LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Kompetensi Guru
2.1.1.2 Kompetensi Profesional
Selaian kompetensi pedagogik, guru hendaknya memiliki dan mengembangkan kompetensi profesional. Seorang guru perlu memiliki kemampuan standar baik yang berkenaan dengan bidang akademik, pedagogis, kualifikasi, dan sosial. Kompetensi profesional adalah kemampuan dasar tenaga pendidik yang mampu menguasai teoritik secara luas dan mendalam secara filosofis, praktik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar (Asmani, 2009; Febriana, 2019; Janawi, 2011). Guru harus memahami secara luas dan mendalam mengenai materi yang akan dibahas. Selaian
menguasai materi, guru juga harus memampu menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan materi pelajaran. Hal ini berkaitan dengan tercapaianya tujuan pembelajaran.
Dapat diartikan bahwa kompetensi profesionalisme guru mencakup pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dimiliki oleh pendidik (guru) dalam menjalankan tugasnya sesuai bidang yang dikuasai dengan penuh tanggung jawab.
Kompetensi profesionalisme yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam mencapai keberhasilan pembelajaran di dalam maupun di luar kelas. Guru disebut profesional jika mampu menguasai keahlian dan keterampilan teoritik dan praktik proses pembelajaran serta mengaplikasikannya secara nyata (Janawi, 2012: 99). Secara lebih rinci, kompetensi profesional guru mata pelajaran tercantum Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru. Berikut ini cakupan kompetensi profesional guru Bahasa Indonesia.
1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu
Adapun cakupan kompetensi inti bagi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, yakni: memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa; memahami hakekat bahasa dan pemerolehan bahasa; memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia;
menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar; memahami teori dan genre sastra Indonesia; dan mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif.
Pembelajaran bahasa memiliki keterkaitan dengan liinguistik pendidikan.
Linguistik pendidikan membahas mengenai integrasi anatara penelitian linguistik dan ilmu-ilmu sosial seperti bahasa dan pendidikan secara holistik (Spolsky & Hult dalam Suhardi, 2017). Dengan kata lain linguistik pendidikan memiliki kaitan erat dengan pengajaran dan pembelajaran bahasa. Linguistik pendidikan memiliki cakupan materi yang luas karena ilmu interdisipliner antara aliran linguistik dan pendidikan. Dengan kata lain, pembelajaran bahasa sebagai salah satu dimensi kajian dalam linguistik pendidikan (Suhardi, 2017). Cakupan ini menjangkau masalah mengenai penelitian linguistik yang terkait dengan praktik pendidikan dan perencanaan pembelajaran bahasa. Linguistik menghasilkan data deskriptif bahasa-bahasa yang dapat dikatakan sebagai dasar pengajaran bahasa-bahasa (Puspitasari, 2019).
Tiap aliran linguistik memiiki pandangan yang berbeda mengenai bahasa dan saling melengkapi. Guru perlu memilih dan memilah aliran linguistik apa yang sesuai dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa.
Aliran linguistik tersebut salah satunya adalah aliran struktural. Aliran ini muncul pada awal abad XX yang diprakarsai oleh Ferdinand de Sausaure. Aliran ini memiliki ciri-ciri berlandaskan pada paham behaviorisme yakni proses berbahasa merupakan proses stimulus-respon dan bahasa berupa ujaran (Nuryani, 2018).
Dalam dunia pendidikan aliran ini dapat dalam buku teks pembelajaran. Hal tersebut telah diteliti oleh Yunita Puspitasari dalam penelitan tersebut membuktikan tingkat presentase penerapan linguistik struktural dalam buku teks Bahasa Indonesia Tingakt SMP/MTs Kelas VII mencapai 65% dengan kategori baik. Teori struktural masih memiliki peran sebagai landasan teori linguistik yang kuat dalam penyusunan buku
ajar (Puspitasari, 2019). Cakupan materi tata bahasa dalam buku teks meliputi morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik.
Selain memahami mengenai aliran linguisitk, guru Bahasa Indonesia juga perlu memahami teori dan genre sastra Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia tentu tidak terlepas dari pembelajaran sastra. Untuk mengajarkan sastra, seorang guru perlu memiliki penguasan sastra yang mencakup teori sastra dan genre sastra Indonesia. Teori sastra mengungkapkan fungsi dan manfaat sastra, klasifikasi, dan unsur-unsur pembangun karya sastra seperti puisi, prosa, dan drama (Nuryani, 2018).
Guru perlu menguasai unsur pembangun dari tiap genre sastra. Hal ini berkaitan dengan apresiasi sastra. Menurut Nuryani (2018) apresiasi sastra melibatkan tiga unsur utama, yakni: kognitif (unsur ekstrinsik dan intrinsik), emotif (penghayatan), dan evaluatif (pemberian penilaian).
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu Seorang guru tidak hanya menguasai aspek materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Akan tetapi, seorang guru juga harus menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu. Standar kompetensi adalah pernyataan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasi serta tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai setelah peserta didik mengalami proses pembelajaran (Sanjaya, 2011; Majid, 2012). Dari kutuipan tersebut seorang guru harus menguasai keterampilan dan sikap yang harus dikuasi oleh peserta didik. Keterampilan yang perlu dikuasi oleh peserta didik dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah keterampilan menulis, keterampilan membaca, keterampilan berbicara, dan
keterampilan menyimak. Standar kompetensi inilah yang dijabarkan menjadi kompetensi dasar mata pelajaran.
Perlu dipahami guru bahwa dalam tingkat kompetensi yang ada pada kompetensi dasar akan terdapat tiga tingkatan yaitu pengetauan, tingkat proses, dan tingkat penerapan (Indryanti et al., 2019). Oleh karena itu, seorang guru perlu memahami betul kompetensi dasar dari mata pelajaran yang diampu. Selanjutnya kompetensi dasar diperinci dan dijabarkan menjadi indikator pembelajaran. Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran (Dwiyanti &
Nahadi, 2011). Pencapaian kompetensi dasar secara spesifik dapat ditandai adanya perubahan perilaku yang dapat diukur. Oleh karena itu, perumusan indikator menggunakan kata kerja operasional.
Kata kerja operasional atau KKO digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki oleh peserta didik (Saptanigrum et al., 2019). Kata kerja operasional mengacu pada taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl, khususnya ranah kognitif. Taksonomi tersebut mencakup mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6) yang dimana C1-C3 disebut sebagai low order thinking skills sedangkan C4-C6 merupakan ranah berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking skill. Indikator juga dapat dijadikan sebagai penanda ketercapaian tujuan pembelajar.
Guru juga perlu memahami tentang cara merumuskan tujuan pembelajaran.
Terdapat empat komponen yang membngun tujuan pembelajaran, yakni audience (A), behavior (B), condition (C), dan degree (D) (Uno, 2006). Tujuan pembelajran
sebaiknya dinyatakan dalam bentuk ABCD, artinya A (audience) merupakan sasaran didik atau unsur pokok dalam perumusan tujuan pembelajaran; B (behavior) adalah perilaku yang diharapkan setelah mengikuti proses pembelajaran; C (condition) adalah persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai; dan D (degree) merupakan batas minimal tingkat keberhasilan yang harus dipenuhi.
3. Materi pembelajaran yang diampu secara kreatif
Guru hendaknya mengembangkan materi pembelajaran yang diampunya.
Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa materi pembelajaran (instructional material) adalah penguasaan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan (Yanti et al., 2018). Pemilihan materi ajar peerlu dioptimalkan dan sesuai dengan karakteristik kelas sehingga peserta didk dapat memenuhi standar koompetensi yang telah ditetapkan. Bahan materi merupakan segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum yang harus dikuasi oleh peserta didik, sesuai dengan kompetensi dasar dalam rangka pencapaian standar kompetensi tiap mata pelajaran (Zulkifli & Royes, 2018). Dalam megembangkan materi, guru perlu memilih materi pembelajaran yang diampu sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Rahman & Amri (2013) memaparkan mengenai langkah dalam mengembangkan materi ajar dapat dilakukan dengan cara seperti berikut, 1) mengidentifikasi aspek yang terdapat dalam standar kompetensi atau kompetensi inti dan kompetensi dasar; 2) mengidentifikasi jenis-jenis materi pembelajaran; 3) memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan standar kompetensi atau
kompetensi inti dan kompetensi dasar yang telah teridentifikasi, dan 4) memilih sumber materi pembelajaran dan selanjutnya mengemas materi pembelajaran tersebut. Materi pembelajaran dipilih seoptimal mungkin untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran adalah jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran tersebut agar guru dapat membuat persiapan yang berdaya guna dan berhasil guna (Yanti et al., 2018). Penyajian materi pembelajaran tentu perlu memperhatikan tingkat kesulitan materi. Materi yang disajikan harus secara berurutan dan saling terkait.
4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif
Adapun kompetensi inti guru dalam melakukan tindakan reflektif, yakni melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus. Kegiatan refleksi merupakan sarana yang memungkinkan pertumbuhan atau pengembangan pengetahuan guru (Nugraha et al., 2020). Setelah melakukan tindakan reflektif maka guru memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan. Guru dapat menemukan kelebihan dan kekurangan serta memberikan orientasi untuk perbaikan pembelajaran selanjutnya (Philipsen et al., 2019; Singh et al., 2019).
Memperbaiki kekurangan dari pembelajaran merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas mengajar dan kualitas pembelajaran.
Kegiatan yang dapat digunakan sebagai upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas kinerja adalah melakukan penelitian tindakan kelas. Melalui
penelitian tindakan kelas guru dituntut untuk senantiasa melakkan refeksi diri tentang pelaksanaan-pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukannya untuk menemukan berbagai permasalahan yang dihadapi dan merencanakan berbagai tindakan yang dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi (Rahmatullah &
Inanna, 2019). Guru mengkaji sebuah fenomena yang terjadi dalam proses pembelajaran dan berusaha untuk menemukan solusi yang tepat.
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.
Pemanfaatan ini dapat dikaitkan dengan tuntutan pembelajaran abad 21 dan perkembangan era industry 4.0. Guru perlu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi. Selain itu, guru dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan diri. Kemajuan teknologi sangat membantu proses pembelajaran melalui pemanfaatan berbagai aplikasi teknologi dalam pembelajaran (Onyema & Daniil, 2017). Teknologi telah menjadi bagian dalam pendidikan saat ini meskipun belum dapat diterapkan secara merata di daerah-daerah pedalaman. Pemanfaatan teknologi informasi dalam dunia pendidikan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas (Husaini, 2014). Oleh karena itu, integrasi teknologi dalam proses belajar mengajar mutlak diperlukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan.
Mengajar dengan teknologi yang lebih kompleks merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh guru (Koehler & Mishra, 2009). Menyeleksi teknologi yang akan digunakan, konten atau materi yang akan diintegrasikan bersama media teknologi, penggunaan teknologi dalam pembelajaran, kemampuan dalam mengoperasikan teknologi, dan ketersediaan sarana prasarana yang mendukung
penggunan teknologi dalam pembelajaran merupakan tantangan yang perlu dihadapi oleh guru. Guru perlu memahami pembelajaran di kelas yang kini mulai mengarah pada interaksi antara teknologi dengan konten dan pedagogi (Harris & Hofer, 2011;
Pamuk et al., 2015; Rosenberg & Koehler, 2015). Pembelajaraan saat ini, terutama pada masa Covid-19 mulai mengarah pada perpaduan antara teknologi, pedagogi, dan konten.
Guru dituntut untuk memadukan ketiga unsur tersebut dalam pembelajaran dalam jaringan (online). Hal yang perlu dikembangkan guru adalah penguasaan terhadap teknologi guna mempermudah pelaksanaan pembelajaran daring (dalam jaringan). Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik, pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, memberikan pengetahuan lebih kepada peserta didik, mempermudah transfer informasi yang mendukung pembelajaran, peserta didik aktif dalam pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran menjadi lebih efisien pemanfaatan teknologi informasi dalam pembelajaran bahasa dan sastra memperoleh respon positif (Husaini, 2014; Sari:
2015). Dengan demikian, teknologi memiliki pengaruh positif pada proses belajar mengajar.