SIDANG KOMISI B
KUALITAS HASIL BELAJAR BAHASA: APLIKASI KURIKULUM 2013
Pujiati Suyata Universitas Ahmad Dahlan
Abstrak
Saat ini pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia menggunakan Kurikulum 2013. Namun demikian, beberapa sekolah yang belum siap masih menggunakan kuri kulum sebelumnya. Pada akhir pembelajaran dilaku kan evaluasi hasil belajar. Pemerintah, dalam hal ini Pusat Penilaian Pendidikan, Kemendikbud menerapkan dua jenis penilaian, yaitu penilaian integritas (IIUN) dan penilaian hasil belajat (UN). Hasil penilaian digunakan untuk pemetaan sekolah. Penilaian integritas menjadi penting mengingat penilaian tersebut menentukan kua litas hasil belajar sekolah. Sekolah dengan hasil belajar tinggi, tetapi indeks integritasnya rendah, mencerminkan bahwa hasil belajar diperoleh dengan cara-cara yang tidak jujur. Kondisi tersebut juga terjadi pada pembelajaran bahasa, Kualitas hasil belajar bahasa banyak tergantung pada indeks integritasnya. Dalam Kurikulum 2013, aplikasi penilaian tersebut tentu menjadi pusat perhatian semua pihak. Hasil belajar tinggi dan itu dicapai dengan inte gritas tinggi pula, menjadi dambaan kualitas hasil belajar bahasa.
Kata kunci: indeks integritas, kualitas hasil belajar bahasa, Kurikulum 2013
A. Pendahuluan
Apa dan bagaimanakah integritas itu? Integritas adalah kesatuan antara pola pikir, perasaan, ucapan, dan perilaku yang selaras dengan hati nurani dan norma yang berlaku (SKKNI, 2016; Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1976). Integritas merupakan nilai dasar pribadi yang perlu dimiliki oleh siswa, yakni bersikap dan berperilaku “jujur” terhadap diri sendiri dan lingkungan, “disiplin”, dan “bertanggung jawab” dalam menjalan kan tugas-tugas.
Selain nilai dasar, integritas dapat dilihat dari etos kerja yang dilakukan, antara lain “kerja keras” dan “mandiri”. Dalam mengerjakan ujian, misalnya, siswa perlu belajar keras
sekitarnya.
Bagaimana kecurangan terjadi? Menurut teori Fraud Triangle (Donald R. Cressey, 1955), seseorang melakukan kecurangan karena adanya rasionalisation (pembenaran), opportunity (kesempatan), dan pressure (tekanan). Pelaku men cari alasan pembenaran atas tindakan curangnya, misalnya untuk menyenangkan orang tua, karena IP bagus. Kemudian, ada peluang yang memungkinkan kecurangan terjadi, misalnya pengawas ujian sedang keluar. Selanjutnya, ada tekanan yang menyebabkan terjadinya kecurangan, misalnya dia harus cepat lulus dengan nilai bagus karena dana orang tua akan dipakai adiknya kuliah tahun ini.
Ketiga faktor tersebut, pembenaran, kesempatan, dan tekanan saling mempengaruhi untuk berbuat kecurangan dan secara rasio mungkin dilakukan. Jika ketiga hal tersebut saling mempengaruhi, terjadilah kecurangan. Dengan demikian, jika kecurangan tidak ingin terjadi, maka hal-hal di atas perlu dihindari. Menjadi orang jujur, bukanlah hal yang mudah, banyak tantangan yang dihadapi. Bagaimana pun orang jujur akan dihargai.
B. Pembahasan 1. Penilaian Integritas
Sejak dua tahun terakhir pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud, meluncurkan program Indeks Integritas Sekolah. Kejujuran siswa dan sekolah dalam melaksanakan Ujian Nasioanl menjadi sasaran program ini. Setiap sekolah peserta UN memperolah skor indeks kejujuran. Sekolah-sekolah yang memperoleh Indeks Kejujuran tinggi (IIUN), yaitu 80 ke atas memperoleh predikat sekolah jujur dan mendapat sertiikat kejujuran.
Dalam hal ini, ada empat kategori sekolah berdasarkan indeks integritas dan hasil UN. (1) Sekolah dengan hasil ujian tinggi dan indeks kejujuran tinggi. (2) Sekolah dengan indeks kejujuran tinggi dan hasil belajar tidak begitu tinggi, (3) Sekolah dengan hasil belajar tinggi dan indeks kejujuran rendah, dan (4) Sekolah dengan hasil belajar rendah dan indeks kejujuran rendah yang rendah pula (Kemendikbud, 2015). Ada tujuh provinsi yang berhasil meraih indeks integritas ujian nasional (IIUN) tinggi untuk SMA atau sederajat, peringkat pertama DIY, selanjutnya berturut-turut Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Bengkulu, Kepulauan Riau, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur.
Kejujuran tidak serta merta muncul manakala terjadi ujian. Kejujuran perlu latihan, dapat dimulai dari ulangan-ulangan harian, ujian tengah semester, dan semester. Jika hal itu sudah terbiasa, dalam ujian nasional akan terbiasa pula melakukan kejujuran tersebut. Integritas adalah suatu sikap baik yang harus dipunyai oleh siswa maupun sekolah, dalam hal ini ketika menghadapi ulangan dan ujian. Sikap jujur adalah inti dari integritas tersebut, selain disiplin dan tanggung jawab (SKKNI, 2016). Siswa yang berintegritas tinggi akan melaporkan adanya kunci jawaban yang beredar, sementara siswa yang tidak tidak jujur akan menerima kunci tersebut dengan senang hati. Demikian juga sekolah. Sekolah yang jujur akan menindak siswanya yang memperoleh kunci jawaban soal dan tindak curang lainnya. Nilai-nilai kejujuran, disiplin, dan tanggungjawab merupakan bekal siswa untuk menapak masa depan yang lebih baik.
Undang-undang Pendidikan No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menyebutkaan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat. Pembentukan karakter dan watak yang baik inilah yang dibidik oleh kebijakan baru, yaitu integritas sekolah.
Hasil belajar merupakan hasil pemikiran dan penggalian secara mendalam, bukan dari hasil ketidakjujuran, seperti contekan, atau kunci jawaban yang diberikan guru atau membeli dari pihak luar. Kejujuran siswa, guru, dan sekolah serta pihak-pihak terkait dalam pencapaian skor ujian inilah yang dibidik oleh indeks integritas tersebut.
2. Peran Integritas dalam Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi memegang peran penting dalam pembelajaran. Evaluasi berperan dalam mengetahui keberhasilan pembelajaran, demikian pula dalam perbaikan kurikulum yang dilakukan secara terus menerus. Melalui evaluasi, kualitas pendidikan dan perkembangannya dapat diketahui dari waktu ke waktu. Ujian atau ulangan merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi kualitas pembelajaran. Hasil ujian menjadi barometer baik dan tidaknya kualitas pendidikan. Begitu pentingnya ujian, selayaknya ujian dilaksanakan dengan cara yang sahih dan terpercaya, bebas dari berbagai kecurangan. Indeks integritas menjadi parameter terbaik saat ini.
Hal itu tercermin dalam UU Pendidikan No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 3 UU tersebut dikatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradab an bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa.
3. Integritas Sekolah dan Pendidikan Kejujuran
Akhir-akhir ini, indeks integritas sekolah menjadi pem bicaraan di kalangan sekolah maupun perguruan tinggi. Perpadu an antara skor ujian dan skor integritas menjadi ukuran penting bagi keberhasilan sekolah. Dengan demikian, skor ujian tinggi tanpa skor integritas sekolah yang tinggi pula, akan berarti skor ujian tersebut dicapai dengan berbagai cara yang menge nyamping kan kejujuran.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa integritas sekolah merupakan wahana yang tepat untuk menciptakan budaya sekolah yang mengedepankan pendidikan kejujuran. Siswa harus mengetahui bahwa kejujuran itu penting dan itu akan menjadi bekal masa depan. Kejujuran perlu dikembangkan sejak sekarang. Tugas sekolah adalah mengembangkan nilai-nilai kejujuran, bersama keluarga, dan masyarakat (Lickona, 1991) sebab pelaksanaan pendidikan tersebut adalah tanggung jawab bersama.
4. Integritas dan Budaya Sekolah
Permendiknas Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penum buhan Budi Pekerti telah memperkuat pihak sekolah dalam memperkuat pembentukan karakter di dunia pendidikan. Selanjut nya, diluncurkan kebijakan indeks integritas UN sebagai realisasi pembentukan karakter di sekolah. Skor UN tinggi dipadu dengan indeks integritas tinggi merupakan sekolah efektif yang didambakan banyak pihak.
Kolaborasi tim peneliti dari Universitas Strathcly de Glasgow dan Institut Pendidikan di London telah melakukan penelitian tentang keefektifan sekolah dalam Improving School Effectiveness Project (MacBeath, 2007). Sekolah efektif adalah sekolah yang menerapkan nilai-nilai positif dan motivasi pada siswanya. Hal ini menunjukkan
di kawasan Asia dan Pasiik, seperti Hui-LingiPan dari Taiwan dan Daming Feng dari China. Faktor moral terkait erat dengan budaya sekolah, tulisan Sudrajat (2011) tentang membangun budaya sekolah berbasis karakter terpuji.
5. Integritas dan Kualitas Hasil Belajar Bahasa
Hasil belajar, semestinya merupakan salah satu cara melahirkan komunitas moral yang fokus pada penumbuhan semangat pembelajar dan melahirkan ekosistem moral pendidi kan yang bermakna (Koesuma, 2016). Bukan sebaliknya, mengejar skor tinggi dengan berbagai cara yang tidak terpuji. Ujian dengan cara-cara yang terpuji tersebut akan dapat menggambarkan kualitas hasil belajar dan sekolah yang sebenarnya. Dengan demikian, kualitas hasil belajar dapat dipercaya dengan melihat indeks integritas.
Demikian juga untuk hasil belajar bahasa. Hasil belajar bahasa yang tercermin dalam kompetensi membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan, perlu disertasi integritas yang tinggi. Kualitas hasil belajar bahasa yang tinggi tidak saja dilihat dari hasil belajarnya itu sendiri, melainkan hasil belajar tinggi yang dicapai dengan cara-cara yang baik. Jika hasil belajar bahasa baik dan itu dicapai dengan cara-cara yang terpuji, hasil belajar lain dapat diramalkan akan demikian pula halnya.
Integritas yang tinggi tidak dicapai dengan begitu saja, melainkan dengan cara-cara pembiasaan. Jika sekolah menerapkan pendidikan moral, kejujuran, tanggung jawab, dan disiplin tinggi, siswa akan terbiasa dengan sikap seperti itu. Selanjutnya, hal itu juga akan terjadi pada saat mereka mengerjakan ulangan, ujian, atau tugas-tugas yang lain. Hasil belajar yang tinggi dan indeks integritas tinggi menjadi penentu dambaan setiap sekolah saat ini.
Adanya korelasi negatif antara skor UN, nilai raport, dan portofolio dengan prestasi di perguruan tinggi pada mahasiswa yang masuk perguruan tinggi tanpa tes merupakan kenyataan yang tidak terelakkan. Hal itu, menurut Muhammad Natsir, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (2016) menunjukkan adanya kecenderungan hasil ujian belum bisa optimal untuk digunakan pada penerimaan SNMPTN. Hasil ujian, termasuk di dalamnya ujian bahasa, dalam berbagai hal belum dapat menunjukkan kualitas sekolah yang diharapkan.
6. Aplikasi Penilaian Integritas Hasil Belajar Bahasa dalam Kurikulum 2013
Aplikasi penilaian integritas hasil belajar bahasa dalam Kurikulum 2013 mengacu pada UU Pendidikan No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 3 UU tersebut dikatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembang kan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa. Aplikasi pembentukan karakter inilah yang menjadi inti penilaian integritas. Karakter “jujur”, “bertanggung jawab”, “disiplin”, “berani” melaporkan terjadinya ketidakjujuran merupa kan nilai-nilai integritas yang perlu dilatihkan pada siswa.
Tindakan mencontek, beredarnya soal ujian, adanya kunci jawaban, dan guru yang memberikan jawaban benar pada saat ujian merupakan cermin tindak kecurangan yang terjadi. Peran Kepala Sekolah menjadi penting dalam hal terjadinya atau tidak terjadinya tindak kecurangan di sekolah tersebut.
C. Penutup
Setelah mengikuti uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut.
a. Integritas adalah karakter baik yang perlu dipunyai oleh siswa maupun sekolah. Nilai inti integritas adalah “jujur”, “tanggung jawab”, dan “disiplin”.
b. Evaluasi hasil belajar secara nasional berupa indeks integritas dan nilai UN. Hasil UN tinggi dengan indeks integritas tinggi adalah hasil UN yang dicapai dengan cara-cara yang jujur, bertanggung jawab, dan disiplin. Hal itu menjadi menjadi dambaan sekolah saat ini.
c. c. Nilai-nilai integritas tidak terjadi begitu saja, melainkan perlu dilatih. Dalam keseharian, seperti ulangan harian, UTS, maupun UAS siswa dilatih untuk berlaku sesuai nilai-nilai integritas yang ada. Nilai-nilai integritas menjadi dasar pembentukan budaya sekolah.
d. d. Aplikasi integritas dalam Kurikulum 2013 merupakan terapan dari UU Pendidikan No. 20 Tahun 2003. Pembentukan karakter bangsa terjadi dengan penerapan nilai-niai intergritas di sekolah. ●
D. DAFTAR PUSTAKA
Cressay Donald R. 1955. “Changing Criminal: The Application of the Theory of Differential Association”. American Journal of Sosiology.
Depdikbud. 2015. Kilasan Setahun Kinerja Kemendikbud 2015: Membentuk Insan dan Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan yang Berkarakter. Jakarta: Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan (PASKA).
---.2003. Undang-Undang Pendidikan No, 20. Tahun 2003. Depdikbud.
KPK. 2016. Standar Kerja Nasional Kategori Profesional Ilmiah dan Teknis Penyuluhan. KPK.
Koesuma, Doni. 2016. Ekosistem Moral Pendidikan, Kompas, 8 Juni 2016.
Lickona, Thomas, 1991. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantan Books.
MacBeath, John. 2007. “Improving School Effectiveness: Retrospective and Prspective”. International Handbook of School Effectiveness and Improvemnet. Springer International Handbook of Education. Vol. 17.
Sudrajat, Ajat. 2011. “Membangun Budaya Sekolah Berbasis Karakter Terpuji”. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta. UNY Press.
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)