• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. PRAKTIK MENGAJAR GURU

5.1 Pola Pikir dan Motivasi

Serupa dengan kepala sekolah, studi akhir ini juga melihat perubahan pola pikir serta motivasi guru.

Secara umum, ditemukan bahwa telah terjadi perbaikan pada pola pikir dan motivasi guru. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya jumlah guru yang memiliki pola pikir berkembang maupun jumlah guru yang memiliki motivasi internal serta motivasi otonom. Perubahan ini juga dikonfirmasi dari segi praktik guru berupa naiknya inisiatif guru untuk mengikuti pelatihan sendiri.

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa secara rata-rata, skor pola pikir berkembang guru mengalami kenaikan. Meskipun kecil, kenaikan ini terjadi secara konsisten di kelompok guru Sekolah Dasar (SD) maupun Madrasah (MI). Dilihat secara spesifik pada kelompok sekolah, kenaikan skor pada guru MI jauh lebih besar dibandingkan pada guru SD.Jika dilihat dari kategorisasi pola pikir, hasil yang muncul selaras dengan temuan di level kepala sekolah (Tabel 5.2).Pada kelompok MI terjadi pergeseran dari kelompok pola pikir tetap menengah menjadi pola pikir berkembang menengah, sementara pada guru SD, pergeseran pola pikir hampir tidak terlihat. Kenaikan ini mengindikasikan bahwa guru (terutama guru MI) lebih meyakini bahwa mereka mampu berkembang sebagai secara personal/profesional melalui usaha.

Tabel 5.1 Skor Pola Pikir Berkembang Guru

Skor pola pikir berkembang Semua sekolah Sekolah Dasar

(SD) Madrasah

(MI) Survei

awal Survei

akhir Survei

awal Survei

akhir Survei

awal Survei akhir

Rata-rata 0,22 0,27 0,19 0,21 0,34 0,59

Standar deviasi 0,72 0,73 0,74 0,72 0,63 0,72

Minimal -1,19 -1,19 -1,19 -1,19 -0,73 -0,58

Maksimal 2,46 2,46 2,46 1,84 1,23 2,46

Keterangan: persentase dihitung dari 119 guru (semua sekolah), 102 guru (Sekolah Dasar), dan 17 guru (Madrasah).

Sumber: Survei guru (2019 & 2021)

Tabel 5.2 Kategori Pola Pikir Berkembang Guru

Kategori pola pikir berkembang

Semua sekolah Sekolah Dasar

(SD) Madrasah

Keterangan: persentase dihitung dari 119 guru (semua sekolah), 102 guru (Sekolah Dasar), dan 17 guru (Madrasah).

Sumber: Survei guru (2019 & 2021)

Berdasarkan hasil studi kualitatif, kenaikan skor rata-rata pola pikir berkembang guru terjadi karena didorong pandemi yang mengharuskan guru mencoba berbagai cara untuk tetap dapat memastikan pembelajaran efektif tanpa pertemuan tatap muka. PJJ masih menjadi isu yang cukup dominan muncul mendasari kemauan guru untuk melakukan upaya lebih agar dapat menyediakan proses pembelajaran yang efektif bagi siswanya.

“Ketika masa pandemi jelas karena tertuntut kan jadi kita mengembangkan pola pikir kita. Saya juga mau tidak mau saya jadi belajar, bahkan download pun saya belajar dulu bu. Waktu itu belum bisa. Saya belajar dulu akhirnya bisa, lalu alhamdulillah untuk google classroom saya sudah bisa karena kegiatan [pelatihan] juga, bukan hanya ngajar ya bu. Di sekolah banyak, di sela-sela waktu itu saya bisa sambil belajar juga. Ternyata banyak manfaatnya juga hikmah dari pandemi ini, [guru] menjadi berkembang, jadi lebih kreatif, jujur, Bu. Oh saya harus mem-video ini nih supaya anak paham, karena kita gak berhadapan langsung seperti itu. Jadi memikirkan terus sebenarnya bu” (WG 02)

“...setelah pandemi saya harus memaksa untuk tidak bertemu dengan peserta didik dan melaksanakan pembelajaran daring. Nah di situ saya juga harus berpikir ya bagaimana cara mengajar kepada anak-anak, setiap tujuan pembelajaran tercapai di pelaksanaan pembelajaran daring. Berbagai cara sudah saya lakukan, misal melalui WA, kemudian video, bahkan beberapa kali kesempatan melalui zoom juga. Tapi yang Namanya kita tidak bisa bertemu anak, ya kadang gak maksimal begitu”. (WG 5)

Dari aspek motivasi guru, ditemukan bahwa terjadi peningkatan persentase guru yang memiliki motivasi internal maupun motivasi otonom, meskipun peningkatannya relatif kecil. Hal ini cukup selaras dengan temuan di level kepala sekolah, meskipun di level kepala sekolah peningkatan motivasi internal terjadi dalam persentase yang jauh lebih besar dan di sisi lain tidak terjadi peningkatan motivasi otonom. Selain itu, terjadi pula penurunan persentase guru yang memiliki motivasi eksternal. Ini menunjukkan perubahan ke arah yang baik yaitu bahwa guru-guru di sekolah mitra semakin mendasarkan tindakan mereka dari stimulus dalam diri sendiri alih-alih stimulus eksternal. Namun, hal yang juga perlu menjadi perhatian adalah naiknya jumlah guru yang tidak termotivasi dalam melakukan pekerjaan mereka (amotivasi) di kelompok SD.

Tabel 5.3 Sumber Motivasi Guru

Sumber motivasi

Semua sekolah Sekolah Dasar

(SD) Madrasah

Keterangan: persentase dihitung dari 119 guru (semua sekolah), 102 guru (Sekolah Dasar), dan 17 guru (Madrasah).

Sumber: Survei guru (2019 & 2021)

Perbaikan pada aspek pola pikir berkembang maupun motivasi internal ini juga dibuktikan dari perbaikan praktik guru yaitu terjadinya peningkatan inisiatif guru untuk mengikuti pelatihan secara mandiri (Tabel 5.4). Dari seluruh guru yang menjawab bahwa mereka mengikuti pelatihan dalam setahun terakhir sejak survei, rata-rata sebanyak 1,7 pelatihan luring telah diikuti guru di survei akhir dibandingkan 1,5 pelatihan di survei awal. Jika pelatihan yang dimaksud meliputi pula pelatihan yang dilaksanakan secara daring, peningkatannya bahkan jauh lebih besar. Namun, perlu diingat bahwa pandemi COVID-19 telah menyebabkan munculnya banyak pelatihan daring yang bisa diikuti secara bebas sehingga tingginya keikutsertaan pada pelatihan daring tidak dapat ditafsirkan sepenuhnya sebagai efek dari semakin tingginya keinginan guru untuk memperbaiki kompetensinya.

Tabel 5.4 Jumlah Pelatihan yang Diikuti Guru Rata-rata jumlah

diklat/ pelatihan/

lokakarya yang dihadiri selama setahun terakhir

Semua sekolah Sekolah Dasar Madrasah

Survei

Keterangan: pertanyaan hanya ditanyakan kepada guru yang menyatakan mengikuti pelatihan selama setahun terakhir Sumber: Survei guru (2019 & 2021)

Temuan di atas terjelaskan oleh temuan kualitatif di mana guru mengakui bahwa selama pandemi, lebih banyak pelatihan daring yang dapat diikuti bahkan secara gratis. Peningkatan motivasi guru untuk mengikuti pelatihan atas inisiatif pribadi, sepertinya dipengaruhi oleh semakin mudahnya akses terhadap pelatihan daring ini. Guru harus mengeluarkan upaya yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan mengikuti pelatihan secara luring di periode sebelum pandemi. Penyampaian pelatihan daring yang memanfaatkan media visual juga disebut sebagai salah satu hal yang dianggap lebih menarik oleh guru dibandingkan penyampaian materi secara verbal saja.

“Karena lebih mudah. Kalau dulu kan harus datang misalkan ke tempat gitu. itu kan memerlukan waktu, biaya gitu. Kalau sekarang mah cukup, yak kita asal mau standby depan laptop udah bisa. Bisa mendengarkan pemateri. Apa yang dibicarakan...Lebih enak, kemudian materinya juga lebih mudah dipahami.

Berupa kayak visual gitu. Dibandingkan hanya berbicara secara langsung.

Terkadang ya suka ngantuk. Itu ada praktik-praktiknya. Kemarin terakhir itu saya ikut di Bali, kalau gak salah itu yang ngadain itu. Google education. Itu saya ikuti bagaimana penggunaan dari google drivenya seperti apa untuk proses pembelajaran, presentasi seperti apa. itulah lebih seru daripada harus berkumpul. (WG 5)

Menurut wawancara guru, kepala sekolah tidak pernah mewajibkan guru untuk mengikuti pelatihan kecuali untuk yang bersifat kedinasan. Kepala sekolah hanya berperan memberikan informasi tentang pelatihan-pelatihan yang relevan bagi guru melalui grup jaringan komunikasi dewan guru. Bagaimanapun, tidak adanya kewajiban atau pemaksaan yang diberikan oleh kepala sekolah, menjadikan keputusan sepenuhnya berada di tangan guru. Guru sendiri yang dipersilahkan memilih untuk mengikuti pelatihan tersebut atau tidak.Dalam kata lain, selain pelatihan kedinasan, sumber inisiatif untuk mengikuti pelatihan atau tidak, sepenuhnya bersumber dari kemauan guru sendiri.

“Kondisional sih, Bu. Kalau Ketika kegiatan webinarnya yg sifatnya kedinasan ya itu ya harus. Kan karena pihak swasta juga ada yang mengadakan pelatihan-pelatihan gitu. Kan yang sifatnya di swasta gitu, ya itu silahkan kalau mau ikut ya monggo, gak ya gapapa… itu instruksi kepala sekolah Ketika ada informasi kan dishare di grup sekolah. Dan kepala sekolah menginstruksikan barangkali, tapi gak terlalu menekankan. Barangkali kalau bapak ibu guru yang ada waktu kesempatan silahkan untuk mengikuti kegiatan utk menambah kompetensi guru masing-masing. Seperti itu. (WG 1)

Meskipun perkembangan skor pola pikir berkembang dan motivasi internal guru selaras dengan perkembangan yang terjadi dengan kepala sekolah, namun kedua hal tersebut tidak berkorelasi.

Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.1, kepala sekolah yang memiliki pola pikir semakin berkembang tidak dapat diasosiasikan dengan peningkatan pola pikir berkembang di tingkat guru.

Hal yang sama juga terlihat pada pada perkembangan skor motivasi internal, bahwa kepala sekolah yang semakin memiliki motivasi internal tidak dapat dikaitkan dengan motivasi internal guru yang semakin meningkat. Hal ini menggambarkan bahwa perubahan pola pikir berkembang dan motivasi internal yang dialami kepala sekolah dan guru merupakan proses yang terjadi secara terpisah dan tidak berkaitan.

Gambar 5.1 Korelasi Pola Pikir Berkembang dan Motivasi Internal antara Kepala Sekolah dan Guru

Sumber: Survei kepala sekolah dan guru (2019 & 2021)