• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.4 Kerangka Pemikiran

Pada dasarnya kerangka pemikiran dibangun sebagai gambaran pola pikir

peneliti, mapping atau susunan arah penelitian. Pada penelitian ini, ketertarikan

terhadap kecenderungan aktor politik beretnis Tolaki selalu hadir dalam konfigurasi pasangan calon kepala daerah, kemenangan kubu yang dilekatkan dengan identitas Tolaki namun disatu etnis Tolaki tidak mendominasi peta politik Sultra, menjadi dasar kajian untuk melihat bagaimana fenomena PILKADA gubernur Sulawesi Tenggara digelar.

Kajian ini meliputi perilaku7 politik aktor politik beretnis Tolaki

khususnya dalam proses pilkada, berbagai hal yang mempengaruhi perilaku politik yang dalam penelitian ini difokuskan pada nilai etnisitas khususnya nilai akan pentingnya kepemimpinan serta sejarah peranan dan kedudukan etnis Tolaki dalam peta politik Sultra. Selain hal itu, berbagai aspek yang menjadi kekuatan politik sebagai madia pencerminan dari perilaku politik yang dilakukan etnis Tolaki untuk mencapai berbagai kedudukan strategis dalam peta politik Sultra lebih jauh akan dikaji alam penelitian ini.

Untuk dapat menjabarkan hal tersebut, teori perilaku politik dari Sitepu (2005) merupakan pilihan teori yang digunakan untuk menganalisis bagaimana fenomena perilaku politik etnis Tolaki tersebut berlangsung. Pemilihan teori ini dilandaskan atas pemikiran bahwa perilaku-perilaku politik dari para aktor politik       

7

Batasan konsep perilaku secara umum dalam kajian ini mengacu pada konsep perilaku yang dikemukakan oleh Theodorson dan Theodorson, A.G (1979) dimana perilaku tidak hanya terbatas pada reaksi fisik dan gerakan tetapi juga mencakup pernyataan dan perkataan atau secara umum dapat mencakup segala sesuatu baik perkataan, pemikiran, perasaan dan perbuatan seseorang.

mencerminkan dinamika kehidupan politik masyarakat. Begitupula dengan perilaku politik calon kepala daerah beretnis Tolaki merupakan representasi serta pencerminan dari perilaku politik elit politik beretnis Tolaki.

Merujuk pada Nazaruddin Syamsuddin dalam Sitepu (2005) individual sebagai kekuatan politik merujuk pada aktor-aktor politik atau orang-orang yang memainkan peranan dalam kehidupan politik. Orang-orang ini terdiri dari pribadi- pribadi yang hendak mempengaruhi peroses pengambilan keputusan politik. Dalam kasus pemilihan kepala daerah, aktor politik dapat berwujud masyarakat umum sebagai pemilih dan elit politik. Elit politik merupakan fokus kajian sekaligus sebagai subyek penelitian kali ini. Pemilihan elit politik sebagai pelaku politik yang akan dikaji didasarkan atas keyakinan bahwa pelaku politik yaitu elit politik mampu memberikan berbagai warna pada proses politik yang terjadi pada pemilihan gubernur Sulawesi Tenggara. Weber dalam Eva dan Etzioni (1973) juga mengemukakan bahwa elit politik beserta pengikutnya merupakan bagian terpenting untuk membawa perubahan dalam masyarakat, dan perubahan tersebut tentunya akan kembali ke masyarakat.

Perilaku politik yang dilakukan oleh para aktor politik tidak dapat terlepas dari nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya. Seperti yang dikemukakan oleh Althof dan Rush (1983) bahwa tidak ada seorang pun yang bertingkah laku terisolasi secara mutlak dari nilai-nilai. Lebih lanjut dikemukakan oleh keduanya bahwa nilai-nilai dapat dianggap penting selama ia dalam bentuk ideology; karena perkembangan nilai-nilai yang berkaitan dalam pola yang konsisten merupakan kekuatan bagi pembentukan tingkah-laku sosial, dan lebih khusus lagi bagi pembentukan sikap politik. Sztompka (1993) menyatakan perubahan dalam masyarakat dapat dilihat dari faktor tak teraba seperti keyakinan, nilai, motivasi dan sebagainya. Hal ini juga didukung oleh pendapat Weber bahwa nilai kultural, norma dan motivasi psikologis menjadi akar tindakan dan perilaku sosial seseorang. Berdasarkan konsep tersebut, maka perilaku politik aktor beretnis Tolaki didasarkan atas berbagai nilai yang dianut dalam etnisnya. Nilai kepemimpinan menjadi nilai penting dalam perilaku politik aktor beretnis Tolaki.

Selain berbagai nilai kepemimpinan yang dimiliki oleh etnis Tolaki, perilaku politik aktor beretnis Tolaki juga dipengaruhi oleh sejarah peranan dan kedudukan etnis Tolaki dalam peta politik Sultra khususnya pada masa sebelum pilkada Gubernur 2007. Nilai kepemimpinan yang dimiliki etnis Tolaki serta sejarah peta politik Sultra, membentuk sikap terhadap apa yang diharapkan, dalam hal ini harapan akan perubahan peran dan kedudukan elit politik beretnis Tolaki dalam peta politik Sultra.

Baron dan Byrne (2003) menyatakan bahwa ketika individu memiliki sikap yang kuat terhadap isu-isu tertentu, mereka seringkali bertingkah laku konsisten dengan pandangan tersebut. Pentingnya peran serta kedudukan strategis dalam peta politik Sultra yang diyakini berdampak pada keterwakilan etnis Tolaki dalam segi sosial, politik, ekonomi Sultra serta peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat etnis Tolaki menjadikan pentingnya aksi-aksi dan perilaku politik untuk mewujudkan hal tersebut.

Momentum pemilihan kepala daerah secara langsung yang digelar di Sulawesi Tenggara tahun 2007 adalah sebuah momentum tepat untuk menjalankan serangkaian perilaku politik untuk mewujudkan tujuan politik yang dilatarbelakangi oleh faktor nilai kepemimpinan dan sejarah peta politik Sultra tersebut. Perubahan sistem pemilihan Gubernur dari dewan legislatif menjadi pilihan berdasarkan suara masyarakat semakin meningkatkan keinginan untuk mewujudkan tujuan politik; mendapat peran strategis dalam peta politik Sultra. Hal ini dikarenakan memberikan signifikansi terhadap siapa figur yang pantas menjadi pemimpin masyarakat Sultra dalam dikotomis wilayah daratan versus kepulauan.

Merujuk pada konsep aspek potensial dalam pilkada oleh Bachtiar Effendi dalam Sitepu (2005), maka untuk mewujudkan tujuan politiknya, aktor beretnis Tolaki mengoptimalisasikan sejumlah aspek potensial baik aspek formal maupun non-formal sebagai sumber kekuatan politik dalam proses pemilihan Gubernur. Aspek formal mengambil bentuk pada partai politik sebagai lembaga yang menentukan siapa elit politik yang berhak maju pada ajang politik pilkada. Sedangkan aspek non-formal mengambil bentuk pada kelompok-kelompok masyarakat, media massa, kekuatan figur politik.

Kemampuan optimalisasi sejumlah kekuatan politik ini juga merupakan bentuk partisipasi politik elit beretnis Tolaki secara pribadi atau individu serta kemampuannya mengorganisir berbagai kekuatan politik untuk mencapai tujuan politiknya. Optimalisasi kekuatan politik juga mempertimbangkan aspek masyarakat Sultra sebagai pemilih dilihat dari sisi rasional dan emosional pemilih serta sisi keberagaman masyarakat Sultra yang tersebar pada wilayah daratan dan kepulauan. Berikut skema kerangka berfikir perilaku politik aktor beretnis Tolaki dalam pemilihan Gubernur Sultra 2007.

Gambar 1. Kerangka Fikir Perilaku Politik Etnis Tolaki Dalam Pemilihan Gubernur Sultra Tahun 2007

Perilaku politik aktor politik beretnis Tolaki

Nilai Etnis Tolaki

Peran & Kedudukan Etnis Tolaki dalam

peta politik Sultra

1. Penggunaan Media Massa dan Pranata Sosial 

2. Optimalisasi Figur  3. Optimalisasi Partai Politik 

Peranan Etnis Tolaki dalam peta politik