• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

7. Sumberdaya manusia perikanan tangkap

4.1 Letak Geografi dan Topograf

Kabupaten Nunukan merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Bulungan, yang terbentuk berdasarkan pertimbangan luas wilayah, peningkatan pembangunan dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Kabupaten Bulungan, yang saat itu diperintah oleh Almarhum R.A BESSING sebagai inisiator pembentukan kabupaten pemekaran, saat itu terdiri dari 15 Kecamatan termasuk Kecamatan Nunukan.

Setelah ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka dimekarkanlah Kabupaten Bulungan menjadi 2 (dua) daerah pemekaran, yaitu Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat dan Kota Bontang yang ditetapkan pada tanggal 4 Oktober 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang nomor 7 tahun 2000.

Kabupaten Nunukan terletak antara 115°33' sampai dengan 118°3' Bujur Timur dan 3°15'00" sampai dengan 4°24'55" Lintang Utara. Kabupaten ini merupakan wilayah paling utara dari Propinsi Kalimantan Timur. Posisinya yang berada di daerah perbatasan Indonesia - Malaysia menjadikan Kabupaten Nunukan sebagai daerah yang strategis dalam peta lalu lintas antar Negara dengan berbagai permasalahan yang dihadapinya.

Wilayah Kabupaten Nunukan di sebelah Utara berbatasan langsung dengan Negara Malaysia Timur-Sabah, sebelah Timur dengan Laut Sulawesi, sebelah Selatan dengan Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau, sebelah Barat berbatasan langsung dengan Negara Malaysia Timur-Serawak. Kabupaten yang berdiri pada tahun 1999 ini merupakan hasil pemekaran Kabupaten Bulungan dengan luas wilayah 14.263,68 km2. Kabupaten ini memiliki 10 sungai dan 17 pulau. Sungai terpanjang adalah Sungai Sembakung dengan panjang 278 km sedangkan Sungai Tabut merupakan sungai terpendek dengan panjang 30 km. Topografi Kabupaten Nunukan cukup bervariasi, kawasan perbukitan terjal terdapat di sebelah utara bagian barat, perbukitan sedang di bagian tengah

dan dataran bergelombang landai di bagian timur memanjang hingga ke pantai sebelah timur. Perbukitan terjal di sebelah utara merupakan jalur pegunungan dengan ketinggian 1.500 m-3.000 m di atas permukaan laut. Kemiringan daerah dataran tinggi berkisar antara 8 - 15%, sedangkan untuk daerah perbukitan memiliki kemiringan yang sangat terjal, yaitu di atas 15%. Dengan demikian kemiringan rata-rata berkisar antara 0 - 50%.

Gambar 8 Peta Kabupaten Nunukan

Secara administrasi, Kabupaten Nunukan terdiri atas 8 kecamatan dan 223 desa. Kecamatan Lumbis merupakan kecamatan dengan wilayah terluas, yaitu 3.645,50 km2 atau sekitar 25,56 persen dari luas Kabupaten Nunukan. Selain itu, kecamatan ini juga memiliki jumlah desa terbanyak dibandingkan kecamatan lainnya, yaitu sebanyak 77 desa. Sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Sebatik, yaitu 104,42 km2 atau sekitar 0,73% dari luas Kabupaten Nunukan. Kecamatan Nunukan yang juga merupakan ibukota kabupaten memiliki luas wilayah 1.596,77 km2 atau sekitar 11,19% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan.

Berdasarkan letaknya, kecamatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kecamatan pedalaman yang terdiri dari Kec. Krayan, Krayan Selatan, Lumbis dan Sebuku; dan kecamatan pesisir yang meliputi Kec. Sembakung,

Nunukan, Sebatik dan Sebatik Barat. Luas masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Nama kecamatan di Kabupaten Nunukan dan luas wilayahnya

Nama Kecamatan Jumlah Desa Luas Wilayah (km2) Kec. Pedalaman 1. Krayan 65 1.837,54 2. Krayan Selatan 24 1.756,46 3. Lumbis 77 3.645,50 4. Sebuku 22 3.124,90 Sub Jumlah 10.364,40 Kec. Pesisir 5. Sembakung 20 2.055,90 6. Nunukan 7 1.421,98 7. Sebatik 4 104,42 8. Sebatik Barat 4 142,19 9. Nunukan Selatan 4 174,79 Sub Jumlah 3.899,28 Jumlah 14.263,68

Sumber : BPS Kabupaten Nunukan, 2011

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa proporsi kecamatan pesisir mencapai 27 % dari luas wilayah kabupaten secara keseluruhan. Namun demikian kecamatan-kecamatan pesisir ini relatif lebih maju dibandingkan dengan kecamatan pedalaman. Hal ini salah satunya disebabkan oleh aksesibilitas dengan wilayah luar yang relatif terbuka.

Kabupaten Nunukan dapat dikatagorikan sebagai kabupaten kepulauan. Hal ini terlihat dari banyaknya pulau yang ada di wilayah ini yang mencapai 17 pulau. Terdapat 3 pulau besar yang luasnya diatas 10.000 km2 yaitu Pulau Nunukan, Pulau Sebatik dan Pulau Sebaung. Sedangkan pulau yang lainnya merupakan pulau yang lebih kecil bahkan ada beberapa pulau yang belum diketahui luasannya. Pulau Sebatik sendiri merupakan wilayah terluar dari Kabupaten Nunukan sekaligus terluar dari wilayah Indonesia. Pulau Sebatik terbagi dua dimana satu sisi masuk ke wilayah Indonesia dan sisi yang lain masuk ke wilayah Malaysia.

Tabel 6 Nama pulau di Kabupaten Nunukan dan luasannya

Nama Pulau Luas (km2)

1. Nunukan 23.346,00 2. Tinabasan 1.790,00 3. Aus 6.117,00 4. Bukat 1 - 5. Bukat 2 - 6. Sebatik 24.661,00 7. Sinogolan 3.395,00 8. Sinelak 138,00 9. Iting-Iting Besar 1.099,64 10. Iting-Iting Kecil -- 11. Sebaung 16.387,00 12. Itai - 13. Pelanduk 1 0,01 14. Pelanduk 2 - 15. Sekapal - 16. Tembalan 0,04 17. Mengkasak -

Sumber : Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Nunukan, 2008

4.2 Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Nunukan sejak tahun 2000 sampai 2009 mengalami pertumbuhan rata-rata 5,90 %. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 16,17 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan kepadatan penduduk tahun 2009 sebesar 9,29 jiwa/km2 meningkat 66,48 % dibandingkan dengan kepadatan penduduk tahun 2000 yang mencapai 5,58 jiwa/km2. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2002 dimana penduduk pada tahun tersebut mencapai 97.398 jiwa meningkat 16,17 % dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 83.841 jiwa. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 juga menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan kepadatan penduduk selama tahun 2000 -2009 mulai dari 5,58 jiwa/km2 pada tahun 2000 menjadi 9,29 jiwa/km2 pada tahun 2009. Namun demikian kecenderungan sebaliknya terjadi pada tingkat pertumbuhan dimana pada selang waktu yang sama relatif mengalami penurunan dimana pada tahun 2000 5,30 % menjadi hanya 2,74 % pada tahun 2009.

Tabel 7 Jumlah dan kepadatan penduduk tahun 2000-2009

Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)

Kepadatan Penduduk

(jiwa/km²) Pertumbuhan Penduduk (%)

2000 79.620 5,58 2001 83.841 5,88 5,30 2002 97.398 6,83 16,17 2003 106.323 7,45 9,16 2004 109.527 7,68 3,01 2005 115.210 8,08 5,19 2006 118.707 8,32 3,04 2007 125.585 8,80 5,79 2008 129.011 9,04 2,73 2009 132.542 9,29 2,74

Rata-rata pertumbuhan per tahun 5,90

Sumber : BPS Kab. Nunukan, 2010

Berdasarkan sebarannya, penduduk relatif terkonsentrasi pada beberapa kecamatan. Tabel 7 memperlihatkan bahwa penduduk terbanyak berada di Kecamatan Nunukan dan disusul kemudian Kecamatan Sebatik. Apabila ditelusuri lebih jauh maka dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Nunukan berada di wilayah-wilayah pesisir. Hal ini ditunjukkan dengan proporsi jumlah penduduk di wilayah pesisir dibandingkan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan yang mencapai 77 %. Demikian pula halnya dengan kepadatan penduduknya dimana wilayah pesisir mempunyai kepadatan penduduk yang jauh diatas wilayah pedalaman. Kecamatan dengan penduduk paling padat adalah Kecamatan Sebatik sebanyak 207 jiwa/km2, disusul oleh Kecamatan Sebatik Barat dan Kecamatan Nunukan yang masing-masing 81 jiwa/km2 dan 60 jiwa/km2.

Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Kabupaten selama 2000-2009 lebih banyak laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Pada tahun 2000 jumlah penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 42.556 jiwa dan 37.064 jiwa dengan nilai rasio jenis kelamin 114,82. Demikian pula pada tahun 2009 kondisinya relatif tidak berbeda dimana jumlah penduduk untuk masing-masing jenis kelamin 70.372 jiwa laki-laki dan 62.170 perempuan dengan nilai rasio jenis kelamin 113,19.

Tabel 8 Jumlah dan kepadatan penduduk tiap kecamatan tahun 2009

Kecamatan Luas Wilayah (km2) Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Kec. Pedalaman 1. Krayan 1.837,54 9.058 4,93 2. Krayan Selatan 1.756,46 2.372 1,35 3. Lumbis 3.645,50 9.634 2,64 4. Sembakung 3.124,90 8.580 2,75 Sub Jumlah 10.364,40 29.644 2,86 Kec. Pesisir 5. Nunukan 1.421,98 47.056 33,09 6. Nunukan Selatan 174,79 10.543 60,32 7. Sebuku 1.596,77 12.236 7,66 8. Sebatik 104,42 21.610 206,95 9. Sebatik Barat 142,19 11.543 81,18 Sub Jumlah 3.899,28 102.988 26,41 Jumlah 14.263,68 132.632 9,30

Sumber : BPS Kab. Nunukan, 2010

Tabel 9 Perkembangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan rasionya

Kecamatan Laki-laki Perempuan Rasio Jenis Kelamin

2000 42.556 37.064 114,82 2001 44.455 39.386 112,87 2002 51.731 45.667 113,28 2003 57.627 48.696 118,34 2004 59.466 50.061 118,79 2005 62.063 53.147 116,78 2006 63.267 55.470 114,12 2007 67.102 58.483 114,74 2008 68.716 60.295 113,97 2009 70.372 62.170 113,19

Sumber : BPS Kab. Nunukan, 2010

Kondisi tersebut juga relatif sama apabila dilihat dari sebaran wilayah. Semua kecamatan yang ada mempunyai rasio jenis kelamin diatas 100. Rasio yang paling tinggi terdapat di Kecamatan Sebuku dengan nilai 121,36 artinya jumlah penduduk laki-laki jauh lebih banyak, sedangkan rasio yang paling rendah terdapat di Kecamatan Sebatik Barat dengan nilai 108,81. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah penduduk tiap kecamatan menurut jenis kelamin dan rasio jenis kelamin 2009

Kecamatan Laki-laki Perempuan Rasio Jenis Kelamin

Krayan 4.863 4.195 115,92 Krayan Selatan 1.282 1.090 117,51 Lumbis 5.059 4.575 110,58 Sembakung 4.502 4.078 110,40 Nunukan 24.940 22.116 112,77 Nunukan Selatan 5.586 4.867 114,77 Sebuku 6.715 5.521 121,36 Sebatik 11.410 10.200 111,86 Sebatik Barat 6.015 5.528 108,81 Jumlah 70.372 62.170 113,19

Sumber : BPS Kab. Nunukan, 2010

4.3 Ketenagakerjaan

Persentase penduduk usia kerja masih lebih banyak yang tergolong dalam angkatan kerja daripada yang bukan angkatan kerja. Penduduk yang tergolong angkatan kerja mencapai 64,89 persen, dimana 61,03 persen nya merupakan mereka yang bekerja, sementara 3,86 persen tergolong pengangguran atau sedang mencari pekerjaan. Sementara itu untuk golongan bukan angkatan kerja masih didominasi oleh kegiatan mengurus rumah tangga yang mencapai 22,30 persen kemudian disusul sekolah sebesar 9,49 persen dan lainnya sebesar 3,32 persen.

Tabel 11 Persentase penduduk berumur 15 tahun keatas menurut kegiatan utama 2003 – 2009 (%)

Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Angkatan Kerja

Bekerja 55,31 51,28 48,63 44,76 58,49 50,90 61,03 Mencari Kerja 2,14 2,33 7,27 10,62 3,28 4,14 3,86 Bukan Angkatan Kerja

Sekolah 8,41 7,69 17,88 17,51 8,88 8,54 9,49

Mengurus Rumah

Tangga 29,27 30,46 20,79 23,53 24,20

29,79 22,30

Lainnya 4,86 8,24 5,43 3,58 5,15 6,63 3,32

Sumber : BPS Kab. Nunukan, 2010

Sektor pertanian masih merupakan sektor penggerak utama roda perkonomian masyarakat Kabupaten Nunukan. Kabupaten yang wilayahnya sebagian besar berada di daratan Pulau Kalimantan, dilihat dari jumlah penduduknya yang bekerja terlihat persentase terbesar lapangan usahanya adalah sektor pertanian yaitu mencapai 54,60 persen, yang kemudian diikuti sektor

keuangan dan jasa-jasa yaitu 20,28 persen. Selanjutnya sektor perdagangan yang mencapai 10,06 persen seperti terlihat dalam Tabel 12.

Tabel 12 Persentase penduduk usia kerja yang bekerja menurut lapangan usaha utama tahun 2009

Lapangan Usaha Utama Jumlah tenaga kerja (%)

2008 2009

Pertanian 77,04 52,34

Pertambangan dan Penggalian 0,08 1,53

Industri 1,11 0,63

Listrik, Gas dan Air 0,22 1,10

Konstruksi 2,15 5,24

Perdagangan 5,81 9,96

Transportasi dan Komunikasi 3,48 4,41

Keuangan dan Jasa-jasa 0,43 2,15

Lainnya 8,36 20,37

Jumlah 100,00 100,00

Sumber : BPS Kab. Nunukan, 2010

Rasio antara angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja dikenal dengan istilah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), yang notabene merupakan besarnya jumlah penduduk masuk dalam pasar kerja. TPAK pada tahun 2006 sebesar 55,38 persen dan pada tahun 2009 sebesar 64,86 persen.

Penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut menganggur (unemployed). Jadi pengangguran termasuk mereka yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan, telah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja dan yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) tetapi masih berhasrat untuk bekerja. Angka Pengangguran Terbuka merupakan perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja. Angka tersebut sering disebut juga dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Tingkat Pengangguran Terbuka mencerminkan jumlah orang yang kegiatannya mencari kerja untuk setiap seratus orang angkatan kerja. Perubahan kondisi perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi profil ketenagakerjaan di daerah tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Perbandingan antara Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) serta Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) terlihat dalam Tabel 13.

Tabel 13 TPAK, TPT dan TKK tahun 2006-2009 (%)

Item 2006 2007 2008 2009

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

(TPAK) 55,38 61,77 55,05

64,89 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 19,17 5,31 7,53 5,94 Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) 80,83 94,69 92,47 94,06

Sumber: BPS Kab. Nunukan, 2010

Secara umum tingkat pengangguran terbuka menunjukkan angka 5,94 persen. Besarnya angka pengangguran terbuka ini disebabkan karena angka ini selain mereka yang benar-benar menganggur juga mencakup mereka yang sudah bekerja tetapi masih mencari pekerjaan. Kebijakan tentang ketenagakerjaan pada umumnya tidak hanya diarahkan pada besarnya angka pengangguran terbuka namun juga pada produktivitas tenaga kerja yang rendah. Penyebab rendahnya produktivitas tenaga kerja adalah kualitas sumberdaya manusia yang rendah, upah yang rendah dan ketidaksesuaian antara latar belakang pendidikan/ketrampilan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan (mismatching).

Berbicara masalah tingkat pengangguran terbuka maka sangat erat kaitannya dengan Tingkat Kesempatan Kerja (TKK). Pengertian kesempatan kerja adalah banyaknya penduduk usia kerja yang terserap dalam pasar kerja atau penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja. Tingkat kesempatan kerja merupakan komplemen dari tingkat pengangguran terbuka. Jika tingkat pengangguran terbuka semakin besar maka kesempatan kerja akan semakin kecil dan sebaliknya jika tingkat pengangguran terbuka semakin kecil maka kesempatan kerja akan semakin besar.

Berkaitan dengan penjelasan diatas, bila dilihat tingkat kesempatan kerja di Kabupaten Nunukan tahun 2009 berlawanan dengan besarnya tingkat pengangguran terbuka yaitu sebesar 94,06% yang berarti dari setiap 100 orang penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja sekitar 94 orang terserap dalam pasar kerja atau sudah bekerja.

Berdasarkan indicator ketenagakerjaan (Tabel 14) terlihat bahwa upah minimum yang berlaku belum menjamin pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Pada tahun 2009, rata-rata kebutuhan hidup layak mencapai 1.555.938 rupiah, sedangkan upah minimum regional mencapai 960.000,00 rupiah. Artinya, untuk

dapat hidup layak, seorang karyawan masih harus mencari tambahan penghasilan sekitar 500.000,00 rupiah lagi.

Tabel 14 Indikator ketenagakerjaan Kabupaten Nunukan

Indikator Kependudukan Satuan Tahun

2006 2007 2008 2009

PHK kasus 5 14 13 21

Jumlah TK PHK (jumlah

orang) orang 167 35 753 49

Rata-rata kebutuhan hidup

layak rupiah 1.093.780 1.278.985 1.418.961 1.555.938 Rata-rata upah minimum

regional rupiah 701.640 787.033 842.000 960.000

Sumber : BPS Kab. Nunukan, 2010