• Tidak ada hasil yang ditemukan

Level kognitif dan indikator kognitif HOTS Aspek Level Kognitif dan Aspek Level Kognitif dan

LANDASAN TEORI

2.1 Level kognitif dan indikator kognitif HOTS Aspek Level Kognitif dan Aspek Level Kognitif dan

Indikator Definisi

Berpikir Kritis

C4-Menganalisis Proses mengurai materi yang kemudian dicari kaitanya secara keseluruhan

Membedakan Mampu memilih informasi menjadi bagian relevan dan tidak relevan

Mengorganisasi Mampu mengidentifikasi informasi menjadi struktur yang terorganisir

Mengartibusi Mampu menentukan pola hubungan antara bagian tiap struktur informasi

C5-Mengevaluasi Kegiatan membuat suatu keputusan berdasarkan kriteria dan standar yang telah ditentukan

Memeriksa Mampu mengecek dan menentukan bagian yang salah terhadap proses atau pada sebuah pernyataan

Mengkritik Mampu melakukan penerimaan dan penolakan terhadap informasi melalui kriteria yang telah ditetapkan

Berpikir Kreatif dan Pemecahan Masalah

C6-Mencipta Membentuk solusi atau sesuatu yang baru dari kegiatan menghubungkan berbagai elemen

Merumuskan Mampu memberikan cara pandang terhadap suatu persoalan

Merencana Mampu merancang suatu cara pandang terhadap suatu persoalan

Memproduksi Mampu membust ide, solusi atau keputusan dari rancangan yang dibuat sebelumnya

Dari tabel di atas dapat didefinisikan bahwa HOTS melibatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti daya pikir kritis serta kreatif untuk memecahkan suatu masalah. Kemampuan berpikir tingkat tinggi harus mampu menganalisis, menghubungkan, menguraika serta memaknai permasalahan untuk memperoleh solusi ataupun ide baru.

2. Berbasis permasalahan kontekstual

Instrumen penilaian berbasis permasalahan kontekstual merupakan instrumen yang menggunakan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari dengan harapan dapat menerapkan konsep untuk menyelesaikan permasalahan yang ditemukan.

Dalam sinstrumen penilaian yang dikembangkan pada penelitian ini menggunakan ilustrasi terkait dengan situasi sehari-hari, seperti kesulitan belajar peserta didik, penerapan model pembelajaran, penggunaan cuplikan berita. Adapun karakteristik penilaian kontekstual menurut Kemdikbud (2017) yang perlu diperhatikan, yakni:

1) menghubungkan (terkait dengan konteks pengalaman nyata); 2) menginterpretasikan (penilaian yang menekankan pada eksplorasi, penemuan, dan penciptaan); 3) menerapkan (kemampuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah nyata); 4) mengomunikasikan (mengomunikasikan kesimpulan model pada konteks masalah);

dan 5) mentransfer (kemampuan untuk mentransfer konsep pengetahuan dalam situasi/konteks baru.

3. Menggunakan bentuk soal beragam

Pemilihan bentuk soal dapat disesuaikan dengan kebutuhan penilaian.

Begitupun dengan instrumen yang digunakan untuk menilai kemampuan berpikir tingkat tinggi. Keberagaman bentuk soal/instrumen memiliki tujuan agar dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan menyeluruh tentang kemampuan peserta tes (Kemdikbud, 2017). Penggunaan berbagai bentuk soal perlu diperhatikan supaya penilaian yang dilakukan dapat menjamin prinsip objektif (Fanani, 2018). Penilaian yang dilakukan secara objektif dapat menjamin akuntabilitas penilaian. Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir soal HOTS, diantaranya pilihan ganda, benar/salah, isian singkat, jawaban pendek, dan uraian. Bentuk-bentuk soal ini diharapkan dapat menilai kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta tes. Berikut rincian tiap bentuk soal.

a) Pilihan Ganda

Penggunaan bentuk instrumen soal yang tepat dalam tes tertulis dapat dipengaruhi kompetensi yang akan diukur. Pilihan ganda adalah bentuk tes obyektif yang terdiri dari bagian pokok soal (stem) dan option jawaban yang jelas sehingga hasilnya dapat diskor secara obyektif (Kadir, 2015; Setyaningsih et al., 2020). Dapat diartikan instrumen soal pilihan ganda terdiri dari soal pokok dan pilihan. Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor). Kunci jawaban ialah jawaban yang benar atau paling benar. Pengecoh merupakan jawaban yang tidak benar tetapi memungkinkan seseorang terkecoh untuk memilihnya apabila tidak menguasai bahannya/materi pelajarannya dengan baik. Jawaban yang diharapkan

(kunci jawaban), umumnya tidak termuat secara eksplisit dalam stimulus atau bacaan (Widana, 2017:5). Oleh karena itu, penyusunan soal pilihan ganda perlu memperhatikan pokok soal, pengecoh jawaban, dan jawaban yang diharapkan.

Kaidah penulisan soal pilihan ganda harus memperhatikan kaidah materi, konstruksi, dan bahasa (Jawariah, 2017), sebagai berikut:

1) Kaidah materi

➢ Soal harus sesuai dengan indikator

➢ Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi

➢ Setiap soal harus mempunyai jawaban yang benar.

2) Kaidah konstruksi

➢ Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas

➢ Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus penyataan yang diperlukan

➢ Pokok soal tidak memberi petunjuk kearah jawaban yang benar, pokok soal tidak mengendung pernyataan negatif ganda

➢ Penjang rumusan pilihan relatif sama

➢ Soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda

➢ Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama

➢ Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan, “semua pilihan jawaban diatas salah”, atau “semua pilihann jawaban diatas benar”

➢ Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut, atau kronologinya.

➢ Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi.

➢ Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.

3) Kaidah bahasa

➢ Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia

➢ Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal digunakan untuk daerah lain atau nasional

➢ Setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif.

➢ Pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian.

Penggunaan tes pilihan ganda dapat membedakan antara kesalahan dikarenakan miskonsepsi atau kurang pengetahuan. Miskonsepsi atau kesalahan konseptual adalah kesalahan yang dilakukan dalam menafsirkan suatu konsep atau salah dalam menggunakan konsep (Yani, 2019). Kesalahan ini dapat terjadi kepada siapa saja tak terkecuali guru. Dapat dikatakan kesalahan konsep merupakan konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh ahli. Miskonsepsi bersifat resisten terhadap masuknya ide-ide atau gagasan-gagasan baru yang lebih ilmiah, bahkan dapat menolak ide-ide atau gagasan-gagasan baru yang diterimanya, sehingga mereka sulit untuk menerima konsepsi baru (Hermita et al., 2017). Untuk menganalisis dalam mencari kesalahan atau miskonsepsi dapat menggunakan tes pilihan ganda.

Penggunaan tes pilihan ganda sebagai alat untuk menganalis miskonsepsi dilihat melalui jawaban-jawaban yang salah dalam pilihan ganda yang selanjutnya dijadikan bahan tes berikutnya. Hasil dari tes dapat dijadikan dasar apakah guru mengalami

miskonsepsi atau kurang pengetahuan. Dengan demikian, akan lebih mudah memetakan dan memberikan pendampingan kedepannya. Dapat dikatakan, soal pilihan ganda tidak hanya aktivitas menjawab dan memperoleh skor saja.

Hasil penelitian Yuniar & Saepulrohman (2015) menemukan bahwa soal pilihan ganda dapat mengukur kemampuan High Order Thinking Skills (HOTS). Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan pedoman analisis soal berbentuk kriteria pengembangan HOTS (High Order Thinking Skills) dan menentukan kriteria penilaian terhadap masing-masing soal, maka diperoleh jumlah nilai sebesar 56.

Setelah dihitung rata-rata nilainya, diperoleh rata-rata nilai sebesar 2,8. Rata-rata nilai tersebut jika dilihat dari kriteria penilaian masuk pada kriteria cukup baik, yaitu berada pada rentang nilai 2,51 sampai dengan 3,50. Soal yang dianalisis 20 butir soal dan ditemukan sebanyak 14 soal bermuatan HOTS.

Menurut Kadir (2015) terdapat beberapa hal yang menjadi kekurangan soal pilihan ganda, yakni: 1) pembuatan instrumen sulit dan memakan banyak waktu dan tenaga, 2) tidak mudah ditulis untuk mengungkapkan tingkat kompetensi tinggi, 3) ada kemungkinan jawaban benar semata-mata karena tebakan. Pembuatan instrumen pilihan ganda memakan banyak waktu dan sulit dikarenakan perlu menyususun soal pokok, alternatif jawaban, pengecoh, dan kunci jawab. Pembuatan alternatif jawaban tentu harus dipertimbangan materi dan pengecoh yang sepadan. Selain itu, kemungkinan peserta menjawab benar karena memahami atau semata-mata hanya menebak.

b) Benar/Salah

Salah satu bentuk soal HOTS adalah soal bentuk benar/salah. Tes tipe benar-salah (true-false) adalah tes yang butir soalnya terdiri dari pernyataan yang disertai dengan alternatif jawaban yaitu jawaban dan pertanyaan yang benar dan salah (Sanusi & Aziez, 2021). Untuk soal berbentuk benar/salah memiliki tujuan untuk menguji pemahaman terhadap suatu masalah secara komprehensif terkait antara pernyataan satu dengan yang lain (Kemdikbud, 2017). Kemampuan peserta tes dalam mengaitkan satu pernyataan dengan pernyataan yang lain dapat dinilai secara objektif. Adapun kelebihan dari bentuk soal benar salah seperti dapat mewakili materi pelajaran yang lebih komprehensif, mudah penyusunannya, dan juga mudah dalam pengolahanya (E. P. Widoyoko, 2012). Peserta tes menandai masing-masing jawaban, memilih “B” jika jawaban atau pernyataan itu dianggap benar menurut pendapat peserta tes dan memilih “S” jika jawaban atau pernyataan itu dianggap salah menurut pendapat peserta tes.

c) Isian Singkat

Tes jawaban singkat atau isian singkat adalah bentuk tes yang berupa kalimat pertanyaan yang harus dijawab dengan jawaban singkat atau kalimat perintah yang harus dikerjakan atau kalimat pernyataan yang belum selesai sehingga testee harus mengisikan kata untuk melengkapi kalimat tersebut (Tamrin & Munawaroh, 2019). Peserta tes hanya menjawab secara singkat pada soal yang tersedia. Pada soal isian singkat peserta tes memberikan jawaban singkat dengan cara mengisi kata, frase, angka, atau simbol (Kemdikbud, 2017). Bagian

yang rumpang dalam soal hanya terdapat satu bagian dan paling banyak dua bagian.

Hal ini dimaksudkan supaya tidak membingungkan peserta tes.

d) Uraian

Tes esai lebih banyak digunakan untuk mengukur kemampuan yang lebih tinggi dalam kawasan kognitif, seperti menggunakan, menganalisis, menilai dan berpikir kreatif (Tamrin & Munawaroh, 2019). Melalui bentuk soal ini peserta tes dapat menerapkan, mengungkapkan, menciptakan, membandingkan, maupun menilai suatu fenomena. Soal Uraian erupakan soal yang jawabanya menuntut peserta tes untuk mengorganisasikan gagasan atau hal-hal dengan cara mengemukakan gagasan tersebut menggunakan kalimat sendiri dalam bentuk tertulis (Fanani, 2018). Soal berbentuk uraian ini memiliki kebebsan pada peserta tes dalam mengemukakan pendapat yang didasari teori dan menggungkapkanya dengan bahasanya sendiri.

Artinya peserta tes tidak harus mengungkapkan pendapatnya sama persis secara redaksi susunan kata dengan teori yang dikemukakan pakar.

Soal bentuk uraian dapat dibagi menjadi dua bentuk, yakni tes uraian bebas dan tes uraian terbatas. Tes uraian bebas memiliki bentuk soal yang memberikan kebebasan kepada peserta tes untuk mengorganisasikan dan mengekspresikan pikiran dan gagasanya dalam menjawab soal tes (Diputera, 2019). Jawaban yang diberikan oleh peserta tes bersifat terbuka, bebas, fleksibel, dan tidak terstruktur. Peserta tes dapat memberikan jawaban sesuai kemampuan kognitif yang dimiliki. Sedangkan tes uraian terbatas merupakan bentuk tes uraian yang memberi batasan-batasan tertentu.

Batasan batasan ini meliputi konteks jawaban yang diinginkan, jumlah butir jawaban yang dikerjakan, keluasan uraian jawaban, dan luas jawaban yang diminta.

Adapun kelebihan dari bentuk soal uraian, yakni dapat digunakan untuk mengukur kekampuan yang kompleks, seperti kemampuan mengaplikasikan prinsip, kemampuan menginterpretasikan hubungan, dan kemampuan merumuskan kesimpulan yang sahih (E. P. Widoyoko, 2016). Selain keluasan ini, secara penyusunan soal bentuk uraian lebih mudah untuk disusun.

b. Langkah Penyusunan Soal HOTS

Selain mengenai karakteristik penilaian berbasis HOTS, terdapat hal yang perlu diperhatikan, yakni penyusunan instrumen berbasis HOTS. Penulis soal dituntut untuk dapat menentukan perilaku yang hendak diukur dan merusmuskan materi yang akan dijadikan stimus dan perilaku yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam penulisan soal HOTS dibutuhkan penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (konstruksi soal), dan kreativitas dalam memilih stimulus (Fanani, 2018). Adapun langkah-langkah penyusunan soal HOTS menurut I Wayan Widana (2017) sebagai berikut.

1. Menganalisis KD yang dapat dibuat soal HOTS 2. Menyususn kisi-kisi soal

3. Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual 4. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal 5. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban

Pengembangan instrumen penilaian kompetensi guru selanjutnya terdiri atas kisi-kisi dan butir soal. Penyusunan kisi-kisi diawali dengan analisis kompetensi inti dan kompetensi yang ada dalam standar kompetensi untuk selanjutnya disusun

indikator dari setiap kompetensi tersebut. indikator dapat diartikan sebagai bentuk nyata atau indikasi ketercapaian kompetensi atau sebagai jawaban dari kompetensi yang harus tercapai. Dalam memilih kompetensi dasar pada setiap standar kompetensi harus merupakan kompetensi esensial. Pedoman Pelaksanaan Uji Kompetensi Guru (2015) memaparkan bahwa setiap kompetensi dasar minimum memiliki dua indikator dan dimungkinkan memiliki beberapa indikator. Indikator inilah yang menjadi dasar untuk mengembangkan instrumen penilaian kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru.