• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV EKSEKUSI JAMINAN TANAH HAK MILIK YANG

C. Upaya Penyelesaian Masalah yang Terjadi Dalam Pelaksanaan

Kasus kredit bermasalah dalam dunia perbankan tidak dapat digolongkan sebagai informasi yang wajib dirahasiakan oleh pihak bank (rahasia bank), mengingat pasal 40 ayat (1) UU Perbankan yang menentukan Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Ketentuan diatas jelas bahwa kredit macet tidak digolongkan sebagai informasi yang bersifat rahasia bank, debitur yang menerima kredit dari suatu bank belum tentu nasabah bank. Informasi mengenai nasabah debitur atau kreditur tidak tergolong dalam rahasia bank. Apabila nasabah penyimpan kebetulan juga sebagai nasabah debitur maka jaminan pinjaman yang diserahkan kepada bank, sejak kapan pinjamannya diberikan, lancar, macet pinjamannya, bukan merupakan informasi (keterangan) yang wajib dirahasiakan bank.

Penyelesaian kredit bermasalah dengan menempuh jalur hukum menempuh waktu yang lama, dan menghabiskan biaya yang cukup besar, bahkan terkadang memberikan hasil yang kurang menjanjikan. Kondisi ini jelas tidak menguntungkan bagi lembaga perbankan. Dalam rangka menjalankan usaha bank untuk menyalurkan

137 Hasil wawancara dengan Aladdin Harahap, Kepala Seksi II Bidang Pendaftaran Dan Peralihan Tanah Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tapanuli Selatan, pada tanggal 20 Nopember 2013.

dana kepada masyarakat sebagaimana yang telah dijelaskan diatas maka bank memandang pentingnya meminta jaminan pelunasan kredit tersebut, terutama jaminan khusus yang bersifat kebendaan.

Tata cara eksekusi obyek Hak Tanggungan secara jalur hukum antara lain melakukan eksekusi atas kekuasaan sendiri dan melakukan eksekusi atas perintah Ketua Pengadilan Negeri berdasarkan sertipikat hak tanggungan, namun dapat juga dilakukan penyelesaian kredit bermasalah dengan cara melakukan penjualan dibawah tangan, dengan catatan selama pihak debitur bersikap kooperatif.

Penyelesaian kasus kredit bermasalah sering kali justru membawa kerugian yang lebih besar bagi kreditur (bank), padahal undang-undang menentukan bahwa proses peradilan dilakukan dengan cara sederhana, cepat dan biaya ringan, namun kenyataannya kreditur tidak mendapat jaminan perlindungan hukum. Bahkan praktek penyelesaian kredit bermasalah di lapangan terutama di lingkungan peradilan sering sekali dialami hambatan-hambatan yang justru mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Penyelesaian hambatan-hambatan dalam pelaksanaan eksekusi pada dasarnya tergantung kepada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Pertama, hambatan yang bersifat yuridis dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada kreditur agar melaksanakan UU No. 4 Tahun 1996 dengan benar. Kedua, terhadap hambatan non yuridis dimana adanya gangguan dari pihak ketiga maka pelaksanaan eksekusi/lelang dapat diulang kembali.

Semakin banyak permasalahan atau perkara yang diputus oleh pengadilan, semakin banyak pula permasalahan eksekusi yang mesti dilaksanakan. Dalam proses

pelaksanaan lelang pun banyak terjadi masalah misalnya nilai jaminannya tidak bisa mencukupi jumlah hutang, perincian hutang tidak sesuai dengan perhitungan pihak debitur, adanya perlawanan pihak ke-3, penentuan harga limit atau harga yang bernilai maksimal untuk dijual lelang dan masih banyak permasalahan lainnya sehingga, Baik untuk jaminan yang berada dalam kawasan hutan ataupun tidak berada dalam kawasan hutan.

Untuk memberikan perlindungan yang pasti kepada Kreditur, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 45/PUU-IX/2011, sudah jelas bahwa penunjukan kawasan hutan berdasarkan SK. 44/Menhut-II/2005 tidaklah mengikat dan dapat dikatakan telah batal demi hukum. Oleh karena itu, Kantor Pertanahan berhak melakukan pendaftaran hak diatas tanah-tanah masyarakat apabila terbukti bahwa penunjukan kawasan hutan di suatu wilayah tidaklah melalui pengukuhan kawasan hutan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Hal ini juga diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU- X/2012. Sertipikat yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Tapanuli Selatan untuk wilayah Padang Lawas Utara adalah mempunyai kepastian hukum karena sertipikat tersebut berada diatas tanah adat masyarakat adat setempat.

Namun pada realitanya, 2 putusan Mahkamah Konstitusi tersebut diatas belum dapat dijalan secara langsung dalam masyarakat Padang Lawas Utara. Pengaruh egois instansi pemerintahan yang disebabkan oleh terbitnya SK Menhut tersebut, membuat tidak ada dampak positif dari putusan MK bagi pemegang hak dan

kreditur. Baik Kantor Pertanahan, Dinas Kehutanan, kreditur, masyarakat setempat, tetap mematuhi isi Keputusan Menteri Kehutanan tersebut.

Oleh karena itu, PT. Bank Sumut Cabang Gunungtua tidak langsung melakukan penyitaan/eksekusi ataupun pelelangan. Pihak bank justru lebih memilih cara dengan rescheduling atau upaya penyelamatan kredit dengan melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian terdahulu, pembaharuan hutang, pengalihan hutang kepada pihak ketiga untuk membantu peningkatan usaha debitur sehingga debitur mampu membayar angsuran kreditnya secara normal lagi.138

Menurut SK.Dir. BI Nomor 31/150/KEP/DIR/1998, upaya penyelamatan kredit dapat dilakukan dengan :

1. Melalui rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya hukum untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/ jangka waktu kredit termasuk tenggang (grace priod), termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan penambahan kredit.

2. Melalui reconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran, atau jangka waktu kredit saja. Tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan.

3. Melalui restructuring (penataan kembali), yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambaha kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling atau

reconditioning

Namun dalam pemilihan upaya seperti isi SK Direktur BI diatas, tidak terhindar dari penilaian karakter dari debitur dan pihak ketiga yang akan menerima 138Hasil wawancara dengan Toguan Siregar, Pimpinan PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua pada tanggal 19 Nopember 2013.

pengalihan hutang. Selama debitur mempunyai niat baik dalam melunasi hutang- hutang, kreditur akan berunding terlebih dahulu dengan debitur tentang cara seperti apa yang akan ditempuh agar debitur mampu melunasi hutangnya. Apabila ternyata debitur tidak peduli dengan cara perundingan tersebut, maka kreditur akan mengeluarkan surat peringatan sebanyak tiga kali dalam jangka waktu tertentu, dan kemudian menempelkan papan pengumuman bertuliskan “Sedang Dalam Pengawasan Bank” diatas benda jaminan tersebut.139

Disamping itu, kuatnya norma adat dan norma kepatutan dalam kehidupan masyarakat di Kabupaten Padang Lawas Utara, cara yang ditempuh oleh kreditur seperti diatas dianggap mampu mengurangi tingkat kerugian kreditur. Karena disaat seseorang diketahui berada dalam kredit macet, maka sangsi hukum kepatutan setempat akan berlaku, yaitu gunjingan atau sindiran di lingkungan masyarakat. Apalagi tanah yang dijaminkan merupakan tanah warisan debitur, pastinya debitur beserta keluarganya akan mendapatkan malu atas perbuatannya. Dalam keadaan seperti ini, debitur akan melakukan penjualan atas tanahnya yang lain yang bukan merupakan jaminan guna pelunasan hutang-hutangnya.

Kemudian kreditur lain, ada juga yang menggunakan jasa “Debt Collector”140

untuk menagih hutang-hutang debitur, baik pembayarannya secara sekaligus maupun secara angsuran. Penagihan dilakukan langsung mendatangi pihak debitur yang

139Hasil wawancara dengan Toguan Siregar, Pimpinan PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua pada tanggal 19 Nopember 2013.

140Debt Collectoryaitu orang yang diberi tugas oleh Bank untuk mengingatkan tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sekaligus meminta pembayaran angsuran kredit atas suatu hutang.

kreditnya macet atau bermasalah. Ketika pembayaran angsuran kredit dalam keadaan macet maka penggunaan jasa Debt Collector dianggap mampu meringankan kerja kreditur dalam penyelesaian urusan penagihan atas hutang-hutang debitur.141

Debt Collectordapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : 1. Debt Collectoryang berstatus sebagai karyawan atau internal,

2. Debt Collector yang berstatus berdasarkan kontrak/kuasa atau eksternal.

Kegiatan Debt Collector baik yang internal maupun eksternal seringkali menyulitkan konsumen, terutama apabila konsumen masih dalam kondisi kesulitan keuangan sehingga belum mampu membayar angsuran sesuai kewajibannya. Namun, dengan adanya Debt Collector ini, kreditur akan tahu bagaimana keadaan ekonomi debitur pada saat sekarang ini.

Selain memberikan pengertian sebagai penagih atas hutang, Debt Collector

juga memberikan kesempatan atau tenggang waktu bagi debitur untuk membayar angsurannya, dan biasanya tidak lebih dari tujuh hari. Meskipun sebenarnya bank memberikan waktu hingga maksimal akhir bulan dari bulan yang berjalan, karena hal tersebut berhubungan dengan targetCollector.

141 Hasil wawancara melalui telepon dengan Sukri Muliadi, Credit Officer PT. Bank Danamon, Tbk, Unit Simpan Pinjam Gunungtua pada tanggal 27 Desember 2013.