• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN SISTEM POLITIK SULAWESI TENGGARA MASA PEMILIHAN GUBERNUR TAHUN

VI. PERILAKU POLITIK ELIT BERETNIS TOLAKI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR SULTRA

6.2 Optimalisasi Beragam Aspek Strategis Pilkada

6.2.1 Pemanfaatan Kelompok Masyarakat

Dalam pola pemilihan umum dimana suara masyarakat menjadi kunci kemenangan pasangan yang maju dalam proses pilkada, setiap aktor politik menyadari pentingnya manarik minat masyarakat agar ikut memilih pasangan tertentu. Meskipun peran dari tim sukses juga menjadi sangat penting dimana kerja tim harus selalu memikirkan strategi yang dibangun dan digunakan untuk menarik massa, namun pada akhirnya suara massa (rakyat) juga lah yang mampu membawa kemenangan. Kelompok masyarakat adalah salah satu ruang politik penting dalam pilkada untuk mendekatkan figur pemimpin dengan masyarakat sebagai aktor pemilih.

Pada pemilihan kepala daerah yang berlangsung pada tahun 2007 lalu, disadari para aktor politik suara rakyat memegang peranan paling kunci dalam pola pemilihan langsung oleh rakyat. Oleh karenanya menarik khalayak atau suara rakyat sebanyak-banyaknya merupakan keharusan mutlak untuk memenangkan kursi kepemimpinan. Berbagai jalan diupayakan agar khalayak mampu tertarik kepada pasangan calon yang diusung, salah satunya adalah penggunaan kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat karena diyakini kelompok masyarakat ini mampu menjadi jalan dan sekaligus media komunikasi politik berbagai kepentingan politik masa pemilihan.

Berbagai organisasi dan kelompok perhimpinan masyarakat ada di tengah- tengah masyarakat namun demikian dirasa tidak semua dari perhimpunan tersebut efektif dijadikan media sekaligus alat untuk informasi politik. Kasus dari kubu NUSA yang mengikuti bursa pemilihan kepala daerah memilih dua bentuk kelompok-kelompok masyarakat yang dianggap paling efektif menjadi media komunikasi politik dalam masyarakat. Kelompok massa tersebut dalam kelompok-kelompok pengajian yang ada hampir di seluruh daerah Sulawesi Tenggara dan kedua adalah perhimpunan pemuda Tolaki atau kelompok Tamalaki yang dianggap akan mampu menjadi media komunikasi politik bagi pemuda- pemuda beretnis Tolaki yang suaranya juga memegang peranan penting. Berikut kutipan informasi yang diberikan oleh informan KSRN:

“Dalam sistem pemilihan dimana pemimpin dipilih langsung oleh rakyat, kunci utama adalah suara dari rakyat. Untuk masuk dalam kehidupan masyarakat kami harus melawati pintu-pintu sebagai jalan pembuka, dan

kelompok-kelompok dalam masyarakat sebagai wadah penampung aspirasi maupun tempat berkumpulnya masyarakat salah satu pintu yang efektif untuk masuk ke dalam kehidupan masyarakat. Sulawesi Tenggara bukan daerah dengan satu sistem nilai yang sama, tetapi bahkan setiap wilayah bahkan kecamatan berbeda memiliki ciri nilai budaya berbeda. Oleh karenanya harus banyak metode utnuk membuka pintu masyarakat yang berbeda-beda itu. Pertama kami memilih kelompok pengajian. Mengapa kelompok pengajian?. Kelompok ini kami pilih atas dasar keberagaman nilai budaya dan berarti keberagaman pola fikir pula di masyarakat. Menurut hemat kami di setiap masyarakat baik etnis manapun pasti memiliki kelompok pengajian jika mayoritas masyarakat tersebut adalam masyarakat Muslim, dan masyarakat Sulawesi Tenggara memang mayoritas beragama Muslim. Oleh karenanya kelompok pengajian menjadi pintu yang paling mudah untuk memasuki masyarakat dari etnis manapun. Kedua, kelompok Tamalaki. Kelompok ini kami anggap sebagai wadah para pemuda etnis Tolaki yang paling memiliki ruang politik besar. Anggotanya kebanyakan adalah para mahasiswa beretnis Tolaki yang memiliki pemikiran-pemikiran progresif (Informan Bpk KSRN).

Keterangan pemilihan kelompok masyarakat sebagai pintu masuk dalam kehidupan masyarakat yang dikemukakan informan kunci di atas sejalan dengan

apa yang dikemukakan oleh Effendi dalam Sitepu (2005)21 bahwa banyak aspek

yang dapat ditransformasikan menjadi kekuatan politik baik dari aspek formal maupun aspek informal. Dalam kasus kubu NUSA aspek non-formal berupa kelompok pengajian digunakan menjadi salah satu penghimpunan kekuatan politik dalam hal ini massa pemilihan Gubernur.

Kelompok pengajian dalam pemilihan Gubernur 2007 dianggap sangat strategis karena merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak jumlahnya dan hampir ada di seluruh wilayah masyarakat manapun dan beretnis apapun. Berikut informasi yang diberikan informan KSRN:

“Sebenarnya untuk bersilaturahmi kepada kelompok masyarakat seperti kelompok-kelompok pengajian yang ada dalam masyarakat bukan hanya ketika proses pilkada berlangsung, namun jauh sebelum itu kami sudah mulai mengadakan pertemuan-pertemuan, diundang sebagai pembicara ataupun memberikan sumbangan alakadarnya dengan mengusung nama partai ataupun perorangan (pasangan calon Gubernur) Informan: KSRN.”

      

21

Penggunaan kelompok masyarakat yang lain yaitu kelompok pemuda Tolaki atau Tamalaki. Kelompok ini dianggap paling efektif untuk menggalang massa yang berasal dari kalangan pemuda. Kalangan pemuda merupakan salah satu golongan massa yang mampu memberikan sumbangan suara dalam pemilihan pemilu. Di samping itu, dalam kampanye politik para massa dari golongan pemuda paling mudah untuk ikut berpartisipasi. Oleh karenanya kelompok pemuda menjadi penting peranannya dalam proses pemilihan kepala daerah.

Saat ini tidak dapat dipungkiri suara pemuda menjadi lebih sering terdengan dalam berbagai kesempatan dan menyuarakan masalah-masalah tertentu. Golongan pemuda dianggap golongan yang paling progresif dan sensitif terhadap masalah-masalah yang kontraversial. Oleh karenanya menggalang golongan pemuda selain dapat menambah kekuatan massa, juga dianggap untuk dapat lebih dekat dari sosok progresif sekaligus menjauhkan dari kecaman- kecaman politik yang datang dari golongan pemuda itu sendiri.

Tamalaki merupakan perkumpulan pemuda dan mahasiswa beretnis Tolaki. Perkumpulan ini sengaja dibentuk oleh para mahasiswa Tolaki untuk mempersatukan mereka dilingkungan wilayah kampus karena kebanyakan dari mereka datang dari daerah luar seperti Unaaha, Wawotobi, Kolaka dan Lasolo.

Awalnya, perkumpulan ini lebih mengutamakan kegiatan olahraga seperti mengikuti pertandingan-pertandingan yang diadakan di Sulawesi Tenggara. Namun saat ini, perkumpulan ini menjadi semakin berkembang tidak saja dalam lingkup olah raga tetapi juga banyak menyoroti kinerja pemerintahan ataupun pihak Universitas melalui kegiatan demo dan orasi. Seperti misalnya ketika penelitian ini sedang berlangsung, Tamalaki sedang berorasi di gedung DPRD Sultra mengkritik kinerja DPRD. Informan Bpk. Hrm (pegawai DPRD Sultra) menyatakan bahwa orasi tersebut sudah berlangsung selama 2 hari. Dan mengganggu kinerja anggota dan pegawai DPRD Sultra.

Kelompok pemuda dan mahasiswa Tolaki ini terkadang terlibat pertentangan dengan kelompok pemuda yang lain seperti kelompok pemuda dan mahasiswa “pulau” sebutan untuk pemuda dari wilayah kepulauan, dimana kelompok mahasiswa pulau ini mempersatukan para mahasiswa yang berasal dari

wilayah kepulauan Sultra seperti Muna dan Buton. Informan Jn (mahasiswa asal Muna) menuturkan:

“sudah sering terjadi perkelahian antara anak Tamalaki dengan anak Pulau. Tidak jarang perkelahian ini memakan korban. Kadang karena masalah kecil langsung menjadi masalah besar. Mereka berani karena masing- masing punya kelompok. Perkelahiannya juga tidak main-main, mereka memakai senjata tajam seperti panah yang dibuat sendiri, linggis, samurai dan senjata tajam lainnya”.

Selain itu, informan ibu Rml (masyarakat kampus) menyetakan bahwa adu otot bahkan culik-menculik sudah sering terjadi di wilayah kampus melibatkan antara kelompok Tamalaki dengan kelompok anak Pulau.

“…sekarang kita tidak pernah tenang! Sedikit-sedikit ribut lagi, baru mereka bawa samurai, celurit, parang panjang, kita takut jadi lari masuk rumah saja. Kemarin ada lagi korban baru dibakar asramanya. Jangankan asrama orang, asrama saya juga mereka rusak padahal saya sudah tidak terima anak Tolaki karena jadi sasaran anak Pulau”.

Karena gerakan kelompok Tamalaki ini pun, maka pasangan NUSA menurut informan ibu Rml menggunakan kelompok ini sebagai alat berpolitiknya. Informan menjelaskan bahwa ketika markas Tamalaki masih berada di belakang rumahnya, ia sering melihat N.A datang dan memberi bantuan dana kepada kelompok tersebut.

“saya sering melihat N.A datang ke markas Tamalaki. Waktu itu beliau masih belum menjadi Gubernur, masih dalam proses pencalonan. Dari cerita-cerita anak kos, N.A itu sering memberi bantuan dana kepada kelompok Tamalaki”

Informan tim sukses kubu NUSA membenarkan penggunaan kelompok Tamalaki dalam proses pilkada. Bpk. Ksrn menyatakan bahwa Tamalaki digunakan untuk menghimpun para pemuda karena pemuda dianggap juga memegang suara penting dalam pemilihan.