• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

2.1 Perikanan Tangkap

2.1.1 Komponen sistem perikanan tangkap

Charles (2001) membagi sistem perikanan kedalam tiga subsistem utama yaitu sistem alam (natural system), sistem manusia (human system) dan sistem pengelolaan (management system). Masing-masing sub sistem tersebut terdiri atas berbagai macam komponen pendukung yang demikian kompleks.

Sistem Manusia

Karakteristik masyarakat nelayan dan usahanya sangat berbeda dengan masyarakat pedesaan lainnya dimana corak mata pencahariannya pertanian. Pollnac (1988) mengatakan karakteristik tersebut adalah bahwa para petani menghadapi situasi ekologis yang relatif dapat dikontrol sedangkan nelayan menghadapi situasi ekologis yang sulit dikontrol yang diakibatkan oleh sifat sumberdaya ikan yang berpindah-pindah dan berada di dalam perairan sehingga menyulitkan untuk diketahui dan dipantau.

Resiko usaha yang besar dimana faktor kondisi alam sangat menentukan keberhasilan usaha penangkapan. Kondisi alam yang dimaksud adalah keadaan gelombang, hujan, badai dan lain-lain dimana pada kondisi yang ekstrim akan dapat melenyapkan unit penangkapan yang digunakan. Sistem usaha yang bersifat musiman, tergantung dari keberadaan ikan di perairan dan kondisi cuaca yang ada. Dengan kondisi seperti itu, maka nelayan tidak dapat melaut sepanjang tahun. Pada saat tidak melaut dengan sendirinya mereka tidak mempunyai pendapatan dari usaha penangkapan yang mungkin saja merupakan mata pencaharian satu- satunya.

Nelayan terbiasa dengan kehidupan di laut yang keras sehingga mereka umunya bersikap keras, tegas dan terbuka. Kondisi kerja di laut yang keras membentuk sikap kerjasama dan saling ketergantungan yang kuat diantara nelayan yang melakukan penangkapan. Adanya spesialisasi peran dari setiap awak dan kondisi fisik lingkungan laut, menambah penting sikap kerjasama dan saling ketergantungan antar awak kapal tersebut. Belum lagi kerjasama itu harus

dibangun bukan hanya antar awak kapal, tetapi juga antara awak kapal dengan pemilik kapal yang sering kali tidak ikut dalam operasi penangkapan tersebut. Hal ini dapat dipahami karena segala kemungkinan dapat terjadi di tengah laut yang berakibat pada hilangnya armada penangkapan. Bahkan kalau tidak ada kerjasama dan saling kepercayaan, maka bisa saja terjadi moral hazard dari awak kapal dengan memanipulasi produksi hasil tangkapan yang didapatkan ataupun kondisi dan keberadaan unit penangkapannya sendiri.

Nelayan juga mempunyai sifat kemandirian yang besar. Anggapan ini berasal dari kondisi lingkungan dan mata pencaharian menangkap ikan. Mereka dipaksa untuk mengambil keputusan secara cepat dan sering berhadapan dengan ketidakpastian – keputusan yang mempunyai efek segera terhadap keselamatan kapal dan waknya ataupun keberhasilan operasi penangkapannya itu sendiri. Lebih dari itu, nelayan di laut jauh dari pertolongan masyarakat banyak di darat. Di laut, mereka melakukan tugas yang rumit secara mandiri, dengan sedikit komunikasi lisan.

Charles (2001) membagi perikanan komersial ke dalam dua katagori yaitu perikanan artisanal (perikanan skala kecil) dan perikanan industri (perikanan skala besar). Beberapa ciri dari perikanan tradisional adalah (1) ketergantungan yang tinggi terhadap keluarga, kesempatan bekerja di luar nelayan relatif kecil, kadang pendapatan yang diperoleh relatif kecil, (2) kapal yang digunakan relatif kecil dan biasanya merupakan milik sendiri, (3) sering kali lebih menerapkan sistem bagi hasil antara pemilik kapal, nakhoda dan anak buah kapal daripada menggunakan sistem penggajian, (4) umumnya relatif jauh dari pusat aktifitas ekonomi dan politik seperti di pedesaan dan (5) sering dipandang oleh analis kebijakan dalam satu dari dua yang berbeda : sebagai obyek untuk aktifitas modernisasi dan rasionalisasi atau sebagai orang atau kelompok yang mendapat perlakuan dari kekuatan ekonomi eksternal dan memerlukan perlindungan.

Lebih lanjut Orbach dalam Charles (2001) mengatakan bahwa sumberdaya manusia perikanan tidak terbatas pada nelayan saja, tetapi juga pihak-pihak lain yang terkait dengan penangkapan dari habitat tersebut. Untuk setiap nelayan komersial, terdapat tiga kelompok SDM dalam aktifitas tersebut yaitu keluarga dan masyarakat dalam konteks sosial dan politik, orang-orang yang bekerja di

galangan kapal, supplier, fasilitas pelayanan yang secara integral bergantung pada aktifitas penangkapan dan distributor, pedagang dan konsumen yang menciptakan permintaan produk tersebut.

Sektor pasca penangkapan juga memiliki peranan yang cukup penting terlebih dikaitkan dengan maksimisasi manfaat/keuntungan dari setiap ikan yang ditangkap secara berkelanjutan. Pendekatan pembangunan berkelanjutan mendorong jumlah ikan yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efisien untuk tujuan-tujuan pemenuhan kebutuhan nutrisi, ketenagakerjaan, dan pembangunan sosial ekonomi. Hal tersebut sangat relevan dengan sektor pasca penangkapan, yang dibutuhkan untuk mengurangi limbah dan penyusutan pasca penangkapan, maksimisasi nilai tambah (added value) melalui pengolahan, membangun dan atau memperbaiki sistem distribusi dan pemasaran, dan mengintegrasikan perikanan ke dalam upaya-upaya pembangunan pedesaan secara keseluruhan.

Pemasaran merupakan aktifitas penting dalam perikanan. Dalam konteks komersial, suatu tangkapan yang baik hanya bermanfaat apabila hasil tangkapan tersebut dijual. Marketing merupakan aktifitas pengalokasian dan penyusunan suatu pasar (khususnya pembeli) untuk hasil tangkapan yang didapatkan oleh nelayan, koperasi perusahaan atau masyarakat.

Sistem Pengelolaan Perikanan

Charles (2001) mengatakan bahwa secara ide dasar pembangunan perikanan bertujuan untuk menginisiasi suatu yang baru, memperbaiki kondisi yang ada dari sistem perikanan yang memberikan keuntungan secara berkelanjutan. Secara umum, proses pembangunan perikanan terdiri dari dua tahapan yaitu menduga tingkat pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan (menghitung tingkat tangkapan yang berkelanjutan dan hubungannya dengan ukuran armada) dan membangun input sumberdaya manusia dan sumberdaya fisik supaya mendapatkan manfaat dari sumberdaya alam yang ada.

Pembangunan perikanan merupakan suatu proses yang penting yang mencakup upaya-upaya meningkatkan manfaat (benefit) secara berkesinambungan tidak hanya melalui pelaksanaan ukuran-ukuran manajemen, tetapi melalui perbaikan-perbaikan (improvement) beberapa hal pada sistem perikanan. Hal tersebut dapat berupa (1) pendampingan nelayan untuk meningkatkan kemampuan

penangkapannya mulai dari subsidi pembuatan kapal sampai dukungan terhadap motorisasi armada penangkapan artisanal, (2) adaptasi teknologi penangkapan yang sesuai, (3) pelatihan nelayan dalam hal metoda penangkapan maupun penanganan hasil tangkapan, (4) penguatan kelembagaan baik manajemen individu maupun organisasi, (5) fasilitasi pengembangan koperasi dan organisasi- organisasi nelayan lainnya, (6) perbaikan pada tahapan pasca penangkapan termasuk pengembangan pasar, kontrol kualitas pengolahan dan proses distribusi produk, (7) pembangunan inrastruktur yang diperlukan seperti pelabuhan perikanan dan (8) perlindungan lingkungan dan upaya-upaya perbaikan produktivitas stok sumberdaya ikan.

Dalam konteks kewilayahan, pembangunan perikanan berkaitan dengan pembangunan masyarakat pantai dan lingkungan sosial ekonomi wilayah pesisir tersebut. Hal ini mengarahkan pada suatu fokus pada pembangunan wilayah pesisir secara terpadu dimana perhatian diberikan pada semua sumberdaya pesisir secara simultan termasuk pada orang dan masyarakat yang ada di wilayah pesisir tersebut (Charles 2001).

Budiono dan Sri Atmini (2002) mengatakan bahwa rencana dan strategi pengelolaan perikanan hendaknya mencakup hal hal (1) optimasi manajemen pemanfaatan sumberdaya perikanan. Hal ini diantaranya dilakukan melalui pengurangan tekanan penangkapan pada wilayah-wilayah fully dan over exploited

dan meningkatkan penangkapan pada wilayah yang under exploited. Didukung oleh pembangunan infrastruktur dan sistem pemasaran, kerjasama antara usaha skala kecil dan skala besar, memperkuat sistem monitoring untuk mendorong kepatuhan terhadap kebijakan pengelolaan, (2) reformulasi perencanaan spasial dari zona penangkapan, (3) memproteksi dan merehabilitasi lingkungan dan ekosistem pesisir termasuk rehabilitasi dan pengelolaan karang, mangrove, kontrol pencemaran air, pengelolaan dan pembangunan pesisir yang terintegrasi dan (4) dukungan program dan strategi untuk peningkatan kepedulian masyarakat, peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan perikanan dan membuat alternatif-alternatif pembangkitan pendapatan. Secara substansi yang lebih kompleks dari sistem perikanan digambarkan Charles (2001) sebagaimana disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Kompleksitas sistem perikanan (Charles, 2001)