• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Berfokus pada Pembelajaran Siswa

IV. KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN KEPALA SEKOLAH

4.2 Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Berfokus pada Pembelajaran Siswa

Tujuan utama dari kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah mengembangkan kompetensi siswa yang tercermin dari hasil belajar yang baik. Untuk mencapai hal tersebut, kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran diharapkan memfokuskan kepemimpinannya dan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki sekolah guna mencapai tujuan tersebut.

Hasil survei menunjukkan bahwa kendati sebagian besar kepala sekolah mitra memberikan perhatian pada aspek pembelajaran siswa, proporsinya mengalami penurunan dibandingkan pada saat survei awal. Selain itu, persepsi kepala sekolah terhadap siswa yang baik pun lebih banyak berkaitan dengan moral siswa dibandingkan dengan yang berkaitan dengan aspek pembelajaran siswa

Gambaran atau visi kepala sekolah mengenai sekolah yang sukses mencerminkan aspek yang dianggap penting oleh kepala sekolah mengenai sekolahnya. Aspek ini mengindikasikan fokus dan arah kepemimpinan kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya. Tabel 4.6 menunjukkan bahwa secara umum mayoritas kepala sekolah (63%) menganggap bahwa sekolah yang sukses adalah sekolah yang hasil belajar siswanya tinggi. Persentase ini sedikit mengalami penurunan dibandingkan survei awal (67%). Gambaran sekolah sukses yang dominan berikutnya masih berkaitan dengan hasil belajar siswa meskipun secara tidak langsung, yaitu memiliki guru-guru yang berkualitas.

Pada aspek-aspek lain yang tidak berkaitan dengan pembelajaran siswa, beberapa di antaranya mengalami peningkatan dan sebagian lainnya mengalami penurunan. Hal yang perlu menjadi perhatian khusus adalah peningkatan signifikan pada persentase kepala sekolah yang mengaitkan gambaran sekolah sukses dengan sekolah yang mampu membina siswanya untuk berperilaku baik (dari hanya 13% di survei awal menjadi 42% di survei akhir).

Tabel 4.6 Gambaran sekolah yang sukses menurut kepala sekolah

Gambaran sekolah yang sukses menurut Kepala Sekolah

Semua sekolah Sekolah Dasar (SD) Madrasah (MI) Survei

Nilai belajar siswa yang tinggi

(UAS, UN) 16 67% 15 63% 13 68% 12 63% 3 60% 3 60%

Keterangan: Satu kepala sekolah dapat memiliki lebih dari satu jawaban Sumber: Survei kepala sekolah (2019 & 2021)

Tabel 4.7 Gambaran siswa yang berhasil menurut kepala sekolah Hal yang paling

menggambarkan siswa yang berhasil menurut Kepala Sekolah

Semua sekolah Sekolah Dasar (SD) Madrasah (MI) Survei

Bisa membaca / menulis /

berhitung 0 0% 1 4% 0 0% 1 5% 0 0% 0 0%

Sumber: Survei kepala sekolah (2019 & 2021)

Meskipun gambaran sekolah yang sukses didominasi oleh aspek yang masih terkait dengan pembelajaran siswa, gambaran kepala sekolah terhadap siswa yang berhasil justru didominasi oleh aspek perilaku (75%). Dari Tabel 4.7, dapat dilihat bahwa hampir tidak terjadi perubahan sama sekali pada persentase kepala sekolah yang mengasosiasikan siswa yang sukses dengan perilaku

yang baik, kecuali pada 1 orang kepala Madrasah yang pada survei akhir mengalami perubahan persepsi terkait siswa yang berhasil menjadi berkaitan dengan pembelajaran (antusias dan tekun belajar). Hal ini menunjukkan bahwa aspek prilaku siswa dipandang sebagai hal yang dominan sebagai karakteristik siswa yang berhasil.

Berdasarkan studi kualitatif, kepala sekolah lebih mengorientasikan keberhasilan siswa pada perilaku baik dibandingkan pencapaian hasil belajar karena keyakinan mereka bahwa perilaku baik adalah prasyarat pencapaian akademik yang baik. Meskipun kepala sekolah mengakui bahwa baik aspek moral maupun prestasi akademik sama-sama penting bagi siswa, aspek perilaku baik dinilai lebih utama menentukan kesuksesan siswa di masa depan. Dengan kata lain, jika perilaku siswa sudah baik, maka prestasi akademiknya akan ikut baik. Tetapi, yang menarik adalah urutan kombinasi ini tidak dianggap berlaku sebaliknya. Capaian hasil belajar yang bagus tidak dianggap dapat menjamin munculnya perilaku yang baik pada siswa, seperti yang ditunjukkan dalam kutipan berikut:

“…siswa yang baik terlihatnya dari apa sih? Bukan dari nilai. Nilai bisa belajar ya, kan ulangan materi satu bab satu, ulangan bisa dibaca, anak pintar, nilainya 10. Tapi perilaku yang baik itu belum bisa dilihat dari nilai yang baik. Nilai 10 tapi perilaku di luar sama teman bahasanya jelek, kata-katanya tidak sopan sama guru. Itu yang saya miris”. (FGD 1_01)

“Hasil pengamatan Ibu sendiri ya. Memang [menurut] Ibu, anak yang sukses dengan nilai tinggi ada pada anak yang berperilaku baik… Dari sehari-hari nya, dari keluarganya, setelah ibu pelajari dari keluarganya kepada orang tuanya, terus dia terhadap guru, terhadap teman, baik. Ternyata kemaren pas ujiannya juga alhamdulillah tertinggi lagi. Jadi siswa yang baik itu, siswa yang berperilaku baik, ternyata dia juga yang muncul--nilainya juga yang terbaik”

(FGD 3_03)

Selain itu, kepala sekolah meyakini bahwa filosofi utama dari peran sekolah dasar adalah meletakkan fondasi yang ajeg (firm) agar kelak siswa dapat terus berperilaku baik di masa depan.

Oleh karena itu, dalam mendefinisikan visi keberhasilan siswa, aspek perilaku baik menjadi lebih diprioritaskan daripada hasil belajar. Adapun visi perilaku baik ini sendiri dimaknai sebagai keimanan dan akhlak baik, seperti yang tergambarkan dalam kutipan-kutipan berikut ini:

“Saya punya gambaran tersendiri bahwa betul-betul pendidikan yang paling mendasar, karena kita di sekolah dasar. Yang paling mesti diutamakan adalah tentang keimanan dulu. Itu untuk visi misi di sekolah kita. Visi misi nya menciptakan supaya siswa bertaqwa”. (FGD 1_02)

Sebagian informan juga menyebutkan bagaimana keyakinan ini juga dikuatkan oleh kurikulum nasional di mana moralitas menjadi salah satu aspek yang diutamakan sebagai visi pembelajaran.

“Jadi nilai budi pekerti yang utama, apalagi dengan sekarang itu kan sikap, penilaian sikap yang diutamakan. Kurikulum 13 tidak menuntut siswa untuk..

[mencapai hasil belajar tinggi] tetapi menuntut sikap yang baik dengan budi pekerti yang baik. Makanya dengan adanya 4 pilar pendidikan, nilai sikaplah yang utama, dan budi pekerti yang baik”. (FGD 2_01)

“Tujuan pendidikan nasional, dasar dari pada pendidikan dalam sekolah yaitu untuk menciptakan perubahan sikap siswa”. (FGD 2_04)

Temuan lain juga menggambarkan alasan mengapa akhlak baik dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan siswa. Ada kesan kepala sekolah mempersepsikan aspek prestasi akademik sebagai sesuatu yang bisa dipelajari, sedangkan perilaku baik adalah sesuatu yang tidak bisa dipelajari tapi harus dilatihkan dengan sungguh-sungguh. Terdapat pula justifikasi tersirat bahwa level kecerdasan siswa bisa jadi tidak sama sehingga kesempatan untuk memperoleh prestasi akademiknya pun tidak sama. Sedangkan dalam hal perilaku baik, semua siswa memiliki kesempatan yang sama asalkan dilatih dengan baik. Hal ini tergambarkan melalui kutipan-kutipan di bawah ini.

“Artinya salah satu keberhasilan yang patut kita banggakan gitu. Kalau untuk kecerdasan itu relatif lah ya. Artinya kecerdasan anak itu tidak sama ya. Yang penting akhlak yang kita utamakan di sini.” (FGD 3_01)

“Soalnya kalau anak nilainya besar belum tentu anak itu punya rasa sopan.

Karena menurut saya pintar itu bisa dari belajar tapi perilaku baik harus dilatih dari awal. Dari rumah, dari kecil, sekolah, gitu”. (FGD 1_01)

Dari dua kutipan di atas, dapat terlihat bagaimana kepala sekolah memiliki persepsi yang terdikotomi tentang konsep menanamkan perilaku baik dan mendorong prestasi akademik.

Implikasinya adalah prestasi akademik kemudian diperlakukan seolah-olah menjadi sesuatu yang menetap tergantung pada level kecerdasan masing-masing siswa. Sedangkan aspek perilaku baik lebih cenderung dianggap sebagai sesuatu yang lebih bisa dibentuk dan dilatih sebab semua siswa dianggap memiliki kesempatan dan potensi yang sama untuk berkembang.

Dari temuan-temuan kualitatif yang disebutkan di atas dapat terlihat bahwa persepsi kepala sekolah yang menganggap perilaku siswa sebagai prasyarat prestasinya dibentuk oleh konseptualisasi filosofi peran sekolah dasar sebagai pembangun fondasi perilaku baik, yang kemudian dikuatkan oleh kurikulum nasional yang memang menjadikan kultivasi budi pekerti sebagai salah satu parameter utama keberhasilan pembelajaran.

4.3 Pengetahuan Kepala Sekolah terkait Kepemimpinan