II. TINJAUAN PUSTAKA
2.6. Studi-Studi Terdahulu
Model keseimbangan umum dapat diilustrasikan sebagai jembatan penghubung antara model ekonomi makro dan mikro. Dengan model ini, analisis dampak kebijakan ekonomi makro dan kebijkan mikro dapat dilakukan secara serentak. Robinson (1989) mengemukakan bahwa model keseimbangan umum adalah sebuah model ekonomi yang paling relevan dalam menganalisis dampak kebijkan ekonomi pemerintah, jika kinerja perekonomian cenderung menganut sistem pasar bebas atau peran mekanisme pasar dalam perekonomian negara yang cenderung semakin dominan (Hulu, 1995). Selanjutnya, Hulu (1995) menyatakan bahwa data pendukung model keseimbangan umum terapan sebagai pendukung model keseimbangan teoritis adalah data I-O dan SAM.
Sutomo (1995) dalam penelitian kemiskinan rumahtangga dan pembangunan ekonomi wilayah dengan menggunakan pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) sebagai kerangka dan metode analisisnya, dimana tujuan penelitiannya ini untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan rumahtangga, proses pemiskinan rumahtangga dan hubungannya dengan pembangunan wilayah. Analisis deskripsi untuk menjawab aspek-aspek
kemiskinan, sedangkan analisis pengganda diaplikasikan untuk menjawab perubahan distribusi pendapatan rumahtangga.
Arndt et al. (1998) melakukan studi yang menyajikan pengukuran secara kuantitatif tentang keuntungan potensial karena peningkatan produktivitas sektor pertanian dan membangun jaringan pemasaran yang lebih baik. Me tode yang digunakan didasarkan pada analisis computable general equilibrium (CGE) model untuk menangkap keunggulan struktural yang penting dari perekonomian Mozambique. Model ini secara eksplisit mengikutsertakan pemilahan biaya pemasaran untuk kegiatan ekspor, impor dan juga penjualan domestik. Pertanian diagregasi ke dalam 8 subsektor. Permintaan rumahtangga dibedakan menjadi permintaan atas barang-barang yang dipasarkan dan barang-barang konsumsi produk rumahtangga dengan penilaian harga didasarkan pada biaya produksi(bukan harga pasar). Mereka menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas pertanian adalah hal yang sangat penting untuk perekonomian Mozambique, karena akan memberikan keuntungan potensial cukup besar bagi perekonomian. Namun, peningkatan output pertanian ini berada dalam lingkungan yang tidak kondusif, yaitu terdapatnya biaya pemasaran yang cukup tinggi di sektor pertanian. Hal ini mengakibatkan jatuhnya harga cukup signifikan. Penurunan ini akan mentransmisikan keuntungan dari faktor pendapatan ke sektor pertanian dan faktor produksi. Namun, kondisi ini ternyata membawa keuntungan bagi rumahtangga perdesaan karena tersedianya pangan yang lebih banyak dan rendahnya harga produsen yang akan menurunkan biaya konsumsi rumahtangga.
Paula, et al. (1999), dalam menjelaskan secara langsung dan tidak langsung pengaruh distribusi pendapatan, human capital (yang diproksi dengan tingkat pendidikan), distribusi lahan dan faktor-faktor lain terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan pendekatan eknometrika dan data diperoleh dari 41 negara. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa konsentrasi pendapatan akan menurunkan pertumbuhan. Konsentrasi kepemilikan lahan menurunkan human capital dan meningkatkan ketimpangan pendapatan, yang selanjutnya akan menghambat tingkat pertumbuhan.
Dari analisis yang dilakukan Bautista et al. (1999) dapat disimpulkan bahwa pembangunan industri yang berorientasi pada komoditas pertanian lebih
tinggi dan signifikan pengaruhnya terhadap kenaikan riil GDP Indonesia dibandingkan dengan pembangunan industri yang berorientasi pada pengolahan makanan dan industri ringan. Dari aspek distribusi pendapatan, pengaruh kenaikan GDP lebih besar dampaknya terhadap perubahan pendapatan kelompok rumahtangga yang berpendapatan rendah, baik di sektor pertanian maupun di sektor non pertanian.
Decaluwe, et al. (1999), melakukan penelitian tentang kemiskinan di dalam kerangka model ekonomi keseimbangan umum. Tujuan dari studi ini adalah untuk menampilkan bagaimana model SAM dan CGE dapat menganalisis dan melakukan isu yang berhubungan dengan kemiskinan dan distribusi pendapatan.Tulisan ini dibagi dalam dua bagian besar, yang pertama dengan menjelaskan model SAM dan kemudian mengkalibrasikan model CGE ke dalam perekonomian Afrika. Dalam studinya, poverty line diperlakukan sebagai endogen antara kelompok rumahtangga, sedangkan distribusi pendapatan dilihat denganmenggunakan beta distribution functions. Dengan spesifikasi ini, poverty line akan berubah mengikuti variasi di dalam harga relatif. Garis kemiskinan dan distribusi yang baru akan ditemukan. Untuk melihat ti ngkat kemiskinan tahun dasar yang dibandingkan dengan nilai ex-post dengan menggunakan Foster, Greer
dan Thorbecke 's (FGT). Hasil studi ini menyimpulkan bahwa penurunan harga dunia di negara-negara pengekspor, menghasilkan penetesan di dalam seluruh pendapatan rumahtangga dan menurunkan kemiskinan. Lebih lanjut disebutkan bahwa liberalisasi perdagangan secara sepihak mempunyai konsekuensi negatif terhadap semua pendapatan rumahtangga.
Subiyantini (2000) menyatakan bahwa model keseimbangan umum menggambarkan perubahan dari kondisi suatu keseimbangan menuju keseimbangan baru jika terdapat adanya external shock dari suatu variabel ekonomi. Dengan model ini perubahan suatu variabel mikro dapat dilihat dampaknya secara komprehensif baik secara mikro maupun makro. Dengan demikian tepatlah kiranya jika disebut sebagai alat analisis kebijakan. Melalui model ini pemerintah dapat melakukan simulasi kebijakan yang bersifat mikro dan melihat dampaknya terhadap semua pasar, sebelum kebijakan ditetapkan.
Terdapat pula studi yang dilakukan oleh Asra (2000), dimana melakukan dekomposisi atas perubahan insiden kemiskinan agregat di Indonesia menurut sektor (desa-kota). Beberapa diantara temuan penting dari studi tersebut adalah bahwa: (1) penurunan kemiskinan di daerah perdesaan merupakan penyumbang terbesar terhadap penurunan kemiskinan secara agregat, dan pertumbuhan ekonomi merupakan komponen terpenting dari upaya pengurangan kemiskinan
(poverty reduction) di Indonesia; (2) elastisitas kemiskinan terhadap
"distributionally neutral growth" untuk ketiga ukuran FGT (headcount index, poverty gap index, dan distributionally sensitive index) di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan, yang menunjukkan bahwa kemiskinan di daerah perdesaan lebih elastis atau sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi; dan (3) hasil dari simulasi dekomposisi menunjukkan bahwa pergeseran di dalam angkatan kerja dan perbaikan peluang kerja di perkotaan (urban) memainkan peranan penting dalam mengurangi kemiskinan agregat.
Berikutnya, Booth (2000) dalam penelitiannya yang bertujuan mengkaji mengenai kemiskinan dan pemerataan pendapatan pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa nilai head count ratio
Indonesia masih di atas Malaysia dan Thailand, namun di bawah Philipina pada akhir tahun 1980-an. Pernyataan Booth tersebut memperkuat dugaan bahwa pembangunan pertanian dan perdesaan menjadi hal penting untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia dengan catatan program-program pembangunan lebih diarahkan tidak hanya untuk pengembangan tanaman pangan tetapi juga kebutuhan spesifik bagi penduduk miskin.
Lofgren (2001) melakukan studi di perekonomian Malawi. Tujuan dari studi adalah untuk melihat dampak goncangan eksternal (luar negeri) terhadap pengurangan kemiskinan. Penelitian ini juga melihat potret perekonomian Malawi dengan menggunakan model keseimbangan umum. Simulasi yang dilakukan adalah bagaimana dampak kebijakan dari pengaruh luar (external shock) terhadap pengurangan kemiskinan. Untuk tujuan tersebut Lofgren menggunakan Model CGE Malawi, data yang digunakan adalah Social Accounting Matrix (SAM) 1998. Keuntungan utama dengan menggunakan pendekatan modeling ini bahwa model CGE tersebut terintegrasi secara lengkap untuk analisis perubahan pada tingkat
mikro dan makro, termasuk cakupan kebijakan pemerintah yang cukup luas. Model ini melakukan disaggregasi berdasarkan kelompok rumahtangga, yang bertujuan untuk menilai dampak perubahan distribusi di dalam ekonomi. Simulasi yang dilakukan dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, yang terkait dengan shock eksternal, yaitu meneliti dampak perubahan dalam nilai tukar rill, dan harga minyak tanah dan harga tembakau dunia dan Kedua, kebijakan yang diarahkan untuk domestik yang terkait dengan pengurangan kemiskinan, yaitu pekerjaan umum dan land reform.
Studi yang dilakukan oleh Fane dan Warr (2002), yang menggunakan model CGE, menelaah bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi kemiskinan di Indonesia. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa semakin besar pertumbuhan meningkatkan returns terhadap faktor yang merupakan sumber pendapatan paling penting bagi kaum miskin (the poor) daripada yang bukanpenduduk miskin (the non-poor), maka semakin besar kemungkinan untuk menurunkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Perbedaan sumber pertumbuhan mempengaruhi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan dengan cara yang berbeda, karena mereka dipengaruhi oleh pendapatan faktor (factor returns) yang berbeda, dan karena orang miskin dan bukan miskin memiliki faktor dengan proporsi yang berbeda.
Studi yang dilakukan Musjeri (2002) tentang lapangan kerja dan kemiskinan di Bangladesh mengupas tentang pentingnya program pembangunan infrastruktur perdesaan dalam upaya mengurangi kemiskinan. Bangladesh merupakan negara dengan pendapatan per kapita rendah (sekitar $ 370 pada tahun2001), dimana satu dari tiga orang penduduknya hidup dibawah garis kemiskinan ($ 1 per hari). Bangladesh juga merupakan negara dengan surplus tenaga kerja yang besar. Tingkat pertumbuhan negaranya tidak mampu menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada. Bertahun-tahun lamanya pemerintah Bangladesh berupaya menciptakan lapangan kerja untuk menyerap kelebihan tenaga kerja tersebut melalui program-program pekerjaan publik maupun program pembangunan infrastruktur berbasis tenaga kerja. Progam-program ini terbukti mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin dan bahkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Bangladesh melalui infrastruktur-infrastruktur
yang dibangun tersebut. Bangladesh merupakan negara yang didominasi oleh perekonomian perdesaan, sehingga untuk mempercepat pertumbuhan ekonominya, pemerintah lebih memfokuskan pada pembangunan desa sebagai prioritas.
Studi yang dilakukan oleh Balisacan, et al. (2003) menemukan antara lain bahwa (1) kesejahteraan penduduk miskin yang diukur dengan pendapatan dari kaum miskin dipengaruhi secara nyata oleh pertumbuhan ekonomi, (2) faktor lain yang berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan penduduk miskin adalah modal manusia (yang diukur dengan lama bersekolah), term of trade, infrastruktur (road) dan akses terhadap teknologi, (3) mengurangi kemiskinan tidak cukup hanya dengan mempercepat pertumbuhan ekonomi semata, namun harus mempertimbangkan berbagai "redistributing-mediating an institutional factors that matters" jika tujuan adalah mempercepat pengurangan kemiskinan secara berkelanjutan.
Berikutnya Savard (2003) melakukan studi tentang kemiskinan dan distribusi pendapatan, dengan mengembangkan model CGE-representative household (CGE-RH) yang dianggap tidak memberikan perubahan distribusi antar kelompok, sehingga penulis memodifikasi dalam bentuk analisis multi-household
CGE (CGE-IMH). Tulisannya mencoba mengusulkan antara model rumahtangga dan model CGE, dengan memperkenalkan bi-directional yang saling berhubungan dan oleh karena itu akan diperoleh solusi yang convergen antara kedua model. Tambahan spesifikasi model yang dikembangkan adalah dengan memasukkan jenis pekerjaan dengan kategori qualified, unqualified dan unemployed.
Klasifikasi pekerja tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana dampak suatu kebijakan akan mempengaruhi pekerja sehingga akan mempengaruhi distribusi pendapatan pekerja karena adanya perubahan upah yang flexible. Simulasi kebijakan yang dilakukan sebagai eksperimen adalah pengurangan tarif impor sebesar 50 persen dan peningkatan upah pekerja kelompok qualified sebesar 20 persen. Dari kedua simulasi diketahi bahwa skenario pertama, menyebabkan penurunan batas kemiskinan (poverty threshold) sebesar -2.84 yang dihasilkan dari pengurangan harga pasar barang sehingga merubah konsumsi kebutuhan dasar dan batas kemiskinan. Pada simulasi kedua dengan peningkatan upah
sebesar 20 persen di sektor qualified menyebabkan permintaan tenaga kerja disektor qualifed menurun, sehingga para pekerja disektor tersebut akan memilih untuk menawarkan tenaganya di sektor unqualified, meskipun upah di sektor
unqualified juga mengalami penurunan upah nominal sebesar 9.08 persen, selainnya lebih menyukai menganggur sebesar 7.30 persen.
Damuri dan Perdana (2003), melakukan penelitian dengan mencari nilai secara kuantitatif pengukuran dampak kebijakan fiskal terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan dengan menggunakan model CGE WAYANG untuk Perekonomian Indonesia. Hasil yang diperoleh ditemukan bahwa skenario untuk ekspansi fiskal secara signifikan mempengaruhi distribusi pendapatan dan kemiskinan. Ekspansi fiskal terutama bermanfaat bagi rumahtangga perkotaan dan rumahtangga perdesaan non-labour, umumnya terhadap segmen masyarakat yang paling kaya. Hal ini disebabkan karena, pertama, faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh segmen ini membuat mereka menuai paling banyak memperoleh keuntungan dari ekspansi fiskal tersebut. Kedua, rumahtangga ini paling sedikit terpengaruh oleh peningkatan harga dalam kaitan denganstruktur konsumsi mereka. Yang terakhir, ditemukan bahwa, dalam terminologi riil, sistem perpajakan Indonesia beban pajak rumahtangga orang miskin lebih besar dari pada orang-orang kaya.
Penelitian yang dilakukan Yudhoyono (2004), yang menganalisis kebijakan fiskal dan pembangunan pertanian perdesaan terhadap pengangguran dan kemiskinan dengan menggunakan model makro ekonometrika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiskinan di daerah perdesaan dipengaruhi secara nyata oleh pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian, pertumbuhan ekonomi, upah, dan dummy reformasi. Di daerah perkotaan, kemiskinan dipengaruhi oleh pengeluaran infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, dummy
reformasi dan dummy desentralisasi. Secara keseluruhan disimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah merupakan suatu kebijakan jangka pendek yang potensial terutama dalam mengurangi kemiskinan. Angka kemiskinan dipengaruhi oleh kebijakan fiskal, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat upah. Kebijakan fiskal yang berupa pengeluaran pemerintah untuk prasarana memberikan pengaruh positif
bagi pengurangan pengangguran di Indonesia. Setelah penerapan desentralisasi atau otonomi daerah, keadaan penyerapan tenaga kerja semakin memburuk.
Menurut Calderon dan Serven (2004) dalam studinya ingin menunjukkan dampak pengembangan infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan. Studi ini menggunakan panel data dari 121 negara-negara pada periode tahun 1960-2000. Hasilnya menyimpulkan bahwa; Pertama,
pembangunan infrastruktur yang sesuai memberikan pengaruh positif kepada pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kedua, kualitas dan kuantitas infrastruktur yang buruk berdampak negatif pada pemerataan (equality) pendapatan. Hasil ini signifikan tidak hanya secara statistik tapi juga ekonomi. Contohnya hampir semua negara Amerika Latin yang memperbaiki infrastruktur dengan mempertimbangkan kualitas dan kuantitas dalam jangka panjang mengalami pertumbuhan antara 1.1 sampai 4.8 persen per tahun.
Hasil temuan Cororaton dan Cockburn (2004) dengan simulasi penurunan tingkat tarif antara tahun 1994 sampai 2000 pada umumnya menurunkan kemiskinan. Meskipun demikian, penurunan tersebut jauh lebih besar di daerah perdesaan dibanding dengan daerah perkotaan, dimana diketahui di daerah perkotaan memiliki kemiskinan yang paling rendah sedangkan di daerah perdesaan memiliki kemiskinan yang paling tinggi. Dampaknya terhadap distribusi diperoleh dari sebagian besar dari pengaruh realokasi pengurangan tarif yang mendukung sektor non-food manufacturing. Pemotongan tarif terendah dari biaya produksi domestik menimbulkan depresiasi nilai tukar. Karena sektor non-food manufacturing mendominasi barang ekspor dalam kaitan dengan pangsa ekspor dan intensitas ekspor, maka pengaruh keseimbangan umum dalam pengurangan tarif akan menarik sumberdaya ke arah tersebut, yang akan menghasilkan harga faktor lebih tinggi di dalam sektor tersebut. Hal penting lainnnya yang mempengaruhi penurunan kemiskinan akibat dari penurunan tarif tersebut adalah terjadinya penurunan harga konsumen. Faktanya, semua penurunan harga konsumen adalah secara signifikan dan lebih besar dari pada total peningkatan dalam pendapatan rumahtangga.
Oktaviani, et al. (2005) melakukan penelitian tentang dampak kebijakan pemerintah pada sektor pendidikan terhadap ekonomi Indonesia dan distribusi
pendapatan, dimana penelitan ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan pemerintah seperti pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan transfer pemerintah ke rumahtangga terhadap distribusi pendapatan, pertumbuhan ekonomi dan sektoral. Model ekonomi keseimbangan umum (Computable General Equilibrium) digunakan sebagai alat dalam menganalisis dampak perubahan kebijakan dengan menggunakan data Tabel input-output, Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan parameter-parameter elastisitas yang diperoleh dari berbagai penelitian sebelumnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa GDP Riil dan peubah ekonomi makro lainnya akan lebih baik jika pengeluaran pemerintah diberikan secara langsung kepada keluarga miskin dibandingkan pemerintah meningkatkan pengeluaran di sektor pendidikan. Transfer pemerintah langsung ke rumahtangga miskin lebih berdampak positif terhadap keragaaan ekonomi makro dan sektoral, meskipun share pengeluaran pendidikan sangat kecil di masing-masing kelompok rumahtangga. Dalam kajian ini disarankan kepada pemerintah melakukan transfer langsung pada program yang akan dijalankan, dengan asumsi minimisasi kebocoran-kebocoran dari kebijakan tersebut.
Nanga (2006) mengkaji dampak transfer fiskal terhadap kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan pendekatan makro-ekonometrika dengan metode 2SLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transfer fiskal dalam berbagai bentuk seperti bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, dan dana alokasi umum memiliki dampak yang cenderung memperburuk kemiskinan di Indonesia. Hal ini terjadi karena kenaikan transfer fiskal cenderung mangakibatkan peningkatan ketimpangan pendapatan, sementara kemiskinan memiliki hubungan yang positif dan elastis terhadap perubahan dalam ketimpangan pendapatan. Selain itu ditemukan bahwa peningkatan produk domestik regional bruto (PDRB) dapat menjadi salah satu cara efektif untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja, yang pada gilirannya dapat mengurangi jumlah pengangguran di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena penyerapan jumlah tenaga kerja di Indonesia mempunyai hubungan yang positif dan responsif (elastis) dengan perubahan PDRB. Keefektifan pertumbuhan ekonomi (peningkatan pendapatan per kapita) dalam mengurangi kemiskinan ternyata sangat dipengaruhi oleh
derajat ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Ketika pendapatan per kapita meningkat, maka meningkat pula derajat keti mpangan pendapatan. Oleh karena efek ketimpangan pendapatan dalam meningkatkan kemiskinan jauh lebih kuat dibandingkan dengan efek pengeluaran per kapita dalam menurunkan kemiskinan, maka sebagai dampak bersihnya kemiskinan akan semakin memperburuk.
Studi yang dilakukan Oktaviani et al. (2006) yang bertujuan untuk menganalisis dampak pengurangan subsidi minyak dan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan melalui suatu peningkatan penawaran tenaga kerja administrator dan manager/professional. Dalam kajian ini digunakan computabel general equilibrium model sebagai suatu pendekatan, dengan tujuan untuk menangkap dampak makro dan mikroekonomi variabel. Simulasi yang dilakukan adalah, pertama penurunan subsidi bahan bakar minyak sebesar 29 persen dan peningkatan penawaran tenaga kerja administrator sebesar 2.73 persen, dan kedua,
penurunan subsidi bahan bakar minyak sebesar 29 persen dan peningkatan penawaran tenaga kerja manager/ professional sebesar 12.83 persen. Hasil kedua simulasi menunjukkan bahwa GDP riil mengalami peningkatan tetapi Indonesia akan mengalami ketergantungan impor dalam jangka panjang. Seluruh skenario memberikan dampak yang positif terhadap upah nominal tenaga kerja, tetapi tidak secara otomatis meningkatkan daya beli mereka. Kebijakan tersebut tidak cukup untuk meningkatkan pendapatan dan pengeluaran rumahtangga tanpa meningkatkan penawaran tenaga kerja terdidik atau skilled (administrator, dan manager/professional).
Hasil penelitian Sitepu (2007) yang bertujuan untuk menganalisis dampak investasi sumberdaya manusia dan transfer pendapatan rumahtangga terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan metode analisis model Ekonometrika, Model CGE, Metode Beta Distribusi Function dan Metode Foster-Greer-Thorbecke (FGT). Data I-O Nasional Tahun 2003, SNSE tahun 2003 dan SUSENAS tahun 2002 digunakan dalam penelitian. Simulasi yang dilakukan adalah (1) investasi sumberdaya manusia untuk sektor pendidikan dan kesehatan, dan (2) transfer pendapatan kepada kelompok rumahtangga perdesaan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa investasi sumberdaya manusia dan transfer pendapatan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
rumahtangga yang diikuti oleh adanya penurunan tingkat kemiskinan rumahtangga. Investasi sumber daya manusia dapat mengurangi defisit anggaran pemerintah dan ketimpangan distribusi pendapatan khususnya kelompok rumahtangga buruh tani dan pengusaha pertanian, sedangkan dampak transfer pendapatan rumahtangga perdesaan relatif kecil mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dan meningkatkan defisit anggaran pemerintah.
Kebijakan fiskal tidak efektif memperbaiki kinerja sektor pertanian dan agroindustri di Indonesia. Hal ini dinyatakan oleh Darsono (2008) yang bertujuan mengkaji kinerja sektor pertanian dan agroindustri dalam perekonomian agregat, mengkaji hubungan kebijakan fiskal dengan kinerja sektor pertanian dengan agroindustri dan mengkaji instrumen kebijakan fiskal yang efektif me mpengaruhi kinerja sektor pertanian. Penelitian ini menggunakan data sekunder deret waktu tiga bulanan, mulai tahun 1970:1 sampai 2005:4 dengan metode analisis yang digunakan adalah metode Vector Error Correction Model (VECM).
Selanjutnya, Haryono (2008) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengkaji dampak peningkatan produktivitas industri pertanian (agroindustri) terhadap kinerja ekonomi sektoral, ekonomi makro, pendapatan rumahtangga dan kemiskinan perdesaan. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah Tabel Input-Output tahun 2003 dan Social Accounting Matrix (SAM) tahun 2003, dan data SUSENAS tahun 2002. Model analisis yang digunakan adalah model CGE
recursive dynamic dan menganalisis insiden kemiskinan dengan indeks kemiskinan FGT. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas agroindustri berdampak positif terhadap output yang dihasilkan. Apabila peningkatan produktivitas agroindustri diikuti oleh peningkatan produktivitas sektor pertanian dan lembaga keuangan terhadap sektoral, maka hampir seluruh sektoral mengalami peningkatan output. Dampak peningkatan produktivitas agroindustri terhadap kinerja makro ekonomi adalah positif yang ditunjukkan oleh meningkatnya PDB riil. Dampak peningkatan produktivitas agroindustri terhadap pengurangan tingkat kemiskinan di perdesaan dengan arah positif, kondisi sebaliknya terjadi di perkotaan, kecuali pada kelompok rumahtangga golongan bawah.
Efektifitas stimulus fiskal yang dilaksanakan di China dalam menyerap tenaga kerja dan meningkatkan output untuk kegiatan bidang infrastruktur dilakukan dalam penelitian He et al. (2009). Teknik analisis yang digunakan adalah gabungan analisis pengganda Input-Output (I-O) dan model Dynamic Stochastic General Equilibrium (DSGE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa stimulus fiskal di China dapat meningkatkan output dan menyerap tenaga kerja, namun efektifitasnya bergantung pada pola dan distribusi belanja sektoral. Penyerapan tenaga kerja pada sektor non-pertanian tidak dapat secara langsung terwujud. Hal ini dikarenakan tenaga kerja membutuhkan waktu dan transisi untuk menyesuaikan keterampilan yang diperlukan untuk berpindah dari satu sektor ke sektor yang lainnya. Dengan demikian, perlu dilakukan pelatihan bagi tenaga kerja untuk membekali keterampilan yang sesuai dengan jenis pekerjaan baru yang tercipta akibat stimulus fiskal tersebut. Di samping itu, dampak dan efektivitas kebijakan fiskal juga bergantung kepada iklim usaha, rejim nilai tukar, tingkat keterbukaan ekonomi negara dan faktor lainnya.