Et ika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang menj adi pegangan bagi seseorang at au suat u kelompok dalam mengat ur t ingkah lakunya. Sedangkan kode et ik adalah kumpulan azas at au nilai moral (Bert ens 2005, hlm. 6).
Prakt isi PRBBK sebagai sebuah komunit as prof esional , hendaknya mempunyai suat u acuan kode et ik prof esionalisme unt uk mencegah moral hazard. Kode et ik semacam it u t ent unya harus konsist en dan menj adi suat u kesat uan t ak t erpisahkan dengan lat ar belakang f ilosof is dan ideologis yang t elah dikupas pada bagian t erdahulu. Dalam kait annya it u, et ika ini dibunyikan sebagai suat u kode et ik yang dimaksudkan unt uk mengat ur perilaku moral para prakt isi PRBBK melalui ket ent uan-ket ent uan t ert ulis yang diharapkan j uga akan dipegang t eguh oleh sesama prakt isi.
Akunt abilit as pert ama yang paling t inggi adalah t erhadap komunit as di mana PRBBK it u diselenggarakan. Kit a bert anggung j awab unt uk memast ikan bahwa penanggulangan bencana dilaksanakan sedemikian rupa sehingga ia sungguh bermanf aat dalam mengurangi risiko bencana. Meskipun PRBBK adalah upaya t anpa akhir, karena risiko t idak mungkin absen, namun risiko bencana diharapkan unt uk berkurang ket imbang sebelum dilaksanakannya PRBBK. Tuj uan lainnya adalah mencegah dan menekan sekecil mungkin kemungkinan di mana prakt ik PRBBK j ust ru meningkat kan risiko-risiko baru dan kerent anan-kerent anan baru yang melampaui kapasit as komunit as.
Dalam kont eks program/ proyek, PRBBK memiliki aspek legal, karena ia dilaksanakan dalam kerangka kelembagaan. Prakt ik yang dilaksanakan oleh perorangan t idak dipayungi sanksi f ormal dan oleh karenanya t idak dapat dipert anggungj awabkan. Berdasarkan pemikiran ini maka para prakt isi
Buku Sat u | PENTINGNYA PRBBK | 50/ 54
mempunyai akunt abilit as f ormal administ rat if dan prosedural t erhadap lembaga yang mempekerj akannya. Mengingat dalam beberapa kesempat an, inisiat if individu yang menj adi drivers of change belaj ar dari konsep soci al ent r epr euner
yang dipromosikan Ashoka Foundat ion, maka individu-individu yang berinisiat if dalam melakukan PRBBK harus bert anggung j awab langsung kepada komunit as dan at uran-at uran hukum yang berlaku.
Dalam banyak kont eks di Indonesia, komunit as hidup dalam kont eks kerangka pemerint ahan yang f ormal (inst it usi dan organisasi f ormal) maupun dalam kont eks inf ormal (inst it usi adat dan agama). Di Aceh, kedua sist em t ersebut berj alan paralel—unit komunit as yang f ormal adalah desa at au kelurahan at au kecamat an, sedangkan yang bersif at adat adalah gampong at au muki m. Di Flores, NTT, paralel sat uan desa kadang paralel at au beririsan dengan sat uan-sat uan wilayah administ rasi gerej a.
Dalam kont eks it u maka prakt ik PRBBK t idak bekerj a dalam sit uasi hampa dan harus melet akkan dirinya dan prakt ik PRBBK dalam suasana akunt abilit as legal pluralisme. Dalam kont eks di mana pemerint ah adalah unsur st rukt ural yang t unggal, maka aksi sosial yang ant ikemapanan, pun pemerint ah t et ap harus dipandang sebagai kont eks akunt abilit as.
Seorang prakt isi PRBBK sendir i adalah bagian dari komunit as prakt isi dan oleh karenanya mempunyai kewaj iban dan loyalit as dengan sesama pelaku PRBBK. Hal ini dapat diwuj udkan dalam bent uk rasa t anggung j awab unt uk membuka pekerj aannya, unt uk dilihat oleh prakt isi lainnya, berbagi penget ahuan dan pengalaman, dan ikut t erus menumbuh-kembangkan PRBBK sebagai suat u lapangan prakt ik.
Ada banyak sekali prinsip-prinsip yang dapat menj adi panduan perilaku bagi para pelaku PRBBK. Sebagai salah sat u cont oh, Net t ing, Ket t ner dan McMurt y (1993:
Buku Sat u | PENTINGNYA PRBBK | 51/ 54
57—60) mengut ip Kapp (1987) menyebut kan t iga nilai et ika dalam bekerj a dengan komunit as:
• Azas kemandirian (aut onomy) adalah sikap menempat kan hak dan kebebasan komunit as unt uk menent ukan j alan hidup sendiri sebagai cerminan dari hak dasar set iap orang t erhadap kebebasan menent ukan hidup mereka sendiri. Dalam kait an ini, dalam set iap rencana dan langkah seorang prakt isi at au lembaga pelaku PRBBK t et ap menghargai hak dasar ini dan memosisikan diri unt uk memberikan masukan dan memf asilit asi dipert imbangkannya semua konsekuensi dari pilihan-pilihan. Tet api pada dasarnya, t et ap komunit as it ulah yang berhak unt uk memut uskan langkah mana yang akan dit empuh.
• Azas manf aat (benef i cence) adalah cerminan dari semangat alt ruisme unt uk melakukan hal-hal yang berguna bagi kemaslahat an komunit as. Di samping memot ivasi pekerj a PRBBK unt uk bekerj a dengan komunit as, azas ini j uga seyogyanya menj adi peringat an agar kit a berhat i-hat i unt uk t idak menumbuhkan hubungan yang pat ernalist ik dan pada akhirnya melanggar azas yang pert ama t adi, dan lebih buruk lagi, menimbulkan ket ergant ungan komunit as t erhadap pelaku PRBBK at au pihak-pihak lain.
• Azas keadilan (j ust i ce) adalah semangat unt uk memberikan apa yang menj adi hak seseorang at au komunit as. Dalam kait an ini azas sama-rat a- sama-rasa kurang relevan, melainkan bagaimana ” memberikan lebih kepada mereka yang berkekurangan” . Pada int inya, set iap rencana dan langkah pelaku PRBBK harus memast ikan bahwa manf aat yang didapat kan dari kegiat an penanggulangan bencana sungguh dibagikan kepada yang berhak secara berkeadilan.
6. 4. STRATEGI PENGAKHIRAN (EXIT ST RAT EGY) PRBBK
Pada bagian awal buku ini, PRBBK memiliki t iga t ahapan ut ama yang paralel yakni: ent ry (i nput), proses-proses (t hr oughput), sert a exit (out put s / out comes). Dalam kont eks proyek, diperlukan st rat egi pengakhiran (exi t st r at egy) yang menj amin
Buku Sat u | PENTINGNYA PRBBK | 52/ 54
keberlanj ut an PRBBK/ CBDRM. St rat egi pengakhiran suat u program PRBBK bert uj uan unt uk memast ikan keberlanj ut an dampak dan kegiat an set elah program berakhir. Oleh sebab it u, st rat egi pengakhiran PRBBK merupakan bagian pent ing dari suat u program.
Menurut Rogers and Macias (2004: 8) st rat egi pengakhiran (exi t st r at egy) suat u program adalah rencana khusus yang menggambarkan bagaimana suat u program akan dit arik dari suat u wilayah sement ara pencapaian t uj uan pembangunan dapat dipast ikan t idak akan t erganggu dan perkembangan t uj uan lebih lanj ut akan dicapai. Tiga j enis st rat egi pengakhiran suat u program, yait u f ase penurunan (phasedown), f ase pengalihan (phaseover), dan f ase penghent ian (phaseout). Fase penurunan yang dimaksud dalam hal ini adalah pengurangan akt ivit as program secara bert ahap dalam rangka persiapan phaseover at au phase-out. Sedangkan f ase pengalihan maksudnya adalah t ahap penyerahan t anggung j awab kegiat an at au pengelolaan program kepada lembaga at au individu yang berada di wilayah pelaksanaan program. Sement ara it u, f ase penghent ian adalah kegiat an menarik at au menghent ikan sumber daya sebuah program t anpa menyerahkan t anggung j awab kepada lembaga at au kelompok lain. 8
Pemilihan st rat egi pengakhiran program yang akan dit erapkan t ergant ung pada t uj uan dan karakt erist ik suat u program. Jika t uj uan dan perubahan yang ingin dicapai oleh sebuah program bersif at permanen dan berkelanj ut an (sel f - sust ai ni ng), sert a keberlanj ut an dampaknya t idak memerlukan program at au kegiat an lainnya, maka pendekat an st rat egi pengakhiran yang dapat dit erapkan adalah pendekat an phaseout . Cont ohnya adalah program yang menghasilkan perubahan perilaku dan pembangunan inf rast rukt ur. Sement ara st rat egi lainnya, yait u phasedown dan phaseover, mensyarat kan adanya ket erlibat an komponen masyarakat , individu, at au pemerint ah dalam menj amin keberlangsungan dampak
8
“ St rat egi Mengakhiri Program: Pengalaman Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia” , Sri Kusumast ut i Rahayu dan Rizki Fill aili, Newslet t er Yayasan Semeru.
Buku Sat u | PENTINGNYA PRBBK | 53/ 54
dari sebuah program.9
Meruj uk pada konsep st rat egi pengakhiran Rogers di at as, maka program PRBBK lebih t epat bila st rat egi pengakhirannya menggunakan pendekat an pert ama (phasedown) dan pendekat an kedua (phaseover). Pilihan ini didasarkan pada alasan bahwa kegiat an-kegiat an PRBBK harus dilakukan secara berkesinambungan. Ada at au t idak ada dana, selama ancaman masih mengelilingi suat u komunit as, maka kegiat an PRBBK harus t et ap berlangsung. Alasan lain adalah bahwa kegiat an PRBBK mensyarat kan adanya ket erlibat an komunit as, di mana mereka sebagai pelaku ut ama yang akan menent ukan arah bagaimana PRBBK dilakukan. Dengan kat a lain, pihak mana pun sebagai akt or luar yang mengerj akan PRBBK di suat u wilayah secara perlahan harus menyer ahkan sepenuhnya pengelolaan risiko kepada komunit as set empat . Ini j uga sej alan dengan prinsip bahwa pihak luar dalam hal ini posisinya t idak lebih dari sebagai f asilit at or semat a.