• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM USAHA MIKRO KECIL MENENGAH DAN KOPERASI (UMKMK) MELALUI DAFTAR NEGATIF INVESTASI

A. Kemitraan UMKM

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan sinergi bisnis yang menguntungkan semua pihak. Salah satu cara yang popular adalah dengan melakukan kemitraan berpedoman kepada Trilogi Kemitraan. Kemitraan yang hakiki yakni kemitraan yang mengandung prinsip saling membutuhkan, saling

memprcayai, saling memperkuat dan saling menguntungkan.75

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan suatu strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Pengertian etika berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Sesuai dengan program yang dijalankan pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka sangat tepat bila upaya-upaya yang dilakukan dalam kaitannya dengan memasyarakatkan kemitraan sebagai alternatif pemerataan

75

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM.

dalam menghadapi era globalisasi adalah dengan cara memasyarakatkan etika

bisnis bagi pelaku bisnis. 76

Manfaat kemitraan antara lain dapat meningkatkan produktifitas, meningkatkan pangsa pasar, meningkatkan keuntungan sama-sama menanggung resiko, menjamin pasokan bahan baku, serta menjamin distribusi pemasaran. Sekalipun keterbatasan usaha kecil dan koperasi relatif banyak, namun kalau kedua kekuatan ini dipadu dalam bentuk kemitraan usaha maka akan terbentuk

Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah dijelaskan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan. Kemudian ayat (2) menyatakan kemitraan antar-usaha mikro, kecil, dan menengah dan kemitraan antara usaha mikro, kecil, dan menengah dengan usaha besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi. Menteri dan menteri teknis mengatur pemberian insentif kepada usaha besar yang melakukan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan menengah melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

76

Mohammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha (Jakarta: PT. Pustaka SInar Harapan, 2000), Hlm. 43-45.

sinergi baru, dengan kekuatan dahsyat berupa kebersamaan yang saling

menguntungkan, saling memperkokoh.77

Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yag dimiliki oleh perusahaan besar.

Maanfaat kemitraan lainnya yakni produktifitas sebagai indikator dari keunggulan dan efisiensi yang jika dipandang dari sudut penggunaan kerja, menurut Schonberger & Knod (1991), adalah jumlah waktu yang sebenarnya digunakan untuk memproduksi barang dibagi dengan standar waktu yang telah

ditetapkan atau output yang dihasilkan lalu dibagi dengan standar output yang

ditetapkan.

78

Misalnya, pada industri konveksi (perusahaan pakaian jadi), perusahaan inti/induk dapat meningkatkan efisiensi tenaga desainer dan mesin potong dengan melimpahkan pekerjaan perakitan/penjahitan kepada mitranya yang biasanya adalah para penjahit perseorangan di rumah masing-masing. Dari kasus tersebut, maka kedua belah pihak akan mendapat keuntungan dengan meningkatkan efisiensi masing-masing. Perusahaan besar dapat mengoptimalkan tenaga designer dan mesin potongnya tanpa memiliki sendiri mesin jahit dan pekerjanya. Bagi penjahit perorangan dapat melipatgandakan hasil produksi mesin jahit dan tenaga

77

Ibid., hlm.42.

78

kerja yang ada tanpa harus menciptakan model dan memotong sendiri, karena baik desain, maupun mesin potong sudah diurus oleh perusahaan inti. Dengan

demikian, maka kemitraan yang dijalankan akan saling menguntungkan.79

1. Pola inti plasma

Kemitraan usaha atau kerjasama usaha tersebit dilakukan melalui beberapa jenis pola kemitraan usaha antara lain sebagai berikut:

Pola inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Salah satu contoh kemitraan ini adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang tentang UMKM yaitu, penyediaan dan penyiapan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha, perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan, pembiayaan, pemasaran, penjaminan, pemberian informasi, pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan usaha. Sedangkan kelompok mitra usaha memenuhi kebutuhan perusahaan sehingga sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati sehingga hasil yang diciptakan harus mempunyai daya kompetisi dan nilai jual yang tinggi.

Pola kemitraan inti plasma, usaha besar berkedudukan sebagai inti, UMKM berkedudukan sebagai plasma atau usaha menengah berkedudukan

sebagai inti, usaha mikro dan usaha kecil berkedudukan sebagai plasma.80

79

Ibid., hlm. 57.

80

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 13.

a. Kemitraan inti plasma bersifat timbal balik antara pengusaha besar atau menengah sebagai inti dengan usaha kecil sebagai plasma melalui cara pengusaha besar/menengah memberikan pembinaan serta penyediaan sarana produksi, bimbingan, pengolahan hasil serta pemasaran.

b. Pola kemitraan inti plasma berperan sebagai upaya pemberdayaan

usaha kecil di bidang teknologi, modal, kelembagaan dan lain lain sehingga pasokan bahan baku dapat lebih terjamin dalam jumlah dan kualitas sesuai standard yang diperlukan.

c. Beberapa usaha kecil dibimbing usaha besar/menengah mampu

memenuhi skala ekonomi sehingga dapat dicapai efisiensi.

d. Pengusaha besar/menengah yang mempunyai kemampuan dan kawasan

pasar yang lebih luas dapat mengembangkan komoditas, barang produksi yang mempunyai keunggulan dan mampu bersaing di pasar nasional, regional maupun pasar internasional.

e. Keberhasilan kemitraan inti plasma dapat menjadi daya tarik bagi

pengusaha besar/menengah lainnya sebagai investor baru untuk membangun kemitraan baru baik investor swasta nasional maupun swasta asing.

f. Akan tumbuh pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang

seingga sekaligus dapat merupakan upaya pemerataan pendapatan sehingga mencegah kesenjangan sosial.

Pola inti plasma ini sulit diterapkan karena antara “inti” dan “plasma”

“plasma” selalu menjadi bagian terkecil dan tidak memiliki kekuatan untuk menentukan keberhasilan bisnis, namun ironisnya sering ditekan dalam hal kualitas dan harga. Pola ini dapat direvisi melalui penambahan subsistem yang ada pada “plasma”. Misalnya melibatkan plasma ke sebuah lembaga koperasi dalam subsistem pemasaran. Jika hal ini diterapkan secara murni tanpa adanya suatu perubahan dalam kesepakatan maka proses intimidasi dari “inti “ tidak akan

pernah berakhir.81

2. Pola subkontrak

Pola subkontrak merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Dalam pola kemitraan subkontrak, usaha besar berkedudukan sebagai kontraktor, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah berkedudukan sebagai subkontraktor, atau usaha menengah berkedudukan sebagai kontraktor, usaha mikro dan usaha

kecil berkedudukan sebagai subkontraktor.82

81

Zulkarnain, Membangun Ekonomi Rakyat (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2003), hlm. 166.

82

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013, Pasal 17.

Bentuk kemitraan ini telah banyak digunakan dalam kemitraan yang dilaksanakan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah dan besar. Ciri khas bentuk kemitraan ini yaitu membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu. Keuntungan pola subkontrak ini yakni mendorong terciptanya alih teknologi, modal, dan keterampilan serta menjamin pemasaran produk kelompok mitra usaha.

Pembinaan dengan pola subkontrak oleh pemerintah melalui kebijaksanaan yang tegas, terus menerus dan konkrit sebagai bentuk perindungan bagi pengusaha kecil dan penyimpangan dari pelaksanaan hubungan itu. Demikian halnya dengan pihak perusahaan mitra usaha senantiasa menjalin dan menumbuhkan hubungan kemitraan atas asas saling membutuhkan dan saling percaya, sehingga tercipta suatu iklim yang kondusif dalam pengembangan usahanya. Oleh sebab itu sangat diperlukan organisasi dari perusaan kecil, paling tidak kelompok yang mempunyai posisi tawar dengan mitra usaha, agar menetapkan harga, volume, dan waktu yang lebih baik untuk mencapai win-win solution.

Banyak negara industri yang berhasi mengembangkan pola ini. contohnya adalah negara Jepang. Pola ini didukung oleh peraturan untuk menyelamatkan usaha kecil sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan. Pola ini pada prinsipnya lebih sederhana dan mudah diterapkan bila didukung oleh suatu aturan yang jelas

dari pemerintah.83

3. Waralaba

Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka

penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.84

83

Ibid, .Zulkarnain, hlm.167.

84

Pola waralaba merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi, merek dagang saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba. Perusahaan mitra waralaba sebagai pemilik waralaba, bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program pemasaran, merek dagang, dan hal-hal lainnya, kepada mitra usahanya sebagai pemegang usaha yang diwaralabakan. Sedangkan pemegang usaha waralaba, hanya mengikuti pola yang telah ditetapkan oleh pemilik waralaba serta memberikan sebagian dari pendapatannya berupa royalti dan biaya lainnya yang terkait dari kegiatan usaha tersebut.

Pemberian waralaba adalah memberikan hak penggunaan lisensi merek dagang dan saluruan distribusi sebuah perusahaan kepada penerima waralaba serta dibantu dengan memberikan tentang manajemennya. Pola ini banyak digunakan dalam dunia bisnis, terutama pada pada perusahaan yang memiliki merek terknal dan produknya dikonsumsi oleh banyak orang. Hampir setiap celah bisnis dapat menggunakan pola ini, seperti fast food, industi kimia dan obat-obatan, serta industri lainnya. Secara bisnis pola ini lebih menjamin berhasil untk waktu jangka panjang, namun dapat menguras devisa negara karena fee (royalty) yang harus

dibayar sangat besar.85

Bisnis waralaba asing berkembang sangat pesat di Indonesia, hal ini terlihat dari berdirinya 230 lebih waralaba di Indonesia sebagaimana disebutkan oleh pakar waralaba Amir Karamoy menyatakan bahwa Indonesia telah menjadi

85

pasar populer, pilihan para pengusaha asing untuk mengembangkan pasar dan jaringan usahanya omzet di bisnis waralaba mencapai sekitar Rp.

200.000.000.000.000 per tahun. 86 Bahkan tahun 2015, pertumbuhan

franchise asing diperkirakan sekitar 5 (lima) persen, sedangkan franchise lokal hanya tumbuh sekitar 2 (dua) persen. Jadi jika digabungkan, pertumbuhan bisnis franchise mencapai 7 % (tujuh persen) sampai 8% (delapan persen). Apabila

dihitung oleh angka franchise lokal tidak sampai 100 unit, sementara franchise

asing akan mencapai 355 hingga 390 unit.87

4. Pola dagang umum

Oleh sebab itu, pemerintah sebaiknya lebih aktif lagi dalam meningkatkan pertumbuhan waralaba lokal. Peran yang sangat berarti bagi investor adalah perlindungan atau jaminan hak paten dari produk yang akan dikembangkan sehingga ada kepastian hukum untuk merek dagang yang dihasilkan.

Pola kemitraan dagang umum yaitu usaha besar berkedudukan sebagai penerima barang, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah berkedududkan sebagai pemasok barang, atau usaha berkedudukan sebagai penerima barang, usaha mikro dan usaha kecil berkedudukan sebagai pemasok barang. UMKM

sebagai pemasok barang memproduksi barang atau jasa bagi mitra dagangnya. 88

Pola kemitraan ini memerlukan struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra, baik mitra usaha kecil, membiayai sendiri-sendiri dari kegiatan usahanya karena sifat dari kemitraan ini pada dasarnya adalah hubungan membeli 88

dan menjual terhadap produk yang dimitrakan. Keuntungan dari pola kemitraan dagang ini adalah adanya jaminan harga atas produk yang dihasilkan dan kualitas sesuai dengan yang telah ditentukan atau disepakati. Kelemahan kemitraan dagang umum ini antara lain, pengusaha besar seperti swalayan menentukan dengan sepihak mengenai harga dan volume yang sering merugikan pengusaha kecil dan sering merugikan perputaran uang pengusaha kecil yang terbatas dalam permodalan karena pelaksanaannya cenderung dalam bentuk konsinyasi sehingga pembayaran barang-barang perusahaan kecil sering tertunda.

Pola kemitraan dagang umum dilakukan dengan cara dimana usaha menengah atau besar memasarkan produk usaha kecil atau usaha kecil memasok kebutuhan usaha menengah atau besar. Jadi pola ini lebih umum digunakan dalam

dunia bisnis atas dasar saling menguntungkan.89

5. Pola keagenan

Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha

menengah dan usaha besar sebagai mitranya.90

Keuntungan yang diperoleh dari kemitraan ini dapat berbentuk komisi atau fee yang diusahakan oleh usaha besar dan usaha menengah. Keunggulan lain pola Usaha menengah atau usaha besar sebagai perusahaan mitra usaha bertanggungjawab terhadap produk (barang dan jasa) yang dihasilkan sedangkan usaha kecil sebagai kelompok mitra diberi kewajiban untuk memasarkan barang atau jasa tersebut, bahkan disertai dengan target-target yang harus dipenuhi, sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

89

Ibid., hlm 167.

90

keagenaan adalah dapat merupakan tulang punggung dan ujung tombak pemasaran usaha besar dan usaha menengah.

6. Pola kemitraan lain yakni joint venture

Salah satu bentuk penanaman modal asing di Indonesia adalah joint venture atau perusahaan patungan. Pada dasarnya perusahaan patungan adalah perusahaan yang didirikan melalui kerja sama antara perusahaan asing dan perusahaan dalam negeri. Bisanya jika perusahaan induk mendirikan anak perusahaan, seluruh sahamnya dimiliki oleh perusahaan induk, namun dalam perusahaan joint venture perusahaan asing yang menanamkan modalnya di suatu negara mengambil mengambil perusahaan di dalam negeri sebagai kongsi untuk mendirikan perusahaan baru. Modal ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama, sedangkan operasi perusahaan dikelola oleh perusahaan dalam negeri tetapi

dinasehati oleh tenaga ahli yang berasal dari perusahaan luar negeri.91

Salah satu contoh corak atau variasi dari joint venture dalam praktik aplikasi penanaman modal asing misalnya franchise suatu bentuk usaha kerjasama yang digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak memproduksi suatu barang yang telah mempunyai merek terkenal seperti cola-cola, pepsi-cola-cola, van houten, mc donalds, kentucky fried chicken dan sebagainya. Dalam konteks globalisasi hanya kemitraan yang dapat dijadikan sebagai jembatan untuk mengatasi berbagai kelemahan yang ada pada usaha kecil untuk dapat tampil menyongsong era globalisasi. Dengan strategi kemitraan yang tepat, usaha kecil akan mampu tumbuh berkembang di era persaingan bisnis yang makin

91

ketat. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh usaha besar seperti modal, manajemen, teknologi dan lain-lain akan ditransfer ke usaha kecil sehingga usaha

kecil siap untuk bersaing.92

Peranan pelaku kemitraan sebagai upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha yang mampu memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Beberapa

peran dari pelaku usaha kemitraan adalah:93

1. Peranan pengusaha besar

Pengusaha besar melaksanaan pembinaan dan pengembangan kepada pengusaha kecil/koperasi dalam hal:

a. Memberikan bimbingan dalam meningkatkan kualitas SDM pengusaha

kecil/koperasi, baik melalui pendidikan, pelatihan dan pemagangan dalam bidang kewirausahaan, manajemen dan keterampilan teknis produksi.

b. Menyusun rencana usaha dengan pengusaha kecil/koperasi mitranya

untuk disepakati bersama.

c. Bertindak sebagai penyandang dana atau penjamin kredit untuk

permodalan pengusaha kecil/koperasi mitranya.

d. Memberikan bimbingan teknologi kepada pengusaha kecil/koperasi

e. Memberikan pelayanan dan penyediaan saana produksi untuk keperluan

usaha bersama yang disepakati.

92

Ibid., Mohammad Jafar, hlm. 160.

93

f. Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha kecil/koperasi sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama.

g. Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik.

h. Pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan

keberhasilan kemitraan.

2. Peran pengusaha kecil/koperasi

Pengusaha kecil/koperasi dalam melakanakan kemitraan usahanya

didorong untuk melakukan:94

a. Bersama-sama dengan pengusaha besar mitranya untuk melakukan

penyusunan rencana usaha untuk disepakati.

b. Menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai kesepakatan

dengan pengusaha besar mitranya.

c. Melaksanakan kerjasama antarsesama pengusaha kecil yang memiliki

usaha sejenis dalam rangka mencapai skala usaha ekonomi untuk mendukung kebutuhan pasokan produksi kepada pengusaha besar mitranya.

d. Mengembangkan profesionalisme untuk meningkatkan kemampuan atau

keterampilan teknis produksi dan usaha.

Oleh sebab itu, keberhasilan suatu kemitraan sangat tergantung kepada dukungan semua pihak, baik pihak pemerintah maupun perusahaan swasta. Bila pihak pemerintah dapat melakukan advokasi melalui berbagai kebijakan dan peraturan, sedangkan pihak perusahaan BUMN atau BUMS harus menyadari arti

94

pentingnya menumbuhkan usaha kecil dan koperasi sebagai pelaku ekonomi. misalnya, ada sebuah perusahaan minyak goreng yang ingin membeli kelapa dari rakyat kemudian hasil produksinya turut dipasarkan oleh koperasi sehingga menguntungkan semua pihak, inilah yang dinamakan dengan kemitraan hakiki yang dapat dilaksanakan bila ada kesadaan dari semua pihak untuk mewujudkannya sehingga semua kekuatan dapat menjadi terangkai ke permukaan.

B. Perlindungan Hukum Terhadap UMKM berdasarkan Undang-Undang