• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV EKSEKUSI JAMINAN TANAH HAK MILIK YANG

B. Kendala Pelaksaan Eksekusi Terhadap Jaminan Sertipikat Hak

Sesungguhnya masalah tentang eksekusi, meliputi antara lain permasalahan yang bertalian dengan pelaksanaan hak-hak kreditur dalam hubungan perikatan yang

130J. Satrio,Op.cit.hlm. 286. 131Ibid.

tertuju pada harta kekayaan debitur, manakala perikatan tersebut tidak dipenuhi secara sukarela oleh debitur.

Dalam hubungan perikatan dikenal adanya beberapa macam kreditur, seperti : kreditur preferen atau separatis, kreditur pemegang privilege, dan kreditur

conkurent. Adanya tingkatan beberapa kreditur tersebut, sebetulnya bertalian erat dengan masalah eksekusi atau dalam hal terjadinya kredit macet pada diri debitur. Manakala terjadi kedua peristiwa ini, maka disinilah tingkatan berbagai kreditur berbicara, dalam arti menentukan kreditur yang mana yang harus didahulukan terlebih dahulu dalam pemenuhan haknya.

Untuk dapat melaksanakan pemenuhan haknya atas benda jaminan dari debitur melalui cara eksekusi yang telah disebut diatas, kreditur harus mempunyai alas hak untuk melakukan eksekusi melalui penyitaan eksekutorial (executorial

beslag). Alas hak yang dimaksud adalah Sertipikat Hak Tanggungan yang

mengandung titel eksekutorial. Persyaratan harus adanya titel eksekutorial ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi debitur terhadap perbuatan yang melampaui batas dari kreditur.

Hak tanggungan yang dimaksud dalam Undang-Undang Hak Tanggungan agar adanya kepastian hukum. Tidak diwarnai dengan keragu-raguan dan kekacauan lagi seperti sebelumnya kendati isinya jelas memberikan kedudukan yang utama kepada – atau mendahulukan – pemegangnya, selalu mengikuti objek yang dijaminkan ditangan siapapun objek itu berada, memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga, memberi jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan, serta mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.132

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan, maka hak kreditur untuk dilindungi sesuai dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata tidak terpenuhi, begitu juga perlindungan kreditur dalam UUHT. Walaupun Mahkamah Konstitusi telah melakukan pengujian ulang terhadap pasal 1 angka 3 UU Kehutanan, namun pencabutan SK.44/Menhut-II/2005 belum dilakukan, sehingga masyarakat Padang Lawas Utara dan kreditur-kreditur disana masih mematuhi keputusan Menteri Kehutanan tentang penetapan wilayah hutan.

Penunjukan kawasan hutan melalui SK.44/Menhut-II/2005 ternyata mendiskriminasikan hak kreditur untuk memperoleh perlindungan hukum, kepastian hukum dan keadilan. Surat Keputusan tersebut sangat bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945, yang berbunyi :

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

Menurut Pasal 28D ayat (1) dan (2), sebenarnya kreditur dapat melakukan gugatan ke peradilan atas kepastian hukum yang diterimanya terhadap jaminannya yang berada dalam kawasan hutan guna pelunasan hutang-hutanngnya. Pihak kreditur dapat menyelesaikan sengketa ini melalui lembaga peradilan. Karena lembaga peradilan adalah tempat bagi pencari keadilan, jadi ketika hak milik atas tanah yang telah dijaminkan tidak dapat dilakukan penyitaan karena bertentangan dengan Surat

Keputusan Menhut, maka para pihak yang bersangkutan dapat mengajukan perkara ke Pengadilan.

Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum harus mempunyai tujuan. Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai, yaitu menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuan itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.

Untuk tanah-tanah hak milik yang berada dalam kawasan hutan akibat terbitnya SK. Menteri Kehutanan untuk wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara penyelesaian masalah hutang-piutang melalui eksekusi tidak dapat dilakukan. Kreditur yang tidak ingin dirugikan lebih memilih tindakan pendekatan kepada debitur dalam hal pelunasan hutang-hutangnya.133

Bagi kreditur yang tidak mempunyai sertipikat hak tanggungan sebagai bukti hak dalam eksekusi menimbulkan beberapa hambatan dalam eksekusi, yaitu sebagai berikut :

a. Adanya penjelasan Pasal 20 ayat 1 UUHT yang dapat disimpulkan bahwa Kreditur berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan obyek Hak Tanggungan dalam hal hasil penjualan itu lebih besar daripada piutang tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi Hak Tanggungan. Dari ketentuan tersebut berarti utang 133 Hasil wawancara dengan Astro Simamora, Kepala Bidang Rehabilitas Dan Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Padang Lawas Utara, pada tanggal 20 Nopember 2013.

yang harus dibayar dari uang hasil penjualan lelang obyek Hak Tanggungan milik Debitur setinggi-tingginya/maksimal adalah sebesar nilai tanggungan yang disebut dalam Sertipikat Hak Tanggungan itu. Sedangkan biasanya Kreditur menetapkan jumlah lebih besar dari apa yang tertuang dalam Sertipikat Hak Tanggungan, hal ini dikarenakan pada pembebanan Hak Tanggungan ada syarat- syarat, bahwa Debitur sepanjang mengenai besarnya jumlah yang tergantung, harus menerima pembukuan dari pemberi kredit bagi penetapan jumlah yang tergantung itu termasuk bunga dan denda, sehingga jumlahnya bisa melebihi yang tersebut dalam Sertipikat Hak Tanggungan.

Namun, karena tidak terdaftarnya hak tanggungan atas jaminan tanah hak milik yang berada dalam kawasan hutan mengakibatkan bukti untuk kreditur sebagai kreditur yang diistimewakan tidak ada sehingga proses penyitaan yang berujung kepada eksekusi juga tidak dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan UUHT.134

b. Kendala lain yang berhubungan dengan janji yang terdapat dalam Pasal 11 ayat (2) j yaitu janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan. Janji seperti ini oleh Kreditur selalu dimasukkan dalam Sertipikat Hak Tanggungan akan tetapi kebanyakan Debitur tidak akan secara sukarela mengosongkan obyek Hak

134Hasil wawancara dengan Toguan Siregar, Pimpinan PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua pada tanggal 19 Nopember 2013.

Tanggungan itu baik pada saat obyek Hak Tanggungan tersebut akan dieksekusi, sebelum pelelangan maupun setelah pelelangan dilaksanakan.

c. Kendala lain yang sering terjadi yaitu adanya perlawanan oleh pemegang Hak Tanggungan itu sendiri terhadap eksekusi atas permohonan pemegang Hak Tanggungan pertama. Tentang masalah ini tidak diatur dalam UUHT tetapi ada dalam Materi Hukum Acara Perdata.

d. Menurut Toguan Siregar, Pimpinan PT. Bank Sumut Cabang Gunungtua, “meskipun telah ada kesepakatan antara debitur dengan kreditur atas penjualan objek jaminan, tetap saja tidak dapat dilakukan eksekusi, karena adanya perubahan status tanah hak milik menjadi hutan negara. Sehingga jika dilakukan eksekusi harus berlawanan dengan Dinas Kehutanan sehubungan dengan adanya penetapan kawasan hutan dalam SK Menteri Kehutanan. Hal ini tentu menghambat proses eksekusi jaminan dan tidak melindungi kreditur terhadap pembayaran kerugiannya.”

Selain hambatan-hambatan tersebut diatas kemungkinan ada juga hambatan yang terjadi diluar prediksi di lapangan, seperti :135

a. Bagi “debitur yang nakal”, akan sengaja mengerahkan massanya untuk menghambat jalannya eksekusi, dengan cara-cara memblokade dan memblokir jalan dan letak obyek eksekusi agar Team Pelaksana Eksekusi tidak bisa masuk kelokasi, serta menghalangi aparat keamanan, sehingga keadaan menjadi tidak

135Hasil wawancara melalui telepon dengan Jul Amri, Juru Sita Pengganti Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan, pada tanggal 27 Januari 2014.

kondusif. Keadaan demikian ini membuat repot Pelaksana Eksekusi dan aparat keamanan, sehingga jelas eksekusi tidak bisa dilaksanakan bahkan harus ditunda, karena bila eksekusi dipaksakan atau tetap dilaksanakan akan menimbulkan Pelaksana Eksekusi menjadi sasaran masa pendukung pihak Tereksekusi. Penundaan pelaksanaan eksekusi dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki.

b. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hukum sehingga mudah dipengaruhi dan diprovokasi oleh pihak Termohon Eksekusi.

c. Bahkan beberapa debitur yang menjaminkan tanah-tanah adat yang telah berubah menjadi milik perorangan dan memiliki status hak milik, melarikan diri karena tidak ingin menanggung malu terhadap masyarakat setempat. Kemudian pada saat penyitaan banyak masyarakat adat atau keturunannya yang keberatan karena tanah adatnya akan disita dan dijual kepada pihak ketiga.

Oleh karena itu maka bagi kreditur dalam hal ini P.T. Bank Sumut lebih cenderung mengambil jalan musyawarah untuk menyelesaikan permasalahan eksekusi yang tidak dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sehingga tidak merugikan kreditur dan sekaligus juga tidak memberatkan debitur untuk melunasi kredit macetnya tersebut.136

Bahkan sertipikat hak milik yang berada dalam kawasann hutan tersebut dapat diperjualbelikan secara dibawah tangan dihadapan Camat sebagai PPAT Sementara,

136Hasil wawancara dengan Toguan Siregar, Pimpinan PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua pada tanggal 19 Nopember 2013.

namun yang menjadi permasalahan adalah apabila hendak melakukan balik nama atas sertipikat tersebut karena Kantor Pertanahan tidak memproses balik nama sertipikat yang berada dalam kawasan hutan.137

C. Upaya Penyelesaian Masalah yang Terjadi Dalam Pelaksanaan Eksekusi