• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGEMBANGKAN KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MELALUI PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN DI SEKOLAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MENGEMBANGKAN KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MELALUI PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN DI SEKOLAH"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

MENGEMBANGKAN KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MELALUI

PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN DI SEKOLAH

Laporan Studi Akhir Program Rintisan 1 Karawang

2021

(2)

Laporan Akhir Program Rintisan INSPIRASI

Arya Swarnata Esa Asyahid

Betari Aisah

Muhammad Adi Rahman Rendy A. Diningrat

(3)

Laporan Akhir Program Rintisan INSPIRASI

Penulis: Arya Swarnata, Esa Asyahid, Betari Aisyah, M. Adi Rahman, Rendy A. Diningrat, Cici Tri Wanita

Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial 4.0 Internasional.

(4)

DAFTAR ISI

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM ... iv

RANGKUMAN EKSEKUTIF ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Metode Analisis ... 2

II. PROGRAM RINTISAN INSPIRASI: PELATIHAN PENGEMBANGAN PROFESI KEPALA SEKOLAH ... 9

2.1Gambaran Umum Program ... 9

2.2Tingkat Kehadiran Peserta dan Hambatan ... 10

III. PEMBELAJARAN JARAK JAUH ... 12

3.1Perubahan Proses Pembelajaran Selama Pandemi ... 12

3.2Dampak PJJ terhadap Pengukuran Dampak Program Pelatihan ... 18

IV. KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN KEPALA SEKOLAH ... 20

4.1Pola Pikir dan Motivasi Kepala Sekolah ... 20

4.2Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Berfokus pada Pembelajaran Siswa ... 26

4.3Pengetahuan Kepala Sekolah terkait Kepemimpinan Pembelajaran ... 29

4.4Praktik Supervisi Akademik Kepala Sekolah ... 30

4.6Manajemen Sekolah ... 57

V. PRAKTIK MENGAJAR GURU ... 63

5.1Pola Pikir dan Motivasi ... 63

5.2Praktik Mengajar Guru ... 67

VI. HASIL BELAJAR SISWA ... 74

6.1 Kemampuan Literasi Siswa ... 75

6.2 Kemampuan Numerasi Siswa ... 79

6.3 Praktik Mengajar Guru dan Hasil Belajar Siswa ... 82

VII. KONTRIBUSI INSPIRASI SEBAGAI ENABLER FORUM BAGI KEPALA SEKOLAH ... 84

7.1 Kepala Sekolah Belajar tentang Standar Pengelolaan Sekolah yang Ideal ... 84

7.2 Kepala Sekolah Belajar Kemampuan Penyelesaian Masalah secara Sistematis ... 84

7.3 INSPIRASI Menyediakan Sistem Akuntabilitas untuk Kepala Sekolah dalam Melakukan Praktik Supervisi ... 85

7.4 Kepala Sekolah Lebih Memperdulikan Aspek-Aspek Pemberdayaan Guru ... 86

(5)

VIII. TEORI PERUBAHAN ... 88

IX. PENUTUP ... 91

9.1 Kesimpulan ... 91

9.2 Rekomendasi ... 91

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah responden panel survei awal dan survei akhir ... 2

Tabel 1.2 Tingkat pendidikan kepala sekolah ... 3

Tabel 1.3 Jurusan pendidikan kepala sekolah ... 3

Tabel 1.4 Masa kerja kepala sekolah sebagai guru ... 4

Tabel 1.5 Jumlah tahun pengalaman sebagai kepala sekolah ... 4

Tabel 1.6 Usia guru ... 5

Tabel 1.7 Jumlah tahun pengalaman mengajar sebagai guru ... 5

Tabel 1.8 Tingkat pendidikan guru ... 6

Tabel 1.9 Jumlah responden siswa ... 6

Tabel 1.10 Profil responden studi kualitatif ... 8

Tabel 2.1 Tahap pelaksanaan program ... 10

Tabel 2.2 Tingkat kehadiran peserta ... 11

Tabel 3.1 Upaya transisi moda pembelajaran ... 13

Tabel 3.2 Metode pelaksanaan PJJ ... 13

Tabel 3.3 Jam kegiatan belajar siswa dalam satu minggu (1 jam = 60 menit) ... 14

Tabel 3.4 Metode penyampaian materi selama PJJ ... 14

Tabel 3.5 Kegiatan Pembelajaran saat terakhir kali mengajar ... 15

Tabel 3.6 Metode asesmen formatif selama PJJ ... 15

Tabel 3.7 Persentase guru yang tidak/kurang aktif selama PJJ ... 16

Tabel 3.8 Persentase siswa yang tidak/kurang aktif selama PJJ ... 16

Tabel 3.9 Kepemilikan fasilitas penunjang PJJ oleh guru ... 17

Tabel 3.10 Kepemilikan fasilitas penunjang PJJ oleh siswa ... 17

Tabel 3.11 Penyediaan Fasilitas Penunjang PJJ oleh Sekolah ... 18

Tabel 3.12 Dampak PJJ terhadap indikator program ... 19

Tabel 4.1 Skor pola pikir berkembang kepala sekolah ... 21

Tabel 4.2 Kategori pola pikir kepala sekolah ... 21

Tabel 4.3 Hubungan pola pikir berkembang dengan karakteristik kepala sekolah ... 22

Tabel 4.4 Kategori motivasi kepala sekolah ... 24

Tabel 4.5 Hubungan motivasi internal dengan karakteristik kepala sekolah ... 24

Tabel 4.6 Gambaran sekolah yang sukses menurut kepala sekolah ... 27

Tabel 4.7 Gambaran siswa yang berhasil menurut kepala sekolah ... 27

Tabel 4.8 Skor pengetahuan kepala sekolah ... 30

Tabel 4.9 Frekuensi supervisi RPP oleh kepala sekolah ... 31

Tabel 4.10 Persentase kepala sekolah yang melakukan supervisi RPP menggunakan instrumen . 32 Tabel 4.11 Aspek yang diperhatikan kepala sekolah dalam supervisi RPP ... 33

Tabel 4.12 Metode penyusunan RPP (menurut kepala sekolah) ... 34

Tabel 4.13 Metode penyusunan RPP (menurut guru) ... 35

Tabel 4.14 Frekuensi supervisi KBM oleh kepala sekolah ... 36

Tabel 4.15 Persentase kepala sekolah yang melakukan supervisi KBM menggunakan instrumen 38 Tabel 4.16 Aspek yang diperhatikan kepala sekolah dalam supervisi KBM ... 39

Tabel 4.17 Aspek yang diperhatikan kepala sekolah dalam memberikan umpan balik supervisi KBM ... 39

Tabel 4.18 Kualitas umpan balik kepala sekolah atas supervisi KBM ... 40

Tabel 4.19 Persepsi guru terhadap umpan balik kepala sekolah atas supervisi KBM ... 41

Tabel 4.20 Persentase kepala sekolah yang memperhatikan aspek lingkungan fisik dan nonfisik untuk mewujudkan pembelajaran kondusif ... 41

Tabel 4.21 Aspek lingkungan fisik dan nonfisik untuk mewujudkan pembelajaran tatap muka yang kondusif ... 42

Tabel 4.22 Aspek fisik dan nonfisik untuk mewujudkan pembelajaran daring yang kondusif ... 43

Tabel 4.23 Cara kepala sekolah untuk mengatasi permasalahan praktik mengajar guru ... 46

Tabel 4.24 Kegiatan kepala sekolah untuk mengembangkan kompetensi guru ... 48

Tabel 4.25 Skor kebermanfaatan kegiatan kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensi guru ... 50

(7)

Tabel 4.26 Frekuensi pertemuan kepala sekolah dan guru ... 51

Tabel 4.27 Pendapat kepala sekolah tentang topik yang didiskusikan dalam pertemuan dengan guru ... 52

Tabel 4.28 Pendapat guru tentang topik yang didiskusikan dalam pertemuan dengan kepala sekolah ... 53

Tabel 4.29 Cara kepala sekolah dalam menyampaikan hasil supervisi RPP ... 54

Tabel 4.30 Cara kepala sekolah dalam menyampaikan hasil supervisi KBM ... 54

Tabel 4.31 Skor kepuasan kepala sekolah terhadap penguasaan materi ajar ... 55

Tabel 4.32 Skor kepuasan kepala sekolah terhadap kompetensi pedagogi guru ... 57

Tabel 4.33 Target sekolah ... 58

Tabel 4.34 Dasar penentuan target sekolah ... 58

Tabel 4.35 Cara penyampaian target sekolah ... 59

Tabel 4.36 Program utama sekolah ... 60

Tabel 4.37 Persentase kepala sekolah yang dapat mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat program sekolah ... 61

Tabel 4.38 Persentase kepala sekolah yang menggunakan hasil refleksi untuk memperbaiki pelaksanaan program sekolah ... 62

Tabel 5.1 Skor Pola Pikir Berkembang Guru ... 63

Tabel 5.2 Kategori Pola Pikir Berkembang Guru ... 64

Tabel 5.3 Sumber Motivasi Guru ... 65

Tabel 5.4 Jumlah Pelatihan yang Diikuti Guru ... 65

Tabel 5.5 Skor Praktik Mengajar Guru ... 67

Tabel 5.6 Metode Mengajar yang Sering Digunakan Guru ... 68

Tabel 5.7 Metode Asesmen Formatif yang Sering Digunakan Guru ... 68

Tabel 5.8 Metode Guru untuk Menciptakan Pembelajaran Aktif ... 69

Tabel 5.9 Studi Kasus Cara Memperbaiki Proses Pembelajaran ... 70

Tabel 5.10 Aspek Lingkungan Belajar Kondusif Menurut Guru ... 70

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Korelasi pola pikir berkembang dan motivasi internal dengan frekuensi supervisi RPP

... 33

Gambar 4.2 Korelasi pola pikir berkembang dan motivasi internal dengan frekuensi supervisi KBM ... 38

Gambar 4.3 Korelasi pola pikir berkembang dan motivasi internal kepala sekolah dengan jumlah upaya untuk meningkatkan kompetensi guru ... 49

Gambar 4.4 Korelasi pola Pikir berkembang dan motivasi internal dengan frekuensi diskusi kepala sekolah dan guru ... 52

Gambar 5.1 Korelasi Pola Pikir Berkembang dan Motivasi Internal antara Kepala Sekolah dan Guru ... 66

Gambar 5.2 Korelasi Pola Pikir Berkembang dan Motivasi Internal Guru dengan Skor Praktik Mengajar Guru ... 71

Gambar 5.3 Korelasi Frekuensi Supervisi RPP & KBM dan Motivasi Internal Guru dengan Skor Praktik Mengajar ... 72

Gambar 6.1 Rata-rata kemampuan literasi siswa ... 75

Gambar 6 2 Kemampuan literasi siswa tiap jenjang kelas ... 76

Gambar 6.3 Kemampuan literasi siswa kelas bawah berdasarkan domain kognitif (survei akhir) .. 77

Gambar 6.4 Kemampuan literasi siswa kelas atas berdasarkan domain kognitif (survei akhir) ... 78

Gambar 6.5 Kemampuan literasi siswa berdasarkan content domain (survei akhir) ... 78

Gambar 6.6 Kemampuan numerasi siswa (survei awal dan survei akhir) ... 79

Gambar 6.7 Kemampuan numerasi siswa tiap jenjang kelas (survei awal dan survei akhir) ... 80

Gambar 6.8 Kemampuan numerasi siswa berdasarkan domain kognitif (survei akhir) ... 81

Gambar 6.9 Kemampuan numerasi siswa kelas bawah berdasarkan content domain (survei akhir) ... 81

Gambar 6.10 Kemampuan numerasi siswa kelas atas berdasarkan content domain (survei akhir) 82 Gambar 6.11 Korelasi perubahan skor praktik mengajar guru dan perubahan skor literasi dan numerasi. ... 83

Gambar 8. 1 Kerangka logis dan conversion factors ... 88

(9)

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM

ACDP : Analytical and Capacity Development Partnership COVID-19 : Corona Virus Disiease

EDS : Evaluasi Diri Sekolah

INSPIRASI : Yayasan Inisiatif Kepemimpinan untuk Raih Prestasi KBM : Kegiatan Belajar Mengajar

LPPPKS : Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah MI : Madrasah Ibtidaiyah

PGSD : Pendidikan Guru Sekolah Dasar PJJ : Pembelajaran Jarak Jauh

RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran SD : Sekolah Dasar

(10)

RANGKUMAN EKSEKUTIF

Peran kepala sekolah dalam menentukan keberhasilan pembelajaran siswa sangat penting.

Bloom dan Reenen (2012) menyimpulkan bahwa peningkatan skor manajemen kepala sekolah sebesar 1 poin berkorelasi dengan 10% peningkatan nilai siswa. Pentingnya kemampuan manajemen kepala sekolah ini kemudian dijadikan dasar pertimbangan untuk membekali para calon kepala sekolah sebelum mereka memimpin suatu sekolah. Namun, studi ACDP (2016) menunjukkan bahwa sekitar 98% kepala sekolah di Indonesia belum menyelesaikan diklat persiapan kepala sekolah yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS). Mengingat pentingnya kualitas kepemimpinan kepala sekolah dan masih banyaknya kepala sekolah yang perlu mendapatkan pengembangan kepemimpinan kepala sekolah, Yayasan INSPIRASI berinisiatif melaksanakan program rintisan untuk pengembangan profesi kepala sekolah.

Program INSPIRASI bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran siswa melalui peningkatan praktik kepemimpinan kepala sekolah. Program ini terdiri dari serangkaian lokakarya dan pendampingan kepada 25 sekolah mitra di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Program ini juga dilakukan secara berkesinambungan selama 1,5 tahun yang terbagi ke dalam empat tahapan utama: pemecahan masalah, supervisi pembelajaran, pembelajaran jarak jauh, dan perencanaan program. Dari sisi pelaksanaannya, tingkat partisipasi peserta terhadap program cukup tinggi dengan tingkat kehadiran peserta dalam kegiatan lokakarya sebesar 81%-95% dan tingkat kehadiran dalam kegiatan pendampingan yang mencapai 91%-100%.

Tujuan utama dari laporan ini adalah mendokumentasikan dampak dari pelaksanaan program rintisan pengembangan profesi kepala sekolah yang dilaksanakan oleh INSPIRASI. Aspek-aspek yang dilihat dalam mengukur dampak dari program ini adalah aspek kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah, praktik mengajar guru, dan hasil belajar siswa. Ketiga aspek utama tersebut dibandingkan antara situasi survei awal (sebelum program) dan setelah pelaksanaan program (survei akhir). Selain itu, situasi pandemi COVID-19 yang terjadi pada periode pelaksanaan program mengharuskan dilakukan berbagai penyesuaian baik dalam hal pelaksanaan program maupun kegiatan belajar mengajar di sekolah. Oleh sebab itu, laporan ini juga mendeskripsikan situasi pelaksanaan kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di sekolah mitra INSPIRASI dan juga mendeskripsikan penyesuaian yang dilakukan dalam pelaksanaan program.

Pandemi COVID-19 mengakibatkan sekolah harus menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang mengakibatkan penurunan kualitas pembelajaran di sekolah. PJJ mengakibatkan berkurangnya interaksi antara guru dan siswa sehingga pola pengajaran lebih bersifat pasif. Sekitar 97% guru yang disurvei (141 orang) hanya memberikan tugas atau lembar kerja tanpa memberikan penjelasan materi selama kegiatan PJJ berlangsung. Selain itu, rata-rata durasi belajar siswa dengan guru per pekannya pun hanya sekitar 6,1 jam atau paling lama 2 jam per harinya. Hal ini pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari aksesibilitas guru dan siswa terhadap fasilitas penunjang PJJ itu sendiri. Data survei menunjukkan bahwa ada sekitar 18% responden guru yang tidak memiliki akses internet pribadi dan sekitar 27% siswa yang tidak memiliki akses terhadap internet pribadi.

(11)

Dampak terhadap Kepala Sekolah

Secara umum, dampak program INSPIRASI terhadap praktik kepemimpinan kepala sekolah masih terbatas. Dalam studi ini terdapat enam indikator utama yang dijadikan pendekatan untuk melihat dampak program terhadap kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah: pola pikir dan motivasi, kepemimpinan yang fokus pada pembelajaran siswa, pengetahuan terkait kepemimpinan pembelajaran, praktik supervisi akademik, kepemimpinan dalam mendukung pengembangan guru dan manajemen sekolah. Dari keenam indikator tersebut, kendati sebagian besar belum menunjukkan perubahan yang signifikan, tetapi beberapa sub-indikator mulai menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik. Selain itu, studi kualitatif juga mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi kontribusi dari program INSPIRASI. Pertama, meningkatkan pemahaman tentang standar pengelolaan sekolah yang ideal. Kedua, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah secara sistematis. Ketiga, menyediakan sistem akuntabilitas untuk kepala sekolah dalam melakukan praktik supervisi. Keempat, mendorong kepala sekolah untuk memerhatikan aspek-aspek pemberdayaan guru.

Temuan studi terkait indikator pola pikir dan motivasi kepala sekolah menunjukkan bahwa kendati pola pikir kepala sekolah mengalami penurunan, semakin banyak kepala sekolah yang memiliki motivasi internal. Rata-rata skor pola pikir kepala sekolah mengalami penurunan dari 0,12 menjadi 0,10.1 Namun, jika dilihat lebih jauh, penurunan pola pikir ini lebih banyak terjadi pada kepala sekolah di sekolah dasar sedangkan kepala sekolah madrasah rata-rata skornya mengalami peningkatan. Studi kualitatif menjelaskan bahwa penurunan pola pikir kepala sekolah ini berkaitan dengan pelaksanaan proses PJJ dan ketimpangan fasilitas dan dukungan orang tua. Sementara itu, dilihat dari sumber motivasi kepala sekolah, semakin banyak kepala sekolah yang memiliki motivasi internal. Data kualitatif mengungkapkan bahwa meningkatnya motivasi internal kepala sekolah ini disebabkan meningkatnya kepercayaan diri dan rasa tanggung jawab kepala sekolah selama masa pandemi.

Hasil survei menunjukkan bahwa kendati sebagian besar kepala sekolah mitra memberikan perhatian pada aspek pembelajaran siswa, proporsinya mengalami penurunan dibandingkan pada saat survei awal. Sekitar 63% kepala sekolah pada saat survei akhir memiliki persepsi bahwa sekolah yang sukses adalah sekolah yang hasil belajar siswanya tinggi. Hal ini mengalami penurunan dibandingkan dengan situasi survei awal yang sebesar 67%. Selain itu, kepala sekolah yang menyatakan bahwa sekolah yang baik adalah sekolah yang memiliki pembelajaran di kelas yang efektif mengalami penurunan dari 29% (survei awal) menjadi 8% (survei akhir). Di samping itu, persepsi kepala sekolah terhadap siswa yang baik pun lebih banyak berkaitan dengan moral siswa dibandingkan dengan yang berkaitan dengan aspek pembelajaran siswa.

Pengetahuan kepala sekolah terkait kepemimpinan pembelajaran masih perlu ditingkatkan.

Pengetahuan kepala sekolah tentang proses pemecahan masalah dan supervisi akademik sudah tergolong baik. Rata-rata skor pengetahuan terkait pemecahan masalah mencapai 80,0-81,0 dan pengetahuan terhadap supervisi akademik sudah berkisar antara 71,3-81,32. Namun, pengetahuan kepala sekolah terhadap kepemimpinan pembelajaran jarak jauh dan membangun sistem perencanaan sekolah terintegrasi masih relatif rendah. Rata-rata skor pengetahuan kepala sekolah terkait kepemimpinan pembelajaran jarak jauh baru sebesar 43,8-52,2, sementara rata-rata skor terkait membangun sistem perencanaan sekolah terintegrasi sekitar 55,5-71,1.

1 Pola pikir kepala sekolah diukur dengan mengacu pada skala pikir bertumbuh Dweck (PERTS, 2015) yang dianalisis dengan menggunakan model skala penilaian teori respons butir (Item Response Theory Rating Scale Model) yang menghasilkan skor dengan rentang -4 s/d 4. Skor positif menunjukkan pola pikir berkembang sementara skor negatif menunjukan pola pikir tetap.

2 Rentang skor 0-100.

(12)

Beberapa aspek terkait kemampuan supervisi akademik kepala sekolah sudah mengalami peningkatan walau secara umum masih belum optimal. Kepala sekolah, dibandingkan pada saat survei awal, sudah lebih banyak yang memerhatikan aspek terkait pembelajaran ketika melakukan supervisi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan kegiatan belajar mengajar (KBM). Selain itu, kepala sekolah juga semakin memerhatikan aspek nonfisik untuk mewujudkan pembelajaran yang nyaman dan kondusif bagi siswa. Namun, rata-rata frekuensi KBM mengalami penurunan pada saat survei akhir (2,4 kali) dibandingkan pada saat survei awal (3,1). Menurunnya frekuensi supervisi KBM ini disebabkan karena situasi pandemi, persepsi kepala sekolah yang menyatakan bahwa supervisi KBM sudah terwakili dengan dilakukannya supervisi RPP, dan alasan terkait menurunnya partisipasi siswa di kelas ketika kepala sekolah melakukan supervisi KBM. Di sisi lain, kemampuan kepala sekolah dalam menyampaikan umpan balik mengalami perbaikan.

Kepala sekolah juga sudah melakukan berbagai inisiatif untuk mengembangkan kompetensi guru, tetapi kebermanfaatannya masih dirasa rendah oleh guru. Berdasarkan survei guru, semakin banyak guru yang menyatakan kepala sekolah menyelenggarakan pelatihan internal, memfasilitasi guru untuk mengikuti pelatihan atau kegiatan kelompok kerja guru (KKG), menyediakan saran untuk mengajar, dan melakukan diskusi dengan guru terkait pembelajaran. Namun, praktik pengembangan kompetensi guru masih di tingkat individu. Kegiatan pengembangan kompetensi masih lebih banyak berasal dari inisiatif guru sementara kepala sekolah baru pada tahap memfasilitasi inisiatif-inisiatif tersebut. Selain itu, kepala sekolah juga belum memiliki gambaran yang akurat terkait kompetensi guru-gurunya.

Paradigma kepala sekolah untuk mengutamakan aspek-aspek pembelajaran dalam manajemen sekolah belum berjalan secara optimal. Hal ini disebabkan karena kendati kepala sekolah semakin memerhatikan perkembangan belajar siswa, hal-hal yang berkaitan dengan fasilitas fisik masih mendominasi target sekolah. Di sisi lain, penyusunan target sekolah pada dasarnya sudah mengalami perbaikan. Sebagai contoh, semakin banyak kepala sekolah yang menentukan target sekolah berdasarkan bukti seperti hasil evaluasi diri sekolah (EDS) yang mengalami peningkatan dari 33% menjadi 54%. Selain itu, dari sisi pengimplementasian program sekolah, semakin banyak kepala sekolah yang telah mampu mengidentifikasi serta mengatasi faktor pengambat pelaksanaan program sekolah.

Dampak terhadap Guru

Rata-rata skor pola pikir guru mengalami peningkatan dan semakin banyak pula guru-guru yang memiliki motivasi internal. Dilihat dari pola pikirinya, rata-rata skor pola pikir berkembang guru mengalami peningkatan dari 0,22 (survei awal) menjadi 0,27 (survei akhir). Hal ini menunjukkan bahwa pola pikir guru semakin berkembang dibandingkan dengan situasi awal. Di samping itu, semakin banyak pula guru-guru yang memiliki motivasi internal. Proporsi guru yang memiliki motivasi internal mengalami peningkatan dari 64% menjadi 67%. Peningkatan pola pikir serta motivasi guru ini teraktualisasi dengan meningkatnya inisiatif guru untuk mengikuti pelatihan- pelatihan secara mandiri.

Kendati pola pikir dan motivasi guru mengalami peningkatan, hal ini belum mampu membantu guru untuk meningkatkan kualitas praktik mengajarnya terutama selama periode pandemi.

Beberapa indikator yang mengukur kualitas praktik mengajar guru justru mengalami penurunan.

Rata-rata skor praktik mengajar guru (skala 0-6) mengalami penurunan dari 1,274 (suvei awal) menjadi 1,175 (akhir). Metode mengajar juga mengalami pergeseran ke arah pengajaran yang lebih pasif. Penurunan kualitas praktik mengajar guru ini tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama periode pandemi. Pelaksanaan PJJ dinilai mengakibatkan

(13)

pembelajaran aktif sulit dilakukan karena keterbatasan akses dan fasilitas penunjang PJJ serta keterbatasan waktu dalam proses PJJ.

Dampak terhadap Siswa

Secara umum, pola perkembangan kemampuan literasi dan numerasi siswa antara kondisi awal dan akhir memiliki perbedaan. Pada survei akhir, data menunjukkan bahwa kemampuan literasi siswa mengalami peningkatan selama 5 tahun siswa bersekolah (dari kelas 2-6), sementara data survei awal menunjukkan hal sebaliknya. Perbedaan juga terlihat pada kemampuan numerasi siswa. Data survei akhir menunjukkan bahwa kemampuan numerasi siswa mengalami penurunan selama 5 tahun siswa bersekolah (dari kelas 2-6), sementara data survei awal menunjukkan kemampuan numerasi yang cenderung tetap. Selain itu, keampuan berfikir tingkat tinggi (higher order thinking skills) siswa pun masih terbatas.

Teori perubahan

Konteks pelaksanaan program mengalami perubahan yang cukup signifikan akibat pemberlakuan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Conversion factors diidentifikasi untuk mengetahui faktor-faktor yang belum terpetakan dalam teori perubahan, namun relevan dalam menentukan terjadinya capaian atau dampak yang diinginkan.

Secara umum, pemberlakuan PJJ cukup dominan sebagai conversion factors. Perubahan praktik kepemimpinan kepala sekolah dipengaruhi oleh pola interaksi dan komunikasi antara guru dan kepala sekolah yang telah terbentuk di sekolah tersebut, pola interaksi ini sangat ditentukan oleh budaya di sekolah setempat dan faktor personal kepala sekolah. Selain itu, perubahan praktik kepemimpinan juga dipengaruhi oleh seberapa mirip atau kesesuaian dari kegiatan yang ingin dilakukan dengan aktivitas yang dilakukan kepala sekolah lainnya (peer effect). Terakhir, berbagai hambatan akibat PJJ mengakibatkan kepala sekolah menurunkan kualitas praktik kepemimpinannya karena harus menyesuaikan dengan segala keterbatasan yang dihadapi.

Di level guru, conversion factors yang menentukan perubahan praktik pembelajaran adalah kompetensi profesional dan pedagogik guru seta ketersediaan fasilitas dan literasi digital untuk menyelenggarakan PJJ. Sementara itu, ketersediaan fasilitas dan dukungan orang tua dalam PJJ merupakan hal penting yang memberngaruhi perubahan hasil belajar siswa.

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepala sekolah memiliki peran yang krusial dalam menentukan keberhasilan pembelajaran.

Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa kinerja kepala sekolah mempengaruhi hasil belajar siswa (Bloom, (2015)3; Dobbie and Fryer (2013)4; Angrist, Pathak, and Walters (2013)5). Studi oleh Bloom dan Reenen (2012) menemukan bahwa 1 poin peningkatan skor manajemen kepala sekolah bersasosiasi dengan 10% peningkatan nilai siswa. Menimbang hal tersebut, kepala sekolah perlu mendapatkan program persiapan yang mumpuni agar dapat memimpin sekolah secara efektif. Hal ini sejalan dengan temuan Fryer (2017)6yang menyatakan bahwa membekali kepala sekolah terkait kepemimpinan pembelajaran, seperti penyusunan rencana pembelajaran, proses belajar mengajar yang berdasarkan data, serta observasi dan pendampingan guru dapat secara signifikan meningkatkan hasil belajar siswa.

Melihat pentingnya peran kepala sekolah dalam mempengaruhi kualitas pembelajaran, maka program pendidikan untuk menyiapkan kandidat kepala sekolah sangat dibutuhkan. Namun demikian, hal ini belum dilakukan secara memadai di Indonesia. Survei ACDP tahun 2016 menunjukkan hanya 2 persen kepala sekolah di Indonesia yang telah menyelesaikan diklat persiapan kepala sekolah yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS)7. Lebih lanjut, kualitas kepala sekolah juga tergolong rendah mengingat hanya 2 persen guru yang menilai kepala sekolah kompeten dalam memberikan motivasi kepada guru dan mengevaluasi pembelajaran di kelas8.

Berangkat dari fakta tersebut, INSPIRASI Foundation berkontribusi untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan kepala sekolah dengan memproduksi pengetahuan dan praktik baik yang berbasis bukti melalui pelaksanaan program rintisan pengembangan profesi dalam jabatan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran siswa melalui peningkatan praktik kepemimpinan pembelajaran yang telah terbukti berdampak terhadap perkembangan pembelajaran siswa. Program rintisan ini dimulai pada pertengahan 2019 dan melibatkan 25 kepala sekolah mitra di Kabupaten Karawang. Program pengembangan profesi ini dilakukan secara berkelanjutan selama 1,5 tahun yang terdiri atas 12 sesi lokakarya dan pendampingan.

Laporan ini bertujuan untuk mendokumentasikan dampak dari pelaksanaan program rintisan pengembangan profesi kepala sekolah yang dilaksanakan oleh INSPIRASI. Dampak tersebut dilihat dari perubahan pada aspek kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah, praktik mengajar guru dan hasil belajar siswa. Untuk menganalisis dampak tersebut, tim peneliti menggunakan metode deskriptif dengan membandingkan indikator pada survei awal dan survei akhir. Lebih lanjut,

3 Bloom, Nicholas, Renata Lemos, Raffaella Sadun, and John Van Reenen. 2015. “Does Management Matter in Schools?”

Economic Journal 125 (584): 647–74.

4 Dobbie, Will, and Roland G. Fryer 2013. ‘Getting Beneath the Veil of Effective Schools: Evidence from New York City’.

American Economic Journal: Applied Economics 5(4): 28-60.

5 Angrist, Joshua D, Parag A Pathak, and Christopher R Walters. 2013. ‘Explaining Charter School Effectiveness’.

American Economic Journal: Applied Economics 5 (4): 1–27.

6Fryer, Roland G., Jr. 2017. “Management and Student Achievement: Evidence from a Randomized Field Exper- iment.”

NBER Working Paper 23437, National Bureau of Economic Research, Cambridge, MA.

7 Analytical and Capacity Development Partnership, ACDP. 2016. “Evaluation of Principal Preparation Programme”.

8 Analytical and Capacity Development Partnership, ACDP (2013), School and Madrasah Principal and Supervisor Competency Baseline Study.

(15)

wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus juga dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih dalam terkait dampak dari program.

Susunan laporan ini adalah sebagai berikut: Bab 1 memberikan latar belakang program serta metode analisis. Gambaran lebih jauh mengenai program rintisan INSPIRASI didiskusikan pada Bab 2. Lebih lanjut, karena program ini terdampak oleh pembelajaran jarak jauh (PJJ) akibat pandemi COVID-19, Bab 3 membahas pelaksanaan PJJ di sekolah mitra dan diskusi mengenai dampak dari PJJ terhadap hasil program. Perkembangan kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah dianalisis pada Bab 4. Sementara itu, perkembangan praktik mengajar guru dan hasil belajar siswa dibahas secara berturut-turut pada Bab 5 dan Bab 6. Selanjutnya, Bab 7 mendiskusikan cerita perubahan terkait peran INSPIRASI sebagai enabler forum bagi kepala sekolah. Bab 8 mendiskusikan conversion factors yakni faktor-faktor yang relevan untuk menentukan terjadinya sebuah capaian atau dampak, namun belum terpetakan dalam teori perubahan. Terakhir, Bab 9 merangkum hasil analisis dan temuan, serta menyajikan hal-hal yang dapat dipelajari dari pelaksanaan program rintisan.

1.2 Metode Analisis

1.2.1 Pendekatan Kuantitatif

Analisis kuantitatif dalam laporan ini dilakukan dengan pendekatan statistik deskriptif dengan membandingkan indikator dari survei awal dan survei akhir. Survei kuantitatif mencakup wawancara kepala sekolah, wawancara guru, dan asesmen hasil belajar siswa. Survei awal dilakukan sebelum pelaksanaan program pelatihan yang dilaksanakan pada 29 Juli – 16 Agustus 2019. Sementara itu, survei akhir dilakukan pada 25 Januari – 8 Februari 2021. Responden yang diwawancara pada survei akhir adalah responden yang juga diwawancara pada survei awal (responden panel). Tabel 1.1 merangkum jumlah responden panel di masing-masing sekolah.

Tabel 1.1 Jumlah responden panel survei awal dan survei akhir

No Sekolah mitra Kepala sekolah Guru Siswa

L P L P L+P L P L+P

1 SDN Ciwaringin 1 1 0 1 4 5 26 18 44

2 SDN Ciwaringin 2 0 1 3 3 6 26 21 47

3 SDN Ciwaringin 3 0 1 2 4 6 19 22 41

4 SDN Karangtanjung 1 1 0 2 3 5 21 18 39

5 SDN Lemahmukti 1 1 0 5 1 6 24 18 42

6 SDN Lemahmukti 2 0 1 2 3 5 17 21 38

7 SDN Pasirtanjung 1 1 0 2 4 6 20 25 45

8 SDN Pasirtanjung 2 1 0 2 4 6 10 21 31

9 SDN Lemahabang 2 1 0

10 SDN Pulojaya 3 1 0 4 1 5 22 21 43

11 SDN Anggadita 2 1 0 1 4 5 21 15 36

12 SDN Anggadita 4 0 1 0 5 5 19 19 38

13 SDN Belendung 4 0 1 1 4 5 18 30 48

14 SDN Klari 2 0 1 0 4 4 24 22 46

15 SDN Curug 2 0 1 0 5 5 28 17 45

16 SDN Duren 3 0 1 0 4 4 24 19 43

(16)

17 SDN Duren 4 0 1 0 6 6 28 18 46

18 SDN Karanganyar 1 1 0 1 5 6 14 35 49

19 SDN Karanganyar 2 1 5 6 20 24 44

20 SDN Pancawati 3 0 1 0 6 6 26 20 46

21 MI Al I'anah 1 0 1 3 4 18 24 42

22 MI Al Ikhlas Gintungkolot 0 1 0 3 3 26 18 44

23 MI Nurul Falah Cibalongsari 1 0 0 4 4 25 20 45

24 MI Nihayatul Hidayah 0 1 2 0 2 26 20 46

25 MI Ar Rahmah 1 0 0 5 5 21 25 46

Total 12 12 30 90 120 523 511 1.034

Keterangan: L (Laki-laki); P (Perempuan). Sumber: Survei kepala sekolah, guru dan asesmen siswa (2019 & 2021)

Terdapat 24 responden kepala sekolah yang diwawancara pada survei awal dan survei akhir, dengan proporsi 12 orang kepala sekolah perempuan dan 12 kepala sekolah laki-laki. Satu orang kepala sekolah dari SDN Karangayar 2 tidak dapat diwawancara karena meninggal dunia. Namun demikian wawancara guru dan asesmen siswa di sekolah tersebut tetap dilakukan dan informasinya dianalisis dalam laporan ini. Terdapat satu kepala sekolah yang pindah tugas selama periode pelaksanaan program pelatihan, yaitu kepala sekolah SDN Polujaya 1 yang pindah tugas menjadi kepala sekolah di SDN Lemahabang 2. Kepala sekolah tersebut tetap diwawancara dan informasinya dianalisis dalam laporan ini. Namun demikian, informasi dari wawancara guru dan asesmen siswa di SDN Pulojaya 1 dan SDN Lemahabang 2 tidak dapat dibandingkan sehingga tidak termasuk dalam analisis.

Profil Responden Kepala Sekolah

Tabel 1.2 menunjukkan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh kepala sekolah. Sebagian besar kepala sekolah (87%) memiliki gelar sarjana dan 13% lainnya memiliki gelar pascasarjana.

Ditinjau dari sisi jurusan pendidikan, sekitar setengah kepala sekolah memiliki latar belakang pendidikan guru SD/MI (Tabel 1.3). Selain jurusan pendidikan sekolah dasar, setengah dari kepala sekolah menamatkan pendidikan di jurusan manajemen pendidikan, administrasi pendidikan, serta program studi matematika dan Bahasa Indonesia.

Tabel 1.2 Tingkat pendidikan kepala sekolah

Pendidikan terakhir Semua sekolah Sekolah Dasar (SD) Madrasah (MI)

L P Total % L P Total % L P Total %

Sarjana (S1) 10 11 21 87% 9 9 18 95% 1 2 3 60%

Pascasarjana (S2) 2 1 3 13% 0 1 1 5% 2 0 2 40%

Total 12 12 24 100% 9 10 19 100% 3 2 5 100%

% 50% 50% 100% 47% 53% 100% 60% 40% 100%

Keterangan: L (Laki-laki); P (Perempuan). Sumber: Survei kepala sekolah (2019)

Tabel 1.3 Jurusan pendidikan kepala sekolah

Jurusan pendidikan tertinggi yang ditamatkan Semua sekolah Sekolah Dasar (SD) Madrasah (MI)

n % n % n %

Administrasi pendidikan 2 8% 1 5% 1 20%

Bahasa Indonesia 1 4% 1 5% 0 0%

(17)

Manajemen pendidikan 1 4% 0 0% 1 20%

Matematika 1 4% 1 5% 0 0%

Pendidikan Agama Islam 1 4% 0 0% 1 20%

Pendidikan luar sekolah 2 8% 2 11% 0 0%

Pendidikan matematika 1 4% 1 5% 0 0%

Pendidikan Guru MI 1 4% 0 0% 1 20%

Pendidikan Guru SD 12 50% 12 63% 0 0%

PPKN 1 4% 1 5% 0 0%

Tarbiyah 1 4% 0 0% 1 20%

Total 24 100% 19 100% 5 100%

Sumber: Survei kepala sekolah (2019)

Secara rata-rata kepala sekolah SD memiliki masa kerja yang lebih panjang (30 tahun) dibandingkan kepala Madrasah (22 tahun), seperti yang dijunjukkan pada Tabel 1.4. Meskipun kepala MI memiliki masa kerja sebagai guru yang lebih singkat, namun pengalaman mereka sebagai kepala sekolah jauh lebih tinggi dibandingkan kepala SD. Tabel 1.5 menunjukkan bahwa rata-rata kepala sekolah MI telah menjabat selama 15 tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan kepala SD yang secara rata-rata baru bertugas selama 3 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa program pelatihan pengembangan profesi kepala sekolah menyasar mereka yang baru memulai tugasnya sebagai kepala sekolah, khususnya di Sekolah Dasar.

Tabel 1.4 Masa kerja kepala sekolah sebagai guru

Masa kerja sebagai guru Semua sekolah Sekolah Dasar (SD) Madrasah (MI)

n % n % n %

<10 tahun 0 0% 0 0% 0 0%

11-20 tahun 2 8% 0 0% 2 40%

21-30 tahun 11 46% 9 47% 2 40%

30-40 tahun 11 46% 10 53% 1 20%

Rata-rata 29 tahun 30 tahun 22 tahun

Sumber: Survei kepala sekolah (2021)

Tabel 1.5 Jumlah tahun pengalaman sebagai kepala sekolah

Masa kerja sebagai kepala

sekolah Semua sekolah Sekolah Dasar (SD) Madrasah (MI)

n % n % n %

1 tahun 0 0% 0 0% 0 0%

2 tahun 12 50% 12 63% 0 0%

3 tahun 5 21% 2 27% 0 0%

4 tahun 1 4% 1 5% 0 0%

5 tahun 2 8% 0 5% 1 20%

6-10 tahun 2 8% 0 0% 2 40%

>10 tahun 2 8% 0 0% 2 40%

Rata-rata 5 tahun 3 tahun 15 tahun

Sumber: Survei kepala sekolah (2021)

(18)

Profil Responden Guru

Terdapat 120 responden guru yang diwawancari pada survei awal dan survei akhir. Dari 120 responden tersebut, sebanyak 102 guru berasalah dari SD dan 18 guru berasal dari MI. Survei awal melakukan wawancara terhadap 6 orang guru di setiap sekolah yang masing-masing mewakili guru kelas 1 sampai dengan kelas 6. Namun demikian, beberapa guru tersebut berhalangan unuk diwawancara pada survei akhir sehingga terdapat sekolah yang responden gurunya kurang dari 6 orang (Tabel 1.1).

Dilihat dari usia, guru MI dengan rata-rata usia 35 tahun, relatif lebih muda dibandingkan guru SD yang secara rata-rata berusia 44 tahun (Tabel 1.6). Responden guru didominasi oleh responden perempuan (75%) dibandingkan dengan guru laki-laki (25%). Ditinjau dari pengalaman mengajar, guru SD rata-rata memiliki masa kerja 20 tahun, lebih tinggi dibandingkan guru MI yang rata-rata memiliki masa kerja 11 tahun (Tabel 1.7). Hal ini menunjukkan bahwa MI cenderung memiliki guru dengan usia yang lebih muda dibandingkan SD yang didominasi oleh guru senior.

Tabel 1.6 Usia guru

Usia guru Semua sekolah Sekolah Dasar (SD) Madrasah (MI)

Total (n) Total (%) L P L P L P

Rata-rata usia 42 tahun 44 tahun 35 tahun

20-30 tahun 18 15% 4 14 2 11 0 3

30-39 tahun 34 28% 0 34 0 26 2 8

40-49 tahun 20 17% 4 16 3 14 1 2

50-59 tahun 47 39% 21 26 21 24 0 2

>59 tahun 1 1% 1 0 1 0 0 0

Total (n) 120 100% 30 90 27 75 3 15

Total (%) 25% 75% 26% 74% 17% 83%

Keterangan: L (Laki-laki); P (Perempuan). Sumber: Survei guru (2021)

Tabel 1.7 Jumlah tahun pengalaman mengajar sebagai guru

Pengalaman mengajar Semua sekolah Sekolah Dasar (SD) Madrasah (MI)

n % n % n %

Rata-rata 18 tahun 20 tahun 11 tahun

1-5 tahun 17 14% 13 13% 4 22%

6-10 tahun 13 11% 9 9% 4 22%

11-15 tahun 22 18% 15 15% 7 39%

16-20 tahun 22 18% 22 22% 0 0%

>20 tahun 42 35% 40 39% 2 11%

Tidak tahu 4 3% 3 3% 1 6%

Sumber: Survei guru (2021)

Tabel 1.8 menunjukkan hampir seluruh (95%) guru memiliki gelar sarjana dan 2% lainnya memiliki gelar pascasarjana. Ditinjau dari latar belakang jurusan pendidikannya, sebagian besar guru SD (68%) berasal dari jurusan pendidikan guru sekolah dasar (PGSD), 28% lainnya berasal dari jurusan pendidikan lainnya, dan 4% berasal dari jurusan non-pendidikan. Sementara itu, sebagian besar (67%) guru MI berasal dari jurusan pendidikan selain PGSD dan hanya sekitar 17% guru yang berasal dari PGSD.

(19)

Tabel 1.8 Tingkat pendidikan guru

Pendidikan terakhir yang ditamatkan Semua sekolah Sekolah Dasar

(SD) Madrasah

(MI)

n % n % n %

Sekolah Pendidikan Guru (SPG) atau sejenis 1 1% 1 1% 0 0%

D1/D2/D3 3 2% 3 3% 0 0%

Sarjana (S1) 114 95% 97 95% 17 94%

Pascasarjana (S2) 2 2% 1 1% 1 6%

Jurusan pendidikan terakhir yang ditamatkan

Semua sekolah Sekolah Dasar

(SD) Madrasah

(MI)

n % n % n %

PGSD 70 58% 67 66% 3 17%

Jurusan pendidikan lainnya 41 34% 29 28% 12 67%

Jurusan lain non-pendidikan 6 5% 4 4% 2 11%

Belum memiliki gelar S1/Diploma 4 3% 2 2% 1 6%

Sumber: Survei guru (2019)

Profil Responden Siswa

Terdapat 1.034 siswa (51% laki-laki; 49% perempuan) yang mengikuti asesmen hasil belajar pada survei awal dan survei akhir, dengan rincian 811 orang siswa SD dan 223 orang siswa MI. Pada survei awal, asesmen siswa dilakukan di setiap sekolah terhadap 60 siswa (10 siswa perwakilan dari masing-masing kelas 1 – 6 yang dipilih secara acak). Pada survei akhir, siswa tersebut telah naik kelas satu tingkat. Dengan demikian, survei akhir hanya melakukan asesmen pada siswa panel yang pada pelaksanaan survei berada di kelas 2 hingga kelas 6.Rincian jumlah siswa yang mengikuti asesmen di setiap sekolah dapat dilihat pada Tabel 1.1. Teknis pelaksanaan asesmen berbeda antara survei awal dan survei akhir. Pada survei awal, asesmen dilakukan di sekolah dengan pengawasan oleh petugas. Sementara itu, pembelajaran jarak jauh mengharuskan asesmen siswa pada survei akhir dilakukan secara mandiri di rumah siswa masing-masing. Penjelasan lebih lanjut mengenai asesmen siswa terdapat pada Bab 6.

Tabel 1.9 Jumlah responden siswa

Kelas (survei akhir) Semua sekolah Sekolah Dasar (SD) Madrasah (MI)

L P L+P L P L+P L P L+P

Kelas 2 113 99 212 90 77 167 23 22 45

Kelas 3 111 99 210 83 83 166 28 16 44

Kelas 4 103 100 203 82 75 157 21 25 46

Kelas 5 96 112 208 76 89 165 20 23 43

Kelas 6 100 101 201 76 80 156 24 21 45

Total (n) 523 511 1034 407 404 811 116 107 223

Total (%) 51% 49% 100% 50% 50% 100% 52% 48% 100%

Keterangan: L (Laki-laki); P (Perempuan). Sumber: Asesmen siswa (2019 & 2021)

(20)

1.2.2 Pendekatan Kualitatif

Pendekatan kualitatif dalam studi ini digunakan untuk menganalisis lebih jauh temuan-temuan dari hasil survei kuantitatif. Pendekatan yang digunakan adalah deduktif-eksplanatori dengan metode analisis tematik. Pertanyaan untuk wawancara kualitatif dikembangkan berdasarkan temuan- temuan dari survei kuantitatif. Temuan survei kuantitatif tersebut meliputi:

1. Terjadi peningkatan pada persentase kepala sekolah yang memiliki motivasi internal /dari dalam diri. Kenaikan ini terjadi baik di kelompok Sekolah Dasar (SD) maupun Madrasah (MI).

2. Skor pola pikir berkembang guru mengalami kenaikan. Namun, kepala sekolah mengalami penurunan (SD) / Skor pola pikir berkembang guru dan kepala sekolah mengalami peningkatan (MI).

3. Meskipun gambaran sekolah yang sukses didominasi oleh aspek yang masih terkait dengan pembelajaran siswa (misal: nilai UN tinggi), mayoritas kepala sekolah masih menganggap siswa yang berhasil adalah siswa yang berperilaku baik.

4. Kepala sekolah semakin memperhatikan aspek nonfisik dalam mendukung suasana belajar yang kondusif.

5. Secara umum, bagi kepala sekolah yang melakukan supervisi RPP, jumlah supervisi yang dilakukan (di periode Juli - Desember 2020) cenderung meningkat dibandingkan semester lalu (Januari - Juli 2020).

6. Bila dibandingkan dengan survei awal, terjadi penurunan frekuensi observasi KBM yang dilakukan oleh kepala sekolah.

7. Kepuasan kepala sekolah terhadap pengetahuan guru terkait materi ajar cenderung menurun (SD) / meningkat (MI).

8. Kepala sekolah semakin sering melakukan kegiatan untuk pengembangan kompetensi guru.

9. Penyusunan program sekolah didasarkan pada data dan hasil refleksi terhadap kondisi sekolah, serta melibatkan perangkat sekolah.

10. Sejauh mana program INSPIRASI berpengaruh terhadap peran kepala sekolah sehari-hari.

Pengumpulan Data Kualitatif

Pengumpulan kualitatif dilaksanakan pada tanggal 19-23 April 2021. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah diskusi kelompok terfokus dengan kepala sekolah dan wawancara individual dengan guru. Adapun pertimbangan penggunaan diskusi kelompok terfokus untuk kepala sekolah adalah karena secara umum, poin yang ingin digali adalah pengalaman kepala sekolah selama mengikuti program INSPIRASI serta dampaknya dalam perubahan praktik kepemimpinan kepala sekolah. Dengan melakukan diskusi secara kelompok, peneliti dapat melihat bagaimana masing- masing partisipan saling membagikan sudut pandang dan pemahamannya serta melakukan perbandingan antar responden. Selain itu, data yang digali berupa informasi retrospektif. Sehingga, pengumpulan data secara kelompok dapat membantu partisipan untuk saling mengingat dan menimpali informasi yang sedang dibicarakan.

Sementara itu, wawancara individu dipilih untuk menggali informasi dari partisipan guru. Hal ini karena tujuan umum dari wawancara guru adalah untuk memahami bagaimana guru mempersepsi perubahan kepemimpinan kepala sekolahnya masing-masing. Oleh karena itu, agar partisipan guru dapat lebih leluasa dan tidak sungkan untuk menyampaikan penilaian atau pendapat evaluatifnya terhadap kepala sekolahnya, pendekatan wawancara individual dianggap tepat untuk tahap pengumpulan data ini.

(21)

Penentuan responden dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria inklusi kepala sekolah dan guru peserta program rintisan INSPIRASI. Proses pemilihan sampel dilakukan dengan memastikan adanya representasi masing-masing kecamatan dan kesediaan calon partisipan Terdapat 17 orang responden yang diwawancarai pada studi kualitatif. Profil responden tersebut ditampilkan pada Tabel 1.10 di bawah ini.

Tabel 1.10 Profil responden studi kualitatif

No ID responden Jabatan Kecamatan Kategori Sekolah Jenis

kelamin

1 FGD 01_01 Kepala Sekolah Klari Sekolah Dasar Perempuan

2 FGD 01_02 Kepala Sekolah Klari Sekolah Dasar Perempuan

3 FGD 01_03 Kepala Sekolah Klari Sekolah Dasar Perempuan

4 FGD 02_01 Kepala Sekolah Lemahabang Sekolah Dasar Perempuan 5 FGD 02_02 Kepala Sekolah Lemahabang Sekolah Dasar Laki-laki 6 FGD 02_03 Kepala Sekolah Lemahabang Sekolah Dasar Laki-laki 7 FGD 02_04 Kepala Sekolah Lemahabang Sekolah Dasar Laki-laki 8 FGD 02_05 Kepala Sekolah Lemahabang Sekolah Dasar Laki-laki 9 FGD 02_06 Kepala Sekolah Lemahabang Sekolah Dasar Laki-laki

10 FDG 03_01 Kepala Sekolah Klari Madrasah Laki-laki

11 FDG 03_02 Kepala Sekolah Majalaya Madrasah Laki-laki

12 FDG 03_03 Kepala Sekolah Klari Madrasah Perempuan

13 WG 01 Guru Lemahabang Sekolah Dasar Laki-laki

14 WG 02 Guru Klari Sekolah Dasar Perempuan

15 WG 03 Guru Klari Madrasah Laki-laki

16 WG 04 Guru Majalaya Madrasah Perempuan

17 WG 05 Guru Lemahabang Sekolah Dasar Laki-laki

Metode Analisis Kualitatif

Informasi kualitatif dianalisis dengan menggabungkan tiga metode meliputi triangulasi, iterasi, dan analisis tema. Analisis tahap pertama adalah proses triangulasi di mana peneliti melakukan penggalian data dari beberapa sumber. Selain berpijak pada hasil survei kuantitatif, peneliti juga melakukan wawancara kelompok dan individual lintas pemangku kepentingan, meliputi partisipan kepala sekolah dan guru. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dari kedua kelompok partisipan penelitian terkait pengalaman praktik kepemimpinan yang dilakukan kepala sekolah dan supervisi akademik yang dirasakan oleh guru.

Kemudian peneliti melakukan proses iterasi terhadap data yang diperoleh dari wawancara kepala sekolah dan guru dengan cara melakukan analisis secara reflektif dan berulang. Proses ini dilakukan untuk mengidentifikasi informasi terkait persamaan dan perbedaan pandangan, inkonsistensi informasi, ataupun persepsi kolektif pada kedua kelompok partisipan. Dari proses iterasi ini, kemudian peneliti melakukan analisis tema-tema yang dapat menjelaskan hasil temuan survei kuantitatif.

(22)

II. PROGRAM RINTISAN INSPIRASI:

PELATIHAN PENGEMBANGAN PROFESI KEPALA SEKOLAH

2.1 Gambaran Umum Program

Pada pertengahan 2019, INSPIRASI mulai melaksanakan program rintisan berupa kegiatan pengembangan profesi dalam jabatan yang melibatkan 25 kepala sekolah yang menjadi mitra di Kabupaten Karawang. Program ini dilakukan secara berkesinambungan selama 1,5 tahun yang terdiri dari 12 kali siklus lokakarya dan pendampingan. Setiap lokakarya dilanjutkan dengan pendampingan oleh fasilitator yang dilakukan secara individu kepada peserta. Pada saat lokakarya, kepala sekolah diundang ke dalam sebuah forum bersama untuk belajar mengembangkan pengetahuan terkait kepemimpinan pembelajaran. Sementara itu, pendampingan di sekolah ditujukan untuk mendampingi kepala sekolah dalam menerapkan pengetahuan dari lokakarya di sekolah tempat mereka bertugas. Kegiatan lokakarya dan pendampingan pada awalnya dilakukan secara tatap muka langsung. Namun demikian, karena adanya pembatasan sosial akibat pandemi COVID-19, kegiatan tersebut dilakukan secara daring.

Tujuan utama program ini adalah untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran siswa melalui peningkatan praktik kepemimpinan sekolah yang berfokus pada peningkatan sikap, pengetahuan dan keterampilan, serta praktik mengajar guru. Oleh karena itu, INSPIRASI mendasarkan program pelatihan pada tujuh praktik kepemimpinan yang telah terbukti berdampak besar terhadap pembelajaran siswa:

● Menyesuaikan perilaku kepemimpinan dengan kebutuhan situasi saat ini;

● Memiliki pengetahuan tentang pembelajaran siswa, kurikulum sekolah, instruksi pembelajaran, dan praktik penilaian;

● Merencanakan, mengoordinasikan, dan mengevaluasi pengajaran dan kurikulum;

● Menetapkan tujuan dan ekspektasi, kemudian sadar akan tujuan-tujuan di sekolah yang perlu diperhatikan;

● Menyiapkan sumber daya secara strategis (menyelaraskan pemilihan dan alokasi sumber daya dengan tujuan-tujuan pengajaran prioritas);

● Menggalakkan dan berpartisipasi dalam pembelajaran dan pengembangan guru;

● Memantau dan mengevaluasi program-program sekolah dan dampaknya terhadap hasil belajar.

Rangkaian program pengembangan profesi ini dibagi menjadi empat tahapan utama (Tabel 2.1).

Pada awal program kepala sekolah didorong untuk menggali dan menumbuhkan pola pikir berkembang dengan harapan pola pikir yang berkembang dapat mendukung perubahan- perubahan praktik kepemimpinan pembelajaran ke arah yang lebih baik. Tahap pertama berfokus pada kemampuan pemecahan masalah, hal ini mencakup identifikasi dan analisis masalah terkait pembelajaran yang dihadapi di sekolah. Setelah mampu menganalisis masalah, kepala sekolah didorong untuk merencanakan program terkait pengembangan guru untuk mengatasi masalah- masalah yang telah diidentifikasi. Tahap pertama diakhiri dengan penekanan kemampuan evaluasi dan refleksi atas pelaksanaan program sekolah. Hal ini berguna untuk mengukur keberhasilan program dan mengidentifikasi area perbaikan yang dapat dilakukan berikutnya.

Tahap kedua berfokus pada supervisi pembelajaran. Pada intinya, sesi ini mencoba membangun pemahaman pentingnya peran kepala sekolah sebagai supervisor akademik untuk mengawasi

(23)

kualitas pembelajaran di sekolah. Untuk menjalankan fungsi tersebut, kepala sekolah didorong untuk memiliki kemampuan supervisi yang efektif. Hal ini mencakup kemampuan untuk melakukan supervisi RPP, kemampuan supervisi kelas, serta supervisi penilaian pembelajaran. Topik yang dibahas mencakup kriteria supervisi yang efektif, aspek-aspek yang dinilai dalam supervisi, serta cara memberikan umpan balik yang efektif atas hasil supervisi.

Tabel 2.1 Tahap pelaksanaan program Tahap 1:

Pemecahan masalah (problem solving)

Tahap 2:

Supervisi pembelajaran Tahap 3:

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)

Tahap 4:

Perencanaan program sekolah

● Pola pikir berkembang (growth mindset)

● Identifikasi & analisis masalah pembelajaran di sekolah

● Perencanaan program pengembangan guru berdasarkan masalah

● Evaluasi & refleksi pelaksanaan program

● Memeriksa RPP yang efektif

● Melakukan observasi pembelajaran yang efektif

● Memeriksa penilaian pembelajaran yang efektif

● Pemetaan kesiapan guru, siswa & orang tua untuk PJJ

● Strategi pelaksanaan PJJ secara

daring/luring

● Pemetaan kesejahteraan hidup (well-being) guru, siswa &

orang tua

● Melakukan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) yang sesuai keadaan sekolah

● Melakukan perencanaan program sekolah yang sesuai dengan kebutuhan sekolah

Sumber: Data monitoring (2019-2020)

Tahap ketiga merupakan fase tambahan yang difokuskan pada topik Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Hal ini penting untuk mempersiapkan kepala sekolah dalam melakukan PJJ. Pada fase ini, kepala sekolah didorong untuk memetakan kesiapan guru, siswa dan orang tua dalam melakukan PJJ.

Setelah itu, program membahas strategi pelaksanaan PJJ yang sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing. Fase ini diakhiri dengan diskusi terkait kesejahteraan hidup (well-being) dari guru, siswa, maupun orang tua.

Tahap terakhir mencakup perencanaan dan evaluasi program sekolah. Sekolah didorong untuk menyusun program sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah serta disusun untuk mencapai target sekolah. Selain itu, kepala sekolah juga dibekali dengan kemampuan melakukan evaluasi dan refleksi terhadap pelaksanaan program-program sekolah sehingga kualitas program yang disusun pada tahun berikutnya dapat diperbaiki.

2.2 Tingkat Kehadiran Peserta dan Hambatan

Partisipasi kepala sekolah dan perwakilan satu orang guru dari tiap sekolah tergolong tinggi, hal ini terlihat dari tingginya angka kehadiran pada setiap tahap kegiatan, baik dalam lokakarya dan pendampingan (Tabel 2.2). Secara umum tingkat kehadiran tertinggi terdapat di tahap 1 dan tingkat kehadiran saat pendampingan cenderung lebih tinggi dibandingkan lokakarya. Pada tahap 2 hingga tahap 4, hampir seperlima dari peserta tidak mengikuti lokakarya, hal ini kemungkinan dapat mempengaruhi pemahaman peserta terhadap topik-topik yang didiskusikan. Namun demikian, partisipasi pendampingan yang cenderung lebih tinggi diharapkan dapat membantu pemahaman materi bagi peserta yang tidak hadir saat lokakarya.

(24)

Tabel 2.2 Tingkat kehadiran peserta

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4

Tingkat kehadiran lokakarya 95% 81% 83% 82%

Tingkat kehadiran pendampingan 100% 96% 91% 96%

Sumber: Data monitoring (2019-2020)

Selain ketidakhadiran, terdapat hambatan lain yang bersifat teknis selama berlangsungnya program. Pertama, kepala sekolah SDN Polujaya 1 pindah tugas sebagai kepala sekolah di SDN Lemahabang 2. Hal ini mengakibatkan informasi dari guru dan siswa SDN Pulojaya 1 tidak dapat dibandingkan dengan data guru dan siswa dari SDN Lemahabang 2. Sementara itu, terdapat satu orang kepala sekolah yang sakit sejak tahap 1, sehingga kepesertaan digantikan oleh salah satu guru dari sekolah tersebut. Namun demikian, kepala sekolah yang dimaksud dapat mengikuti survei akhir sehingga informasinya dapat dibandingkan dengan survei awal. Terakhir, terdapat seorang kepala sekolah yang meninggal dunia saat program memasuki tahap 4, sehingga kepesertaannya digantikan oleh salah satu orang guru dari sekolah tersebut.

(25)

III. PEMBELAJARAN JARAK JAUH

Pandemi COVID-19 yang mengharuskan sekolah melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sejak bulan Maret 2020 telah berdampak pada menurunnya kualitas pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya interaksi antara guru dan siswa dan pola pengajaran yang pasif dan tidak interaktif. Selain itu, PJJ berdampak buruk karena tidak semua siswa dan guru dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Bab ini membahas gambaran PJJ yang dilakukan di sekolah mitra.

Setelah itu, bagian ke-dua dari bab ini mendiskusikan dampak dari PJJ terhadap pengukuran hasil program pelatihan.

3.1 Perubahan Proses Pembelajaran Selama Pandemi

Perubahan proses pembelajaran dari metode tatap muka menjadi metode jarak jauh yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19 secara umum telah menyebabkan penurunan kualitas KBM.

Hal ini terlihat pada menurunnya waktu interaksi antara guru dan siswa yang hanya rata-rata 1 jam per hari. Selain itu, penurunan kualitas KBM juga terlihat dari cara penyampaian materi. Sebagian besar guru hanya menyampaikan materi secara satu arah misal melalui pemberian tugas atau bacaan tanpa adanya proses pembelajaran yang interaktif. Proses pembelajaran daring juga memiliki tantangan karena terdapat guru dan siswa yang kurang aktif atau tidak aktif sama sekali dalam mengikuti PJJ. Masalah ketidakaktifan ini cenderung lebih terjadi di sekolah dasar dibandingkan sekolah Madrasah. Bagian ini akan membahas secara singkat gambaran proses PJJ yang dilakukan oleh sekolah mitra selama pandemi COVID-19.

3.1.1 Transisi Moda Pembelajaran

Sejak pertengahan Maret 2020, beberapa daerah di Indonesia termasuk Kabupaten Karawang telah membuat kebijakan untuk meniadakan kegiatan pembelajaran tatap muka di sekolah. Akibat dari kebijakan ini, sekolah harus melakukan perubahan moda pembelajaran dari kegiatan klasikal di dalam kelas menjadi PJJ berbasis media daring atau melakukan pembelajaran dalam kelompok- kelompok belajar kecil. Dari 24 kepala sekolah mitra yang diwawancarai, 19 orang (79%) di antaranya mengaku bahwa sekolahnya telah melakukan PJJ sejak Maret 2020.

Terkait dengan perubahan moda pembelajaran ini, hampir seluruh sekolah mitra melakukan upaya tertentu untuk melancarkan proses transisi dari pembelajaran tatap muka menjadi PJJ dan hanya 1 sekolah yang tidak melakukan upaya tertentu sama sekali (Tabel 3.1). Mayoritas upaya yang dilakukan sekolah adalah pelaksanaan diskusi atau rapat untuk membahas pelaksanaan PJJ, diikuti dengan pemetaan kesiapan untuk PJJ. Salah satu hal penting dalam kesuksesan pelaksanaan PJJ adalah keterlibatan aktif serta kemampuan orang tua siswa dalam mendampingi anaknya belajar.

Namun demikian, hanya 11% SD mitra yang telah melakukan sosialisasi dan pelatihan PJJ untuk orang tua, sementara pada mitra MI sebanyak 40% telah melakukannya.

(26)

Tabel 3.1 Upaya transisi moda pembelajaran

Upaya yang dilakukan sekolah untuk melakukan transisi dari metode belajar tatap muka menjadi metode belajar jarak jauh

Semua

sekolah Sekolah Dasar (SD)

Madrasah (MI)

n % n % n %

Identifikasi kebutuhan 9 38% 8 42% 1 20%

Pemetaan kesiapan untuk PJJ 11 46% 8 42% 3 60%

Pengadaan barang untuk mendukung PJJ 5 21% 3 16% 2 40%

Pelaksanaan kegiatan diskusi/rapat untuk PJJ 16 67% 12 63% 4 80%

Sosialisasi dan pelatihan PJJ untuk orang tua siswa 4 17% 2 11% 2 40%

Membentuk kelompok belajar siswa 2 8% 2 11% 0 0%

Lainnya 3 13% 2 11% 1 20%

Tidak ada 1 4% 1 5% 0 0%

Sumber: Survei Kepala Sekolah (2021)

3.1.2 Proses Pembelajaran Selama PJJ

Moda yang paling sering digunakan oleh mayoritas guru untuk melaksanakan PJJ adalah menggunakan media daring baik itu melalui aplikasi pesan instan (Whatsapp), platform kelas online (misalnya Google Classroom), maupun platform pertemuan virtual (misalnya Zoom dan Google Meet) (Tabel 3.2). Sementara itu, sebagian guru yang lain juga memadukan pembelajaran melalui media daring dengan pembelajaran luring seperti kunjungan ke rumah siswa maupun pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil siswa. Meskipun memerlukan biaya serta usaha lebih, pembelajaran luring dapat menjangkau siswa yang kurang memiliki akses terhadap teknologi digital maupun siswa yang memiliki kendala untuk belajar sendiri.

Tabel 3.2 Metode pelaksanaan PJJ

Metode pelaksanaan PJJ

Semua

sekolah Sekolah Dasar (SD)

Madrasah (MI)

n % n % n %

Sepenuhnya melalui media daring/online (misalnya menggunakan Whatsapp, Zoom, Google Classroom, dsb).

80 55% 64 55% 16 55%

Sepenuhnya melalui media luring/offline (misalnya melalui pembagian lembar kerja langsung ke rumah siswa, belajar bersama guru di kelompok belajar kecil, dsb)

9 6% 9 8% 0 0%

Kombinasi antara media daring serta luring 56 39% 43 37% 13 45%

Sumber: Survei guru (2021)

Dengan tidak dapat dilaksanakannya pembelajaran secara klasikal di dalam kelas, durasi pelaksanaan kegiatan interaksi guru dengan siswa mengalami penurunan yang signifikan.

Berdasarkan data dari survei guru, rata-rata jam kegiatan belajar siswa bersama guru dalam satu pekan hanya 6,1 jam atau sedikit lebih dari 1 jam per hari (Tabel 3.3). Khusus pada sekolah mitra MI, rata-rata jam belajar siswa bersama guru bahkan lebih singkat yakni 5,1 jam tiap pekan.

(27)

Tabel 3.3 Jam kegiatan belajar siswa dalam satu minggu (1 jam = 60 menit)

n Rata-rata Standar

Deviasi Minimum Maksimum

Semua sekolah 145 6,1 5,8 0,0 24,5

Sekolah Dasar (SD) 116 6,3 5,7 0,0 24,0

Madrasah (MI) 29 5,1 6,0 0,8 24,5

Sumber: Survei guru (2021)

Singkatnya durasi belajar siswa bersama guru ini berkaitan dengan metode penyampaian materi yang dipilih oleh guru. Mayoritas guru hanya memberikan tugas kepada siswa tanpa menjelaskannya lalu meminta siswa mengumpulkannya kembali atau memberikan pemaparan materi secara satu arah melalui video/rekaman suara lalu memberikan tugas berdasarkan materi tersebut (Tabel 3.4). Hanya kurang dari sepertiga guru SD yang melakukan pembelajaran secara interaktif melalui kelas daring padahal kegiatan interaktif dan pelibatan siswa sangat penting dalam proses pembelajaran. Sementara itu, persentase pada guru Madrasah yang melakukan pembelajaran interaktif cukup tinggi, yakni sebesar 62%.

Meskipun guru menggunakan kelas daring interaktif, durasi belajar siswa bersama guru memang sangat sulit untuk dibuat sama seperti durasi belajar normal (pra pandemi). Hal ini karena adanya kendala-kendala fasilitas (misalnya kuota internet, kemampuan gawai) maupun kondisi lingkungan (rumah) yang menyulitkan pelaksanaan proses pembelajaran yang berkesinambungan dan tanpa gangguan. Penggunaan model pembelajaran dalam kelompok kecil juga menuntut guru untuk membagi waktu mengajarnya sehingga waktu belajar tiap kelompok menjadi terbatas.

Tabel 3.4 Metode penyampaian materi selama PJJ

Cara guru menyampaikan materi kepada siswa selama PJJ

Semua

sekolah Sekolah Dasar (SD)

Madrasah (MI)

n % n % n %

Memberikan penjelasan di awal dengan

video/rekaman suara, kemudian memberikan tugas 137 94% 109 94% 28 97%

Melalui kelas online yang memiliki interaksi secara

langsung. 55 38% 37 32% 18 62%

Menjelaskan materi secara tatap muka di kelompok

belajar/rumah siswa 18 12% 18 16% 0 0%

Lainnya 11 8% 9 8% 2 7%

Sumber: Survei guru (2021)

Selain durasi belajar bersama guru yang singkat, kualitas kegiatan PJJ yang dilakukan juga kurang optimal. Menurut pengakuan guru, mayoritas kegiatan siswa pada saat guru terakhir kali mengajar kelas secara daring adalah sebatas pada kegiatan-kegiatan pasif seperti menghafal, mendengarkan ceramah, menyalin, membaca, atau menjawab soal (Tabel 3.5). Hanya sekitar seperempat guru yang kegiatan pembelajarannya sampai pada mempraktikkan konsep yang dipelajari, dan lebih sedikit lagi persentase guru yang melakukan proses pengajaran sampai pada tingkatan mengevaluasi dan menciptakan sesuatu.

(28)

Tabel 3.5 Kegiatan Pembelajaran saat terakhir kali mengajar

Kegiatan yang dilakukan siswa pada saat guru terakhir kali mengajar kelas secara daring

Semua

sekolah Sekolah Dasar (SD)

Madrasah (MI)

n % n % n %

Menghafal, mendengarkan ceramah, menyalin,

membaca, atau menjawab soal 118 81% 95 82% 23 79%

Merangkum atau menceritakan kembali sebuah

konsep 16 11% 14 12% 2 7%

Mempraktikan konsep yang dipelajari (menggunakan

media, wawancara) 36 25% 28 24% 8 28%

Menganalisis konsep (membuat peta konsep atau diagram, menyusun pertanyaan, menghubungkan konsep yang dipelajari dengan konsep lain atau fenomena ang ada di kehidupan)

4 3% 4 3% 0 0%

Berdebat, mengomentari, menilai, berpendapat, melakukan prediksi, membuat penilaian setelah

melakukan percobaan 11 8% 10 9% 1 3%

Membuat desain/ide/ karya/ pertunjukan yang isi

dan alurnya diciptakan sendiri oleh siswa 3 2% 3 3% 0 0%

Lainnya 13 9% 12 10% 1 3%

Sumber: Survei guru (2021)

Untuk mengetahui pemahaman siswa selama PJJ, mayoritas metode asesmen formatif yang dilakukan guru adalah melalui penilaian tertulis (Tabel 3.6). Selain itu, cukup banyak pula guru yang menggunakan penilaian lisan terutama pada guru Madrasah. Senada dengan temuan pada metode dan kegiatan pembelajaran sebelumnya, bentuk-bentuk penilaian yang menuntut siswa secara aktif berbicara dan menciptakan sesuatu, seperti kegiatan presentasi, praktik, serta membuat proyek masih sangat minim digunakan oleh guru selama PJJ.

Tabel 3.6 Metode asesmen formatif selama PJJ

Cara asesmen formatif yang digunakan guru untuk memeriksa pemahaman siswa selama PJJ

Semua sekolah

Sekolah Dasar (SD)

Madrasah (MI)

n % n % n %

Observasi oleh guru 24 17% 23 20% 1 3%

Asesmen tertulis 111 77% 91 78% 20 69%

Asesmen lisan (tanya jawab, video

menghafal) 57 39% 43 37% 14 48%

Presentasi 2 1% 1 1% 1 3%

Proyek / praktik (video praktek) 13 9% 10 9% 3 10%

Lainnya 16 11% 12 10% 4 14%

Sumber: Survei guru (2021)

(29)

3.1.3 Keterlibatan Guru dan Siswa Selama PJJ

Akibat adanya kendala-kendala fasilitas maupun kondisi akibat pandemi, serta dampak dari perubahan moda pembelajaran, baik siswa maupun guru dari kelompok tertentu dapat mengalami penurunan keterlibatan dalam proses PJJ. Tabel 3.7 menunjukkan bahwa di 10 dari 24 sekolah mitra, setidaknya terdapat 1 guru yang tidak atau kurang aktif mengajar selama pandemi. Dari jawaban-jawaban yang muncul ketika survei, diketahui bahwa guru yang tidak atau kurang aktif pada umumnya adalah guru berusia lanjut yang kurang menguasai teknologi serta guru-guru mata pelajaran spesifik misalnya olahraga yang kesulitan menyesuaikan pelajaran yang diampunya dengan kondisi PJJ.

Tabel 3.7 Persentase guru yang tidak/kurang aktif selama PJJ

Jumlah guru yang tidak/kurang aktif mengajar selama pandemi

Semua sekolah

Sekolah Dasar (SD)

Madrasah (MI)

n % n % n %

Tidak ada 14 58% 10 53% 4 80%

1 orang 9 38% 8 42% 1 20%

2 orang 1 4% 1 5% 0 0%

Sumber: Survei kepala sekolah (2021)

Sementara itu, dari sisi siswa, rata-rata terdapat 14% siswa dalam satu kelas SD yang kurang aktif dan 5% siswa dalam satu kelas SD yang tidak aktif sama sekali dalam mengikuti PJJ (Tabel 3.8).

secara umum keterlibatan siswa dalam PJJ di Madrasah relatif lebih baik dibandingkan siswa SD.

Keaktifan siswa dalam PJJ ini berkaitan erat dengan akses terhadap sarana pendukung PJJ seperti kepemilikan gawai dan askes internet.

Tabel 3.8 Persentase siswa yang tidak/kurang aktif selama PJJ

Persentase siswa yang tidak atau kurang aktif

mengikuti PJJ dalam satu kelas

Semua sekolah Sekolah

Dasar (SD)

Madrasah (MI)

n Rata- rata

Standar

deviasi Minimum Maksimum Rata- rata

Rata- rata

Tidak aktif 144 4,1% 7,1% 0% 50% 4,7% 1,8%

Kurang aktif 145 12,8% 14,0% 0% 85% 13,8% 9,1%

Sumber: Survei guru (2021). Keterangan: persentase merupakan estimasi dari guru kelas masing-masing

3.1.4 Akses Terhadap Fasilitas PJJ serta Dukungan dari Sekolah

Kelancaran pelaksanaan PJJ sangat bergantung pada akses guru dan siswa terhadap fasilitas penunjangnya terutama teknologi telekomunikasi digital. Pada sekolah Madrasah, hampir seluruh guru telah memiliki akses internet pribadi (melalui WiFi pribadi maupun koneksi pada ponsel) serta smartphone (Tabel 3.9). Di sisi lain, pada sekolah mitra SD, masih terdapat sekitar 15% guru yang tidak memiliki akses internet pribadi maupun smartphone. Sementara itu, kepemilikan komputer atau laptop terlihat sangat timpang antara guru SD dan Madrasah. Pada guru Madrasah, tingkat kepemilikan hampir 90% sementara hanya separuh dari guru SD hanya yang memiliki komputer/laptop. Di sisi siswa, pola yang sama juga terlihat. Lebih dari 90% siswa dari sekolah Madrasah telah memiliki akses internet pribadi maupun smartphone (Tabel 3.10), sementara hanya 76% siswa SD yang memiliki smartphone dan 69% yang memiliki akses internet pribadi.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini didasari dari perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang salah satunya merupakan indikator tingkat kesuksesan, motivasi, kemajuan dan tolak ukur

Hasil penelitian kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan budaya belajar siswa adalah gaya kepemimpinan kepala sekolah SMA Negeri 1 Subah adalah tranformasional

Melihat latar belakang tersebut di atas, bagaimana gaya kepemimpinan dan karakter/ nilai-nilai kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola sekolah mencapai tujuan,

Keterampilan konseptual kepala sekolah diartikan sebagai kemampuan.. yang berkaitan dengan menggunakan gagasan dan menjabarkannya

Hasil penelitian menemukan pola kepemimpinan kepala sekolah perempuan dalam mengelola kultur sekolah yang kondusif yaitu: (1) aspek kultur sosial menganut pola kepemimpinan

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepemimpinan transformasional kepala sekolah antara lain berlatih menampilkan kepemim- pinan yang dapat dipercaya oleh bawahan

Secara umum tujuan penelitian adalah mendiskripsikan Bagaimana Peran Kepemim- pinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru di SMA Negeri 2

Dari hasil analisis regresi linear berganda dibuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan Perilaku Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Kepala Sekolah secara