• Tidak ada hasil yang ditemukan

KURIKULUM DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN DI PESANTREN A Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan

B. Kurikulum Keagamaan

1. Pendidikan Agama dan Keagamaan

Pendidikan berasal dari kata “didik“, mendapat awalan “pen” dan “an”, yang berarti proses pengubahan sikap dan tingkah laku sesorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. (Depdikbud, 1993: 232). Menurut Maksum (1999: 16) bahwa dalam khasanah pendidikan Islam terdapat sejumlah istilah yang merunjuk langsung pada pengertian pendidikan dan pengajaran sepertitarbiyah, ta‟lim, ta‟dib, tabyin, dan tadris.Istilah “tarbiyah” berasal dari kata kerja “rabba” yang berarti memperbaiki, bertanggung jawab, dan memelihara atau mendidik.

Syed Muhammad al-Attas, sebagaimana dikutip Maksum (1999: 19) menawarkan istilah

ta‟dib” yang dalam pandangannya lebih mampu mewakili pendidikan Islam dalam

keseluruhan esensinya yang fundamental. Menurutnya, istilah ini sudah mengandung arti ilmu (pengetahuan), pengajaran (ta‟lim), dan pengasuhan (tarbiyah). Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa Istilah “tarbiyah” berasal dari kata kerja “rabba” yang berarti

mendidik, sedangkan kata pengajaran dalam bahasa Arab adalah “ta‟lim” dari kata kerja

“‟allama” yang berarti mengajar.

Menurut al-Hazimi (2000: 18-19) kata “tarbiyah”, yang banyak dijumpai dalam al-Qur‟an memiliki beberapa arti, diantaranya:

a. Al-Hikmah (bijaksana), al-„Ilm (pengetahuahan) dan al-ta‟lim (pengajaran). Sebagaimana dalam firman Allah SWT, yang berbunyi:





















“Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu

mengajarkan al-kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali „Imran (3): 79)

Kata rabbani berasal dari akar kata tarbiyah. al-Hazimi mengutip penafsiran Ibn Abbas, yaitu kata rabbani ini berarti orang yang bijaksana, berpengetahuan dan lemah lembut. Pengertian ini mengandung arti bahwa seorang pendidik haruslah pemiliki sifat yang bijaksana, berpengetahuan dan lemah-lembut.

b. Al-Ri‟âyah (melindungi). Sebagaimana dalam Firman Allah SWT, yang berbunyi:

.



























“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan

dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS. al-Isrâ (17): 24)

Kata “rabbayânî” (mendidik) dalam ayat ini memiliki arti orang tua harus melindungi anaknya. Makna melindungi disini bukan berarti terus-menerus memberikan kesenangan-kesenangan duniawinya, namun memberikan pengarahan atas perbuatan yang dilarang dalam ketentuan hukum agama. Kedua pengertian diatas tentunya tersimpan pengertian bahwa pendidikan adalah menanamkan sifat-sifat kebaikan dan akhlak mulia.

Kata “tarbiyah” berarti mendidik dan “ta‟lim” berarti “mengajar mempunyai pengertian yang berbeda. Menurut Yunus (1990: 19) mendidik berarti menyiapkan anak dengan segala macam jalan agar dapat menggunakan tenaga dan bakatnya dengan sebaik- baiknya. Sedangkan mengajar berarti memberikan ilmu pengetahuan kepada anak dengan tujuan supaya pandai. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa mendidik mempunyai cakupan yang lebih luas dari mengajar. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Azra (1999: 3) bahwa arti pendidikan adalah suatu proses transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspeknya. Sedangkan pengajaran hanyalah sebagai proses transfer ilmu saja. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan dan pengajaran tidak dapat dipisahkan. Pengajaran dibutuhkan untuk menambah ilmu pengetahuan sedangkan pendidikan bermanfaat untuk mengisi berbagai dimensi nilai yang hidup dalam masyarakat, baik nilai agama, etika, maupun adat istiadat.

Sejalan dengan uraian di atas, Tafsir (2013: 37-38) menulis bahwa pendidikan adalah mengembangkan seluruh aspek kepribadian, sedangkan pengajaran hanyalah mengembangkan sebagian dari aspek kehidupan. Disinilah letak keterkaitan antara makna pendidikan dengan pengajaran. Tafsir mencoba melakukan visualisasi terhadap pendapat Dewantara, yakni pengajaran tidak lain adalah dengan cara memberikan pengetahuan serta kecakapan. Berikut ini visualisasi yang dibuat tafsir untuk memudahkan makna pendidikan dan pengajaran:

Gambar 2.1

Visualisasi Pendidikan dan Pengajaran A = Daerah Pendidikan

B = Usaha Pendidikan dalam bentuk pengajaran C = Usaha pendidikan dalam bentuk memberi contoh D = Usaha pendidikan dalam bentuk pembiasaan E = Usaha pendidikan dalam bentuk hadiah dan pujian F = Usaha pendidikan dalam bentuk lainnya

Jadi, pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan seseorang (pendidik) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai secara maksimal. Adapun usaha tersebut dapat beragam macamnya, diantaranya adalah mengajarkan dengan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, memberikan contoh (teladan), pembiasaan melakukan kegiatan poitif, memberikan pujian dan hadiah. Kesimpulannya, pengajaran adalah sebagian usaha dari pendidikan. (Tafsir, 2014: 38)

Secara terminologis pendidikan terdapat pengertian yang bervariasi, tergantung latar belakang perumusannya. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 (2003: 3) tentang pendidikan pada pasal 1 ayat (1) mendefinisikan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan Azra (1999: 4) mendefinisikan pendidikan sebagai proses belajar dan penyesuaian individu-individu secara terus menerus terhadap nilai-nilai budaya dan cita-cita masyarakat. Pendidikan merupakan proses yang komprehensif, mencakup seluruh aspek kehidupan untuk mempersiapkan mereka agar mampu mengatasi segala tantangan.

Berdasarkan pengertian pendidikan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa definisi pendidikan adalah upaya membentuk pengalaman dan perubahan yang dikendaki dalam tingkah laku seseorang kearah yang lebih baik dari sebelumnya. Upaya ini hanya akan berhasil melalui interaksi antara pendidik dengan yang dididik.

Selanjutnya, dalam memahami makna pendidikan agama dan keagamaan perlu pemahaman mengenai definisi agama. Menurut Tumanggor (2014: 19) agama adalah suatu ajaran yang mengandung aturan, hukum, kaidah, historis, i‟tibar serta pengetahuan tentang alam, manusia, roh, Tuhan, dan metafisika (natural dan supranatural atau riil dan ghaib) baik yang datang dari manusia maupun dari Tuhan. Dapat dipahami bahwa agama berisi pengajaran dan aturan-aturan yang harus dijalankan manusia, sesuai dengan ajaran agama yang diyakini. Adapun keagamaan yang merupakan bagian dari agama dapat diartikan bahwa keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama atau segala sesuatu yang berkaitan dengan agama, seperti ajaran-ajaran keagamaan, emosi keagamaan dan soal-soal keagamaan.

Koentjaraningrat sebagaimana dikutip oleh Tumanggor (2014: 7) menegaskan bahwa komponen yang terkait dalam sistem agama (relegi), antara lain: emosi keagamaan “emotion of religion”, system keyakinan “faith of belief system”, sistem ritus dan upacara “ritual and ceremonial system”, peralatan ritus dan upacara “ritual and ceremonial tool”,

dan umat agama “religious people”. Bagannya sebagai berikut: Bagan 2.1

Dalam ajaran Islam ilmu dan aturan-aturan yang terdapat dalam agama bersumber pada al-Qur‟an dan Hadits, adapun ajaran yang terdapat dalam pendidikan agama Islam menurut al-Jantani sebagaimana dikutip oleh Ghazali dan Gunawan (2015: 40), yakni mencakup keluruh aspek kehidupan manusia, yaitu aspek pendidikan jasmani, pendidikan spiritual, pendidikan intelektual, pendidikan emosional, pendidikan moral, pendidikan sosial, dan pendidikan kepribadian. Teori ini dapat dipahami, bahwa dalam agama Islam terdapat berbagai aspek pengajaran dan pendidikan yang dapat dijadikan pedoman bagi manuasia dalam menjalani kehidupannya.

Berdasarkan pengertian pendidikan dan agama menurut para ahli di atas, istilah pendidikan agama dan keagamaan memiliki arti yang hampir sama dengan sedikit perbedaan. Perbedaan tersebut dapat diartikan bahwa, pendidikan keagamaan merupakan rincian lebih mendalam dari pendidikan agama itu sendiri.

Perbedaan makna pendidikan agama dan keagamaan juga terlihat pada Peraturan Pemeritah RI No. 55 tahun 2007 pasal 1 ayat (1) dan (2) berdasarkan pengertiannya, yaitu pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Sedangkan, pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.

Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama berupa pengajaran dan pemahaman ilmu-ilmu keagamaan, sedangkan pendidikan keagamaan selain mempelajari ilmu-ilmu keagamaan tersebut, juga mempersiapkan atau mengkader para peserta didik untuk menjalankan perannya menjadi ahli agama atau dengan istilah kaderisasi ulama. Dalam hal ini, pendidikan keagamaan dibutuhkan materi-materi dan metode tambahan dibandingkan dengan pendidikan agama.

Pendidikan agama dan keagamaan berdasarkan fungsi dan tujuan berdasarkan Peraturan Pemeritah RI No. 55 tahun 2007 pasal 2 ayat (1) dan (2), yaitu Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antarumat beragama dan bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Sedangkan, Fungsi dan tujuan pendidikan keagamaan terdapat pada Peraturan Pemeritah RI No. 55 tahun 2007 pasal 8 ayat (1) dan (2), yaitu hampir sama dengan fungsi dan tujuan pendidikan agama, perbedaannya adalah pendidikan keagamaan sama dengan pengertiannya yaitu memiliki fungsi dan tujuan menjadikan dan mengkader peserta didik untuk menjadi ahli agama atau ulama yang mengamalkan ilmunya.

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan agama dan keagamaan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan keagamaan berupa upaya yang lebih spesipik dan mendalam lagi dalam memberi pelajaran dan pemahaman aspek-aspek terpenting dari ilmu-ilmu agama kepada peserta didik, dibandingkan dengan pendidikan agama itu sendiri. Upaya tersebut dimaksudkan agar peserta didik mampu benar-benar menjadi ahli-ahli agama berdasarkan keilmuan dan pengalaman yang didapat selama berlangsungnya proses pendidikan keagamaan tersebut.

Selanjutnya Peraturan Pemeritah RI No. 55 tahun 2007 pasal 14 ayat (1) sampai (3) juga menjelaskan bahwa, pendidikan keagamaan Islam berbentuk pendidikan diniyah

dan pesantren. Adapun Pendidikan diniyah yang dimaksud adalah diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Sedangkan pendidikan pesantren dapat menyelenggarakan satu atau berbagai satuan dan/atau program pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Kemudian Pada pasal 26 ayat (2) juga dijelaskan bahwa Pesantren menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, dan/atau pendidikan tinggi.

Pada lembaga pendidikan pesantren yang melaksanakan jalur pendidikan formal dapat berupa pendidikan diniyah formal dan bagi lembaga pendidikan pesantren yang melaksanakan jalur pendidikan non formal dapat melaksanakan pendidikan diniyah non formal yang diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan al-Qur‟an, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis, hal ini sebagaimana terdapat pada Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2007 Pasal 21 ayat (1). Pesantren juga dapat menyelenggarakan pendidikan diniyah yang dipadukan dengan jenis pendidikan lain seperti sekolah/madrasah.

Jadi, pendidikan keagamaan di pesantren dapat diselenggarakan pada satu atau berbagai satuan dan/atau program pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal atau pendidikan keagamaan di pesantren dapat juga diselenggarakan pada jenis pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, dan/atau pendidikan tinggi.