• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian pada penelitian ini dibatasi oleh proses penyusunan Jadwal Retensi Arsip, proses penyusutan arsip, proses penerapan Jadwal Retensi Arsip, dan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi

Sumatera Barat.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Arsip 2.1.1 Pengertian Arsip

Arsip di dalam Undang – Undang Nomor 43 tahun 2009 Pasal 1 Ayat 2 Tentang Kearsipan menyebutkan bahwa arsip merupakan rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Menurut Barthos (2005, 2) arsip dapat dikatakan sebagai suatu badan (agency) yang melakukan segala kegiatan pencataan, penanganan, penyimpanan dan pemeliharaan surat-surat atau warkat-warkat yang mempunyai arti penting baik ke dalam maupun ke luar, baik yang menyangkut soal-soal pemerintahan maupun non-pemerintahan, dengan menerapkan kebijaksanaan dalam sistem tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan sedangkan menurut Amsyah (2003, 2) yang dimaksud dengan arsip adalah semua arsip yang berada di kantor pemerintah, swasta, atau organisasi kemasyarakatan, karena masih dipergunakan secara langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, dan kegiatan administrasi lainya.

Dari pengertian arsip tersebut dapat dipahami bahwa arsip adalah naskah-naskah yang berisikan keterangan atau informasi penting yang dihasilkan oleh

maupun dalam bentuk informasi terekam yang mempunyai arti dan tujuan tertentu, sebagai bahan informasi, komunikasi dan kegiatan administrasi organisasi.

2.1.2 Tujuan Arsip

Tujuan kearsipan merupakan kegiatan untuk menjamin keselamatan bahan pertanggungjawaban nasional tentang perencanaan, pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan kebangsaan serta untuk menyediakan bahan pertanggungjawaban tersebut bagi kegiatan pemerintahan (Barthos, 2005, 12).

Menurut Widjaja (1993, 103) memiliki beberapa tujuan arsip sebagai berikut: 1) menyampaikan surat dengan aman dan mudah selama diperlukan; 2) menyiapkan surat saat diperlukan; 3) mengumpulkan bahan-bahan yang mempunyai sangkut-paut dengan suatu masalah yang diperlukan sebagai pelengkap.

Agar tujuan kearsipan tersebut dapat terlaksana dengan baik diperlukan berbagai usaha. Berikut adalah usaha yang diperlukan untuk mencapai tujuan kearsipan menurut Yatimah (2009, 184) yaitu: a) menyempurnakan penyelenggaraan kearsipan dengan sebaik-baiknya; b) berusaha melengkapi peralatan atau sarana yang diperlukan; c) menyiapkan tenaga-tenaga dalam bidang kearsipan yang mempunyai keahlian dan kemampuan para petugas bidang kearsipan melalui pendidikan dan pelatihan berupa penataran atau kursus; dan d) memberikan imbalan dan penghargaan kepada para petugas kearsipan.

Dapat diuraikan tujuan arsip secara umum untuk mempermudah temu kembali arsip atau surat yang berada dalam suatu lembaga pemerintah atau

instansi yang menyimpan berbagai arsip, yang dikelompokkan menurut tata penyimpanan di lembaga atau instansi masing-masing.

2.1.3 Fungsi Arsip

Amsyah (2003, 2) arsip dibedakan menurut fungsinya menjadi dua golongan , yaitu arsip dinamis dan arsip statis. Arsip dinamis dipergunakan secara langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya atau dipergunakan secara langsung untuk administrasi negara. Arsip statis merupakan arsip yang tidak dipergunakan secara langsung untuk perencanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya, maupun untuk penyelenggaraan sehari-hari administrasi negara.

Widjaja (1993, 101-102) menurut fungsinya, arsip dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu arsip dinamis dan arsip statis:

Pertama arsip dinamis adalah arsip yang masih dipergunakan secara langsung dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan kegiatan pada umumnya atau dalam penyelenggaraan pelayanan ketatausahaan. Berdasarkan nilai yang senantiasa berubah yang dipakai sebagai kriteria untuk arsip dinamis, sebenarnya arsip dinamis dapat dirinci lagi menjadi arsip aktif, arsip semi aktif dan arsip inaktif: (a) arsip aktif, yatu arsip yang masih dipergunakan terus-menerus bagi kelangsungan pekerjaan dilingkungan unit pengolah dari suatu organisasi atau kantor; (b) arsip semi aktif, yaitu arsip yang frekuensi penggunaanya sudah mulai menurun;

(c) arsip inaktif, arsip yang tidak lagi dipergunakan secara terus-menerus, atau frekuensi penggunanya sudah jarang atau hanya dipergunakan sebagai referensi saja. Kedua arsip statis adalah arsip yang tidak dipergunakan secara langsung dalam perencanaan, penyelenggaraan kegiatan maupun untuk penyelenggaraan pelayanan ketatausahaan dalam rangka penyelenggaraan kehidupan kebangsaan ataupun untuk penyelenggaraan sehari-hari administrasi negara. Arsip ini tidak lagi berada pada organisasi atau kantor pencipta arsip tersebut akan tetapi berada di Arsip Nasional Republik Indonesia (ARNAS).

Dari uraian diatas, dapat dinyatakan arsip menurut fungsinya dibagi menjadi dua bagian, yaitu arsip dinamis dan arsip statis. Perbedaan dari dua jenis arsip ini terletak dari frekuensi penggunaan, serta tempat penyimpanan kedua arsip tergantung bagaimana instansi yang menanganinya.

2.1.4 Daur Hidup Arsip

Untuk dapat melaksanakan manajemen arsip yang baik, kita juga perlu memahami bagaimana arsip mengalami tahap dari penciptaan sampai pemusnahan, tahap-tahap ini disebut daur hidup arsip.

Gambar 2.1

Model Siklus Hidup Arsip Sumber: (Widodo 2009)

Konsep daur hidup arsip selanjutnya menurut Martono (1994, 10-13) dapat dikelompokkan dalam tiga fase besar yaitu tahap penciptaan, tahap penggunaan dan pemeliharaan, serta tahap istirahat dan penyusutan.

a. Tahap penciptaan (record creation)

Tahap penciptaan merupakan tahap awal dari sebuah rekod. Rekod diciptakan oleh sebuah organisasi ataupun diterima sebagai akibat dari kegiatan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan fungsinya. Rekod yang tercipta tersebut mengandung berbagai data dan informasi. Data dan informasi ini merupakan cerminan dari kegiatan yang dilakukan oleh organisasi (Martono, 1994, 10). Dapat dikatakan bahwa rekod merupakan hasil rekaman kegiatan yang telah dilakukan oleh sebuah organisasi dalam berbagai bentuk.

b. Tahap penggunaan dan pemeliharaan (use and maintenance)

Pada tahap kedua ini rekod sudah mulai aktif digunakan untuk berbagai keperluan Pada tahap penggunaan dan pemeliharaan meliputi pengelolaan surat, sistem penataan dan penyimpanan berkas untuk penyediaan sarana temu kembali rekod, program dan pemeliharaan rekod vital. Setelah tahap penciptaan, agar rekod yang tercipta dapat ditemukan kembali bila diperlukan, maka pada tahap berikutnya organisasi perlu mengembangkan sistem tertentu. Artinya, jenis rekod baik surat-menyurat atau dokumen lainya, harus dirancang suatu susunan yang sistematis atau penataan ke dalam kelompok atau klasifikasi tertentu agar dapat dengan mudah dicari bila suatu saat diperlukan. Pemeliharaan dan program rekod vital juga, dirancang untuk mengeliminir rekod yang dianggap vital bagi organisasi dengan segala metode perlindunganya, sehingga bila terjadi bencana dalam organisasi rekod yang bersangkutan sudah dapat tempat penyimpanan yang aman. Program yang telah dikembangkan ini, harus

dipelihara agar konsisten dan mudah menjadi bahan rujukan kegiatan selanjutnya.

c. Tahap istirahat dan penyusutan (retirement and disposal)

Elemen yang terakhir dari tahap manajemen rekod adalah penyusutan yang meliputi kegiatan survei rekod, penilaian rekod, jadwal retensi arsip, pemindahan arsip inaktif ke pusat rekod, pemusnahan rekod yang tidak bernilai guna dan penyerahan arsip statis ke Arsip Nasional. Tahap penyusutan merupakan tahap akhir dari daur hidup rekod. Rekod dan arsip yang tercipta, pada suatu saat akan mengalami masa di mana arsip tersebut akan istirahat, artinya arsip tidak lagi digunakan dalam kegiatan operasional sehari-hari. Umumnya jenis arsip seperti ini, sangat besar dan banyak dalam organisasi karena tidak pernah dilakukan survei terhadap rekodnya. Namun tidak semua arsip dapat disusutkan, karena dari banyaknya arsip yang tercipta terdapat arsip yang mempunyai nilai berkelanjutan yang harus dipertahankan oleh sebuah organisasi an oleh karena itu sebuah organisasi harus melakukan penilaian (Martono, 1994, 19), maka pada tahap ini dilakukan survey arsip dan dinilai berdasarkan nilai guna arsip yang bersangkutan. Nilai guna ini berdasarkan atas kepentingan organisasi, bila rekod masih memiliki kegunaan yang berkelanjutan maka arsip tersebut dipertahankan keberadaanya. Hasi akhir dari kegiatan survey dan penilaian rekod berdasarkan kepentingan dan tujuan organisasi kemudian dikembangkan jadwal retensi arsip. Jadwal ini memuat keterangan isi series berkas rekod yang tercipta dengan jangka

waktu simpan baik aktif maupun inaktif dan keterangan musnah atau transfer ke pusat arsip atau sebagai arsip permanen.

2.1.5 Penilaian arsip (appraisal)

Appraisal atau penilaian merupakan proses evaluasi aktual atau potensial kuisisi, untuk menentukan arsip memiliki nilai guna penelitian jangka panjang, untuk menjamin kebutuhan preservasi oleh lembaga kearsipan. Appraisal juga merupakan proses evaluasi kegiatan bisnis untuk menentukan rekod/arsip yang mana akan dipertahankan dan berapa lama akan disimpan, untuk memenuhi kegiatan bisnis, pertanggung jawaban organisasi dan harapan masyarakat karena nilai guna berkelanjutan.

Untuk menentukan nilai guna rekod/arsip diberikan Surat Edaran Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) SE/02/1983 tentang pedoman umum untuk menentukan Nilai Guna Arsip. Dalam surat edaran ini diberikan arahan bahwa penentuan nilai guna arsip merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kegiatan penyusutan dan mutlak perlu dilakukan dala tata kearsipan.

Penentuan nilai guna merupakan kegiatan untuk memilah arsip kedalam kategori;

pertama, arsip yang bernilai guna permanen harus terus disimpan; dan kedua, arsip yang bernilai sementara yang dapat dimusnahkan segera atau dikemudian hari. Kegunaan arsip sangat bergantung kepada kepentingan dan fungsi penggunaanya. Nilai guna arsip yaitu didasarkan pada kegunaanya bagi kepentingan pengguna arsip. Ditinjau dari kepentingan pengguna arsip, nilai guna arsip dapat dibedakan menjadi nilai guna primer dan nilai guna sekunder.

1. Nilai Guna Arsip Primer

Nilai guna primer adalah nilai arsip didasarkan pada kegunaan arsip bagi kepentingan lembaga/instansi pencipta arsip. Penentuan nilai guna primer tidak hanya didasarkan kegunaanya dalam menunjang pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang berlangsung, tetapi juga kegunaanya bagi lembaga/instansi pencipta arsip tersebut di waktu yang akan datang. Nilai guna primer meliputi:

a. Nilai Guna Administratif : yaitu dokumen/arsip yang isinya merupakan perwujudan kebijaksanaan, pengaturan dan tindakan pejabat berdasarkan wewenang dan tanggung jawab karena jabatanya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Di dalam nilai guna administratif ini sudah tercakup pula nilai guna organisasi dan manajamen.

Masa berlakunya nilai administratif arsip bergantung dari tujuan dan kegunaan masing-masing arsip. Arsip tidak lagi memiliki nilai administratif apabila :

1) Arsip telah selesai peranya dalam menunjang pelaksanaan kegiatan administratif.

2) Tujuan utama arsip telah terpenuhi.

3) Transaksi masing-masing arsip telah diselesaikan.

4) Arsip disimpan hanya untuk melindungi kesalahan administrative.

5) Arsip tersedia ditempat lain.

Berlakunya masa arsip berbeda-beda, ada yang memiliki masa yang panjang, ada pula yang pendek, untuk berkas transaksi biasanya

memiliki jangka simpan yang lebih lama. Sedangkan arsip hasil kegiatan ketatausahaan umumnya memiliki jangka simpan yang lebih pendek. Dengan demikian untuk menetapkan jangka simpan suatu arsip harus memperhitungkan nilai guna lainya.

b. Nilai Guna Keuangan : yaitu arsip yang memperlihatkan bagaimana uang diperoleh, dibagikan, diawasi dan dibelanjakan. Dengan kata lain arsip-arsip yang mengandung informasi tentang bahan-bahan pembuktian dibidang keuangan. Arsip yang berisikan kebijaksanaan dibidang keuangan dengan arsip yang berisikan mengenai transaksi keuangan hendaknya dipisahkan. Arsip yang memuat kebijaksanaan dibidang keuangan pada umumnya mempunyai jangka waktu penyimpanan atau retensi lebih panjang.

c. Nilai Guna Hukum : yaitu arsip yang memuat kepastian hukum, yaitu kepastian tentang hak dan kewajiban atau sebagai alat bukti atau sarana hukum lainya yang otentik. Arsip-arsip yang mempunyai nilai guna hukum antara lain adalah arsip-arsip yang berisikan keputusan atau ketetapan, perjanjian, bahan-bahan bukti peradilan dan sebagainya. Jangka waktu penyimpanan arsip-arsip yang bernilai guna hukum tergantung pada hal atau urusan yang diperiksa. Kegunaanya akan berakhir apabila urusanya telah selasai, telah kadaluarsa atau oleh karena ketentuan peraturan perundangan. Nilai hukum akan berakhir apabila:

1) Tindakan-tindakan hukum telah dilengkapi atau diselesaikan

2) Arsip telah menyelesaikan tujuan utamanya 3) Jika hak-hak organisasi telah dilindungi

4) Jika hak-hak individu yang terlibat telah dilindungi 5) Arsip berada ditempat lain

Jika nilai hukum telah terpenuhi tidak berarti kegunaan arsip telah selesai. Kemungkinan arsip tersebut masih memiliki niali lainya.

d. Nilai Guna Ilmiah : yaitu arsip yang isinya mengandung bahan informasi yang dapat dipergunakan sebagai obyek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Apabila data tersebut tidak dimanfaatkan secara langsung atau hasil penelitian tidak diterbitkan, maka arsip-arsip ini mempunyai jangka waktu penyimpanan atau retensi yang panjang.

2. Nilai Guna Sekunder

Nilai guna sekunder adalah nilai arsip yang didasarkan pada kegunaan arsip bagi kepentingan lembaga/instansi lain dan kepentingan umum di luar lembaga/instansi pencipta arsip dan kegunaanya sebagai bahan bukti dan bahan pertanggungjawaban nasional. Yang termasuk nilai guna sekunder meliputi:

a. Nilai Guna Kebuktian : yaitu arsip tersebut mengandung fakta dan keterangan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang bagaimana lembaga/instansi itu diciptakan, dikembangkan, diatur, fungsi dan kegiatan yang dilaksanakan serta hasil dari kegiatanya tersebut. Arsip semacam ini diperlukan pemerintah karena dapat

digunakan sebagai panduan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang serupa.

b. Nilai Guna Informasional : yaitu ditentukan oleh isi atau informasi yang terkandung dalam arsip itu bagi kegunaan berbagai kepentingan penelitian dan kesejahteraan tanpa dikaitkan dengan lembaga/instansi penciptanya, yaitu informasi mengenai orang, tempat, benda, fenomena, masalah dan sejenisnya.

c. Nilai Guna Sejarah : yaitu arsip-arsip yang isinya mengadung bahan informasi tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa dalam proses perkembangan penyelenggaraan sebuah lembaga/instansi.

Berdasarkan penilaian arsip tersebut akan menghasilkan dua kategori, yaitu : a. Arsip penting dan tidak penting.

b. Dapat ditentukan pula apakah sekelompok arsip disimpan permanen atau sementara dalam arti arsip tersebut dapat dimusnahkan.

Arsip penting : yang dimaksud dengan arsip penting ialah arsip-arsip yang diperlukan untuk membantu kelancaran pekerjaan suatu organisasi serta diperlukan untuk kelangsungan hidup organisasi dengan segala usahanya dan jika arsip-arsip itu hilang akan mempengaruhi jalanya suatu organisasi. Pada umumnya arsip-arsip ini mempunyai nilai ilmiah dan nilai organisasi.

Arsip tidak penting : ialah arsip-arsip yang tidak memiliki nilai guna lagi jika urusanya telah selesai, sehingga tak memerlukan pengolahan lagi dan apabila hilangpun tidak mempengaruhi jalanya organisasi.

2.1.6 Sistem Kearsipan

Menurut Quible yang disitir oleh Sukoco (2006, 96) ada tiga sistem penyimpanan dokumen yang dapat diaplikasikan oleh suatu organisasi, yakni :

a. Sistem penyimpanan terpusat (sentralisasi), dimana dalam sistem sentralisasi, semua dokumen disimpan di pusat penyimpanan, unit bawahan yang ingin menggunakan dokumen dapat menghubungi pusat penyimpanan arsip untuk dapat menggunakan dokumen sesuai dengan keperluan.

b. Sistem penyimpanan desentralisasi, dimana dalam sistem desentralisasi, pengelolaan dan penyimpanan dokumen diserahkan kepada masing-masing unit.

c. Sistem penyimpanan kombinasi, dimana dalam sistem kombinasi masing-masing bagian atau unit, menyimpan dokumennya sendiri, dibawah kontrol sistem terpusat. Pada sistem penyimpanan kombinasi, tanggungjawab sistem berada di pundak manajer dokumen atau petugas yang secara operasional bertanggungjawab atas pengelolaan dan pengarsipan dokumen dalam sebuah organisasi.

2.2 Penyusutan Arsip

2.2.1 Pengertian Penyusutan Arsip

Menurut Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan bahwa penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan jumlah arsip dengan cara pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan, pemusnahan arsip yang tidak memiliki nilai guna, dan penyerahan arsip statis kepada lembaga kearsipan. Peraturan tentang Penyusutan Arsip ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah No. 28 Tahun 2012 sebagai pelaksanaan UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

Menurut Sedarmayanti (2008, 202) bahwa tidak semua arsip memiliki nilai guna yang abadi, maka tidak semua berkas harus disimpan terus menerus, melainkan ada sebagian arsip yang perlu dipindahkan, bahkan dimusnahkan.

Menurut Arsip Nasional Indonesia, penyusutan arsip merupakan kegiatan pengurangan arsip dengan jalan pemindahan arsip inaktif di Unit Pengolah ke Unit Kearsipan, memusnahkan arsip sesuai dengan ketentuan berlaku, menyerahkan arsip statis kepada Arsip Nasional Republik Indonesia.

Menurut Barthos (2005, 101) yang dimaksud dengan penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan arsip dengan cara: a) memindahkan arsip inaktif dari Unit Pengolah ke Unit Kearsipan dalam lingkungan lembaga-lembaga Negara atau Badan-Badan Pemerintahan masing-masing; b) memusnahkan arsip sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku; c) menyerahkan arsip statis oleh Unit Kearsipan kepada Arsip Nasional.

Dapat dipahami bahwa penyusutan arsip merupakan upaya untuk mengurangi jumlah arsip yang tercipta dengan melakukan pengolahan ke Unit Kearsipan, pemusnahan arsip yang tidak bernilai guna dan penyerahan arsip statis ke Arsip Nasional.

2.2.2 Tujuan Penyusutan Arsip

Menurut R.S. Dipobharoto M.A. yang disitir oleh Widjaja (1993, 180-181) tujuan penyusutan arsip adalah: (1) agar file aktif dapat dipergunakan dengan baik, lancar, tidak terkecoh oleh adanya records yang kurang diperlukan; (2) agar

file aktif bisa lebih mudah dikontrol secara efisien serta lancar dalam filing dan findingnya; (3) agar tempat file aktif selalu longgar untuk menempatkan bertambahnya record baru; (4) menghemat tempat, biaya, alat, karena record yang kurang berguna ditempatkan dan tidak menganggu ruang tempat kerja; (5) agar segera bisa ditentukan nasib record selanjutnya disimpan sebagai arsip, atau dikirimkan ke Arsip Nasional.

Menurut Martono (1994, 39-40) secara keseluruhan tujuan penyusutan arsip adalah: a) mendapatkan pengehematan dan efisiensi; b) pendayagunaan arsip dinamis (aktif dan inaktif); c) memudahkan pengawasan dan pemeliharaan terhadap arsip yang masih diperlukan dan bernilai tinggi; d) penyelamatan bahan bukti kegiatan organisasi. Menurut Sedarmayanti (2008, 128) menjelaskan tujuan penyusutan arsip adalah untuk: 1) mendayagunakan arsip dinamis sebagai berkas kerja maupun sebagai referensi; 2) menghemat ruangan, peralatan dan perlengkapan; 3) mempercepat penemuan kembali arsip; 4) menyelamatkan bahan bukti pertanggungjawaban pemerintah.

Dapat dinyatakan bahwa semua tujuan di atas akan tercapai apabila setiap lembaga atau organisasi mempunyai program dan rencana pengurangan arsip yang tepat. Program yang dimaksud berupa penetapan jangka waktu simpan permanen dan pemusnahan.

2.2.3 Proses Penyusutan Arsip

Penyusutan arsip merupakan salah satu saranan penting untuk mengatasi masalah bertumpuknya arsip yang tidak berguna lagi. Arsip-arsip yang tidak berguna lagi itu perlu dimusnahkan untuk memberi kemungkinan bagi tersedianya

tempat penyimpanan dan pemeliharaan yang lebih baik terhadap arsip-arsip yang mempunyai nilai guna. Menurut Munadi (2013) Untuk memusnahkan arsip yang tidak bernilaiguna tidak dapat dilakukan dengan sembarang, tetapi pemusnahan harus melalui mekanisme yang sesuai dengan ketentuan berlaku, adapun langkah-langkah proses penyusutan arsip dengan cara: (1) pemindahan arsip; (2) pemusnahan arsip; (3) penyerahan arsip.

Menurut Barthos (2005, 101) kegiatan penyusutan atau pengurangan arsip dengan cara: a) memindahkan arsip inaktif dari Unit Pengolah ke Unit Kearsipan dalam lingkungan lembaga Negara; b) memusnahkan arsip sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku; c) menyerahkan arsip statis oleh Unit Kearsipan kepada Arsip Nasional.

Jadi pada dasarnya penyusutan arsip harus mencakup tiga kegiatan, yaitu pemindahan, pemusnahan, dan penyerahan (Laksmi, dkk, 2007, 234).

2.2.3.1 Pemindahan arsip

Kegiatan penyusutan arsip yang pertama adalah pemindahan arsip, yaitu pemindahan arsip dari unit pengolah ke unit kearsipan (record center) berdasarkan JRA secara teratur dan tetap, pelaksanaanya diatur oleh masing-masing lembaga negara dan badan pemerintahan yang bersangkutan (Laksmi, dkk, 2007, 234). Tujuan pemindahan arsip dari unit pengolah ke unit kearsipan adalah agar arsip dinamis yang frekuensi penggunaannya masih sering digunakan dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional sehari-hari (dinamis aktif) mudah ditemukan kembali bila diperlukan, sedangkan arsip yang frekuensi penggunaanya sudah menurun (arsip dinamis inaktif), mungkin hanya satu kali

digunakan, dapat diselamatkan dengan mudah, dengan cara memindahkanya ke pusat arsip sehingga dapat didayagunakan sebagai referensi atau berbagai kepentingan. Sasaran lain hendak dituju adalah kedua jenis arsip tersebut tidak bercampur baur menjadi satu sehingga dapat menyulitkan temu kembali arsipnya.

Menurut Wursanto (1991, 217-218) proses pemindahan arsip dari unit pengolah ke pusat penyimpanan arsip salah satu prosedurnya adalah dilakukan penyiangan arsip, dimana ukuran untuk menentukan arsip-arsip yang telah mencapai masa inaktif apabila frekuensi penggunaannya kurang dari 20 % dan dapat dimasukkan ke dalam kelompok arsip inaktif dengan memindahkan arsip-arsip tersebut ke pusat penyimpanan arsip-arsip. Persentase tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus yaitu jumlah arsip yang disimpan dibagi dengan jumlah permintaan arsip dikali dengan 100 %, sedangkan menurut Hadiwardoyo (2002, 3) kriteria arsip dalam proses pemindahan arsip yaitu dengan menghitung frekuensi penggunaan arsip, misalnya International on Archives (ICA) melihat bahwa berkas yang sama digunakan kurang dari enam kali dalam satu tahun dapat dianggap sebagai arsip inaktif sementara Association for Records Manager and Archivist (ARMA) menentukan kriteria bahwa berkas yang sama digunakan kurang dari sepuluh kali harus dianggap sebagai arsip semi aktif dan bila kurang dari delapan kali harus dianggap sebagai arsip inaktif.

Menurut Martono (1994, 61), prosedur pemindahan arsip inaktif ke pusat arsip dilakukan debagai berikut :

1. Arsip yang akan dipindahkan dicatat pada daftar pertelaan. Pendaftaran atas dasar berkas. Hal-hal yang perlu didaftar sekurang-kurangnya tentang:

nama unit kerja yang memindahkan, judul berkas, tanggal, bulan dan tahun berkas, bentuk fisik arsip, jumlah yang dinyatakan dengan meter kubik.

2. Arsip yang dipindahkan harus mendapat persetujuan dari pimpinan unit kerja.

3. Pemindahan dilaksanakan dengan membuat berita acara pemindahan arsip.

2.2.3.2 Pemusnahan arsip

Kegiatan penyusutan arsip yang kedua adalah pemusnahan arsip, yaitu menghancurkan bentuk fisik arsip sehingga informasi yang terdapat didalamnya tak bisa dikenal lagi, yang dapat dimusnahkan adalah arsip yang tidak mempunyai nilai guna dan telah melampaui jangka simpan (berdasarkan Jadwal Retensi

Kegiatan penyusutan arsip yang kedua adalah pemusnahan arsip, yaitu menghancurkan bentuk fisik arsip sehingga informasi yang terdapat didalamnya tak bisa dikenal lagi, yang dapat dimusnahkan adalah arsip yang tidak mempunyai nilai guna dan telah melampaui jangka simpan (berdasarkan Jadwal Retensi