• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

2.2 Konsepsi Pembangunan Wilayah

2.2.1 Pengertian pembangunan wilayah

Secara tradisional, pembangunan (development) hanya diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan tahunan atas pendapatan nasional bruto. Pernah juga pembangunan ekonomi hanya diukur berdasarkan tingkat kemajuan struktur produksi dan penyerapan sumberdaya (employment) yang diupayakan secara terencana. Artinya bahwa pembangunan hanya diartikan sebagai suatu proses untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Namun demikian pada perjalanannya, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak secara otomatis meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan yang hanya menyandarkan pada satu-satunya indikator (pertumbuhan ekonomi) ternyata telah menimbulkan berbagai kelemahan dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu World Bank seperti yang dikutip Todaro (1999) menegaskan bahwa :

Tantangan utama pembangunan .... adalah memperbaiki kualitas kehidupan. Terutama di negara-negara yang paling miskin, kualitas hidup yang lebih baik memang mensyaratkan adanya pendapatan yang tinggi-namun yang dibutuhkan bukan hanya itu. Pendapatan yang lebih tinggi itu hanya merupakan salah satu dari sekian banyak syarat yang harus dipenuhi. Banyak hal lain yang tidak kalah pentingnya yang juga harus diperjuangkan, yakni mulai dari pendidikan yang lebih baik, peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan, perbaikan kondisi lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, pemerataan kebebasan individual dan penyegaran kehidupan budaya.

Todaro merumuskan bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Paling tidak terdapat tiga nilai inti pembangunan yang harus dipahami yaitu kecukupan (sustenance) yang merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar ; jati diri

(self esteem) yaitu kemampuan atau dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa pantas dan layak mengejar atau melakukan sesuatu dan lain-lain ; dan kebebasan (freedom) yaitu kebebasan dari sikap menghamba atau kemampuan untuk memilih. Tiga tujuan inti pembangunan adalah :

(1) peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan perlindungan keamanan

(2) peningkatan standar hidup yang tidak hanya peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, tetapi juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa (3) perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial bagi setiap individu serta bangsa

secara keseluruhan yakni dengan membebaskan mereka dari belitan-belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara bangsa lain, tetapi juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.

Pada tahapan berikutnya, terjadi evolusi pemikiran tujuan pembangunan yang tidak hanya memperhatikan aspek-aspek pertumbuhan ekonomi, peningkatan pembangunan manusia, pengahapusan kemiskinan dan pemenuhan hak-hak dasar tetapi sudah mengarah pada pembangunan yang berkelanjutan. Evolusi pemikiran pembangunan dengan baik disampaikan oleh Gerald Meier dan Joseph Stiglitz dalam Frontiers of Development Economic (2002) sebagaimana disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Evolusi pemikiran pembangunan Gross Domes tic Product Human Develop ment Index GDP Per kapita Riil Pengha pusan Kemis kinan Kebe basan Pemba ngunan Berkelan jutan

Namun demikian, pembangunan di Indonesia belum sepenuhnya mencapai tujuan-tujuan diatas. Kesalahan kebijakan pembangunan (misleading policy) di masa lalu seperti yang disampaikan Anwar (2005) yang lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada prioritas pembangunan wilayah yang lebih menekankan pada wilayah wilayah yang mempunyai potensi menjanjikan (baik dari segi demografi, limpahan sumberdaya alam maupun lokasional). Hal ini memicu terjadinya disparitas tingkat pembangunan ekonomi yang terus melebar. Padahal pertimbangan dalam pembangunan wilayah memerlukan pendekatan multidimensional, terutama menyangkut (i) peranan teknologi dalam peningkatan produktivitas (ii) pembangunan sumberdaya manusia, (iii) pembangunan infrastruktur fisik dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup dan (iv) pembangunan administrasi dan finansial termasuk mendorong partisipasi luas masyarakat dan memperhitungkan aspek politik institusional.

Beberapa indikator yang sering digunakan dalam mengukur keberhasilan pembangunan (Rustiadi 2007) adalah:

(1) Pendapatan wilayah. Pendapatan masyarakat merupakan indikator penting dalam ekonomi wilayah. Pendapatan masyarakat pada suatu wilayah tidaklah sama dengan nilai total produksi barang dan jasa yang dihasilkan di suatu wilayah. Karena didalam total nilai barang dan jasa terdapat komnponen- komponen dari barang dan jasa yang telah dihitung sebagai hasil produksi di sektor atau wilayah lain.

(2) Distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan adalah statu cerminan bagaimana pendapatan dialokasikan kepada masyarakat. Untuk mengukur distribusi pendapatan ini biasanya menggunakan Kurva Lorenz

(3) Penyerapan tenaga kerja. Indikator penyerapan tenaga kerja dan tingkat pengangguran dapat dipandang sebagai bentuk operasional dari konsep indikator tujuan ekonomi atau pertumbuhan (produktivitas dan efisiensi). Namun indikator ini juga sering dianggap bagian dari konsep indikator kapasitas sumberdaya manusia.

(4) Tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan suatu kondisi absolut atau relatif yang menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya

sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku di masyarakat karena sebab natural, cultural atau struktural (Nugroho dan Dahuri, 2004). Sesuai dengan definisi tersebut, maka indikator dan kriteria kemiskinan dapat dilihat dari dua pendekatan yaitu absolut dan relatif. Usuran kemiskinan absolut adalah pendekatan yang memandang kemiskinan dalam suatu usuran yang bersifat mutlak yang bermuara atau berwujud sebagai garis, titik atau batas kemiskinan. Sedangkan usuran relatif adalah pendekatan yang memandang kemiskinan dalam suatu ukuran yang mempengaruhi ukuran- ukuran lainnya yang berhubungan dengan proporsi dan distribusi.

(5) Keseimbangan wilayah (regional balance). Indikator ini cukup penting mengingat bahwa suatu wilayah tidak dapat dikatakan berkembang apabila wilayah-wilayah lain juga tidak berkembang. Oleh karena itu perlu adanya keseimbangan pembangunan wilayah baik keseimbangan spatial (antar wilayah), keseimbangan antar sektor (sektoral balance) maupun keseimbangan kapital/modal (capital balance).