• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komponen-komponen Kurikulum Keagamaan/Kajian Islam al-Hamidiyah a Tujuan

NO MATERI KKM

C. Analisis Pengembangan Kurikulum Keagamaan/Kajian Islam Pesantren al Hamidiyah

3. Komponen-komponen Kurikulum Keagamaan/Kajian Islam al-Hamidiyah a Tujuan

Perkembangan tujuan Pesantren al-Hamidiyah, baik tujuan sebagai institusi lembangan pendidikan Islam maupun tujuan kurikulum itu sendiri, telah menunjukkan bahwa Pesantren al-Hamidiyah masih konsisten bertujuan untuk terus melestarikan pendidikan Islam itu sendiri. Dalam tujuan-tujuan tersebut terkandung beberapa poin penting diantaranya adalah:

1) Membantu pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa, hal tersebut merupakan cita- cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam mukaddimah UUD 1945. 2) Telah melaksanakan tujuan pendidikan itu sendiri, sebagaimana tercantum dalam

Undang-undang tentang Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional ini terlihat pada tujuan Pesantren al- Hamidiyah secara umum.

3) Mendidik dan mengarahkan santri menjadi calon ulama-intelektual dan intelektual- ulama. Sebagai calon ulama, diwujudkan dengan memberikan materi-materi pendalam keagamaan baik di madrasah formal maupun pada Kajian Islam/Kepesantrenan; dan sebagai intelektual, diwujudkan dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan selain

pengetahuan keagamaan di madrasah formal, yang keduanya dapat menjadi bekal bagi santri setelah selesai masa pendidikan di pesantren.

4) Telah melaksanakan tujuan kurikulum. Tujuan ini terlihat pada materi-materi baik teori dan praktek yang diberikan, sudah sesuai dengan tujuan Pesantren itu sendiri.

Pesantren al-Hamidiyah dalam mengukur keberhasilan tujuan pendidikannya sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni dengan mengukur keberhasilan tersebut berdasarkan kemampuan santri yang telah menyelesaikan program pendidikan pada santri tingkat Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Pesantren al-Hamidiyah sebagaimana terdapat pada buku pedoman umum pesantren al-Hamidiyah (2000: 24) diantaranya sebagai berikut:

1) Dari Segi Kemampuan (Keilmuan dan Keterampilan) a) Mampu membaca al-Qur‟an secara fasih dan tartil

b) Memiliki pengetahuan tentang kaidah-kaidah dalam membaca al-Qur‟an dengan benar

c) Mampu melaksanakan salat lima waktu dan salat-salat sunnah dengan benar d) Mampu membaca dzikir, wirid, dan do‟a setelah salat dengan benar

e) Mampu membaca tahlil, istighatsah dan rawi dengan benar

f) Minimal mampu membaca kitab Taqrib untuk Tsanawiyah dan Fath al-Qarib untuk tingkat Aliyah

g) Memiliki basis keilmuan yang diperlukan untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Para lulusan tingkat Tsanawiyah mampu melanjutkan pada jenjang Aliyah, dan para lulusan Aliyah mampu melanjutkan kejenjang Perguruan tinggi

h) Memiliki kemampuan berbahasa Arab dan Inggris dengan baik, sehingga mampu berkomunikasi dengan kedua bahasa tersebut serta mampu mengakses kitab-kitab, buku, koran, majalah yang menggunakan bahasa Arab dan Inggris

2) Dari Segi Kepribadian

a) Memiliki rasa tanggungjawab untuk melaksanakan salat fardu lima waktu dan salat-salat sunnah

b) Memiiki kesadaran untuk membaca al-Qur‟an, berzikir, berdo‟a, membaca tahlil, istighatsah, rawi dan sebagainya

c) Selalu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, baik kepada Allah SWT dengan melaksanakan berbagai ibadah mahdah, kepada sesama manusia saling menghormati dan tolong menolong, serta kepaa makhluk Allah lain dengan memelihara dan tidak merusaknya

d) Menghormati dan mentaati orang tua, saudara, dan keluarga yang lebih tua, serta menyayangi keluarga yang lebih muda

e) Memiliki kesandaran untuk memiliki perbuatan maksiat dan perbuatan-perbuatan negatif yang tidak layak dilakukan oleh santri

f) Memiliki, menghayati, dan mengamalkan jiwa keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, pesaudaraan dan kebebasan

b. Materi/Isi

Pesantren al-Hamidiyah dalam mengembangankan materi/isi kurikulum keagamaannya berdasarkan pada tujuan, pengembangan itu dilakukan dengan memberikan

materi-materi, pengetahuan dan pengalaman-pengalaman keagamaan. Materi-materi yang bersumber dari kitab-kitab kalisik/kitab kuning, sudah sesuai dengan tujuan pesantren itu sendiri. Hanya saja pendalaman pada kitab-kitab kalisik/kitab kuning agak sedikit berbeda antara perkembangan kurikikulum keagamaan/kepesantrenan sistem marhalah dengan tingkat pendidikan. Perbedaan yang paling menonjol terlihat pada bobot dan materi pelajaran, yaitu pada materi pelajaran al-Qur‟an dan Nahwu dan Saraf. Perbedaan terlihat pada sistem marhalah materi pelajaran al-Qur‟an memiliki bobot yang sama antara tiap tingkatan dan pada materi pelajaran Nahwu dan Saraf diberikan pada setiap tingkatan. Sedangkan, pada sistem tingkat pendidikan materi pelajaran al-Qur‟an bobot lebih banyak pada tingkat MTs kelas VII dan materi pelajaran Nahwu dan Saraf tidak diberikan pada tingkat MTs kelas VII. Perbedaan lain pada dua sistem (marhalah/tingkat pendidikan) tersebut, yaitu adanya penambangan dan mengurangan materi, penambangan bobot pada materi tahqiq/tahfiz al-Qur‟an pada sistem tingkat pendidikan dan tidak terlihat lagi kajian

ulum al-Qur‟an yang sebelumnya ada dalam sistem marhalah.

Perbedaan lain, yakni pada tingkatan materi-materi kitab-kitab salaf Pesantren al- Hamidiyah pada tingkat pendidikan seperti terlihat dalam daftar kitab-kitab salaf yang umum digunakan pesantren-pesantren di Indonesia, sebagaimana terlihat dalam bukunya Martin VanBruinessen (1999: 149) salah satu contohnya adalah kitab Imritî pada Pesantren al-Hamidiyah dipakai pada tingkatan aliyah sedangkan pada daftar yang disusun VanBruinessen digunakan untuk tingkat tsanawiyah. Perbedaan tersebut dikarenakan kitab-kitab yang digunakan oleh pesantren-pesantren yang terdapat dalam data VanBruinessen umumnya adalah pesantren salafiyah dan data tersebut disusun pada tahun yang sudah cukup lama.

Untuk memaksimalkan penyampaian materi Pesantren al-Hamidiyah menggunakan silabus pada masing-masing materi keagamaan yang diajarkan, tidak seperti pesantren-pesantren tipe lama (klasik) sebagaimana menurut Azra (1998: 88) pola pendidikan pada pesantren klasik tidak menggunakan kurikulum dan silabus. Tetapi berupa jenjang level kitab dalam berbagai disiplin ilmu, yang pembelajarannya dilaksanakan dengan pendekatan tradisional. Pesantren al-Hamidiyah menerapkan kurikulum tersendiri diluar kurikulum pemerintah dan memakai silabus, yaitu berupa batasan-batasan materi yang akan diajarkan dan tujuan pencapaian dari materi secara keseluruhan pada masing- masing bidang studi yang diajarkan, namun belum terlihat lebih rinci pada masing-masing pembahasan atau bab, seperti: pokok pembahasan, sub pokok pembahasan, materi pembelajaran, metode, penilaian, bahan/alat atau berupa rincian Kompetensi Dasar, Materi Pokok/Pembahasan, Kegiatan Pembelajaran, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu, Jam tatap muka, dan referensi yang terstruktur secara profesional. Walaupun dalam pedoman guru rincian-rincian tersebut sudah ada namun jika disajikan dalam struktur yang lebih profesional tentunya akan memudahkan guru dalam penyampaian materi.

c. Strategi/Metode

Strategi atau metode pengembangan kurikulum keagamaan Pesantren al- Hamidiyah adalah mengadopsi metode yang digunakan oleh pesantren salaf dan modern. Menurut Qomar (2014: 64-65) metode-metode pembelajaran yang biasa digunakan oleh pesantren, seperti sorogan, bandongan, muhawarah, metode majlis ta‟lim dan metode

diskusi. Metode tradisional atau metode pesantren salafiyah yang digunakan oleh pesantren al-Hamidiyah, seperti masih menggunakan sistem halaqah berupa metode

sorogan, bandongan dalam pembelajaran kitab-kitab kuning/salaf seperti pengajian tabarukan, sedangkan metode pesantren modern ditandai dengan memberikan penekanan-

penekanan dalam bahasa Arab baik dalam keseharian maupun dalam pengajaran dalam bentuk muhawarah, metode mubâsyarah, dimana guru menggindari penggunaan bahasa Indonesia (bahasa non Arab), misalnya menunjukkan langsung pada benda yang dimaksud.

Pesantren al-Hamidiyah juga mengembangkan metode-metode pendidikan lainnya, seperti memberikan keteladanan (Uswah al-Hasanah) baik ketelaanan yang diberikan oleh pengasuh maupun para guru, memberikan pengajaran (Ta‟lim), dan memberikan hadiah dan hukuman (al-Hadiyyah wa al-„Uqubah) metode ini dimaksudkan agar santri lebih bertanggung jawab atas segala perbuatannya.

Pendidikan bukan hanya memberikan materi-materi pelajaran tetapi pendidikan juga dapat dilakukan dengan memberikan keteladanan yang baik, karena biasanya santri akan meniru perbuatan baik atau buruk yang dilakukan oleh gurunya. Oleh karena itu metode keteladanan ini biasa diterapkan dalam pendidikan di lingkungan pesantren. Secara tidak langsung metode keteladanan merupakan bagian dari kurikulum tersembunyi yang biasa disebut hidden curriculum. Menurut Nana Sudjana (1996: 7) kurikulum tersembunyi adalah hal atau kegiatan yang terjadi di sekolah dan ikut mempengaruhi perkembangan peserta didik, tetapi tidak diprogramkan dalam kurikulum potensial. Pendapat yang sama diungkapkan juga oleh Arifin (2013: 7) menyatakan bahwa, kurikulum tersembunyi, yaitu segala sesuatu yang mempengaruhi peserta didik secara positif ketika sedang mempelajari sesuatu. Menurutnya, pengaruh itu mungkin dari pribadi guru, peserta didik itu sendiri, karyawan sekolah, dan suasana pembelajaran.

Kedeladanan terlihat dari perilaku para guru atau ustadz/ustadzah dalam salat berjama‟ah di masjid. Berdasarkan hasil pengamatan penulis para guru tidak hanya mengarahkan para santri untuk salat berjama‟ah, namun mereka juga ikut melaksanakan salat berjama‟ah bersama para santri.

Metode lainnya adalah metode pembinaan santri agar santri tidak hanya unggul dalam bidang akademik, namun juga unggul dalam kepribadian (pembentukan karakter) dan berakhlak mulia. Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani (2011: 12) karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran karena sudah tertanam dalam pikiran dengan kata lain keduanya dapat disebut dengan kebiasaan. Kebiasaan harian yang diterapkan oleh Pesantren al-Hamidiyah, terlihat seperti kewajiban salat berjama‟ah, hal ini diupayakan agar santri terbiasa untuk salat berjama‟ah. Contoh lainnya, seperti pendidikan

akhlaq al-karimah yang diberikan merupakan upaya agar tertanam dalam diri para santri untuk memiliki akhlak yang baik. Cerminan pada pembentukan akhlak mulia tercermin pada para santri sebagaimana hasil pengamatan penulis, para santri bersikap sopan dan santun terhadap guru dan tamu yang berkunjung. Mereka memberikan salam penghormatan dan penyambutan yang baik dan sopan kepada guru atau tamu yang ada dihadapan mereka.

Selain itu, direrapkan juga metode keterampilan dalam bidang keagamaan, yaitu Kegiatan Sibghah Ma‟hadiyah, Muhadarah, dan KPM (Kegiatan Pengabdian Masyarakat). Metode ini merupakan bagian dari kurikulum yang dikembangkan oleh pesantren al- Hamidiyah, metode ini merupakan pengalaman belajar di luar pendidikan akademis.

Pesantren al-Hamidiyah juga mengembangkan metode pembelajarannya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Metode ini dilakukan dengan memanfaat komputer dan internet, hal ini terlihat dari beberapa kegiatan pembelajaran dan pelatihan- pelatihan, seperti pelatihan internet sebagai wahana syiar digital dari santri Madrasah Aliyah. Strategi ini merupakan upaya Pesantren al-Hamidiyah dalam menambah keterampilan santri dalam memanfaatkan kemajuan teknologi.

d. Evaluasi

Pesantren al-Hamidiyah dalam merumuskan evaluasi hasil pembelajaran sudah cukup baik, terlihat dari pengelompokkan materi, yakni evaluasi hasil pembelajaran al- Qur‟an, evaluasi hasil pembelajaran kitab salaf, dan evaluasi hasil pembelajaran Bahasa Arab. Evaluasi dilaksanakan dengan menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal, prosedur penilaian hasil belajar, teknik dan instrumen penilaian hasil belajar, penentuan kriteria kenaikan kelas, menentukan target batasan pencapaian pembelajaran.

Langkah-langkah dalam mengevaluasi hasil belajar Pesantren al-Hamidiyah sudah sesuai dengan langkah-langkah mengevaluasi hasil belajar yang dirumuskan oleh para ahli pendidikan. Menurut Hidayat (2013: 69), proses evaluasi pada dua situasi, yaitu: Evaluasi hasil pembelajaran dan Evaluasi pelaksanaan pembelajaran. Pesantren al-Hamidiyah melakukan evaluasi sebagaimana evaluasi menurut para ahli pendidikan, yaitu:

1) Evaluasi hasil pembelajaran: menilai keberhasilan santri berupa penilaian harian, ujian tengah semester, ujian akhir semester dan ujian kenaikan kelas atau penilaian berupa penilaian jangka pendek dan jangka panjang (evaluasi formatif dan evaluasi sumatif). 2) Evaluasi pelaksanaan pembelajaran: komponen yang dievaluasi dalam pembelajaran

bukan hanya hasil belajar tetapi keseluruhan pelaksanaan pembelajaran yang meliputi evaluasi komponen tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi atau metode pembelajaran serta komponen evaluasi pembelajaran itu sendiri.

4. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Keagamaan/Kajian Islam al-Hamidiyah