• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. MEMBANGUN DATA DASAR MODEL KESEIMBANGAN

5.4. Klasifikasi Tenaga Kerja

Model keseimbangan umum Indonesia yang digunakan membutuhkan informasi mengenai pengeluaran tenaga kerja oleh tiap-tiap industri pada masing-masing terdiri dari dua klasifikasi tenaga kerja yang berdasarkan lokasi tenaga kerja yaitu tenaga kerja di perdesaan dan di perkotaan. Biaya upah yang dihitung pada Tabel I-O Indonesia didasarkan pada industri, tetapi tidak memisahkan yang berkaitan dengan pekerjaan. Data yang tersedia yaitu komposisi tenaga kerja menurut pekerjaannya. Pada SAM tahun 2008, biaya upah untuk masing-masing tenaga kerja berdasarkan pada 40 sektor untuk model keseimbangan umum Indonesia yang didapatkan dari SAM dengan menggunakan pengelompokkan tenaga kerja antar sektor pada SAM dan 40 sektor Tabel I-O. Pembagian proporsi tenaga kerja yang digunakan untuk mengalokasikan pembayaran upah untuk setiap industri pada tahun 2008 berdasarkan jenis pekerjaan di lokasi yang didasarkan pada tenaga kerja di perdesaan dan perkotaan. Upah kedua tenaga kerja yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Pembayaran Upah Setiap Industri Berdasarkan Jenis Pekerjaan

(Rp Miliar)

No. Sektor Perkotaan Perdesaan

1. Padi 19 565.73 2 299.82

2. Kedelai 518.84 60.99

3. Jagung 6 918.22 813.19

4. Tanaman umbi-umbian dan kacangan 3 721.76 437.47 5. Sayur-sayuran dan buah-buahan 26 878.59 3 159.40

6. Tanaman makanan lainnya 158.01 18.57

7. Tanaman perkebunan 37 162.78 4 300.74

8. Peternakan dan hasil-hasilnya 35 755.23 7 646.29

9. Kehutanan 6 596.04 2 260.23

10. Perikanan 17 566.71 8 884.56

11. Pertambangan minyak, gas dan panas bumi 6 799.54 20 533.77 12. Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya 13 972.01 42 193.76

13. Pengilangan minyak bumi 20 437.13 40 820.42

14. Industri makanan minuman tembakau 30 220.67 43 157.07 15. Industri penggilingan padi/Beras 4 013.37 6 550.92 16. Industri Tekstil, barang kulit dan alas kaki 9 543.21 26 387.54

Tabel 10. (Lanjutan)

(Rp Miliar)

No. Sektor Perkotaan Perdesaan

17. Industri Barang kayu dan hasil hutan lainnya 10 603.50 9 751.89

18. Industri pulp dan kertas 3 897.26 11 855.07

19. Industri Pupuk 3 481.10 6 953.04

20. Industri Pestisida 520.48 1 039.58

21. Industri kimia, karet dan barang dari karet 15 974.66 31 907.24

22. Industri semen 1 376.95 2 750.28

23. Industri Logam dasar besi dan baja 2 440.50 4 874.57 24. Industri barang dari logam 13 217.75 26 400.68 25. Industri Alat angkutan, mesin dan peralatannya 24 186.28 48 308.85

26. Industri barang lainnya 4 150.03 8 289.13

27. Gas 2 368.76 6 812.67

28. Listrik dan Air Bersih 5 776.32 16 612.96

29. Bangunan 75 383.35 92 472.55

30. Perdagangan 50 799.73 100 538.90

31 Hotel dan Restoran 14 712.75 38 919.39

32. Angkutan Kereta Api 550.99 1 031.71

33. Angkutan darat 15 830.15 29 641.46

34. Angkutan air 3 001.09 5 619.45

35. Angkutan udara 3 493.90 6 542.21

36. Jasa Penunjang Angkutan 2 948.91 8 593.47

37. Komunikasi 8 180.44 21 743.43

38. Lembaga keuangan 8 289.51 43 450.14

39. Jasa pemerintah 41 773.17 97 209.14

40. Jasa Lainnya 52 436.27 170 186.02

Sumber : Tabel I-O, 2008 dan SAM, 2008 (diolah)

5.5. Pendapatan atas Tanah dan Modal

Model keseimbangan umum Indonesia membutuhkan informasi mengenai pendapatan atas lahan dan modal secara individual. Di dalam Tabel I-O hanya menyediakan kombinasi pendapatan atas dua faktor tersebut oleh industri yang diperoleh dari jumlah surplus operasi kotor (sektor 202) dan biaya depresiasi (sektor 203) pada Tabel I-O Nasional 2008 yang terdiri dari 66 sektor). Beberapa metode telah dilakukan untuk memisahkan total surplus operasi kotor dan depresiasi yang dikembalikan pada lahan dan modal.

Dari penelitian-penelitian sebelumnya, didapatkan bahwa untuk komoditi berbasiskan pertanian, porsi pendapatan atas tanah lebih besar daripada pendapatan atas modal. Informasi mengenai pembagian pendapatan atas lahan dan modal tersedia pada SAM. Pada matriks tersebut, faktor produksi selain tenaga kerja terdiri dari lahan, perumahan dan modal lainya di daerah pedesaaan dan modal-modal lainnya di sekitar perkotaan, modal swasta, modal pemerintah dan

modal asing. Proporsi lahan dapat dihitung sebagai biaya lahan melebihi total biaya faktor produksi selain biaya tenaga kerja. Selain itu, pengelompokkan industri antara SAM dan Tabel I-O berdasarkan asumsi bahwa industri-industri yang terakhir memiliki proporsi yang sama dengan industri pada SAM.

Tabel 11. Pendapatan atas Lahan dan Modal, Tahun 2008

(Rp Miliar)

No. Sektor Lahan Modal Variabel Modal Tetap

1. Padi 98 222.82 0.00 55 124.85

2. Kedelai 2 986.87 0.00 1 676.30

3. Jagung 46 466.76 0.00 26 078.19

4. Tanaman umbi-umbian dan kacangan 27 426.08 0.00 15 392.13 5. Sayur-sayuran dan buah-buahan 120 574.90 0.00 67 669.33

6. Tanaman makanan lainnya 1 240.12 0.00 695.98

7. Tanaman perkebunan 71 132.31 0.00 40 280.34

8. Peternakan dan hasil-hasilnya 76 872.15 0.00 60 405.63

9. Kehutanan 26 542.84 0.00 15 800.56

10. Perikanan 97 996.67 0.00 26 182.27

11. Pertambangan minyak, gas dan panas bumi 0.00 8 588.06 263 195.25 12. Pertambangan batubara, biji logam penggalian 0.00 91 600.47 103 857.05 13. Pengilangan minyak bumi 0.00 137 666.17 134 501.45 14. Industri makanan minuman tembakau 0.00 50 632.45 105 881.52 15. Industri penggilingan padi/Beras 0.00 17 999.84 24 033.48 16. Industri Tekstil, barang kulit dan alas kaki 0.00 41 250.29 32 138.03 17. Industri Barang kayu dan hasil hutan lainnya 0.00 8 342.22 42868 18. Industri pulp dan kertas 0.00 5 215.58 31 106.45

19. Industri Pupuk 0.00 7 306.71 9 458.56

20. Industri Pestisida 0.00 1 092.46 1 414.19

21. Industri kimia, karet dan barang dari karet 0.00 50 185.28 38 392.13

22. Industri semen 0.00 5 033.66 4 686.16

23. Industri Logam dasar besi dan baja 0.00 11 006.83 10 240.59 24. Industri barang dari logam 0.00 36 198.34 31 875.67 25. Industri aat angkutan, mesin dan peralatan 0.00 81 838.72 76 927.31 26. Industri barang lainnya 0.00 10 998.18 9 530.49

27. Gas 0.00 38 791.38 45 124.33

28. Listrik dan Air Bersih 0.00 14 452.09 65 941.96

29. Bangunan 0.00 35 241.98 160 801.96

30. Perdagangan 0.00 18 132.48 344 354.13

31. Hotel dan Restoran 0.00 15 671.43 75 931.59

32. Angkutan Kereta Api 0.00 819.08 92.13

33. Angkutan darat 0.00 10 999.83 52 488.79

34. Angkutan air 0.00 5 874.01 9 214.45

35. Angkutan udara 0.00 8 892.54 1 790.22

36. Jasa Penunjang Angkutan 0.00 3 508.93 1 3429.8

37. Komunikasi 0.00 44 805.13 72 961.77

38. Lembaga keuangan 0.00 20 074.72 104 016.44

39. Jasa pemerintah 0.00 7 565.41 1 1179.1

40. Jasa Lainnya 0.00 66 412.92 230 123.84

Proporsi lahan dan modal tahun 2009 yang diperoleh dari SAM diasumsikan untuk diaplikasikan pada tahun 2008 dan digunakan untuk mengalokasikan pendapatan gabungan tahun 2008 pada kedua faktor tersebut. Pembayaran modal dan lahan dihitung untuk tahun 2008 disajikan pada Tabel 11.

5.6. Penyusunan Matriks-Matriks Pajak

Data yang diperlukan untuk suatu model keseimbangan umum, dimana meliputi pajak pendapatan, pada komoditi untuk sumber dan pengguna. Tetapi, belum ada data-data pajak di Indonesia yang lengkap dikeluarkan. Meskipun demikian, sudah beberapa data ada yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia dalam laporannya. Sistem pajak di Indonesia termasuk pajak pendapatan, pajak pertambahan nilai (ppn) untuk penjualan barang mewah, pajak impor, pajak ekspor, bea cukai, pajak lainnya, dan pajak atas tanah dan bangunan (Kemenkeu, 2009). Komposisi pajak dan pendapatan pemerintah pada Tabel 12.

Table 12. Pendapatan Domestik Pemerintah, Tahun 2008

No. Tipe Penerimaan Domestik (Miliar Rupiah) 2008 Pangsa (%)

1. Penerimaan Migas 211 617.0 15.47

2. Penerimaan Non-Migas 12 846.0 0.94

3. Pajak Pendapatan 327 497.7 23.94

4. Pajak pertambahan nilai barang 209 647.4 15.33

5. Pajak Impor 22 763.8 1.66

6. Bea Cukai 512 521.8 37.47

7. Pajak Ekspor 13 578.3 0.99

8. Pajak Bangunan dan Lahan 25 354.3 1.85

9. Lainnya 3 034.4 0.22

10. Non-Pajak dan Penerimaan Minyak 29 088.4 2.13

Sumber: Kementerian Keuangan, 2009

Pajak merupakan sumber pendapatan yang penting penngkatannya bagi pemerintah Indonesia. Akibat jatuhnya harga minyak dan gas, pendapatan minyak dan gas sebagai sebagai bagian dari pendapatan pemerintah dimana secara signifikan memberikan kontribusinya sebesar 15.47 persen pada tahun 2008. Pendapatan non migas, pajak pendapatan dan PPN barang dan jasa yang merupakan porsi terbesar dimana kontribusinya secara signifikan sebesar 82.40 persen pada tahun 2008.

Komoditi yang berdasarkan nilai perpajakan diperlukan untuk data dasar. Data dasar ini harus diturunkan dari industri yang berdasarkan nilai perpajakan pada Tabel I-O. Alokasi pajak tidak langsung yang dibebankan pada industri komoditi tersebut didasarkan pada informasi mengenai komposisi komoditi dari output industri dalam pembuatan matriks. Berdasarkan asumsi yang digunakan adalah bahwa satu industri hanya memproduksi satu komoditi, sehingga pajak berbasiskan industri sama dengan pajak berbasiskan komoditi.

Pembayaran pajak tidak langsung dan permintaan komoditi oleh konsumen dihitung dari perkiraan matriks pajak dan nilai pasar oleh setiap konsumen. Asumsinya tarif dan pajak tidak langsung yang dialokasikan atas pembelian komoditi oleh seluruh konsumen adalah sama. Suatu tarif pajak domestik tidak langsung atas komoditi c dapat dihitung sebagai berikut :

... (5.1)

dimana: = penagihan pajak tidak langsung pada komoditi. = total pembelian komoditi c oleh semua konsumen.

Total pembelian ditentukan dengan menjumlahkan pembelian komoditi yang berlaku untuk semua konsumen dalam matriks absorpsi. Penarikan pajak domestik tidak langsung dari setiap konsumen oleh komoditinya dapat diperkirakan dari :

;

... (5.2) dimana:

= Nilai dasar komoditi domestik c (dinilai pada harga produsen) oleh konsumen k seperti yang ditunjukkan pada Tabel I-O. Untuk komoditi impor, pajak penjualan impor umum pada komoditi c dapat dihitung berdasarkan :

Im pTaxR cIm pTaxc Vimp c ... (5.3) DomTaxRcDomTaxc Salesc cCOM DomTaxc Salesc

TaxRevciskVBAScisk *DomTaxRc

cCOM,iIND,kUSER,sDOM

dimana :

Im pTax

c = Pajak penjualan impor atas komoditi

= Total nilai dasar impor barang atas semua konsumen

Pendapatan pajak impor dari tiap-tiap konsumen dapat diperkirakan dengan : Im pTaxRev cis kVBAS cis k *Im pTaxR c ... (5.4)

5.7. Elastisitas dan Parameter Lain

Model keseimbangan umum Indonesia yang dibangun menunjukkan bahwa parameter elastisitas dan berbagai ciri dari parameter dapat dilihat secara spesifik. Adapun parameter elastisitas yang digunakan pada model tersebut adalah elastisitas Armington, elastisitas substitusi untuk tenaga kerja, elastisitas substitusi untuk faktor primer, elastisitas ekspor dan elastisitas permintaan pengeluaran. Parameter lain yang berhubungan dengan investasi. Idealnya, parameter-parameter pada model Indonesia dapat diperkirakan secara ekonometrik dengan menggunakan data time series. Ada beberapa usaha yang sudah tersedia pada unit yang penting bagi Indonesia, dimana didapatkan data

time series yang baik. Tidak ada studi pendahuluan pada penelitian ini untuk memperkirakan parameter secara ekonometrik, hanya saja disesuaikan dengan studi model keseimbangan umum produktivitas Indonesia. Meskipun studi keseimbangan umum sudah ada, tetapi studi ini mengandalkan parameter pertama yang diperkirakan dari negara lain menjadi acuan dapat digunakan dalam model.

5.7.1. Elastisitas Armington

Menurut Armington bahwa produksi barang domestik dan barang impor merupakan barang yang bersubstitusi secara tidak sempurna. Skala subtitusi tersebut dapat diukur oleh elastisitas Armington yang muncul. Armington mengembangkan teori mengenai permintaan barang dalam aktivitas perdagangan internasional. Dalam teorinya, Armington memperkenalkan asumsi bahwa produk yang diperdagangkan secara internasional dibedakan berdasarkan lokasi produksinya (differentiation of product). Artinya, dalam suatu negara setiap industri hanya menghasilkan satu produk dan produk ini berbeda dari produk

Vimpc

industri yang sama dari negara lain. Dari sisi konsumen, produk suatu industri yang berasal dari berbagai negara merupakan sekelompok barang yang dapat saling bersubstitusi (Lloyd dan Zhang, 2005).

Elastisitas substitusi tenaga kerja diperoleh dari hasil estimasi variabel-variabel ekonomi terkait dengan tenaga kerja di sektor pertanian, industri dan jasa-jasa terhadap GDP masing-masing sektor tersebut. Metode estimasi menggunakan regresi berganda dengan data time series periode tahun 1984-2011 (lihat pada Lampiran 5). Secara lebih detail mengenasi hasil estimasi elastisitas tenaga kerja tersebut diperlihatkan pada Lampiran 5.

Tingkat substitusi diantara barang yang dihasilkan oleh industri domestik dan industri di negara lain besifat tidak sempurna (imperfect of substitution) (Kapuscinski dan Warr, 1999). Derajat substitusi diantara kedua barang tersebut selanjutnya dikenal secara luas sebagai elastisitas substitusi Armington atau disingkat elastisitas Armington.

Elastisitas Armington pada model WAYANG mendefenisikan data permintaan barang-barang domestik dan barang-barang impor. Untuk kepentingan

updating model WAYANG dalam penelitian ini, elastisitas Armington seluruhnya mengadaptasi data pada model GTAP (Global Trade Analysis Project) versi 8 Tahun 2010 dengan melakukan penyesuaian klasifikasi sektor dan industri 40 sektor. Seluruh data elastisitas Armington yang digunakan pada updating model yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Parameter Elastisitas yang Digunakan pada Model

(persen)

No. Sektor Arming-ton

Substit usi TK*) Substitu si Input Primer Permint aan Ekspor 1. Padi 5.10 0.20 0.50 -9.98 2. Kedelai 2.70 0.20 0.50 -9.98 3. Jagung 2.50 0.20 0.50 -4.99

4. Tanaman umbi-umbian dan kacangan 2.70 0.20 0.50 -5.39 5. Sayur-sayuran dan buah-buahan 2.50 0.20 0.50 -4.99 6. Tanaman makanan lainnya 2.50 0.20 0.50 -4.87

7. Tanaman perkebunan 2.50 0.20 0.50 -3.86

8. Peternakan dan hasil-hasilnya 2.50 0.20 0.50 -2.24

9. Kehutanan 2.50 0.20 0.50 -2.24

10. Perikanan 2.50 0.20 0.50 -2.24

11. Pertambangan minyak, gas dan panas bumi 2.50 0.60 0.50 -2.24 12. Pertambangan batu bara, biji logam dan

penggalian 1.30 0.60 0.50 -4.00

Tabel 13. (Lanjutan)

(%)

No. Sektor Arming-ton Substitusi

TK*) Substitu si Input Primer Permint aan Ekspor 14. Industri makanan minuman tembakau 1.30 0.60 0.50 -2.23 15. Industri penggilingan padi/Beras 11.20 0.60 0.50 -2.57 16. Industri Tekstil, barang kulit dan alas kaki 3.40 0.60 0.50 -5.19 17. Industri Barang kayu dan hasil hutan lainnya 3.30 0.60 0.50 -5.76 18. Industri pulp dan kertas 2.00 0.60 0.50 -2.23

19. Industri Pupuk 1.90 0.60 0.50 -8.89

20. Industri Pestisida 3.80 0.60 0.50 -7.26

21. Industri kimia, karet dan barang dari karet 3.70 0.60 0.50 -7.70

22. Industri semen 3.40 0.60 0.50 -6.01

23. Industri Logam dasar besi dan baja 3.00 0.60 0.50 -5.50 24. Industri barang dari logam 3.30 0.60 0.50 -7.42 25. Industri Alat angkutan, mesin dan

peralatannya 3.30 0.60 0.50 -6.49

26. Industri barang lainnya 2.10 0.60 0.50 -4.09

27. Gas 3.80 0.28 0.50 -7.42

28. Listrik dan Air Bersih 3.80 0.28 0.50 -7.42

29. Bangunan 3.80 0.28 0.50 -7.42

30. Perdagangan 4.10 0.28 0.50 -7.42

31. Hotel dan Restoran 4.30 0.28 0.50 -8.53

32. Angkutan Kereta Api 3.80 0.28 0.50 -7.42

33. Angkutan darat 10.00 0.28 0.50 -5.60

34. Angkutan air 10.00 0.28 0.50 -5.58

35. Angkutan udara 1.90 0.28 0.50 -3.78

36. Jasa Penunjang Angkutan 1.90 0.28 0.50 -3.78

37. Komunikasi 1.90 0.28 0.50 -3.78

38. Lembaga keuangan 1.90 0.28 0.50 -3.77

39. Jasa pemerintah 1.90 0.28 0.50 -3.79

40. Jasa Lainnya 1.90 0.28 0.50 -3.80

Sumber: GTAP v 8, 2010

Keterangan: *)Estimasi menggunakan time series periode Tahun 1984-2011

5.7.2. Elastisitas Substitusi

Elastisitas substitusi menunjukkan respon input pada setiap sektor akibat adanya perubahan harga inputnya. Elastisitas substitusi yang dipergunakan pada model CGE adalah fungsi produksi CES, dimana faktor primer disubstitusi sesamanya dengan elastisitas substitusi yang konstan, nilai yang sama untuk semua faktor yang berpasangan. Nilai elastisitas akan menyebabkan respon dari input pada setiap sektor karena adanya perubahan pada harga biaya. Faktor primer pada model WAYANG yang digunakan terdiri atas tanah, tenaga kerja dan modal. Penggunaan ketiga faktor ini dalam proses produksi diasumsikan mengikuti fungsi produksi CES. Dengan fungsi produksi ini, antara satu faktor dan faktor lainnya saling bersubstitusi dengan koefisien elastisitas substitusi yang konstan

dan nilainya sama untuk seluruh pasangan faktor. Besarnya nilai elastisitas ini akan menentukan responsivitas penggunaan input pada setiap sektor apabila terjadi perubahan biaya relatif suatu faktor terhadap faktor lainnya.

Pada sebagian besar studi, koefisien elastisitas faktor primer difokuskan pada dua input yaitu tenaga kerja dan stok modal. Hal ini disebabkan oleh dominannya kedua input tersebut dalam proses produksi pada hampir seluruh aktivitas ekonomi. Penggunaan faktor produksi lahan hanya dominan pada aktivitas produksi pertanian. Pada studi ini, elastisitas input primer juga difokuskan pada input tenaga kerja dan stok modal. Untuk mengestimasi koefisien elastisitas kedua input ini diperlukan data tenaga kerja beserta tingkat upah dan data stok modal beserta sewa modal yang terperinci per komoditas. Keterbatasan ketersediaan data seperti ini menjadi kendala dalam melakukan estimasi elastisitas substitusi input primer di Indonesia. Dengan pola pertanian yang tidak terspesialisasi, sangat sulit memisahkan tenaga kerja per komoditi atau kelompok komoditi. Pada satu tahun tertentu seorang petani dapat bekerja dalam menghasilkan lebih dari satu jenis komoditi pertanian. Kesulitan yang sama juga ditemukan untuk data stok kapital tetap beserta nilai sewanya. Hal ini mengingat aktivitas pertanian umumnya dilakukan dalam skala kecil.

Selanjutnya pada updating model dalam penelitian ini, nilai-nilai elastisitas substitusi faktor primer menggunakan data pada model Global Trade Analysis Project (GTAP). Penyesuaian klasifikasi sektor dan industri menjadi 40 sektor dilakukan untuk menyesuaikan dengan data dasar Tabel Input Output dan SNSE tahun terbaru, yaitu Tahun 2008.

Model Indonesia juga mengikuti elastisitas substitusi antara 2 (dua) tipe dari pekerjaan yakni tenaga kerja di perkotaan yang terdidik dari operator, administrator dan tenaga profesional, sedangkan tenaga kerja di perdesaan juga demikain. Hal ini sepertinya belum ada penelitian yang telah dibuat untuk memperkirakan elastisitas substitusi antara pekerjaan di Indonesia. Dengan demikian, nilai parameter tersebut didapatkan untuk elastisitas subsitusi tenaga kerja adalah dengan melakukan estimasi di masing-masing sektor dengan menggunakan data time series pada periode tahun 1984-2011. Hasil estimasi dapat dilihat pada Lampiran 5.

5.7.3. Elastisitas Permintaan Ekspor

Seperti halnya kita ketahui, Indonesia merupakan negara kecil pada pasar dunia. Dengan asumsi ini, didapatkan bahwa elastisitas permintaan ekspor yang diperkirakan menjadi tinggi, berimplikasi terhadap ekspor Indonesia yang tidak berpengaruh terhadap harga dunia. Pada penelitian Elastisitas permintaan ekspor menunjukkan respon permintaan komoditas ekspor terhadap perubahan harganya di pasar dunia. Berdasarkan konsep ini, permintaan ekspor (yang dinyatakan dalam ton) pada studi ini dianggap sebagai fungsi dari harga ekspor (dalam US$ per ton) tanpa memperhatikan variabel-variabel lainnya yang kemungkinan juga berpengaruh terhadap permintaan ekspor berbagai produk seperti tingkat pendapatan masyarakat di negara partner dagang utama Indonesia.

Pada penelitian ini, nilai-nilai elastisitas permintaan ekspor untuk 40 sektor mengadaptasi data pada database pada GTAP (Global Trade Analysis Project). Karena adanya perbedaan klasifikasi sektor, maka dilakukan penyesuaian klasifikasi sektor dan industri menjadi 40 sektor. Nilai parameter tersebut secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 13.

5.7.4. Elastisitas Pengeluaran

Nilai parameter elastisitas pengeluaran dibutuhkan untuk menghitung

marginal budget share pada rumah tangga. Pada studi di Papua New Guinea (Vincent et al., 1990) menggunakan nilai studi Indonesia oleh Deaton and Case (1988) yaitu elastisitas pengeluarannya. Model yang digunakan adalah model WAYANG (Wittwar, 2002) dimana rumah tangga terdiri dari 16 kelompok rumah tangga sesuai dengan kelompok rumah tangga yang dikategorikan pada SAM Nasional 2008, maka elatisitas pengeluaran rumah tangga dalam studi ini pun disesuaikan dengan model yang digunakan. Nilai elastisitas pengeluaran rumah tangga pada model keseimbangan umum ini dapat dilihat pada Tabel 14.

Fungsi nilai elastisitas pengeluaran diukur untuk membuat pangsa pembobot Engel sama dengan 0.995, hal ini untuk memenuhi keterbatasan utilitas maksimum (Dixon et al., 1992). Perhitungan dari persyaratan ini diikuti oleh Thompson et al., (1990) dan Buetre (1996). Langkah pertama adalah dengan menghitung budget share untuk setiap komoditi:

(5.5)

dimana :

Budget share untuk setiap komoditi

Nilai pembelian tiap komoditi dari semua sumber Adapun agregasi Engel dapat dihitung berdasarkan formula:

(5.6) dimana:

T = Agregasi Engel

= Elastisitas pengeluaran untuk komoditi c

Jika skala pertama dari agregasi Engel tidak sama dengan satu, kemudian skala kedua diharuskan membuat agregasi Engel sama dengan satu, dengan menggunakan rumus di bawah ini :

(5.7)

Langkah selanjutnya untuk mengukur kembali agregasi Engel dengan pertimbangan elastisitas pengeluaran ( ), untuk mendapatkan jumlah dari agregasi Engel sama dengan satu. Akhirnya, pangsa biaya marjinal dari rumah tangga ( ) dapat dihitung sebagai berikut :

(5.8)

Elastisitas pengeluaran menunjukkan respon pengeluaran rumah tangga terhadap konsumsi berbagai jenis komoditi atas perubahan tingkat pendapatannya. Secara toritis pola hubungan antara tingkat pendapatan dan pengeluaran konsumsi rumah tangga dipresentasikan oleh Hukum Engel yang menyatakan bahwa peningkatan pendapatan rumah tangga akan diikuti oleh peningkatan pengeluaran konsumsi. Namun proporsi pengeluaran konsumsi untuk produk pangan cendrung menurun, sementara proporsi pengeluaran untuk konsumsi produk non-pangan cendrung meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan rumah tangga. Berdasarkan konsep ini, rumah tangga yang tingkat penghasilannya relatif rendah pola konsumsinya akan dicirikan oleh proporsi pengeluaran untuk produk pangan yang lebih besar sehingga permintaan pangan pada kelompok rumah tangga ini

S3c_sX3c_s X3c_s c

COM S3c_sX3c_sT  ( c

S3c_s c) cc* c Tc* S3LUXc S3LUXcS3c_s c*

Tabel 14. Parameter Pengeluaran Rumah Tangga pada Model

(persen)

No Sektor agr1 agr2 agr3 agr4 rural1 Rural2 rural3 rural4 rural5 rural6 urban1 urban2 urban3 urban4 urban5 urban6 1. Padi 1.77 0.86 1.94 0.94 1.83 0.89 1.85 0.90 1.98 0.96 1.84 0.69 1.80 0.68 1.78 0.67 2. Kedelai 1.77 0.86 1.94 0.94 1.83 0.89 1.85 0.90 1.98 0.96 1.84 0.69 1.80 0.68 1.78 0.67 3. Jagung 1.77 0.86 1.94 0.94 1.83 0.89 1.85 0.90 1.98 0.96 1.84 0.69 1.80 0.68 1.78 0.67 4. Tanaman umbi-umbian dan kacangan 1.77 0.86 1.94 0.94 1.83 0.89 1.85 0.90 1.98 0.96 1.84 0.69 1.80 0.68 1.78 0.67 5. Sayur-sayuran dan buah-buahan 1.77 0.86 1.94 0.94 1.83 0.89 1.85 0.90 1.98 0.96 1.84 0.69 1.80 0.68 1.78 0.67 6. Tanaman makanan lainnya 1.77 0.86 1.94 0.94 1.83 0.89 1.85 0.90 1.98 0.96 1.84 0.69 1.80 0.68 1.78 0.67 7. Tanaman perkebunan 1.77 0.86 1.94 0.94 1.83 0.89 1.85 0.90 1.98 0.96 1.84 0.69 1.80 0.68 1.78 0.67 8. Peternakan dan hasil-hasilnya 1.77 0.86 1.94 0.94 1.83 0.89 1.85 0.90 1.98 0.96 1.84 0.69 1.80 0.68 1.78 0.67 9. Kehutanan 1.77 0.54 1.08 0.59 1.02 0.55 1.04 0.56 1.11 0.60 1.06 0.94 1.03 0.92 1.02 0.91 10. Perikanan 1.77 0.99 1.08 0.59 1.02 0.55 1.04 0.56 1.11 0.60 1.06 0.94 1.03 0.92 1.02 1.02 11. Pertambangan minyak, gas dan panas bumi 0.54 1.11 0.59 1.21 0.55 1.15 0.56 1.16 0.60 1.24 0.94 1.24 0.92 1.03 0.91 1.02 12.

Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian

lainnya 0.54 1.11 0.59 1.21 0.55 1.15 0.56 1.16 0.60 1.24 0.94 1.24 0.92 1.03 0.91 1.02 13. Pengilangan minyak bumi 0.54 1.11 0.59 1.21 0.55 1.15 0.56 1.16 0.60 1.24 0.94 1.24 0.92 1.03 0.91 1.02 14. Industri makanan minuman tembakau 0.69 1.11 0.76 1.21 0.71 1.15 0.72 1.16 0.77 1.24 0.94 1.24 0.92 1.21 0.91 1.20 15. Industri penggilingan padi/Beras 0.69 1.11 0.76 1.21 0.71 1.15 0.72 1.16 0.77 1.24 0.94 1.24 0.92 1.21 0.91 1.20 16. Industri Tekstil, barang kulit dan alas kaki 0.66 1.11 1.21 1.21 0.69 1.15 0.72 1.16 0.77 1.24 0.83 1.24 0.81 1.21 0.80 1.20 17. Industri Barang kayu dan hasil hutan lainnya 0.66 1.11 0.73 1.21 0.69 1.15 0.70 1.37 0.74 1.06 0.66 1.24 0.64 1.21 0.64 1.20 18. Industri pulp dan kertas 0.66 1.11 0.73 1.21 0.69 1.15 0.70 1.37 0.74 1.06 0.66 1.24 0.64 1.21 0.64 1.20 19. Industri Pupuk 0.66 1.11 0.73 1.21 0.69 1.15 0.70 1.37 0.74 1.06 0.66 1.24 0.64 1.21 0.64 1.20 20. Industri Pestisida 0.66 1.11 0.73 1.21 0.69 1.15 0.70 1.37 0.74 1.06 0.66 1.24 0.64 1.21 0.64 1.20

Tabel 14. (Lanjutan)

(persen)

No Sektor agr1 agr2 agr3 agr4 rural1 Rural2 rural3 rural4 rural5 rural6 urban1 urban2 urban3 urban4 urban5 urban6 21.

Industri kimia, karet dan

barang dari karet 0.66 1.11 0.73 1.21 0.69 1.15 0.70 1.37 0.74 1.06 0.66 1.24 0.64 1.21 0.64 1.20 22. Industri semen 0.66 1.11 0.73 1.21 0.69 1.15 0.70 1.37 0.74 1.06 0.66 1.24 0.64 1.21 0.64 1.20 23.

Industri Logam dasar besi

dan baja 0.66 1.11 0.73 1.21 0.69 1.15 0.70 1.37 0.74 1.06 0.66 1.24 0.64 1.21 0.64 1.20 24. Industri barang dari logam 0.66 1.11 0.73 1.21 0.69 1.15 0.70 1.37 0.74 1.06 0.66 1.24 0.64 1.21 0.64 1.20 25. Industri Alat angkutan, mesin dan peralatannya 0.66 1.11 0.73 1.04 0.69 1.15 0.70 1.37 0.74 1.06 0.66 1.24 0.64 1.21 0.64 1.20 26. Industri barang lainnya 0.66 1.11 0.73 1.04 0.69 1.15 0.70 1.37 0.74 1.06 0.66 1.24 0.64 1.21 0.64 1.20 27. Gas 0.54 1.31 0.59 1.04 0.55 1.15 0.56 1.37 0.60 1.06 0.94 1.24 0.92 1.21 0.91 1.20 28. Listrik dan Air Bersih 0.54 1.31 0.59 1.04 0.55 1.15 0.56 1.37 0.60 1.06 0.94 1.24 0.92 1.21 0.91 1.20 29. Bangunan 0.69 1.31 0.76 1.04 0.71 1.15 0.72 1.37 0.77 1.06 0.75 1.24 0.92 1.21 0.91 1.20 30. Perdagangan 0.95 1.31 0.76 1.04 0.98 1.15 0.99 1.37 0.77 1.06 0.75 1.29 0.92 1.21 0.91 1.25 31. Hotel dan Restoran 0.95 1.31 0.76 1.43 0.98 1.35 0.99 1.37 0.77 1.46 0.75 1.05 0.92 1.21 0.91 1.02 32. Angkutan Kereta Api 0.97 1.31 0.76 1.07 0.98 1.01 0.99 1.02 0.77 1.09 0.75 1.05 0.73 1.26 0.73 1.02 33. Angkutan darat 0.97 1.31 0.76 1.07 0.98 1.01 0.99 1.02 0.74 1.09 0.75 1.05 0.73 1.26 0.73 1.02 34. Angkutan air 0.95 1.31 0.76 1.04 0.98 1.01 0.99 1.02 0.74 1.06 0.75 1.29 0.73 1.26 0.73 1.25 35. Angkutan udara 0.95 1.31 0.76 1.04 0.98 1.01 0.99 1.02 0.74 1.06 0.75 1.29 0.73 1.26 0.73 1.25 36. Jasa Penunjang Angkutan 0.95 1.31 0.76 1.04 0.98 1.01 0.99 1.02 0.74 1.06 0.75 1.29 0.73 1.26 0.73 1.25 37. Komunikasi 0.95 1.31 0.76 1.04 0.98 1.01 0.99 1.02 0.74 1.06 0.75 1.29 0.73 1.26 0.73 1.25 38. Lembaga keuangan 0.66 1.31 0.73 1.04 0.69 1.01 0.70 1.02 0.74 1.11 0.66 1.37 0.64 1.34 0.64 1.33 39. Jasa pemerintah 0.99 1.31 0.73 1.09 0.69 1.03 0.70 1.04 0.74 1.11 0.66 1.37 0.64 1.34 0.64 1.33 40. Jasa Lainnya 0.99 1.01 0.73 1.10 0.69 1.04 0.70 1.05 0.74 1.12 0.66 1.05 0.64 1.03 0.64 1.02

akan bersifat relatif elastis. Sebaliknya, pada kelompok rumah tangga yang berpenghasilan lebih tinggi, justru permintaan produk non pangan yang akan bersifat relatif lebih elastis.

Estimasi koefisien elastisitas pengeluaran rumah tangga secara terperinci untuk keseluruhan kelompok rumah tangga terhadap berbagai jenis komoditas yang dikonsumsi, membutuhkan data dan informasi yang sangat banyak dan waktu yang cukup lama. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka pada penelitian ini tidak dilakukan pengestimasian koefisien elastisitas pengeluaran rumah tangga. Untuk memenuhi keperluan penyusunan data dasar model, koefisien elastisitas pengeluaran diambil dari data SUSENAS tahun 2008.

5.7.5. Parameter Investasi

Nilai parameter investasi (BETA_Ri) menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengembalian modal dengan modal di setiap industri. Nilai parameter investasi yang dugunakan dalam model studi ini tidak ada data yang bisa didapat pada parameter investasi Indonesia. Oleh karena itu, nilai parameter investasi sebesar 5.00, dimana nilai tersebut berasal dari model ORANI-F pada perekonomian Australia (Horridge, et al., 1993).

5.7.6. Rasio Investasi Modal

Nilai rasio investasi modal pada model ORANI-F (Horridge, 1997) didapatkan 0.70, dimana pada model Filipina (Buetre, 1996) mengasumsikan menjadi 0.13. Sedangkan untuk studi ini nilai rasio yang digunakan menjadi 0.15 pada studi saat ini. Dengan menggunakan angka 0.15 sebagai parameter investasi, dimana persentase perubahan dari GDP riil dan investasi hampir sama dengan perubahan aktualnya.

5.7.7. Elastisitas Investasi

Secara teoritis suatu fungsi investasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah suku bunga, risiko usaha, infrastruktur, kebijakan pemerintah, kepastian hukum dan factor-faktor non ekonomi lainnya. Akan tetapi di Indonesia belum ada penelitian mengenai seberapa besar pengaruh dari ketiga fa ktor

tersebut terhadap investasi, sekaligus besaran elastisitasnya. Nilai investasi ini mengadaptasi dari model INDOF (Oktaviani, 2000).

5.7.8. Parameter Lainnya

Selain data untuk mengestimasi koefisien elastisitas, juga diperlukan data untuk mengukur beberapa parameter lainnya. Parameter-parameter tersebut terdiri parameter rasio antara kapital dan investasi, tingkat depresiasi faktor, dan tingkat pengembalian modal bersih. Seluruh parameter mengikuti besaran nilai yang digunakan di dalam model INDOF (Oktaviani, 2000).

5.8. Prosedur Komputasi Membangun Data Dasar Model Keseimbangan Umum Indonesia

Terdapat beberapa prosedur untuk membangun data dasar model keseimbangan umum yang digunakan yaitu mengikuti prosedur yang terdapat pada model INDOF (Oktaviani, 2000) yang sudah dilakukan modifikasi dan tujuan penelitian. Penyusunan data dasar pada model CGE yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi empat tahap yaitu:

5.8.1. Tahap 1: Membangun Data Dasar Tahun 2008

Tahap pertama adalah membangun rawdata untuk data dasar model yang digunakan yaitu membangun atau menyusun dalam excel document (.xls) file dan kemudian diformat ke dalam bentuk comma delimited (.csv) atau text (.txt) file.