• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Arsip tercipta sebagai akibat dari proses kegiatan atau aktivitas yang berlangsung di dalam suatu lembaga organisasi, baik lembaga organisasi swasta maupun lembaga organisasi pemerintah. Umumnya pada setiap lembaga organisasi, arsip akan tercipta terus-menerus sehingga harus dijaga keberadaanya baik dari segi fisik maupun informasinya. Permasalahan yang sering kali dihadapi oleh setiap lembaga organisasi adalah bertambahnya arsip secara bertahap dari waktu ke waktu, sehingga setiap lembaga organisasi harus memerlukan pengelolaan kearsipan yang baik. Pengelolaan kearsipan mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu organisasi, meskipun pengelolaan kearsipan sangat berperan penting, sampai saat ini masih banyak lembaga organisasi belum melakukan pengelolaan kearsipan dengan baik.

Bahkan masih banyak yang beranggapan bahwa pekerjaan bidang kearsipan kurang menarik, sehingga petugas kearsipan dilaksanakan oleh orang-orang yang tidak sesuai dengan latar belakang bidang ilmunya dan kemampuannya. Jika ditinjau lebih dalam pekerjaan kearsipan ini membutuhkan petugas yang profesional dibidang arsip sehingga arsiparis mengetahui tentang seluk beluk sistem kearsipan sampai pengelolaan kearsipan. Pada dasarnya pengelolaan kearsipan merupakan kegiatan penyelamatan arsip yang meliputi penyimpanan, perawatan, pemeliharaan, pengamanan, penyusutan, dan pemusnahan arsip, dari segala kegiatan tersebut penyusutan arsip merupakan salah

satu sarana penting untuk mengatasi masalah bertumpuknya arsip yang tidak bernilai guna.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2012 sebagai pelaksanaan UU RI No. 43 Tahun 2009 tentang kearsipan, dalam pasal 53 ayat 3 dijelaskan dalam rangka melaksanakan penyusutan dan penyelamatan arsip dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, perguruan tinggi swasta, perusahaan swasta, organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan harus memiliki Jadwal Retensi Arsip (JRA). Arsip yang benar-benar sudah tidak bernilai guna dapat disusutkan berdasarkan daftar JRA melalui prosedur dan tata cara yang jelas dan sah. Hanya arsip yang masih bernilai guna saja perlu disimpan dan dirawat sebaik-baiknya. Peningkatan jumlah arsip, baik yang diciptakan maupun yang diterima, akan menimbulkan berbagai problema bila tidak diimbangi dengan penyusutan dan pemusnahan. Untuk dapat melakukan penyusutan dan pemusnahan diperlukan adanya JRA.

Badan Perpustakaan dan Kearsipan (BPA) Provinsi Sumatera Barat merupakan Lembaga Teknis Daerah yang berbentuk Badan yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Gurbernur Sumatera Barat melalui Sekretaris Daerah, oleh karena itu BPA Provinsi Sumatera Barat disamping mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah bidang perpustakaan dan kearsipan juga merumuskan kebijakan teknis, penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum, pembinaan dan fasilitasi lingkup Provinsi dan Kabupaten atau Kota, pelaksanaan kesekretariatan Badan, dan pelaksanaan tugas di bidang tata kelola penyelenggaraan perpustakaan

dan kearsipan dalam upaya mewujudkan kepemerintahan yang baik “Good Governance”, serta menyelenggarakan urusan perpustakaan dan kearsipan daerah.

BPA Provinsi Sumatera Barat juga merupakan lembaga kearsipan berbentuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan tugas pemerintah dibidang kearsipan pemerintah daerah provinsi yang berkedudukan di Kota Provinsi Sumatera Barat.

BPA Provinsi Sumatera Barat bukan hanya sebagai sebuah organisasi kearsipan bagi lingkungannya sendiri yang membina pengelolaan kearsipan di unit kerja lingkungan BPA, melainkan sebagai lembaga kearsipan yang membina pengelolaan kearsipan dan melakukan penilaian serta peninjauan kelapangan terhadap arsip-arsip yang berada di SKPD yang berjumlah 48 SKPD di bawah naungan Kantor Gurbernur Provinsi Sumatera Barat yang memiliki jalinan kerja sama berupa kerja sama dalam proses pengelolaan kearsipan sampai proses penyusunan JRA, sehingga diperoleh 2 pengkatagorian arsip yaitu arsip aktif dan arsip inaktif dimana arsip inaktif inilah yang pada akhirnya di serahkan ke BPA Provinsi Sumatera Barat.

Sesuai dengan Peraturan Gurbernur Provinsi Sumatera Barat no 79 tahun 2005 tentang wajib serah arsip daerah, arsip inaktif ini harus diserahkan kepada BPA yang berfungsi sebagai pusat arsip untuk diadakan penyusutan guna menghindari penumpukan arsip di lingkungan BPA maupun SKPD. Dalam proses penyelenggaraan aktifitas kegiatan kearsipan, BPA Provinsi Sumatera Barat menciptakan arsip yang jumlahnya tidak sedikit, dimana volume peningkatan arsip akan bertambah setiap harinya seiring kompleksitas kegiatan yang

dilaksanakan. Masalah yang akan muncul diantaranya adalah penumpukan arsip, kesulitan dalam proses temu kembali, serta melacak keberadaan arsip. Oleh karena itu, untuk mencapai efektifitas kinerja, efisiensi dana, serta proses temu kembali maka diperlukan adanya proses penyusutan arsip.

Kewajiban BPA Provinsi Sumatera dalam melaksanakan penyusutan dan penyelamatan arsip di setiap SKPD dan BPA Provinsi Sumatera Barat merupakan sebagai bahan bukti penyelenggaraan instansi BPA Provinsi Sumatera Barat.

Namun, dalam melakukan kegiatan proses penyusutan arsip suatu organisasi harus menilai kembali nilai kegunaan arsipnya dalam menentukan kelompok arsip yang harus disimpan dalam jangka waktu tertentu, arsip yang disimpan secara permanen dan arsip yang harus dimusnahkan. Tujuan penyusutan arsip akan tercapai jika organisasi memiliki program dan rencana pengurangan arsip yang memiliki daftar jangka simpan arsip untuk menetapkan simpan permanen dan musnahnya arsip. Program ini merupakan suatu pedoman yang disebut dengan JRA.

JRA merupakan suatu pedoman yang amat penting dalam manajemen kearsipan di BPA Provinsi Sumatera Barat, karena dapat memberi sumbangan nyata pada upaya peningkatan efisiensi operasional instansi BPA Provinsi Sumatera Barat dan memberi proteksi terhadap arsip yang memuat informasi bernilai guna tinggi agar dapat dilestarikan . Maka JRA sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah RI No. 34 Tahun 1979 tentang penyusutan arsip sangat diperlukan sebagai pedoman penyusutan arsip di instansi BPA Provinsi Sumatera Barat. JRA juga merupakan pedoman kerja petugas arsip atau arsiparis di BPA

Provinsi Sumatera Barat dalam penyusutan arsip-arsip yang secara minimal harus mencakup jenis arsip, jangka simpan arsip dan keterangan nasib akhir arsip.

Berdasarkan pengamatan peneliti, dalam melakukan proses evaluasi penerapan JRA oleh BPA Provinsi Sumatera Barat saat ini pelaksanaan penerapan JRA di BPA Provinsi Sumatera Barat masih terdapat beberapa kendala diantaranya pada saat melakukan proses penerapan JRA masih terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) khusus bidang kearsipan, selain itu kurangnya pengetahuan SDM yang tersebar di berbagai unit kerja akan JRA karena tidak berlatar pendidikan ilmu kearsipan dan kurangnya sarana dan prasarana serta anggaran dalam pelaksanaan kegiatan penyusutan arsip membuat lambanya penerapan JRA.

Berdasarkan uraian, maka peneliti mengangkat judul tentang “Evaluasi Penerapan Jadwal Retensi Arsip dalam Proses Penyusutan Arsip di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat”.

1.2 Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah evaluasi penerapan Jadwal Retensi Arsip dalam Proses Penyusutan Arsip di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan evaluasi penerapan Jadwal Retensi Arsip dalam Proses Penyusutan Arsip di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini, antara lain bagi:

1. Peneliti agar dapat memperkaya pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan Jadwal Retensi Arsip.

2. Bagi Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak pengelola arsip di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat dalam melaksanakan penyelamatan arsip, penyusutan arsip, dan menerapkan Jadwal Retensi Arsip.

3. Bagi peneliti lain, agar bisa dijadikan referensi serta menambah wawasan mengenai penerapan Jadwal Retensi Arsip dalam proses penyusutan arsip pada instansi pemerintahan maupun instansi swasta.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian pada penelitian ini dibatasi oleh proses penyusunan Jadwal Retensi Arsip, proses penyusutan arsip, proses penerapan Jadwal Retensi Arsip, dan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi

Sumatera Barat.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Arsip 2.1.1 Pengertian Arsip

Arsip di dalam Undang – Undang Nomor 43 tahun 2009 Pasal 1 Ayat 2 Tentang Kearsipan menyebutkan bahwa arsip merupakan rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Menurut Barthos (2005, 2) arsip dapat dikatakan sebagai suatu badan (agency) yang melakukan segala kegiatan pencataan, penanganan, penyimpanan dan pemeliharaan surat-surat atau warkat-warkat yang mempunyai arti penting baik ke dalam maupun ke luar, baik yang menyangkut soal-soal pemerintahan maupun non-pemerintahan, dengan menerapkan kebijaksanaan dalam sistem tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan sedangkan menurut Amsyah (2003, 2) yang dimaksud dengan arsip adalah semua arsip yang berada di kantor pemerintah, swasta, atau organisasi kemasyarakatan, karena masih dipergunakan secara langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, dan kegiatan administrasi lainya.

Dari pengertian arsip tersebut dapat dipahami bahwa arsip adalah naskah-naskah yang berisikan keterangan atau informasi penting yang dihasilkan oleh

maupun dalam bentuk informasi terekam yang mempunyai arti dan tujuan tertentu, sebagai bahan informasi, komunikasi dan kegiatan administrasi organisasi.

2.1.2 Tujuan Arsip

Tujuan kearsipan merupakan kegiatan untuk menjamin keselamatan bahan pertanggungjawaban nasional tentang perencanaan, pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan kebangsaan serta untuk menyediakan bahan pertanggungjawaban tersebut bagi kegiatan pemerintahan (Barthos, 2005, 12).

Menurut Widjaja (1993, 103) memiliki beberapa tujuan arsip sebagai berikut: 1) menyampaikan surat dengan aman dan mudah selama diperlukan; 2) menyiapkan surat saat diperlukan; 3) mengumpulkan bahan-bahan yang mempunyai sangkut-paut dengan suatu masalah yang diperlukan sebagai pelengkap.

Agar tujuan kearsipan tersebut dapat terlaksana dengan baik diperlukan berbagai usaha. Berikut adalah usaha yang diperlukan untuk mencapai tujuan kearsipan menurut Yatimah (2009, 184) yaitu: a) menyempurnakan penyelenggaraan kearsipan dengan sebaik-baiknya; b) berusaha melengkapi peralatan atau sarana yang diperlukan; c) menyiapkan tenaga-tenaga dalam bidang kearsipan yang mempunyai keahlian dan kemampuan para petugas bidang kearsipan melalui pendidikan dan pelatihan berupa penataran atau kursus; dan d) memberikan imbalan dan penghargaan kepada para petugas kearsipan.

Dapat diuraikan tujuan arsip secara umum untuk mempermudah temu kembali arsip atau surat yang berada dalam suatu lembaga pemerintah atau

instansi yang menyimpan berbagai arsip, yang dikelompokkan menurut tata penyimpanan di lembaga atau instansi masing-masing.

2.1.3 Fungsi Arsip

Amsyah (2003, 2) arsip dibedakan menurut fungsinya menjadi dua golongan , yaitu arsip dinamis dan arsip statis. Arsip dinamis dipergunakan secara langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya atau dipergunakan secara langsung untuk administrasi negara. Arsip statis merupakan arsip yang tidak dipergunakan secara langsung untuk perencanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya, maupun untuk penyelenggaraan sehari-hari administrasi negara.

Widjaja (1993, 101-102) menurut fungsinya, arsip dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu arsip dinamis dan arsip statis:

Pertama arsip dinamis adalah arsip yang masih dipergunakan secara langsung dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan kegiatan pada umumnya atau dalam penyelenggaraan pelayanan ketatausahaan. Berdasarkan nilai yang senantiasa berubah yang dipakai sebagai kriteria untuk arsip dinamis, sebenarnya arsip dinamis dapat dirinci lagi menjadi arsip aktif, arsip semi aktif dan arsip inaktif: (a) arsip aktif, yatu arsip yang masih dipergunakan terus-menerus bagi kelangsungan pekerjaan dilingkungan unit pengolah dari suatu organisasi atau kantor; (b) arsip semi aktif, yaitu arsip yang frekuensi penggunaanya sudah mulai menurun;

(c) arsip inaktif, arsip yang tidak lagi dipergunakan secara terus-menerus, atau frekuensi penggunanya sudah jarang atau hanya dipergunakan sebagai referensi saja. Kedua arsip statis adalah arsip yang tidak dipergunakan secara langsung dalam perencanaan, penyelenggaraan kegiatan maupun untuk penyelenggaraan pelayanan ketatausahaan dalam rangka penyelenggaraan kehidupan kebangsaan ataupun untuk penyelenggaraan sehari-hari administrasi negara. Arsip ini tidak lagi berada pada organisasi atau kantor pencipta arsip tersebut akan tetapi berada di Arsip Nasional Republik Indonesia (ARNAS).

Dari uraian diatas, dapat dinyatakan arsip menurut fungsinya dibagi menjadi dua bagian, yaitu arsip dinamis dan arsip statis. Perbedaan dari dua jenis arsip ini terletak dari frekuensi penggunaan, serta tempat penyimpanan kedua arsip tergantung bagaimana instansi yang menanganinya.

2.1.4 Daur Hidup Arsip

Untuk dapat melaksanakan manajemen arsip yang baik, kita juga perlu memahami bagaimana arsip mengalami tahap dari penciptaan sampai pemusnahan, tahap-tahap ini disebut daur hidup arsip.

Gambar 2.1

Model Siklus Hidup Arsip Sumber: (Widodo 2009)

Konsep daur hidup arsip selanjutnya menurut Martono (1994, 10-13) dapat dikelompokkan dalam tiga fase besar yaitu tahap penciptaan, tahap penggunaan dan pemeliharaan, serta tahap istirahat dan penyusutan.

a. Tahap penciptaan (record creation)

Tahap penciptaan merupakan tahap awal dari sebuah rekod. Rekod diciptakan oleh sebuah organisasi ataupun diterima sebagai akibat dari kegiatan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan fungsinya. Rekod yang tercipta tersebut mengandung berbagai data dan informasi. Data dan informasi ini merupakan cerminan dari kegiatan yang dilakukan oleh organisasi (Martono, 1994, 10). Dapat dikatakan bahwa rekod merupakan hasil rekaman kegiatan yang telah dilakukan oleh sebuah organisasi dalam berbagai bentuk.

b. Tahap penggunaan dan pemeliharaan (use and maintenance)

Pada tahap kedua ini rekod sudah mulai aktif digunakan untuk berbagai keperluan Pada tahap penggunaan dan pemeliharaan meliputi pengelolaan surat, sistem penataan dan penyimpanan berkas untuk penyediaan sarana temu kembali rekod, program dan pemeliharaan rekod vital. Setelah tahap penciptaan, agar rekod yang tercipta dapat ditemukan kembali bila diperlukan, maka pada tahap berikutnya organisasi perlu mengembangkan sistem tertentu. Artinya, jenis rekod baik surat-menyurat atau dokumen lainya, harus dirancang suatu susunan yang sistematis atau penataan ke dalam kelompok atau klasifikasi tertentu agar dapat dengan mudah dicari bila suatu saat diperlukan. Pemeliharaan dan program rekod vital juga, dirancang untuk mengeliminir rekod yang dianggap vital bagi organisasi dengan segala metode perlindunganya, sehingga bila terjadi bencana dalam organisasi rekod yang bersangkutan sudah dapat tempat penyimpanan yang aman. Program yang telah dikembangkan ini, harus

dipelihara agar konsisten dan mudah menjadi bahan rujukan kegiatan selanjutnya.

c. Tahap istirahat dan penyusutan (retirement and disposal)

Elemen yang terakhir dari tahap manajemen rekod adalah penyusutan yang meliputi kegiatan survei rekod, penilaian rekod, jadwal retensi arsip, pemindahan arsip inaktif ke pusat rekod, pemusnahan rekod yang tidak bernilai guna dan penyerahan arsip statis ke Arsip Nasional. Tahap penyusutan merupakan tahap akhir dari daur hidup rekod. Rekod dan arsip yang tercipta, pada suatu saat akan mengalami masa di mana arsip tersebut akan istirahat, artinya arsip tidak lagi digunakan dalam kegiatan operasional sehari-hari. Umumnya jenis arsip seperti ini, sangat besar dan banyak dalam organisasi karena tidak pernah dilakukan survei terhadap rekodnya. Namun tidak semua arsip dapat disusutkan, karena dari banyaknya arsip yang tercipta terdapat arsip yang mempunyai nilai berkelanjutan yang harus dipertahankan oleh sebuah organisasi an oleh karena itu sebuah organisasi harus melakukan penilaian (Martono, 1994, 19), maka pada tahap ini dilakukan survey arsip dan dinilai berdasarkan nilai guna arsip yang bersangkutan. Nilai guna ini berdasarkan atas kepentingan organisasi, bila rekod masih memiliki kegunaan yang berkelanjutan maka arsip tersebut dipertahankan keberadaanya. Hasi akhir dari kegiatan survey dan penilaian rekod berdasarkan kepentingan dan tujuan organisasi kemudian dikembangkan jadwal retensi arsip. Jadwal ini memuat keterangan isi series berkas rekod yang tercipta dengan jangka

waktu simpan baik aktif maupun inaktif dan keterangan musnah atau transfer ke pusat arsip atau sebagai arsip permanen.

2.1.5 Penilaian arsip (appraisal)

Appraisal atau penilaian merupakan proses evaluasi aktual atau potensial kuisisi, untuk menentukan arsip memiliki nilai guna penelitian jangka panjang, untuk menjamin kebutuhan preservasi oleh lembaga kearsipan. Appraisal juga merupakan proses evaluasi kegiatan bisnis untuk menentukan rekod/arsip yang mana akan dipertahankan dan berapa lama akan disimpan, untuk memenuhi kegiatan bisnis, pertanggung jawaban organisasi dan harapan masyarakat karena nilai guna berkelanjutan.

Untuk menentukan nilai guna rekod/arsip diberikan Surat Edaran Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) SE/02/1983 tentang pedoman umum untuk menentukan Nilai Guna Arsip. Dalam surat edaran ini diberikan arahan bahwa penentuan nilai guna arsip merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kegiatan penyusutan dan mutlak perlu dilakukan dala tata kearsipan.

Penentuan nilai guna merupakan kegiatan untuk memilah arsip kedalam kategori;

pertama, arsip yang bernilai guna permanen harus terus disimpan; dan kedua, arsip yang bernilai sementara yang dapat dimusnahkan segera atau dikemudian hari. Kegunaan arsip sangat bergantung kepada kepentingan dan fungsi penggunaanya. Nilai guna arsip yaitu didasarkan pada kegunaanya bagi kepentingan pengguna arsip. Ditinjau dari kepentingan pengguna arsip, nilai guna arsip dapat dibedakan menjadi nilai guna primer dan nilai guna sekunder.

1. Nilai Guna Arsip Primer

Nilai guna primer adalah nilai arsip didasarkan pada kegunaan arsip bagi kepentingan lembaga/instansi pencipta arsip. Penentuan nilai guna primer tidak hanya didasarkan kegunaanya dalam menunjang pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang berlangsung, tetapi juga kegunaanya bagi lembaga/instansi pencipta arsip tersebut di waktu yang akan datang. Nilai guna primer meliputi:

a. Nilai Guna Administratif : yaitu dokumen/arsip yang isinya merupakan perwujudan kebijaksanaan, pengaturan dan tindakan pejabat berdasarkan wewenang dan tanggung jawab karena jabatanya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Di dalam nilai guna administratif ini sudah tercakup pula nilai guna organisasi dan manajamen.

Masa berlakunya nilai administratif arsip bergantung dari tujuan dan kegunaan masing-masing arsip. Arsip tidak lagi memiliki nilai administratif apabila :

1) Arsip telah selesai peranya dalam menunjang pelaksanaan kegiatan administratif.

2) Tujuan utama arsip telah terpenuhi.

3) Transaksi masing-masing arsip telah diselesaikan.

4) Arsip disimpan hanya untuk melindungi kesalahan administrative.

5) Arsip tersedia ditempat lain.

Berlakunya masa arsip berbeda-beda, ada yang memiliki masa yang panjang, ada pula yang pendek, untuk berkas transaksi biasanya

memiliki jangka simpan yang lebih lama. Sedangkan arsip hasil kegiatan ketatausahaan umumnya memiliki jangka simpan yang lebih pendek. Dengan demikian untuk menetapkan jangka simpan suatu arsip harus memperhitungkan nilai guna lainya.

b. Nilai Guna Keuangan : yaitu arsip yang memperlihatkan bagaimana uang diperoleh, dibagikan, diawasi dan dibelanjakan. Dengan kata lain arsip-arsip yang mengandung informasi tentang bahan-bahan pembuktian dibidang keuangan. Arsip yang berisikan kebijaksanaan dibidang keuangan dengan arsip yang berisikan mengenai transaksi keuangan hendaknya dipisahkan. Arsip yang memuat kebijaksanaan dibidang keuangan pada umumnya mempunyai jangka waktu penyimpanan atau retensi lebih panjang.

c. Nilai Guna Hukum : yaitu arsip yang memuat kepastian hukum, yaitu kepastian tentang hak dan kewajiban atau sebagai alat bukti atau sarana hukum lainya yang otentik. Arsip-arsip yang mempunyai nilai guna hukum antara lain adalah arsip-arsip yang berisikan keputusan atau ketetapan, perjanjian, bahan-bahan bukti peradilan dan sebagainya. Jangka waktu penyimpanan arsip-arsip yang bernilai guna hukum tergantung pada hal atau urusan yang diperiksa. Kegunaanya akan berakhir apabila urusanya telah selasai, telah kadaluarsa atau oleh karena ketentuan peraturan perundangan. Nilai hukum akan berakhir apabila:

1) Tindakan-tindakan hukum telah dilengkapi atau diselesaikan

2) Arsip telah menyelesaikan tujuan utamanya 3) Jika hak-hak organisasi telah dilindungi

4) Jika hak-hak individu yang terlibat telah dilindungi 5) Arsip berada ditempat lain

Jika nilai hukum telah terpenuhi tidak berarti kegunaan arsip telah selesai. Kemungkinan arsip tersebut masih memiliki niali lainya.

d. Nilai Guna Ilmiah : yaitu arsip yang isinya mengandung bahan informasi yang dapat dipergunakan sebagai obyek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Apabila data tersebut tidak dimanfaatkan secara langsung atau hasil penelitian tidak diterbitkan, maka arsip-arsip ini mempunyai jangka waktu penyimpanan atau retensi yang panjang.

2. Nilai Guna Sekunder

Nilai guna sekunder adalah nilai arsip yang didasarkan pada kegunaan arsip bagi kepentingan lembaga/instansi lain dan kepentingan umum di luar lembaga/instansi pencipta arsip dan kegunaanya sebagai bahan bukti dan bahan pertanggungjawaban nasional. Yang termasuk nilai guna sekunder meliputi:

a. Nilai Guna Kebuktian : yaitu arsip tersebut mengandung fakta dan keterangan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang bagaimana lembaga/instansi itu diciptakan, dikembangkan, diatur, fungsi dan kegiatan yang dilaksanakan serta hasil dari kegiatanya tersebut. Arsip semacam ini diperlukan pemerintah karena dapat

digunakan sebagai panduan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang serupa.

b. Nilai Guna Informasional : yaitu ditentukan oleh isi atau informasi yang terkandung dalam arsip itu bagi kegunaan berbagai kepentingan penelitian dan kesejahteraan tanpa dikaitkan dengan lembaga/instansi penciptanya, yaitu informasi mengenai orang, tempat, benda, fenomena, masalah dan sejenisnya.

c. Nilai Guna Sejarah : yaitu arsip-arsip yang isinya mengadung bahan informasi tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa dalam proses perkembangan penyelenggaraan sebuah lembaga/instansi.

Berdasarkan penilaian arsip tersebut akan menghasilkan dua kategori, yaitu : a. Arsip penting dan tidak penting.

b. Dapat ditentukan pula apakah sekelompok arsip disimpan permanen atau sementara dalam arti arsip tersebut dapat dimusnahkan.

Arsip penting : yang dimaksud dengan arsip penting ialah arsip-arsip yang

Arsip penting : yang dimaksud dengan arsip penting ialah arsip-arsip yang