• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perkreditan

Pengertian kredit menurut UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Dalam arti luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Dalam bahasa latin kredit berarti credere artinya kepercayaan. Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan.

Terdapat dua kekuatan yang saling berinteraksi didalam pasar kredit yaitu penawaran dan permintaan akan kredit. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran kredit seperti 1) tingkat bunga, 2) defisit anggaran pemerintah, 3) nilai tukar dan sebagainya. Namun ada juga beberapa faktor yang berpengaruh dari sisi penawaran akan kredit seperti kredit yang diciptakan oleh bank sentral dan dana dari pihak ketiga baik dari sektor rumah tangga maupun bisnis.

Apabila tingkat suku bunga naik maka permintaan akan kredit akan turun. Sebaliknya dalam kondisi tingkat suku bunga turun, maka permintaan akan kredit meningkat. Dalam kenyataannya, fenomena teori ini sering tidak terjadi. Suku bunga kredit sering tidak sensitif atau mempengaruhi secara signifikan terhadap permintaan kredit bagi nasabah. Sehingga tinggi rendahnya suku bunga kredit tidak selalu berdampak pada naik turunnya permintaan kredit. Hal ini dikarenakan suku bunga hanyalah merupakan salah satu variabel dari fungsi permintaan dan penawaran kredit. Terdapat variabel variabel lain yang harus diperhitungkan. Pada umumnya faktor kecepatan proses dan kemudahan prosedur justru menjadi pertimbangan utama dalam permintaan kredit bagi usaha mikro, kecil, dan kredit konsumtif. Namun untuk permintaan kredit bagi usaha menengah dan korporasi, maka suku bunga akan lebih sensitif sehingga tinggi rendahya tingkat suku bunga akan mempengaruhi tinggi rendahnya permintaan akan kredit. Demikian sebaliknya, kenaikan atau penurunan suku bunga tidak selalu berbanding lurus dengan penawaran kredit. Dalam mekanisme pasar, tinggi rendahnya ekspansi kredit sangat ditentukan oleh permintaan dan penawaran kredit. Namun seringnya naik turunnya suku bunga selalu hanya dilihat dari sisi permintaan kredit.

Berdasarkan gambar 2.1 di bawah, bunga pinjaman dapat menjadi lebih rendah dengan cara menggeser kurva penawaran (supply) kredit yang lebih elastis ke kanan yaitu dari S1 ke S2. Pergeseran kurva penawaran ini ke kanan dapat

11 ditempuh dengan cara; (1) Memperluas sumber sumber kredit di pedesaan. Semakin banyak sumber kredit maka kurva penawaran akan bergeser ke kanan, yang berarti pada tingkat bunga pinjaman yang sama besar maka jumlah kredit yang tersedia akan lebih besar; (2) Memperbanyak jenis jenis pelayanan yang sudah ada. Semakin banyak jenis pelayanan yang dapat diberikan bank (tabungan, deposito, kredit, pengiriman uang) maka semakin besar nasabah yang dapat dilayani bank, yang berarti juga akan menggeser kurva penawaran bank ke kanan; (3) Perubahan teknologi dari kelembagaan kredit. Perubahan tehnologi akan membuat produktifitas masukan meningkat, sehingga biaya marginal semakin rendah. Seiring dengan menurunnya biaya bunga dan meningkatnya penawaran menjadi S2 dan harga atau bunga turun dari r1 ke r3. Perubahan tehnologi akan membuat kurva penawaran bergeser ke kanan dan kurva ini mempunyai elastisitas lebih besar dibandingkan dengan kurva penawaran semula. Sebaliknya penyaluran atau penawaran kredit oleh perbankan bisa terjadi juga penurunan.

Gambar 2.1 Pengaruh elastisitas permintaan dan elastisitas penawaran terhadap suku bunga

Studi literature yang dilakukan oleh Agenor (2000) menyebutkan bahwa sebab-sebab menurunnya penyaluran kredit perbankan kepada sektor swasta di Asia setelah krisis tahun 1997 masih menimbulkan perdebatan. Beberapa ekonom berpendapat bahwa “credit crunch” lah yang menimbulkan fenomena credit rationing yaitu bank menolak dalam memberikan kredit terhadap nasabah tertentu atau sebagian besar nasabah pada tingkat suku bunga berapapun. Credit crunch didefinisikan sebagai suatu situasi dimana terjadi penurunan supply kredit perbankan secara tajam sebagai akibat dari menurunnya kemauan bank dalam menyalurkan kredit kepada dunia usaha tanpa diikuti kenaikan suku bunga (Agung et al. 2001). Credit crunch bisa diartikan juga sebagai suatu kondisi terjadinya „keengganan” pihak bank untuk menawarkan kreditnya. Dalam

r r2 r1 r3 D1 D2 S1 S2 Q1 Q2 Q3 Q Q A B C

1

praktiknya, bentuk “keengganan” tersebut terjadi melalui mekanisme credit rationing, yaitu bank memperketat persyaratan-persyaratan kreditnya di luar tingkat suku bunga. Pada saat terjadi krisis ekonomi, Perbankan enggan menyalurkan dananya ke masyarakat. Mereka lebih menyukai menempatkan dananya di Sertifikat Bank Indonesia. Dengan demikian fungsi intermediasi perbankan antara sektor moneter dengan sektor riil menjadi tidak mampu untuk menggerakkan perkembangan dunia usaha melalui kredit yang disalurkan. Investasi dan aktifitas ekonomi lainnya akan mengalami stagnasi bahkan kemumduran sehingga pendapatan nasional pada akhirnya akan mengalami penurunan. Adapun penurunan kredit yang disalurkan perbankan tersebut bisa disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi demand maupun supply. Selanjutnya Agung, et al (2001) menuliskan bahwa penurunan kredit dari sisi permintaan karena menurunnya kualitas nasabah yaitu pada saat krisis ada kecenderungan semakin meningkatnya leverage perusahaan-perusahaan yang tercermin dari masih tingginya debt to equity ratio-nya.

Ketidakpastian yang tinggi pada saat krisis ekonomi mengakibatkan pengusaha menunda ekspansi usaha sehingga permintaan terhadap dana juga berkurang, sebagaimana diilustrasikan dalam gambar 2.2.

S0 E0 r 0 r1 E1 D0 D1 L1 L0 Kuantitas Kredit

Gambar 2.2 Penurunan kredit akibat menurunnya permintaan Sumber: Siregar (2009)

Penurunan kredit dari sisi penawaran bisa disebabkan karena faktor internal maupun eksternal. Faktor internal perbankan seperti kecukupan modal, memburuknya kualitas asset, dan ketersediaan loanble fund. Sedangkan faktor eksternal yang menimbulkan keengganan bank untuk menyediakan pembiayaan bagi dunia usaha karena menurunnya tingkat kelayakan kredit (creditworthiness) dari debitur akibat melemahnya kondisi keuangan perusahaan. Penurunan kredit akibat menurunnya penawaran diilustrasikan dalam gambar 2.3.

0

Suku bunga kredit

13

1

E1

E0

Gambar 2.3 Penurunan kredit akibat menurunnya penawaran Sumber: Siregar (2009)