kantor dan kamar timur ditempat oleh beberapa pengurus. Bangunan kamar atas beralaskan lempeng-lempeng kayu. Pada saat itu tidak terdapat stop kontak ataupun terminal listrik yang terpasang di kamar-kamar tersebut, mungkin tidak adanya lubang stop kontak sengaja dilakukan karena dapat disalah gunakan oleh para santri untuk mengeces barang-barang elektronik seperti HP, Radio, Tape Recorder, dan sebagainya. Peraturan pondok pesantren melarang penggunaan barang-barang elektronik karena dapat mengganggu konsentrasi belajar para santri.

Pada umumnya santri-santri tahfidz menampati komplek bawah. Namun karena saya sedang sakit TBC dan tidak boleh tidur diatas lantai, akhirnya saya ditempatkan di komplek atas kamar paling timur untuk tinggal

satu kamar dengan beberapa pengurus komplek atas. Kamar tersebut dihuni oleh tiga orang santri, mereka adalah kang Abdul Aziz asal Bekasi, Khoirul Anam asal Brebes dan Abdurrohim asal Grobogan Jawa Tengah.

Abah kyai Khozin al hafidz merupakan pengasuh pondok pesantren Roudhotul Huffadz. Beliau berasal dari Jepara Jawa Tengah. Beliau merupakan menantu KH. Abdul Malik al hafidz pendiri pondok pesantren Roudhotul Huffadz. Abah kyai Khozin al hafidz dikenal sebagai sosok pribadi yang kharismatik, tenang, berwibawa dan sangat disiplin dalam mendidik santri-santrinya. Beliau juga sangat memperhatikan para santri, sehingga para santri benar-benar merasa dibimbing, diarahkan, distimulasi dan dipersiapkan menjadi para hafidz-hafidzoh mumpuni.

Santri-santri pondok pesantren Roudhotul Huffadz terlihat sangat ta’dzim kepada para kyainya, terutama pada Pengasuh Pesantren Roudhotul Huffadz yaitu Abah Kyai Ahmad Khozin al hafidz. Sering kali para santri memakai wangi-wangian ketika akan mengaji, mencium tangan para kyai sebelum dan sesudah mengaji, menata ruangan dan meja kyai, mempersiapkan air minum untuk para kyai, menata sandal saat kyai mengajar, mengambilkan payung untuk kyai saat musim hujan, menyiapkan bolpoin bila dimungkinkan abah kyai kehabisan tinta bolpoin, dan lain sebagainya. Para santri melakukannya bukan karena terpaksa, namun karena ta’dzim dan khidmat kepada para kyai dan juga pesantren tempat mereka menuntut ilmu agama.

Hari berganti hari, saya semakin senang untuk mengamati keadaan pesantren. Saya terkesan melihat penampilan para santri Roudhotul Huffadz yang penuh dengan kerukunan, kebersamaan, dan kesederhanaan. Saya merasakan, dibalik kesaderhanaan di pesantren ini, terdapat kebersamaan, saling menghormati antar santri, ketaatan pada peraturan dan juga jalinan kasih sayang yang erat antara santri dengan pengasuh Pondok Pesantren Roudhotul Huffadz.