• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi Melalui Daftar Negatif Investasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi Melalui Daftar Negatif Investasi"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Anoraga, Pandji. Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Arif Al Nur Rianto. Teori Mikro Ekonomi suatu perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014.

Marbun, B.N. Kekuatan & Kelemahan Perusahaan Kecil. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Presindo, 1986.

Darmodiharjo, Darji. Investasi Asing melalui Surat Utang Negara di Pasar Modal Penulis Jonker Sihombing. Bandung: PT Alumi, 2008.

Eti Wahyuni,Lilitan Masalah Usaha Mikro, Kecil Menengah (UMKM) & Kontroversi Kebijakan. Medan: Bitra Indonesia, 2005.

Fahamsyah, Ermanto. Hukum Penanaman modal (Pengaturan, Pembatasan, Pengaruh budaya hukum dan praktik penanaman modal di Indonesia. Yogyakarta: Laksbang PRESSindo, 2015.

Fitriati, Rachma. Menguak Daya Saing UMKM Industri Kreatif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2015.

Hafsah, Jafar Mohammad. Kemitraan Usaha Konsep dan Strategi Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000.

Hartono, Sunaryati. Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke 20. Bandung: PT Alumni, 2006.

HS., Salim dan Sutrisno Budi. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Ilmar, Aminuddin. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group, 2007.

Kahuripan, David. Aspek-Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

(2)

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.

Murti, Sumarni. Pengantar Bisnis (Dasar-dasar ekonomi perusahaan. Yogyakarta: Liberty, 2014.

Nasroen, Yasabari dan Nina Kurnia Dewi. Penjaminan Kredit, Mengantar UKMK Mengakses Pembiayaan. Bandung: PT Alumni, 2007.

Nasution, Asmin. Transparansi dalam Penanaman Modal. Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008.

Widyaningrum, Nurul. Eksploitasi terhadap usaha kecil. Bandung: AKATIGA,

2003.

Partomo, Sartika Tiktik. Ekonomi Koperasi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.

Rajagukguk, Erman. Hukum penanaman modal di Indonesia –Anatomi Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Cet.I Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, 2007.

Rakhmawati, Rosyidah. Hukum Penanaman Modaldi Indonesia. Malang: Bayumedia Publishing, 2002.

Rahardjo,Satjipto.Ilmu Hukum. Jepara: PT.Citra Aditya Bakti, 2012.

Sadono, Sukirno. Pengantar Bisnis. Jakarta: Prenada Media, 2004.

Sembiring, Sentosa. Hukum Investasi. Bandung: Nuansa Aulia, 2010.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia (UI) Pers, 1986.

Suhardi. Hukum Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia,

Jakarta: PT Akademia, 2012.

Sujud Margono, Hukum Investasi Asing di Indonesia. Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2008

Sumantoro. Hukum Ekonomi. Jakarta: Universitas Indonesia (UII Press), 1986.

Sumarsono, Sonny. Manajemen Koperasi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2003.

(3)

. Perekonomian Indonesia Beberapa masalah Penting. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2003.

UMKM di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.

Widjaja, Rai. Penanaman Modal. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2005.

Zulkarnain. Membangun Ekonomi Rakyat. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa,

2003.

Sumodiningrat Gunawan dan Wulandari Ari. Menuju Ekonomi Berdikari. Yogyakarta: Media Presindo, 2015.

Randy R.W dan Riant Nugroho Dwijowijoto.Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dalam Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Elex Media Computindo, 2007.

B. Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian

Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 20014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dan Bidang Usaha yang Tertutup dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang UMKM.

(4)

C. Website

http://industri.bisnis.com/read/20151220/12/503644/implementasi-mea-jumlah-waralaba-asing-akan-meningkat (diakses pada tanggal 20 Maret 2016).

(5)

BAB III

PENGATURAN DAFTAR NEGATIF INVESTASI DALAM PERUNDANG-UNDANGAN PENANAMAN MODAL DI

INDONESIA

A. Pengertian dan Fungsi Daftar Negatif Investasi (negative list)

Keberadaan penanaman modal di suatu negara tekait dengan tuntutan

untuk menyelenggarakan pembangunan nasional di negara tersebut. Umumnya

kesulitan yang dihadapi dalam menyelenggarakan pembangunan nasional yang

menitikberatkan pada pembangunan ekonomi meliputi kekurangan modal,

kemampuan dalam hal teknologi, ilmu pengetahuan, pengalaman dan

keterampilan. Hambatan tersebut umumnya dialami oleh negara berkembang,

sebab setiap pembangunan nasional senantiasa besifat multidimensional yang

memerlukan sumber pembiayaan dan sumber daya yang cukup besar, baik yang

bersumber dari dalam maupun dari luar negeri. Pembangunan nasional memiliki

hakikat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang tidak hanya dilihat

dari segi materil, tetapi juga mencakup seluruh aspek kehidupan baik secara

langsung maupun tidak langsung menyangkut harkat dan martabat bangsa

Indonesia. 55

Guna meningkatkan pendapatan perkapita, dalam arti peningkatan

kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat, salah satu sumber

pembiayaan dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan

pembangunan nasional tersebut adalah penanaman modal yang terselenggara

55

(6)

melalui berbagai bentuk penanaman modal baik lokal maupun asing. 56

Pembangunan ekonomi tersebut, haruslah ditopang oleh investasi, baik yang

dilakukan oleh investor dalam negeri maupun investor asing. Kedua jenis

investasi ini dibutuhkan dalam pembanguanan ekonomi untuk mencapai

kesejahteraan rakyat. Melalui investasi, kekuatan ekonomi potensil akan diolah

menjadi kekuatan ekonomi riil. Keseluruhan investasi tersebut harus dilaksanakan

selaras dengan rencana pembangunan yang dicanangkan pemerintah.57

Secara global, kehadiran investor untuk berinvestasi di Indonesia berpusat

pada dua sektor utama, yakni pengolahan sumber daya alam, terutama

pertambangan dan energi, dan industri pengolahan dengan tujuan utama untuk

pengamanan sumber daya alam, sementara di sektor industri pengolahan

dimaksudkan untuk perluasan pasar dan pemanfaatan tenaga murah, mendekatkan

diri pada bahan mentah serta menciptakan basis industri baru.58

56

Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Malang: Bayumedia Publishing, 2002), hlm. 8.

57

Ibid., jonker sihombing hlm. 253.

58

Asmin Nasution, Transparansi dalam Penanaman Modal (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hlm. 90.

Namun sebagai

negara yang berdaulat Indonesia memiliki kedaulatan untuk mengatur termasuk

memberikan pembatasan-pembatasan di bidang penanaman modal. Pembatasan

penanaman modal tersebut dapat dilakukan pada saat masuknya investasi asing

(entry equirements) maupun pada saat kegiatan operasional investasi asing

tersebut (operational requirements). Di Indonesia, pembatasan-pembatasan

tersebut dimanifestasikan antara lain melalui pengaturan daftar-daftar bidang

(7)

penanaman modal yang sering disebut dengan daftar negatif investasi (negatie

list).59

Setiap proses penanaman modal khususnya Penanaman Modal Asing

(PMA) yang hendak menanamkan modal di Indonesia, harus memenuhi berbagai

prosedur dan tata cara penanaman modal terlebih dahulu. Pengaturan tersebut

diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1992 tentang Tata Cara

Penanaman Modal. Dalam ketentuan Pasal 2 Keppres tersebut ditetapkan bahwa

calon penanaman modal asing yang akan mengadakan usaha dalam rangka

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 terlebih dahulu harus mempelajari daftar

bidang-bidang usaha yang tertutup (DNI) atau disebut Daftar Skala Prioritas

(DSP) dan bila diperlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi Badan

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).60

a. Produksi senjata, mesiu, alat peledak,dan peralatan perang

Demikian juga halnya dalam Undang-Undang Penanaman Modal (UUPM)

terdapat pembatasan bidang usaha yang tidak dapat dimasuki oleh penanam

modal. Hal ini diuraikan dalam Pasal 12 ayat (1) UUPM yaitu semua bidang

usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang

usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.

Kemudian dalam ayat (2) dikemukakan tentang bidang usaha yang tertutup bagi

penanaman modal asing yakni :

59

David Kahuripan, Aspek-Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia (Jakarta: Kencana Prnada Media Group, 2013), hlm. 66.

60

(8)

b. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan

undang-undang

Setiap calon investor yang hendak mengadakan penanaman modal di suatu

negara, hendaknya mengetahui prosedur atau tata cara penanaman modal di

negara tersebut. Di Indonesia khususnya bagi investor asing, yang hendak

berinvestasi, harus harus terlebih dahulu mempelajari daftar negatif investasi di

seluruh Indonesia. Ketentuan tersebut sangat penting sebagai wujud komitmen

bahwa pemerintah dalam menggunakan dan memanfaatkan modal asing adalah

sesuai dengan kebutuhan bagi pembangunan nasional.61

61

Ibid., Rosyidah Rakhmawati, hlm. 52.

Dengan demikian, tidak semua bidang boleh dimasuki oleh penanaman

modal asing. Selain itu, pihak investor perlu pula mengetahui bidang dan jenis

usaha menengah yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang usaha yang

terbuka untuk usaha menengah atau usaha besar dengan syarat kemitraan. Selain

itu, pemerintah menetapkan bidang-bidang usaha tertentu yang tidak boleh lagi

dimasuki oleh investor asing. Tujuan ditetapkannya daftar bidang usaha yang

tertutup bagi penanaman modal dimaksudkan untuk menentukan bahwa

penanaman modal harus memperhatikan kepentingan nasional. Selain itu juga

harus memperhatikan kertertiban umum sebagaimana yang dimaksud dengan

menguasai hajat hidup orang banyak atau masalah pertahanan dan keamanan serta

memberikan perlindungan bagi usaha kecil dan menengah. Oleh karena itu, diatur

bidang-bidang usaha yang dilarang secara mutlak, dilarang bagi kepemilikan

(9)

Daftar negatif Investasi yang diatur dalam Perpres Nomor 39 Tahun 2014,

Keputusan Presiden Nomor 99 tahun 1998 tentang bidang/jenis usaha yang

dicadangkan untuk usaha kecil dan badan/jenis usaha yang terbuka untuk usaha

menengah atau usaha besar dengan syarat kemitraan. Setelah memahami dan

meneliti mengenai bidang-bidang usaha yang terbuka, dan ketentuan-ketentuan

lain terkait dengan hal tersebut, maka calon investor dapat mengajukan

permohonan penanaman modal sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan

serta melakukan penanaman modal.

B. Pengaturan Daftar Negatif Investasi Menurut Undang-Undang Penanaman Modal

Pada dasarnya, semua bidang usaha terbuka bagi swasta. Dalam

undang-undang penanaman modal asing, pemerintah menetapkan perincian bidang-bidang

usaha yang terbuka bagi modal asing menurut urutan prioritas, dan menentukan

syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penanam modal asing dalam tiap-tiap

usaha tersebut.62

62

Ibid., Rosyidah Rakhmawati, hlm. 14.

Penerapan penanaman modal khususnya penanaman modal asing biasanya

selalu berkaitan dengan bidang usaha penanaman modal. Terkait bidang-bidang

usaha penanaman modal, diatur dalam Undang-Undang Penanaman Modal, dan

Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 yang menentukan bahwa pemerintah

(10)

1. Menentukan perincian bidang-bidang usaha terbuka bagi penanaman modal

asing menurut urutan prioritasnya melalui suatu ketetapan dari pemerintah

dalam bentuk suatu daftar bidang-bidang usaha baik yang terbuka maupun

yang dinyatakan tertutup bagi penanaman modal asing.

2. Menentukan pula syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penanaman modal

asing dalam hal memilih bidang usaha yang dinyatakan terbuka untuk

penanaman modal asing.

Adanya peraturan tersebut menentukan bahwa pemerintah memiliki

kewenangan untuk menetapkan perincian bidang-bidang usaha penanaman modal

khususnya penanaman modal asing. Selanjutnya pengaturan bidang-bidang usaha

tersebut akan dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Presiden, mana yang

terbuka, mana yang tertutup bagi penanaman modal.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 Pasal 6 ayat (1) ditetapkan

bidang-bidang usaha yang tertutup sama sekali atau secara penguasaan penuh bagi

penanaman modal asing dengan alasan pertimbangan bahwa bidang-bidang usaha

tersebut merupakan bidang-bidang yang penting bagi negara dan sangat vital serta

menguasai hajat hidup orang banyak yaitu:

1. Pelabuhan

2. Poduksi, transmisi, dan distribusi listrik untuk umum,

3. Telekomunikasi

4. Pelayaran

5. Penerbangan

(11)

7. Kereta api umum

8. Pengembangan tenaga atom

9. Mass media

Pasal 2 Undang-Undang Penanaman Modal yang dimaksud dengan

penanaman modal di semua sektor di wilayah Republik Indonesia pengaturan

daftar negatif investasi menurut UUPM terdapat pembatasan yang dapat dilihat

dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2). Untuk bidang tertentu ditentukan oleh

pemerintah. Hal ini ditegaskan pula dalam ayat (3) Pemerintah berdasarkan

Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman

modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan,

moral kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional serta

kepentingan nasional lainnya. Kriteria bidang usaha tertutup kemudian dijabarkan

dalam ayat (4) yaitu: kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan

terbuka dengan persyaratan masing-masing diatur dalam Peraturan Presiden.

Pemerintah dalam ayat (5) menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan

persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber

daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil menengah dan

koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi,

partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang

ditunjuk Pemerintah.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka cakupan materi Undang-Undang

Penanaman Modal disamping cukup banyak mengatur insentif bagi penanam

(12)

Indonesia, juga memuat beberapa ketentuan yang berupa pembatasan. Namun

pembatasan ini tidak dimaksudkan untuk menghambat pelaksanaan penanaman

modal, tetapi dalam rangka pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan

penanaman modal modal di Indonesia. Di samping itu, lebih ditujukan untuk

melindungi kepentingan nasional dan masyarakat bangsa Indonesia sendiri.

Sehingga kegiatan penanaman modal nantinya lebih dapat menjaga keseimbangan

dan kepentingan semua pihak serta membawa manfaat bagi bangsa Indonesia.63

Daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka harus dipublikasikan

kepada masyarakat. Hal ini diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Penanaman

Modal, yang mengemukakan bahwa Pemerintah wajib mempublikasikan daftar

bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan

secara terbuka di area publik, baik publikasi cetak maupun elektronik yang dapat

diakses dari situs pemerintah Indonesia. Dengan publikasi ini, maka akan

memudahkan masyarakat dan para investor khususnya untuk mengakses informasi

dalam bidang penanaman modal. Bila dikaitkan dengan keterbukaan informasi

publik, maka tidak ada alasan lagi untuk menahan informasi yang bukan bersifat

terbatas.64

Sehubungan dengan adanya keterbukaan informasi publik tersebut, maka

bagi calon investor yang hendak melakukan penanaman modal perlu mempelajari

DNI secara seksama. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 4 SK No 57/2004

BKPM dikemukakan dalam pengajuan permohonan Penanaman Modal Dalam

63

Ermanto Fahamsyah, Hukum Penanaman modal (Pengaturan, Pembatasan, Pengaruh budaya hukum dan praktik penanaman modal di Indonesia (Yogyakarta: Laksbang PRESSindo, 2015), hlm. 71.

64

(13)

Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA), penentuan/pemulihan

bidang usaha berdasarkan kepada:65

1. Petunjuk teknis pelaksanaan penanaman modal

Daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan tertentu

bagi penanaman modal

2. Bidang/jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang/jenis

usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau besar dengan syarat

kemitraan.

Demikian juga halnya bahwa daftar negatif investasi juga diatur dalam

Pasal 12 UUPM bahwa terdapat pembatasan bidang usaha yang tidak dapat

dimasuki oleh penanam modal dimana pada ayat (1) pasal tersebut menyebutkan

bahwa semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman

modal kecuali bidang usaha atau kegiatan usaha yang dinyatakan tertutup dan

terbuka dengan persyaratan. Penjelasan ketentuan tersebut menjelaskan lebih

lanjut bahwa bidang usaha atau jenis usaha yang tertutup dan terbuka dengan

persyaratan ditetapkan melalui Peraturan Presiden, disusun dalam suatu daftar

yang berdasarkan standar klasifikasi yaitu Klasifikasi Baku Lapangan Usaha

Indonesia (KBLI) dan/atau International Standard for Industrial Classification

(ISIC).66

C. Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal

65

Ibid.

66

(14)

Apabila dikaji dan dianalisis ketentuan yang tercantum dalam

Undang-Undang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden Indonesia Nomor 76 Tahun

2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan bidang usaha yang Tertutup

dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, maka bidang usaha untuk

penanaman investasi digolongkan menjadi tiga macam, ketiga macam bidang

usaha itu meliputi:

1. Bidang usaha terbuka

2. Bidang usaha yang dinyatakan tertutup

3. Bidang usaha terbuka dengan persyaratan

Bidang usaha terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk

penanaman modal, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing. Bidang

usaha yang tertutup adalah jenis usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai

kegiatan penanaman modal oleh penanam modal. Bidang usaha yang terbuka

dengan persyaratan adalah jenis usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai

kegiatan penanaman modal dengan persyaratan tertentu.

Kemudian, tujuan penentuan kriteria dan persyaratan penyusunan bidang

usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah

untuk:

a. Meletakkan landasan hukum yang pasti bagi penyusunan peraturan yang

terkait dengan penanaman modal.

b. Menjamin transparansi dalam proses penyusunan daftar bidang usaha

(15)

c. Memberikan pedoman dalam menyusun dan menetapkan bidang usaha

tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan.

d. Memberikan pedoman dalam melakukan pengkajian ulang atas daftar

bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan

persyaratan

e. Memberikan pedoman apabila terjadi perbedaan penafsiran atas daftar

bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan

persyaratan (Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 76

Tahun 2007)67

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2007 menentukan :

1. Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman

modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan

persyaratan.

2. Bidang usaha yang tertutup adalah jenis usaha terentu yang dilarang

diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal oleh penanam modal.

3. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah jenis usaha tertentu

yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan

persyaratan tertentu.

Sementara itu, terdapat prinsip yang digunakan dalam menentukan bidang

usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan yakni sebagai berikut:68

a. Prinsip penyederhanan, yaitu bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan

bidang usaha yang terbuka denga persyaratan, berlaku secara nasional

67

H.Salim HS, Budi Sutrisno, Op.cit. hlm. 40.

68

(16)

dan bersifat sederhana secara terbatas ada bidang usaha yang terkait

dengan kepentingan nasional sehingga merupakan bagian kecil dari

keseluruha ekonomi dan bagian kecil dari setiap sektor dalam ekonomi.

b. Prinsip kepatuhan terhadap perjanjian atau komitmen internasional, yaitu

bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan

tidak boleh bertentangan dengan kewajiban Indonesia yang termuat

dalam perjanjian atau komitmen internasional yang telah diatifikasi.

c. Prinsip transparansi, bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan

terbuka dengan persyaratan harus jelas, rinci, dapat diukur dan tidak

multitafsir serta berdasarkan kriteria tertentu.

d. Prinsip kepastian hukum yaitu, bidang usaha yang dinyatakan tertutup

dan terbuka dengan persyaratan tidak dapat diubah kecuali dengan

Peraturan Presiden

e. Prinsip kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal yaitu, bidang

usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan tidak menghambat

arus barang, jasa modal, sumber daya manusia dan informasi di dalam

wilayah kesatuan Republik Indonesia.

Adapun dasar pertimbangan penyusunan kriteria bidang usaha yang

tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan diatur dalam Pasal 12

ayat (3) sampai (5) yang menyebutkan bahwa Pemerintah berdasarkan Peraturan

Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik

asing maupun dalam negeri, didasarkan pada kriteria :

(17)

b. keselamatan,

c. lingkungan hidup, moral, kebudayaan,

d. pertahanan dan keamanan nasional,

e. kepentingan nasional lainnya.

Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka

dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka

dengan persyaratan masing-masing akan diatur dalam Peraturan Presiden.

Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan

berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu

a. perlindungan sumber daya alam,

b. perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan

koperasi,

c. pengawasan produksi dan distribusi,

d. peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri,

e. kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.

Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan digolongkan menjadi 5

(lima) macam, yaitu:

1. bidang usaha yang terbuka dengan peryaratan perlindungan dan

pengembangan terhadap UMKMK,

2. bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan,

3. bidang usaha yang terbuka berdasarkan kepemilikan modal,

4. bidang usaha yang terbukaberdasarkan persyaratan lokasi tertentu dan

(18)

Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan perlindungan dan

pengembangan terhadap UMKMK hanya dapat dilakukan berdasarkan

pertimbangan kewajaran dan kelayakan ekonomi untuk melindungi UMKMK.

Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan merupakan usaha yang

dilakukan dalam bentuk kerjasama antara UMKMK dengan usaha besar disertai

pembinaan dan pengembangan.

D. Pengaturan Daftar Negatif Investasi Berdasarkan Perpres Nomor 39 Tahun 2014

Pelaksanaan ketentuan tentang bidang usaha yang tertutup dan terbuka

dengan persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang Penanaman Modal yang

menyangkut daftar negatif penanaman modal (DNI) pemerintah telah

mengeluarkan Peraturan Presiden.

1. Bidang usaha yang tertutup

Pasal 1 ayat (1) Perpres Nomor 39 Tahun 2014 menyebutkan bahwa

bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang

diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal.

Bidang usaha yang tertutup dalam Lampiran I Perpres Nomor 39 Tahun

2014 yaitu:

a. Bidang kehutanan

1) Budidaya Ganja

b. Bidang kehutanan

1) Penangkapan Spesies Ikan Yang Tercantum dalam Appendix I

(19)

2) Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam.

c. Bidang perindustrian

1) Industri Bahan Kimia yang Dapat Merusak Lingkungan

a) Industri Pembuat Chlor Alkali dengan Proses Merkuri

b) Industri Bahan Aktif Pestisida seperti Dichloro Diphenyl

Trichloroethane (DDT), Aldrin, Endrin, Dieldrin, Chlordane, Heptachlor, Mirex, dan Toxaphene

c) Bahan Kimia Industri, seperti Polychlorinated Biphenyl (PCB),

Hexachlorobenzene

d) Industri Bahan Perusak Lapisan Ozone (BPO): Carbon

Tetrachloride (CTC), Methyl Chloroform, Methyl Bromide, Trichloro Fluoro Methane (CFC-11), Dichloro Trifluoro Ethane (CFC-12), Trichloro Trifluoro Ethane(CFC-113), Dichloro Tetra Fluoro Ethane 114), 'Chloro Pentafluoro Ethane (CFC-115), Chloro Trifluoro Methane (CFC-13), Tetrachloro Difluoro Ethane (CFC-112), Pentachloro Fluoro Ethane (CFC-111), Chloro Heptafluoro Propane (CFC-217), Dichloro Hexafluoro Propane (CFC-216), Trichloro Pentafluoro Propane (CFC-215), Tetrachloro Tetrafluoro Propane (CFC-214), Pentachloro Trifluoro Propane (CFC-213), Hexachloro Difluoro Propane (CFC-211), Bromo Chloro Difluoro Methane (Halon-1211), Bromo Trifluoro Methane (Halon-1301),Dibromo Tetrafluoro Ethane (Halon-2402), R-500, R-502.

2) Industri Bahan Kimia Daftar-1 Konvensi Senjata Kimia

Sebagaimana Tertuang Dalam Lampiran IUndang-Undang Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia

3) Industri Minuman Mengandung Alkohol:

a) Minuman Keras

b) Anggur

c) Minuman mengandung malt

d. Perhubungan

1) Penyelenggaraan dan Pengoperasian Terminal Penumpang Angkutan

Darat

2) Penyelenggaraan dan Pengoperasian Penimbangan Kendaraan

Bermotor

3) Telekomunikasi/Sarana Bantu Navigasi Pelayaran dan Vessel Traffic

Information System (VTIS)

4) Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi Penerbangan

5) Penyelenggaraan Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor

e. Komunikasi dan informatika

1) Manajemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum

(20)

f. Pendidikan dan kebudayaan

1) Museum Pemerintah

2) Peninggalan Sejarah dan Purbakala (candi, keraton, prasasti,

petilasan, bangunan kuno, dsb)

g. Pariwisata dan ekonomi kreatif

1) Perjudian/Kasino

2. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan

Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan diatur dalam Perpres

Nomor 39 tahun 2014 dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan bidang usaha yang

terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan

sebagai kegtan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang

dicadangkan untuk UMKMK, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan

kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang

usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus. Daftar bidang usaha yang

terbuka dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum

dalam lampiran II Peraturan Presiden tersebut.

Kemudian dalam Pasal 4 ayat (1) penanaman modal pada bidang usaha

yang terbuka dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 harus

memenuhi persyaratan lokasi sebagaimana diatur dalam peraturan

perundang-undangan.

E. Pembatasan dalam Kegiatan Penanaman Modal di Indonesia

Salah satu asas penting dalam kebijakan penanaman modal, dalam

kaitannya untuk lebih dapat mendorong kegiatan penanaman modal, perlu dan

(21)

kegiatan penanaman modal. Kebijakan-kebijakan penanaman modal yang

mengandung pembatasan-pembatasan yang ketat, yang merupakan praktek luas

hampir di semua negara berkembang harus diganti oleh kebijakan penanaman

modal yang lebih terbuka. Perampingan daftar negatif investasi penanaman modal

hingga mencakup sejumlah kecil saja bisnis yang terkait dengan kesehatan,

pertahanan dan keamanan, moral dan lingkungan hidup.69

Negara-negara maju, seperti Eropa, Kanada, Australia, dan bahkan

Amerika Serikat juga mempraktikkan kebijakan-kebijakan penanaman modal

yang bersifat pembatasan. Mereka menyandarkan kebijakan-kebijakan tersebut

kepada standar-standar mereka yang pada hakikatnya merupakan hambatan

terhadap masuknya PMA ke negara-negara tersebut.70

1. Bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan di bidang

penanaman modal

Bidang penanaman modal didalamnya mencakup pembatasan-pembatasan

yakni:

Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman

modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan

terbuka dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam Bab VII Pasal 12 ayat (1)

Undang-Undang Penanaman Modal. Hal ini menunjukkan bahwa dibukanya

bidang usaha seluas-luasnya bagi penanaman modal di Indonesia. Kebijaksanaan

ini bertujuan memberikan kemudahan bagi kegiatan penanaman modal di

69

Ermanto Fahamsyah, Hukum Penanaman modal (Pengaturan, Pembatasan, Pengaruh budaya hukum dan praktik penanaman modal di Indonesia (Yogyakarta: Laksbang PRESSindo, 2015), Hlm. 48.

70

(22)

Indonesia.71

Adapun bidang usaha yang tertutup bagi Penanaman Modal Asing

adalah:

Bidang usaha atau jenis usaha yang tertutup dan terbuka dengan

persyaratan ditetapkan melalui Peraturan Presiden disusun dalam daftar yang

berdasarkan standar klasifikasi tentang bidang usaha atau jenis usaha yang berlaku

di Indonesia, yaitu klasifikasi berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha

Indonesia (KBLI) dan/atau International for Industrial Classification (ISIC).

72

a. Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang dan

b. Bidang usaha yang secara ekslisit dinyatakan tertutup berdasarkan

undang-undang.

Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden menetapkan bidang

usaha yang tertutup untuk penanaman modal. Beberapa negara berkembang

menerapkan kebijakan pembatasan terhadap penanaman modal asing khususnya

bidang usaha. Hal ini terlihat dari peraturan perundang-undangan terkait. Daftar

bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal berlaku selama 3 (tiga) tahun

dan apabila dipandang perlu setiap tahun dapat ditinjau kembali sesuai dengan

kebutuhan dan perkembangan keadaan. Penentapan bidang usaha tersebut tidak

berlaku untuk menanaman modal secara tidak langsung (indirect investment) yang

dilaksanakan melalui pembelian saham dalam negeri.

Ketentuan bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal ditetapkan

sebagai berikut:

a. Bidang usaha yang tertutup mutlak untuk penanaman modal;

71

Daniswara K. Harjono, hlm. 134.

72

(23)

1) di sektor primer

2) di sektor sekunder

3) di sektor tersier

b. Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal yang dalam modal

perusahaan terdapat kepemilikan warga negara asing dan atau badan

hukum:

1) di sektor primer

2) di sektor tersier

c. Bidang atau jenis yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang atau

jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau usaha besar dengan

syarat kemitraan.

d. Bidang atau jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil

e. Bidang atau jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah dan usaha

besar dengan syarat kemitraan.73

2. Bidang usaha yang harus dilakukan dalam bentuk usaha patungan

Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan, pemerintah di dalam

menetapkannya berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan

sumber daya alam, perlindungan, pengembangan UMKMK, pengawasan produksi

dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri,

serta kerjasama dengan badan yang ditunjuk pemerintah. Artinya bahwa salah

satu kriteria penetapan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan diantaranya

adalah bidang usaha yang harus dilakukan dengan partisipasi modal dalam negeri,

73

(24)

seperti yang disebutkan dalam Pasal 11 ayat 5 Undang-Undang Penanaman

Modal.

Berdasarkan ketentuan tersebut menunjukkan bahwa ada bidang-bidang

usaha yang terbuka bagi penanaman modal asing, tetapi harus dilakukan dengan

melibatkan partisipasi modal dalam negeri. Oleh sebab itu antara pengusaha asing

dan pengusaha lokal membentuk suatu perusahaan baru yang disebut dengan

istilah joint venture, yang didalamnya berisi saham dimana jumlahnya sesuai

dengan yang disepakati bersama oleh kedua belah pihak.

Secara khusus, joint venture melibatkan kerja sama antara dua atau lebih

perusahaan induk yang diikat oleh joint ventureagreement antara perusahaan

induk yang mengatur mengenai pengendalian (control), proporsi modal antara

perusahaan induk, pengeturan laba, bentuk hukum dari joint venture serta

ketentuan-ketentuan mengenai joint venture. Perjanjian ini harus tunduk pada

berbagai persyaratan yang diatur dalam hukum persaingan usaha yang berlaku.

joint venture dapat mengambil bentuk hukum seperti perjanjian (contract),

persekutuan perdata (partnership) atau perseroan terbatas.74

Peraturan penanaman modal di Indonesia, khususnya undang-undang

penanaman modal, menerapkan beberapa persyaratan yang membatasi penanaman

modal asing. Adanya pengaturan pembatasan kegiatan penanaman modal di

Indonesia dalam bentuk menentukan bidang yang tertutup dan terbuka dengan

persyaratan bagi penanaman modal serta adanya persyaratan harus berbentuk joint

venture, bukan untuk menghambat kegiatan penanaman modal, tetapi ditujukan

74

(25)

untuk memberikan rujukan dan kepastian berushaa bagi para investor tentang

bidang-bidang yang dapat diusahakan. Selain itu juga untuk melindungi

kepentingan rakyat Indonesia dan kepentingan nasional Indonesia secara

(26)

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM USAHA MIKRO KECIL MENENGAH DAN KOPERASI (UMKMK) MELALUI DAFTAR NEGATIF INVESTASI

A. Kemitraan UMKM

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan sinergi bisnis yang

menguntungkan semua pihak. Salah satu cara yang popular adalah dengan

melakukan kemitraan berpedoman kepada Trilogi Kemitraan. Kemitraan yang

hakiki yakni kemitraan yang mengandung prinsip saling membutuhkan, saling

memprcayai, saling memperkuat dan saling menguntungkan.75

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau

lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan

prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan suatu

strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya

kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Pengertian

etika berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ilmu tentang apa

yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Sesuai

dengan program yang dijalankan pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber

daya manusia, maka sangat tepat bila upaya-upaya yang dilakukan dalam

kaitannya dengan memasyarakatkan kemitraan sebagai alternatif pemerataan

75

(27)

dalam menghadapi era globalisasi adalah dengan cara memasyarakatkan etika

bisnis bagi pelaku bisnis. 76

Manfaat kemitraan antara lain dapat meningkatkan produktifitas,

meningkatkan pangsa pasar, meningkatkan keuntungan sama-sama menanggung

resiko, menjamin pasokan bahan baku, serta menjamin distribusi pemasaran.

Sekalipun keterbatasan usaha kecil dan koperasi relatif banyak, namun kalau

kedua kekuatan ini dipadu dalam bentuk kemitraan usaha maka akan terbentuk Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang tentang Usaha Mikro Kecil dan

Menengah dijelaskan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan

masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan,

yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan.

Kemudian ayat (2) menyatakan kemitraan antar-usaha mikro, kecil, dan

menengah dan kemitraan antara usaha mikro, kecil, dan menengah dengan usaha

besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan,

pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi. Menteri dan

menteri teknis mengatur pemberian insentif kepada usaha besar yang melakukan

kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan menengah melalui inovasi dan

pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan

teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan

dan pelatihan.

76

(28)

sinergi baru, dengan kekuatan dahsyat berupa kebersamaan yang saling

menguntungkan, saling memperkokoh.77

Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga

dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki

oleh perusahaan yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil yang

umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana produksi,

dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi dan

sarana produksi yag dimiliki oleh perusahaan besar.

Maanfaat kemitraan lainnya yakni produktifitas sebagai indikator dari

keunggulan dan efisiensi yang jika dipandang dari sudut penggunaan kerja,

menurut Schonberger & Knod (1991), adalah jumlah waktu yang sebenarnya

digunakan untuk memproduksi barang dibagi dengan standar waktu yang telah

ditetapkan atau output yang dihasilkan lalu dibagi dengan standar output yang

ditetapkan.

78

Misalnya, pada industri konveksi (perusahaan pakaian jadi), perusahaan

inti/induk dapat meningkatkan efisiensi tenaga desainer dan mesin potong dengan

melimpahkan pekerjaan perakitan/penjahitan kepada mitranya yang biasanya

adalah para penjahit perseorangan di rumah masing-masing. Dari kasus tersebut,

maka kedua belah pihak akan mendapat keuntungan dengan meningkatkan

efisiensi masing-masing. Perusahaan besar dapat mengoptimalkan tenaga designer

dan mesin potongnya tanpa memiliki sendiri mesin jahit dan pekerjanya. Bagi

penjahit perorangan dapat melipatgandakan hasil produksi mesin jahit dan tenaga

77

Ibid., hlm.42.

78

(29)

kerja yang ada tanpa harus menciptakan model dan memotong sendiri, karena

baik desain, maupun mesin potong sudah diurus oleh perusahaan inti. Dengan

demikian, maka kemitraan yang dijalankan akan saling menguntungkan.79

1. Pola inti plasma

Kemitraan usaha atau kerjasama usaha tersebit dilakukan melalui

beberapa jenis pola kemitraan usaha antara lain sebagai berikut:

Pola inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok

mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Salah satu

contoh kemitraan ini adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang

tentang UMKM yaitu, penyediaan dan penyiapan lahan, penyediaan sarana

produksi, pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha, perolehan,

penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan, pembiayaan, pemasaran,

penjaminan, pemberian informasi, pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi

peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan usaha. Sedangkan kelompok

mitra usaha memenuhi kebutuhan perusahaan sehingga sesuai dengan persyaratan

yang telah disepakati sehingga hasil yang diciptakan harus mempunyai daya

kompetisi dan nilai jual yang tinggi.

Pola kemitraan inti plasma, usaha besar berkedudukan sebagai inti,

UMKM berkedudukan sebagai plasma atau usaha menengah berkedudukan

sebagai inti, usaha mikro dan usaha kecil berkedudukan sebagai plasma.80

79

Ibid., hlm. 57.

80

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 13.

(30)

a. Kemitraan inti plasma bersifat timbal balik antara pengusaha besar atau

menengah sebagai inti dengan usaha kecil sebagai plasma melalui cara

pengusaha besar/menengah memberikan pembinaan serta penyediaan

sarana produksi, bimbingan, pengolahan hasil serta pemasaran.

b. Pola kemitraan inti plasma berperan sebagai upaya pemberdayaan

usaha kecil di bidang teknologi, modal, kelembagaan dan lain lain

sehingga pasokan bahan baku dapat lebih terjamin dalam jumlah dan

kualitas sesuai standard yang diperlukan.

c. Beberapa usaha kecil dibimbing usaha besar/menengah mampu

memenuhi skala ekonomi sehingga dapat dicapai efisiensi.

d. Pengusaha besar/menengah yang mempunyai kemampuan dan kawasan

pasar yang lebih luas dapat mengembangkan komoditas, barang

produksi yang mempunyai keunggulan dan mampu bersaing di pasar

nasional, regional maupun pasar internasional.

e. Keberhasilan kemitraan inti plasma dapat menjadi daya tarik bagi

pengusaha besar/menengah lainnya sebagai investor baru untuk

membangun kemitraan baru baik investor swasta nasional maupun

swasta asing.

f. Akan tumbuh pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang

seingga sekaligus dapat merupakan upaya pemerataan pendapatan

sehingga mencegah kesenjangan sosial.

Pola inti plasma ini sulit diterapkan karena antara “inti” dan “plasma”

(31)

“plasma” selalu menjadi bagian terkecil dan tidak memiliki kekuatan untuk

menentukan keberhasilan bisnis, namun ironisnya sering ditekan dalam hal

kualitas dan harga. Pola ini dapat direvisi melalui penambahan subsistem yang

ada pada “plasma”. Misalnya melibatkan plasma ke sebuah lembaga koperasi

dalam subsistem pemasaran. Jika hal ini diterapkan secara murni tanpa adanya

suatu perubahan dalam kesepakatan maka proses intimidasi dari “inti “ tidak akan

pernah berakhir.81

2. Pola subkontrak

Pola subkontrak merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan

mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang

diperlukan oleh perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Dalam

pola kemitraan subkontrak, usaha besar berkedudukan sebagai kontraktor, usaha

mikro, usaha kecil, dan usaha menengah berkedudukan sebagai subkontraktor,

atau usaha menengah berkedudukan sebagai kontraktor, usaha mikro dan usaha

kecil berkedudukan sebagai subkontraktor.82

81

Zulkarnain, Membangun Ekonomi Rakyat (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2003), hlm. 166.

82

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013, Pasal 17.

Bentuk kemitraan ini telah banyak digunakan dalam kemitraan yang

dilaksanakan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah dan besar. Ciri

khas bentuk kemitraan ini yaitu membuat kontrak bersama yang mencantumkan

volume, harga dan waktu. Keuntungan pola subkontrak ini yakni mendorong

terciptanya alih teknologi, modal, dan keterampilan serta menjamin pemasaran

(32)

Pembinaan dengan pola subkontrak oleh pemerintah melalui

kebijaksanaan yang tegas, terus menerus dan konkrit sebagai bentuk perindungan

bagi pengusaha kecil dan penyimpangan dari pelaksanaan hubungan itu.

Demikian halnya dengan pihak perusahaan mitra usaha senantiasa menjalin dan

menumbuhkan hubungan kemitraan atas asas saling membutuhkan dan saling

percaya, sehingga tercipta suatu iklim yang kondusif dalam pengembangan

usahanya. Oleh sebab itu sangat diperlukan organisasi dari perusaan kecil, paling

tidak kelompok yang mempunyai posisi tawar dengan mitra usaha, agar

menetapkan harga, volume, dan waktu yang lebih baik untuk mencapai win-win

solution.

Banyak negara industri yang berhasi mengembangkan pola ini. contohnya

adalah negara Jepang. Pola ini didukung oleh peraturan untuk menyelamatkan

usaha kecil sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan. Pola ini pada prinsipnya

lebih sederhana dan mudah diterapkan bila didukung oleh suatu aturan yang jelas

dari pemerintah.83

3. Waralaba

Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk

memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau

penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan

berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka

penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.84

83

Ibid, .Zulkarnain, hlm.167.

84

(33)

Pola waralaba merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra

usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi, merek

dagang saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha sebagai

penerima waralaba. Perusahaan mitra waralaba sebagai pemilik waralaba,

bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program pemasaran, merek

dagang, dan hal-hal lainnya, kepada mitra usahanya sebagai pemegang usaha yang

diwaralabakan. Sedangkan pemegang usaha waralaba, hanya mengikuti pola yang

telah ditetapkan oleh pemilik waralaba serta memberikan sebagian dari

pendapatannya berupa royalti dan biaya lainnya yang terkait dari kegiatan usaha

tersebut.

Pemberian waralaba adalah memberikan hak penggunaan lisensi merek

dagang dan saluruan distribusi sebuah perusahaan kepada penerima waralaba serta

dibantu dengan memberikan tentang manajemennya. Pola ini banyak digunakan

dalam dunia bisnis, terutama pada pada perusahaan yang memiliki merek terknal

dan produknya dikonsumsi oleh banyak orang. Hampir setiap celah bisnis dapat

menggunakan pola ini, seperti fast food, industi kimia dan obat-obatan, serta

industri lainnya. Secara bisnis pola ini lebih menjamin berhasil untk waktu jangka

panjang, namun dapat menguras devisa negara karena fee (royalty) yang harus

dibayar sangat besar.85

Bisnis waralaba asing berkembang sangat pesat di Indonesia, hal ini

terlihat dari berdirinya 230 lebih waralaba di Indonesia sebagaimana disebutkan

oleh pakar waralaba Amir Karamoy menyatakan bahwa Indonesia telah menjadi

85

(34)

pasar populer, pilihan para pengusaha asing untuk mengembangkan pasar dan

jaringan usahanya omzet di bisnis waralaba mencapai sekitar Rp.

200.000.000.000.000 per tahun. 86 Bahkan tahun 2015, pertumbuhan

franchise asing diperkirakan sekitar 5 (lima) persen, sedangkan franchise lokal hanya tumbuh sekitar 2 (dua) persen. Jadi jika digabungkan, pertumbuhan bisnis

franchise mencapai 7 % (tujuh persen) sampai 8% (delapan persen). Apabila

dihitung oleh angka franchise lokal tidak sampai 100 unit, sementara franchise

asing akan mencapai 355 hingga 390 unit.87

4. Pola dagang umum

Oleh sebab itu, pemerintah sebaiknya

lebih aktif lagi dalam meningkatkan pertumbuhan waralaba lokal. Peran yang

sangat berarti bagi investor adalah perlindungan atau jaminan hak paten dari

produk yang akan dikembangkan sehingga ada kepastian hukum untuk merek

dagang yang dihasilkan.

Pola kemitraan dagang umum yaitu usaha besar berkedudukan sebagai

penerima barang, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah berkedududkan

sebagai pemasok barang, atau usaha berkedudukan sebagai penerima barang,

usaha mikro dan usaha kecil berkedudukan sebagai pemasok barang. UMKM

sebagai pemasok barang memproduksi barang atau jasa bagi mitra dagangnya. 88

Pola kemitraan ini memerlukan struktur pendanaan yang kuat dari pihak

yang bermitra, baik mitra usaha kecil, membiayai sendiri-sendiri dari kegiatan

usahanya karena sifat dari kemitraan ini pada dasarnya adalah hubungan membeli

(35)

dan menjual terhadap produk yang dimitrakan. Keuntungan dari pola kemitraan

dagang ini adalah adanya jaminan harga atas produk yang dihasilkan dan kualitas

sesuai dengan yang telah ditentukan atau disepakati. Kelemahan kemitraan

dagang umum ini antara lain, pengusaha besar seperti swalayan menentukan

dengan sepihak mengenai harga dan volume yang sering merugikan pengusaha

kecil dan sering merugikan perputaran uang pengusaha kecil yang terbatas dalam

permodalan karena pelaksanaannya cenderung dalam bentuk konsinyasi sehingga

pembayaran barang-barang perusahaan kecil sering tertunda.

Pola kemitraan dagang umum dilakukan dengan cara dimana usaha

menengah atau besar memasarkan produk usaha kecil atau usaha kecil memasok

kebutuhan usaha menengah atau besar. Jadi pola ini lebih umum digunakan dalam

dunia bisnis atas dasar saling menguntungkan.89

5. Pola keagenan

Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana

usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha

menengah dan usaha besar sebagai mitranya.90

Keuntungan yang diperoleh dari kemitraan ini dapat berbentuk komisi atau

fee yang diusahakan oleh usaha besar dan usaha menengah. Keunggulan lain pola Usaha menengah atau usaha besar

sebagai perusahaan mitra usaha bertanggungjawab terhadap produk (barang dan

jasa) yang dihasilkan sedangkan usaha kecil sebagai kelompok mitra diberi

kewajiban untuk memasarkan barang atau jasa tersebut, bahkan disertai dengan

target-target yang harus dipenuhi, sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

89

Ibid., hlm 167.

90

(36)

keagenaan adalah dapat merupakan tulang punggung dan ujung tombak

pemasaran usaha besar dan usaha menengah.

6. Pola kemitraan lain yakni joint venture

Salah satu bentuk penanaman modal asing di Indonesia adalah joint

venture atau perusahaan patungan. Pada dasarnya perusahaan patungan adalah perusahaan yang didirikan melalui kerja sama antara perusahaan asing dan

perusahaan dalam negeri. Bisanya jika perusahaan induk mendirikan anak

perusahaan, seluruh sahamnya dimiliki oleh perusahaan induk, namun dalam

perusahaan joint venture perusahaan asing yang menanamkan modalnya di suatu

negara mengambil mengambil perusahaan di dalam negeri sebagai kongsi untuk

mendirikan perusahaan baru. Modal ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama,

sedangkan operasi perusahaan dikelola oleh perusahaan dalam negeri tetapi

dinasehati oleh tenaga ahli yang berasal dari perusahaan luar negeri.91

Salah satu contoh corak atau variasi dari joint venture dalam praktik

aplikasi penanaman modal asing misalnya franchise suatu bentuk usaha kerjasama

yang digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak

memproduksi suatu barang yang telah mempunyai merek terkenal seperti

cola-cola, pepsi-cola-cola, van houten, mc donalds, kentucky fried chicken dan sebagainya.

Dalam konteks globalisasi hanya kemitraan yang dapat dijadikan sebagai

jembatan untuk mengatasi berbagai kelemahan yang ada pada usaha kecil untuk

dapat tampil menyongsong era globalisasi. Dengan strategi kemitraan yang tepat,

usaha kecil akan mampu tumbuh berkembang di era persaingan bisnis yang makin

91

(37)

ketat. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh usaha besar seperti modal,

manajemen, teknologi dan lain-lain akan ditransfer ke usaha kecil sehingga usaha

kecil siap untuk bersaing.92

Peranan pelaku kemitraan sebagai upaya untuk mewujudkan kemitraan

usaha yang mampu memberdayakan ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya

kejelasan masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Beberapa

peran dari pelaku usaha kemitraan adalah:93

1. Peranan pengusaha besar

Pengusaha besar melaksanaan pembinaan dan pengembangan kepada

pengusaha kecil/koperasi dalam hal:

a. Memberikan bimbingan dalam meningkatkan kualitas SDM pengusaha

kecil/koperasi, baik melalui pendidikan, pelatihan dan pemagangan

dalam bidang kewirausahaan, manajemen dan keterampilan teknis

produksi.

b. Menyusun rencana usaha dengan pengusaha kecil/koperasi mitranya

untuk disepakati bersama.

c. Bertindak sebagai penyandang dana atau penjamin kredit untuk

permodalan pengusaha kecil/koperasi mitranya.

d. Memberikan bimbingan teknologi kepada pengusaha kecil/koperasi

e. Memberikan pelayanan dan penyediaan saana produksi untuk keperluan

usaha bersama yang disepakati.

92

Ibid., Mohammad Jafar, hlm. 160.

93

(38)

f. Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha kecil/koperasi sesuai

dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama.

g. Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik.

h. Pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan

keberhasilan kemitraan.

2. Peran pengusaha kecil/koperasi

Pengusaha kecil/koperasi dalam melakanakan kemitraan usahanya

didorong untuk melakukan:94

a. Bersama-sama dengan pengusaha besar mitranya untuk melakukan

penyusunan rencana usaha untuk disepakati.

b. Menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai kesepakatan

dengan pengusaha besar mitranya.

c. Melaksanakan kerjasama antarsesama pengusaha kecil yang memiliki

usaha sejenis dalam rangka mencapai skala usaha ekonomi untuk

mendukung kebutuhan pasokan produksi kepada pengusaha besar

mitranya.

d. Mengembangkan profesionalisme untuk meningkatkan kemampuan atau

keterampilan teknis produksi dan usaha.

Oleh sebab itu, keberhasilan suatu kemitraan sangat tergantung kepada

dukungan semua pihak, baik pihak pemerintah maupun perusahaan swasta. Bila

pihak pemerintah dapat melakukan advokasi melalui berbagai kebijakan dan

peraturan, sedangkan pihak perusahaan BUMN atau BUMS harus menyadari arti

94

(39)

pentingnya menumbuhkan usaha kecil dan koperasi sebagai pelaku ekonomi.

misalnya, ada sebuah perusahaan minyak goreng yang ingin membeli kelapa dari

rakyat kemudian hasil produksinya turut dipasarkan oleh koperasi sehingga

menguntungkan semua pihak, inilah yang dinamakan dengan kemitraan hakiki

yang dapat dilaksanakan bila ada kesadaan dari semua pihak untuk

mewujudkannya sehingga semua kekuatan dapat menjadi terangkai ke

permukaan.

B. Perlindungan Hukum Terhadap UMKM berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008

Usaha mikro, kecil, dan menengah merupakan kegiatan usaha yang

mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara

luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan

peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan

berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, usaha mikro, kecil,

dan menengah adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus

memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan

seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha

ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan Badan Usaha Milik

Negara. Untuk meningkatkan kesempatan, kemampuan, dan perlindungan usaha

mikro, kecil, dan menengah, telah ditetapkan berbagai kebijakan tentang

pencadangan usaha, pendanaan, dan pengembangannya namun belum optimal.

(40)

kepastian berusaha, dan fasilitas yang memadai untuk pemberdayaan usaha mikro,

kecil, dan menengah .95

Tindakan perlindungan hukum terhadap UMKM secara umum yaitu

adanya jaminan bagi UMKM terhadap pemakaian label/merek dalam kaitannya

dengan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI). Aspek lainnya yaitu mengenai jaminan

keamanan yang mendukung sebuah kegiatan usaha tanpa adanya intervensi dan

tindakan represif baik oleh sipil maupun aparat kepolisian.96

Peran Pemerintah sebagai bentuk pelindungan hukum terhadap UMKM

yaitu bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur usaha besar untuk

membangun kemitraan dengan UMKM, usaha menengah untuk membangun

kemitraan dengan usaha mikro dan usaha kecil. Oleh sebab itu untuk

melaksanakan peran tersebut, maka pemerintah dan pemeritah daerah wajib Usaha mikro, kecil dan menengah sebagai pondasi perekonomian nasional

dengan berbagai persoalan didalamnya sudah sebaiknya mendapat perhatian dari

kesadaran dari pemerintah karena apabila dibiarkan maka akan menimbulkan

suatu permasalahan yang baru yaitu tenaga kerja tidak dapat diserap dengan baik

yang menjadi suatu pemicu berbagai persoalan kriminalitas dan penyakit sosial

lainnya. Bila UMKM berkembang dengan baik, tenaga kerja akan diserap, hingga

pada akhirnya akan mendorong konsumsi nasional yang memacu produksi lebih

tinggi lagi dan meningkatkan pendapatan nasional meningkat sehingga proses

pembangunan dapat terus berjalan. Inilah yang seharusnya menjadi perhatian dari

pemerintah.

95

Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM.

96

(41)

menyediakan data dan informasi pelaku usaha mikro, usaha kecil dan usaha

menengah yang siap bermitra, mengembangkan proyek percontohan kemitraan,

memfasilitasi dukungan kebijakan, melakkan kordinasi penyusunan, pemantauan,

evaluasi serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan kemitraan.97

Perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah melalui

undang-undang ini yaitu berupa aspek kemitraan, sebagaimana yang dijelaskan dalam

point sebelumnya bahwa terdapat berbagai bentuk pola kemitraan seperti, pola inti

plasma, subkontrak, pola dagang umum, waralaba, usaha patungan dan

sebagainya. Dalam pelaksanaan kemitraan terdapat berbagai jenis pembagian dan

kerjasama antara usaha kecil dan usaha besar yang berprinsip saling

membutuhkan, saling mempercayai, saling memperkuat dan saling

menguntungkan.

Kemitraan

dilakukan dilakukan dengan mewujudkan suatu kerjasama dalam keterkaitan

usaha, baik langsung, atas dasar prnsip saling menguntungkan yang melibatkan

pelaku UMKM debagai upaya perlindungan UMKM.

98

C. Tujuan Perlindungan Hukum UMKMK berdasarkan Perpres Nomor 39 Tahun 2014

Hal ini dilakukan oleh pemerintah sebagai perlindungan dan

memberikan kedudukan yang setara diantara para pihak. Selain itu saling

mendukung, bantuan serta perkuatan dari usaha besar dengan UMKM.

Usaha kecil atau usaha perseorangan adalah organisasi perusahaan yang

terbanyak jumlahnya dalam setiap perekonomian. Tetapi sumbangannya kepada

97

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013, pasal 30.

98

(42)

keseluruhan produksi nasional tidaklah terlalu besar, karena kebanyakan dari

usaha tersebut dilakukan secara kecil-kecilan, yaitu modalnya tidak teralu besar

dan begitu pula halnya dengan hasil produksi dan penjualannya. Keuntungan

terpenting dari perusahaan perseorangan adalah kebebasan yang tidak terbatas

yang dimiliki pemiliknya.99

Menurut Hymer untuk kegiatan yang demikian berlaku hukum

pembangunan yang tidak seimbang (law of uneven development), yaitu

pembangunan yang menghasilkan kemakmuran di satu pihak dan kemelaratan di

lain pihak, atau kemajuan satu pihak dan kemunduran di lain Artinya bahwa selain mengupayakan peningkatan

penanaman modal asing demi pembangunan perekonomian, juga ada begitu

banyak perusahaan perseorangan atau usaha kecil, usaha mikro, menengah yang

juga harus mendapatkan perhatian dan perlindungan oleh pemerintah. UMKMK

dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 adalah orang perorangan atau

badan usaha yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang UMKM serta Undang-Undang-Undang-Undang Perkoperasian.

Beberapa teori yang dipelajari dari hubungan antara negara penerima

modal dengan PMN sendiri dan mempunyai banyak variasi. Salah satunya yakni

teori nasionalisme dan populisme yang pada dasarnya diliputi kekuatiran akan

dominasi akan penanaman modal asing/PMN dan melihat pembagian keuntungan

yang tidak seimbang, yang terlalu banyak ada pada pihak PMN, sehingga

menyebabkan negara penerima modal membatasi kegiatan PMN.

99

(43)

pihak.100

1. Ketentuan umum penanaman modal

Berdasarkan teori ini juga dapat dilihat bahwa terdapat kemungkinan

kerugian bahkan kemelaratan yang ditimbulkan terhadap negara penerima modal

dan penanaman modal dalam negeri. Oleh sebab itu, diperlukan pengaturan

terkait pembatasan terhadap bidang-bidang usaha melalui daftar negatif investasi

(DNI) yang diatur dalam Perpres Nomor 39 Tahun 2014. DNI merupakan salah

satu kelengkapan ketentuan-ketentuan standar yang menjadi pedoman

pelaksanaan kebijakan penanaman modal (Undang-Undang Penanaman Modal),

seperti:

2. Fasilitas penanaman modal berupa insentif (fiskal dan non-fiskal) dan

kemudahan

3. Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan

persyaratan

4. Tata cara pelaksanaan palayanan terpadu

5. Norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan

penanaman modal

6. Peta penanaman modal Indonesia

7. Kebijakan penanaman modal tersendiri di kawasan ekonomi khusus oleh

pemerintah, dan sebagainya.

Pada dasarnya jenis/ bidang usaha investasi terbuka luas, dan hanya

sebagian kecil yang diatur dalam DNI atau daftar jenis/ bidang usaha yang terbuka

100

(44)

dan tertutup 101

1. mekanisme pasar tidak efektif dalam mencapai tujuan,

yaitu pada tahun 2014 hanya mengatur: 15 jenis usaha (mencakup

20 bidang usaha) sebagai investasi yang tertutup serta 216 jenis usaha yang

terbuka dengan persyaratan (mencakup 652 bidang usaha dalam 755 Nomor

Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia/KBLI). Perubahan DNI

mempertimbangkan, bahwa:

2. kepentingan nasional tidak dapat dilindungi dengan lebih baik melalui

instrumen kebijakan lain,

3. mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan

adalah efektif untuk melindungi kepentingan nasional,

4. mekanisme bidang usaha yang terututup dan terbuka dengan persyaratan

adalah konsisten dengan keperluan untuk menyelesaikan masalah yang

dihadapi pengusaha nasional dalam kaitan dengan PMA dan/atau masalah

yang dihadapi pengusaha kecil dalam kaitan dengan penanaman modal besar

secara umum, dan

5. manfaat pelaksanaan mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka

dengan persyaratan melebihi biaya yang ditimbulkan bagi ekonomi

Indonesia.

Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal terdiri dari:

1. tertutup untuk PMA, yaitu produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan

peralatan perang,

101

(45)

2. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan

undang-undang, dan

3. bidang usaha yang tertutup berdasarkan Perpres.

Dalam menentukan bidang usaha yang tertutup, yang ditetapkan secara

dinamis dalam Perpres (DNI) harus memperhatikan kriteria:

a. Prinsip-prinsip penyusunan DNI

1) Kesehatan

2) Moral

3) Kebudayaan

4) Lingkungan hidup

5) Pertahanan dan keamanan nasional, serta

6) Kepentingan nasional lainnya.

Dalam menentukan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan dalam

Perpres (DNI) harus memperhatikan kriteria kepentingan nasional, yaitu

perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil,

menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan

kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan

badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.

Persyaratanuntuk jenis/bidang usaha yang terbuka terdiri dari: 102

a. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan perlindungan dan

pengembangan terhadap UMKMK

b. Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan

102

(46)

c. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan kepemilikan modal

d. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan lokasi tertentu

e. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan perizinan khusus.

Berdasarkan Perpres Nomor 39 Tahun 2014, Jumlah jenis/bidang usaha

yang diatur dalam lampiran ke II DNI hanyalah sebagian kecil, yaitu tertutup

sebanyak 7 sektor dengan 15 jenis usaha yang meliputi 20 bidang usaha; dan

Terbuka dengan Persyaratan sebanyak 16 sektor dengan 216 jenis usaha yang

meliputi 641 bidang usaha dalam 755 Nomor Klasifikasi Baku Lapangan Usaha

Indonesia/KBLI. Sektor dan jenis/bidang usaha yang tertutup adalah:

a. Pertanian (budi daya ganja)

b. Kehutanan (penangkapan spesies ikan yang dilarang diperdagangkan

menurut CITES, dan pemanfaatan karang/koral dari alam)

c. Perindustrian (bahan kimia yang dapat merusak lingkungan, bahan kimia

sebagai senjata, dan minuman mengandung alkohol)

d. Perhubungan (terminal penumpang angkutan darat, penimbangan

kendaraan bermotor, telekomunikasi/sarana bantu navigasi pelayaran dan

vessel traffic information system, pelayanan navigasi penerbangan, dan pengujian tipe kendaraan bermotor)

e. Komunikasi dan informatika (stasiun monitoring spektrum frekuensi

radio dan orbit satelit)

f. Pendidikan dan kebudayaan (museum Pemerintah, dan peninggalan

sejarah dan purbakala)

(47)

Sektor yang terbuka dengan persyaratan, terdiri dari 16 (enam belas)

sektor yakni pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan, esdm, perindustrian,

hankam, pekerjaan umum, perdagangan, pariwisata dan ekonomi kreatif,

perhubungan, komunikasi dan informatika, keuangan, perbankan, tenaga kerja dan

transmigrasi, pendidikan dan kebudayaan, serta kesehatan.

Persyaratan yang ditentukan dalam jenis/bidang usaha yang terbuka dalam

DNI, terdiri dari:

a. dicadangkan untuk UMKMK sebanyak 139 bidang usaha;

b. kemitraan sebanyak 48 bidang usaha;

c. kepemikan modal asing sebanyak 193 bidang usaha;

d. lokasi tertentu sebanyak 1 bidang usaha;

e. perizinan khusus sebanyak 41 bidang usaha;

f. modal dalam negeri 100% sebanyak 94 bidang usaha;

g. kepemilikan modal asing serta lokasi sebanyak 26 bidang usaha;

h. perizinan khusus dan kepemilikan modal asing sebanyak 92 bidang

usaha;

i. modal dalam negeri 100% dan perizinan khusus sebanyak 7 bidang

usaha;

j. persyaratan kepemilikan modal asing dan/atau lokasi bagi penanam

modal dari negara-negara ASEAN sebanyak 11 bidang usaha.

Berdasarkan penjelasan tersebut terdapat berbagai bidang usaha yang

dicadangkan untuk UMKMK, maupun dengan syarat yang harus dipenuhi seperti

(48)

di Indonesia dan dalam rangka pelaksanaan komitmen Indonesia dalam kaitannya

dengan Association of Southeast Asian Nations/ASEAN Economic Community

(AEC), dipandang perlu diatur ketentuan mengenai daftar bidang usaha yang

tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman

modal sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya. Maka tujuan perlindungan

UMKM berdasarkan Perpres Nomor 39 tahun 2014 adalah sebagai bentuk

kelanjutan dalam undang-undang penanaman modal, yakni untuk membina dan

mengembangkan UMKMK di Indonesia dan sebagai upaya untuk melindungi

sumber daya alam, perlindungan pengembangan usaha mikro, kecil menengah dan

koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas, teknologi

partisipasi modal dalam negeri, serta kerjasama dengan badan usaha yang

ditunjuk pemerintah.103

D. Bentuk Perlindungan Hukum UMKMK dalam Pengaturan Penanaman Modal

Usaha yang dilakukan dalam rangka untuk menarik dan mempertahankan

Foreign Direct Investment (FDI) atau penanaman modal asing secara langsung,

negara-negara sering menyediakan insentif atau perangsang penanaman modal

dengan harapan untuk menarik dan menahan investor asing. Insentif dalam

penanaman modal pada umumnya tentang keuangan atau fiskal, tetapi ada juga

dalam bentuk lain, seperti pengaturan berupa pemberian konsesi yang mencakup

103

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui layak atau tidak aplikasi yang kami bangun digunakan sebagai media pembelajaran kami menggunakan ISO 9126-3 faktor usability dengan fokus pada lima

Aplikasi rental komputer ini dilengkapi dengan fasilitas Jam Masuk Pelanggan, Jam Keluar Pelanggan, Jumlah Mencetak Perlembar, Menghitung Biaya Pembayaran dan pencarian data

[r]

Jika nilai perubahan yang terjadi lebih kecil dari temperatur yang telah ditetapkan, maka program akan mengirimkan sinyal untuk mematikan alat pendingin, sedangkan jika lebih besar

[r]

Apabila fenomena tersebut benar maka semangat pemekaran daerah telah mengikari semangat otonomi daerah karena yang terjadi justru adanya ketergantungan daerah hasil

Untuk produk cement retarder dalam bentuk hemi- hydrate dilakukan dengan kalsinasi pada suhu sekitar 160 o C dimana pada suhu tersebut gypsum kehilangan sekitar 1.5 % molekul

Dalam kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir, pengembangan agribisnis kelapa sawit baik usaha budidaya (on farm) maupun unit pengolahannya (off farm) secara bertahap