• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Teknis Pelaksanaan PKMT

BAB II – POLITIK PEMBANGUNAN NASIONAL DAN SEJARAH PEMUKIMAN

A. Pembangunan Nasional dan PKMT

B.1. Konsep Teknis Pelaksanaan PKMT

Dalam beberapa dokumen Direktorat Bina Masyarakat Terasing (DBMT), Depar-temen Sosial menjelaskan bahwa mekanisme pelaksanaan program pemukiman dan pembinaan Orang Laut di wilayah Kota Madya Batam dikerjakan berdasarkan pada kebijakan nasional tentang pembinaan kesejahteraan sosial Orang Laut sebagai bagian integral dari pola pembinan MT (DBMT 1987b, 1987c, 1988a, lihat uraian A.1. bab ini). Program pembinaan ini dirancang secara terpadu dengan rencana induk

(master plan) Pembangunan Daerah Industri Pulau Batam (DIPB),2 dan karena letak

Pulau Batam termasuk kawasan perbatasan, maka program pembinaan juga masuk ke dalam agenda Pembangunan Pertahanan dan Keamanan Nasional (Hankamnas) (lihat DBMT 1988a).

Strategi pemerintah itu selaras dengan tujuan-tujuan pembangunan nasional dan PKMT yang mengatakan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan sosial masyara-kat di Kepri merupakan bagian dari agenda pembangunan Batam. Sejak akhir deka-de 1970an, Batam diproyeksikan menjadi kawasan industri dan perdagangan bebas, sebelum kemudian dilanjutkan dengan proyek pembangunan kawasan ekonomi tiga negara yang terintegrasi Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle (IMSGT) di awal periode 1990an (lihat Chou 2010; Chou dan Wee 2002). Oleh karenanya, keberhasilan proyek PKMT dibayangkan akan mendukung pelaksanaan dan ter-capainya tujuan pembangunan ekonomi Batam (DBMT 1987b:2). Muchrodji, Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial, meyakini bahwa PKMT akan memberi dampak positif terhadap persoalan-persoalan MT dalam pembangunan nasional dan tentu saja bagi pembangunan DIPB (DBMT 1987b:18, 1988:8).

2 DIPB ditetapkan oleh Keputusan Presiden No. 41/1973 tentang pengembangan daerah industri. Kepres No. 33 tahun 1974, Kepres No. 45 tahun 1978, dan Kepres No. 56 tahun 1985 menyem-purnakan peraturan sebelumnya tentang perluasan bonded area atau duty-free zone (Lenhart 1997:581) dalam wilayah Otorita Batam (DBMT 1987b, 1988a).

Tabel 2.2. Langkah-langkah Teknis Pemukiman dan Pembinaan Orang Laut di Bertam oleh Pemerintah

TAHAPAN KEGIATAN TAHAP PRA-PERSIAPAN a. Pendekatan 1) orientasi dan konsultasi 2) pendataan - - TAHAP PERSIAPAN a. Studi Kelayakan 1) Penyuluhan Sosial 2) Seleksi dan Registrasi 3) Penetapan lokasi 4) Kajian Studi Kelayakan b. Persiapan Permukiman 1) Legitimasi lahan 2) Pengukuran dan pemetaan lahan 3) Penebasan lahan 4) Penyiapan tenaga lapangan -TAHAP PEMBINAAN a. Pemukiman 1) Pengadaan sarana permukiman • Pembangu nan rumah sederhana • Pembangu nan sarana umum 2) Pengadaan logistik 3) Penempatan warga binaan b. Bimbingan sosial 1) Bimbingan sosial budaya Bimbingan mental spritiual Bimbingan kesehatan Bimbingan pendidikan dasar Bimbingan kesejahteraan sosial Bimbingan kependudukan dan lingkungan hidup 2) Bimbingan sosial – ekonomi Bimbingan keterampilan Bimbingan usaha ekonomi produktif 3) Bimbingan sosial – politik Bimbingan ideologi Bimbingan keamanan lingkungan c. Pengembangan 1) pemantapan pembauran sosial-budaya 2) kegiatan usaha kooperatif 3) pendayaagunaan

sumber dan potensi lingkungan 4) penataan wilayah administrasi pemerintahan 5) pemanfaatan teknologi tepat-guna 6) penumbuhan kehidupan berogranisasi TAHAP TERMINASI

a. Evaluasi akhir b. Penyerahan Pembinaan -

TAHAP BINA PURNA a. Pembinaan lanjut mengikuti mekanisme yang berlaku seperti halnya masyarakat pada umumnya - - Sumber: DBMT (1987b, 1987c, 1988a)

Sehubungan dengan proyeksi itu, pemerintah memerlukan kerangka tertentu se-bagai acuan teknis pelaksanaan proyek PKMT yang dikerjakan dalam kurun waktu tertentu. DBMT sebagai penanggungjawab proyek PKMT di Batam kemudian mener-bitkan buku Pola Operasional atau Pola Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat

Ter-asing yang berisi tahap-tahap yang mesti dilalui ketika program berjalan. Sebagai

catatan, buku serupa juga diterbitkan untuk setiap penanganan MT di berbagai daerah di Indonesia. Pelaksanaan proyek PKMT pada Suku Laut di kawasan Pulau Batam sebagaimana tertulis dalam buku tersebut tecermin dalam tahap-tahap pada Tabel 2.2. di atas.

Jikalau kita perhatikan dengan seksama, Depsos agak kurang konsisten dalam merumuskan substansi teknis pada penahapan proyek PKMT. Hal itu tampak pada beberapa dokumen resminya (lihat DBMT 1987b, 1987c, 1988a). Kelima hal yang diuraikan di bawah merupakan intisari saya dari beragam versi tersebut. Kelima tahap ini ditargetkan dapat selesai dalam kurun waktu dua sampai tiga tahun. Semua tahapan dikerjakan oleh koordinator wilayah Batam yang dipercaya oleh Depsos, yakni FKKS Batam (lihat uraian subbab berikutnya). Penunjukan lembaga ini selain menetapkan pihak pelaksana yang bertanggungjawab atas dana proyek pemerintah, hal itu sekaligus memberi kepercayaan mereka untuk mencari dana tambahan dari pihak luar negeri (DBMT 1987b:17).

Detail mengenai penjabaran tahap-tahap pemukiman dan pembinaan pada tabel di atas saya rangkumkan dari Pola Operasional PKSMT di Daerah Perbatasan Riau (DBMT 1988a) yang isinya kurang lebih adalah sebagai berikut:

Tahap Pra-Persiapan

Merupakan rangkaian kegiatan pendahuluan dari proses pembinaan kesejahte-raan sosial OSL yang masih hidup terasing dan belum sepenuhnya terjangkau oleh pelayanan pembangunan. Pada tahap ini, kegiatan terdiri dari (1) orientasi, merupakan pendekatan sosial-budaya yang bertujuan untuk menjajaki informasi dasar yang berkenaan dengan keberadaan OSL di kawasan Batam yang perlu

mendapat perhatian, kondisi umum lingkungan asal, serta jumlah dan perseba-rannya; (2) pendataan, merupakan langkah lanjutan dari hasil orientasi yang ditujukan untuk mengadakan penggalian data dan informasi baik tentang kelom-pok-kelompok OSL yang dapat dijadikan calon sasaran binaan maupun penen-tuan urutan prioritas calon-calon lokasi permukiman.

Tahap Persiapan

Merupakan rangkaian kegiatan untuk mempersiapkan komunitas OSL yang akan dibina pada tahap berikutnya, penetapan lokasi yang sesuai dengan persyaratan, serta mengadakan persiapan pemukiman secara keseluruhan. Tahap ini terdiri atas beberapa kegiatan: (1) studi kelayakan, merupakan langkah untuk memper-oleh data yang akurat tentang calon sasaran garapan penetapan lokasi untuk permukiman dengan segala aspeknya serta pengelompokan masalah, potensi, dan sumber-sumber yang dapat menjadi daya dukung rencana pembinaan; (2)

persiapan pemukiman, merupakan serangkaian kegiatan untuk menyiapkan

se-jumlah persyaratan dasar permukiman. Di dalam kegiatan nomor dua ini

legitima-si lahan merupakan rekomendasi penggunaan tanah dari Bupati/Walikota

setem-pat dan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Riau tentang Pencadangan Tanah untuk lokasi pemukiman OSL yang akan dibina. Selain legitimasi lahan,

pengukuran dan pemetaan lahan dilakukan untuk menetapkan Fatwa Tata Guna

Tanah sebagai pelaksaan UU Nomor 5 tahun 1960 Pasal 14 dan 15 yang ber-fungsi untuk bahan pertimbangan Direktorat Jenderal Agraria dalam memberi hak pengelolaan lahan.

Tahap Pembinaan

Merupakan proses kegiatan untuk memberikan pembinaan kepada warga binaan OSL agar memahami berbagai aspek kehidupan dalam ikatan kebersamaan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia, memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu serta meningkatnya pemenuhan kebutuhan dasar manusia, kemandirian dan peran serta OSL dalam pembangunan nasional. Tahap ini ter-diri dari beberapa kegiatan, yaitu: (1) pemukiman, adalah kegiatan lanjutan yang berkaitan dengan upaya membentuk pemukiman yang layak dan proses pemin-dahan bagi OSL yang telah diseleksi ke lokasi permukiman yang telah disiapkan;

(2) bimbingan sosial, merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan

mela-lui proses komunikatif, persuasif, dan motivatif untuk mengenalkan, memahami, menerima, serta mampu melaksanakan sejumlah nilai-nilai baru: berupa penge-tahuan tentang ideologi negara, agama, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, kependudukan, lingkungan hidup, usaha ekonomi produktif, dan keteram-pilan tertentu; (3) pengembangan, merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memantapkan warga OSL sehingga dapat mencapai suatu kondisi yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan untuk persiapan suatu lokasi permu-kiman yang akan diserahkan pembinaan lanjutannya kepada Pemerintah Daerah. Dalam kegiatan pengembangan ini, negara memfokuskan pada peman-tapan pembauran sosial dan budaya, kegiatan usaha kooperatif melalui kelom-pok-kelompok usaha bentukan, pendayagunaan sumber dan potensi lingkungan (termasuk konservasi lingkungan), penataan wilayah administrasi pemerintahan (pemberlakukan sistem RT, RW ke dalam sistem administrasi desa setempat), pemanfaatan teknologi tepat-guna dalam kehidupan sehari-hari OSL, dan pe-numbuhan kehidupan berorganisasi untuk menampung aspirasi dan kebutuhan mereka ke arah peningkatan taraf kesejahteraan sosialnya.

Tahap Terminasi

Merupakan satu dari dua bagian akhir proyek PKMT, yang terbagi dalam dua kegiatan: (1) evaluasi akhir dan (2) penyerahan pembinaan. Mengenai yang per-tama adalah kegiatan penilaian bahwa kondisi dasar kehidupan OSL telah men-capai persyaratan minimal, hasil dari seluruh proses pembinaan dalam tiga ta-hun, dan siap untuk diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Sedangkan untuk yang kedua, merupakan saat di mana wewenang dan tanggung jawab pem-binaan beralih kepada Pemerintah Daerah setempat melalui proses penyerahan

warga binaan.

Tahap Bina Purna

Merupakan tahap pembinaan lanjut setelah proses penyerahan kepada Peme-rintah Daerah yang dilaksanakan mengikuti mekanisme yang berlaku sebagai-mana halnya pembinaan masyarakat pada umumnya.

Berkenaan dengan uraian mengenai pentahapan itu, DBMT menjelaskan bahwa kurun waktu Tahap Persiapan direncanakan dapat selesai dalam waktu enam bulan. Sedangkan untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan pada Tahap Pembinaan adalah satu setengah sampai dua setengah tahun dengan perincian kegiatan bimbingan sosial (proses adaptasi OSL dengan lokasi permukiman darat) diperkirakan selesai dalam satu setengah tahun dan pada kegiatan pengembangan (penataan hidup mandiri) selesai dalam tempo setahun (DBMT 1988a:18). Dengan demikian, kita bisa memperkirakan bahwa total keseluruhan kegiatan proyek untuk sampai ke Tahap Terminasi dan Bina Purna, yakni penyerahan warga binaan ke Pemerintah Daerah setempat, diperkirakan memerlukan waktu sekitar tiga tahun.