• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2. Latar Belakang Nasionalisme Yahudi

Latar belakang timbulnya nasionalisme Yahudi disebabkan oleh dua faktor yaitu : (1) Perasaan Superioritas bangsa Yahudi atas bangsa lain dan (2) Gerakan Antisemitisme yang tumbuh di Eropa.

a. Perasaan Superioritas

Bangsa Yahudi merupakan suatu bangsa yang mempunyai karakteristik yang khas di bandingkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini. Yahudi berkeyakinan bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan, mereka adalah suci, mereka adalah manusia sedangkan bangsa yang lain adalah hewan yang berwujud manusia yang diciptakan untuk menjadi budak mereka. Sumber pembenaran dan yang menimbulkan keyakinan itu adalah adalah kitab suci agama Yahudi, yaitu Taurat yang menyebut Bangsa Yahudi bangsa pilihan Tuhan. Sebagai bangsa pilihan mereka beranggapan bahwa secara kualitatif dan normatif bangsa Yahudi berbeda dengan bangsa-bangsa non Yahudi berbeda dalam arti lebih unggul.

Bangsa Yahudi juga berkeyakinan bahwa mereka adalah bangsa yang dipilih Tuhan untuk memimpin dunia dan merasa diistimewakan dengan kelebihan ilmu dan kecerdasan. Hak itu menurut mereka telah dirampas oleh rakyat selain mereka (ghoyyim). Karena dosa rakyat yang amat besar itulah, maka Tuhan lalu dianggap mengijinkan mereka (Yahudi) untuk mengambil jalan apa saja yang bisa ditempuh demi mengembangkan keistimewaan yang telah diperoleh itu setelah dirampas oleh manusia selain Yahudi (Majid Kailani 189: 25).

Orang Yahudi dari dulu hingga sekarang memiliki satu pandangan superioritas yang tinggi sekali, hingga melebihi peranan sosial mereka diantara bangsa lain. Sehingga karena pandangan mereka seperti itu, mereka dikucilkan dari komunitas dunia. Karena merasa ekskusif, tidak bisa membaur dengan

komunitas di sekitarnya. Mereka hidup di negeri orang, namun mereka hidup menyendiri dalam perkampungan tersendiri, dengan gaya hidup tersendiri, bahkan ada pekerjaan-pekerjaan yang khusus dilakukan oleh bangsa Yahudi. Ini terutama terjadi ketika bangsa Yahudi masih tersebar di berbagai negara di dunia, sebelum negara Israel terbentuk (Usep Romli dkk 2003: 53-54).

Pernyataan bangsa Yahudi bahwa mereka bangsa yang terpilih oleh Tuhan, maka memunculkan rasa superioritas terhadap bangsa-bangsa lain. Dari rasa superioritas atas bangsa lain itu menimbulkan nasionalisme yang khas dari bangsa Yahudi. Bangsa Yahudi mempunyai kesadaran diri sebagai suatu bangsa, mempunyai kecintaan yang mendalam terhadap bangsanya dan tidak lupa disertai mengecilkan arti dan sifat bangsa-bangsa lain.

b. Gerakan Anti Semitisme

Akhir abad ke 19 mengalami kemajuan pesat dalam bidang ilmu-ilmu biologi. Dalam bentuknya yang kasar, ilmu-ilmu itu bersama-sama dengan teori Darwin tentang ”perjuangan untuk mempertahankan hidup”, banyak berpengaruh kepada nasionalisme. Dimana pengertian barat tentang kebangsaan adalah suatu pengertian politik berdasarkan perorangan yang bebas, maka sekarang paham kesukubangsaan ”kodrati” kuno hidup kembali dalam bentuk-bentuk modern. Kebangsaan, kesetiaan politik dan rohani didasarkan kepada asal-usul atau ”darah”, yang dianggap sebagai hakikat yang menentukan sifat manusia (Hans Kohn, 1984: 95).

Teori tentang jenis bangsa (rasialisme) di Eropa teristimewa menjelma sebagai anti Semitisme, dalam arti khusus terhadap bangsa Yahudi. Hal ini diiringi dengan penolakan individualisme dan liberalisme, yang dianggap bertanggung jawab atas kejatuhan Eropa dan membuat orang Yahudi bertambah merdeka dan maju. Kaum anti Semit menganggap orang Yahudi sebagai orang asing dalam tanah air Eropa.

Seiring terciptannya negara-negara bangsa baru di Eropa, masyarakat barat berupaya menciptakan identitas nasional baru bagi mereka sendiri dan dalam rangka itu mereka menjadikan kaum Yahudi sebagai musuh bagi karakter nasional tersebut. Masyarakat yang sedang terbakar oleh patriotisme kemudian

menyalahkan kaum Yahudi sendiri lantaran mereka tidak memiliki tanah air (Karen Armstrong, 2006: 137).

Gerakan anti Semitisme masyarakat Eropa itu menimbulkan tekanan-tekanan terhadap bangsa Yahudi yang tinggal disana, antara lain mereka ada yang dibuang untuk bisa keluar dari negara, dimasukkan ke penjara, penganiayaan, disita harta bendanya dan bahkan ada pembunuhan-pembunuhan terhadap orang-orang Yahudi. Gerakan anti Semitisme Eropa tersebut menimbulkan tumbuhnya rasa nasionalisme di kalangan bangsa Yahudi untuk keluar dari negara yang menerapkan anti Semitisme, untuk pindah ketanah air mereka sendiri. Mereka menganggap bahwa Palestina adalah tanah air mereka, pendapat orang Yahudi tentang tanah Palestina adalah bahwa Palestina adalah tanah Tuhan yang dijanjikan untuk orang-orang Yahudi. Dalam iklim nasionalistik tersebut, wajar bagi kaum Yahudi untuk mencari sebuah solusi nasional bagi mereka sendiri. Banyak dari para pemukim Yahudi generasi awal yang percaya hanya dengan membangun kembali kontak fisik dengan tanah leluhur mereka (Palestina) maka mereka dapat menemukan kembali jiwa sejati mereka.

Beberapa gerakan anti Semitisme di Eropa antara lain, sebagai berikut : 1) Anti Semitisme di Perancis

Pada tahun 1854, seorang penulis Prancis, K. Gobineau menurunkan tulisannya yang berjudul, “Essai Sur I’inegalite desraces humaines”, persamaan antara umat manusia. Dalam tulisan itu ia membedakan antara jenis bangsa Aria (Indo German) dan bangsa Semitis atau Yahudi. Dengan itu K. Gobineau menyerang kegiatan orang-orang Yahudi di lapangan politik. Kemudian menyusul pula penulis lainnya bernama Gionioda Musso, seorang rohaniawan yang menyerang bahaya kaum Yahudi dari segi agama dan kebudayaan. Gionioda Musso menyatakan bahwa bangsa Yahudi itu tidak pernah mengindahkan kebenaran, tidak pernah merasa terdorong untuk berlaku benar dan ikhlas terhadap non Yahudi meskipun dilakukan dengan sumpah. Ia selanjutnya mengungkakan bahwa sumber bahaya terbesar mereka tersembunyi dalam usaha untuk meleyapkan kegiatan kerohanian (spiritual) dari dunia keagamaan, dan mengutamakan benda daripada rohani.

Maka seluruh Eropa terancam oleh ajaran Yahudi yang merusak itu. Dalam Masyarakat abad XIX, reaksi terhadap bangsa Yahudi hampir serupa dan nampak lebih terbuka, sehingga banyak bentuk letupan gerakan yang merakyat melawan Yahudi di Jerman, Perancis, Austria, Hungaria dan Rusia (Asy. Saek As Bayudhattamimi, 1992: 58-59).

Kaum anti Semit di Perancis mencurigai adanya komplotan Yahudi, yang sering bekerjasama dengan Anglo Saxon, Jerman, atau protestan untuk menghancurkan Perancis yang asli dan agama Katolik. Agitasi ini memuncak dalam peristiwa Dreyfus. Kapten Alfred Dreyfus, perwira Yahudi satu-satunya di staf umum angkatan perang Perancis pada tahun 1894 dijatuhi hukuman, dituduh menjadi mata-mata Jerman. Maka timbullah pertentangan yang sengit untuk membuktikan bahwa sebenarnya Alfred Dreyfus tidak bersalah. Penentangan-penentanganya menyatakan bahwa kepentingan nasional dan keamanan harus diutamakan daripada keadilan yang abstrak dan pertimbangan-pertimbangan obyektif (Hans Kohn, 1984: 96).

2) Anti Semitisme di Jerman

Di Jerman seniman-seniman dan sarjana-sarjana yang terkemuka memeluk paham anti Semit. Richard Wagner (1813-1883) banyak jasanya dalam menyebarkan paham anti Semitisme dan ahli sejarah yang termasyur pada tahun itu 1879 menerbitkan suatu karangan berjudul “Bangsa Yahudi Adalah Sebab Kemalangan Kita”. Karangan ini benar-benar merupakan panji yang mengerahkan tenaga gerakan anti Semit di Jerman.

Jerman menjadi tanah air anti Semit modern, disana sistem diperkembangkan dan semboyan-semboyannya diciptakan. Kesusastraan Jerman adalah yang paling banyak mengandung tulisan-tulisan yang bersifat anti Yahudi. Pada tahun 1815 Friedrich Rush, seorang profesor dalam ilmu sejarah di Universitas Berlin, sudah menuntut supaya orang-orang Yahudi di Jerman harus memakai suatu tanda istimewa pada pakaiannya supaya mudah dikenali (Hans Kohn, 1984: 99).

Ada kelompok pemujaan baru yang terdiri atas rakyat yang mengaitkan jiwa orang-orang Jerman dengan tanah air mereka. Jiwa ini, menurut kepercayaan

mereka dibentuk oleh pandangan alam Jerman dan ini berarti bahwa semangat Jerman bersifat asing terhadap kota dan terhadap peradaban (yang diartikan sebagai kebudayaan kota), membawa orang-orang Jerman pada kesimpulan bahwa orang-orang Yahudi adalah musuh esensial jiwa Jerman. Mereka tak mempunyai pandangan alam mereka sendiri sehingga jiwa orang-orang Yahudi tidak bisa berkembang secara alamiah, hal ini menyebabkan mereka menjadi manusia cacat. Lebih jauh lagi karena orang-orang Yahudi hidup bekerja di kota-kota, maka mereka dipandang sebagai lambang paradaban (Karen Armstrong 2006: 138).

Pada tahun (1933-1945), saat Adolf Hitler berkuasa gerakan Anti Semitisme atau anti Yahudi di Jerman mencapai puncaknya. Karena Hitler ingin menjaga kemurnian rasnya yaitu ras suku bangsa Aria (Indo German) dan kaum Yahudi dituduh hendak menghancurkan Jerman. Sehingga orang-orang Yahudi menjadi sasaran penangkapan, penyiksaan dan pembantaian secara besar-besaran.

3) Anti Semtisme di Hungaria dan Austria

Di Hungaria, pastur Katolik Roetbach, membongkar lebih banyak penyakit yang terdapat dalam ajaran Yahudi kuno, terutama apa yang terkandung dalam Tamlud yang menyerukan penghancuran semua di luar Yahudi. Pikirannya itu dimuat dalam bukunya yang berjudul “Yahudi Talmud” yang diterbitkan pada tahun 1871. Begitu dia diangkat menjadi dosen agama Katolik pada Universitas Praha, namanya semakin terkenal, ajarannya disambut hangat oleh masyarakat dan ternyata ia selaras dengan pergerakan politik yang memusuhi Yahudi di Praha.

Di Ausria lebih tenang dan stabil keadaannya dari segi politik, karena masyarakat sudah mulai bangkit di Wina dan menyadari peran kerusakan dan pengeksploitasian yang dilakukan orang Yahudi di seluruh kawasan kerajaan. Lalu mereka menyusun program gerakan yang memusuhi orang Yahudi yang paling menonjol diantaranya yang dipimpin oleh Dr. Louges, yang partainya mendapat restu Paus pada tahun 1895. Pada tahun yang sama ia menjadi calon walikota Wina, namun raja menolak pemilihan dan pencalonannya menduduki jabatan tersebut. Sang raja baru menyetujuinya sesudah pemilihannya diulang

sampai empat kali. Kekerasan penduduk kota Wina untuk mengangkat Dr. Louges tidak disetujui raja, menunjukan besarnya kekuatan rakyat dan para pimpinannya dalam kegiatan memerangi orang-orang Yahudi

Terjadi skandal politik dan keuangan yang melibatkan tiga tokoh terkenal Yahudi, sehingga lebih menyakinkan rakyat terhadap kebenaran seruan pimpinannya. Ditambah lagi dengan perwira Yahudi ”Diraivoes” yang dituduh telah bersekongkol dengan Jerman dan memindahkan dokumen-dokumen rahasia Jerman. Peristiwa ini terutama di Prancis telah meruncingkan situasi dan menambah kedengkian orang Nasrani terhadap orang Yahudi (Asy. Saek As Bayudhattamimi, 1992: 63-64).

4) Anti semitisme di Rusia

Orang-orang Yahudi yang menetap di Rusia juga pernah menjalankan provokasi yang sama di negeri itu. Pada abad ke 19 Rusia telah melindungi lebih dari setengah bangsa Yahudi di dunia. Tetapi mereka hidup tercecer tidak menentu. Diantara mereka ada yang hidup dengan cara meminta-minta sedekah, kotor dan lusuh. Ada yang menjadi penghianat dan selalu melanggar undang-undang negara (Ahmad Shalaby 1991: 83).

Di Rusia, anti Semit muncul setelah terbunuhnya Alexander II di tahun 1881. Kasus pembunuhan Alexander tersebut diduga kuat melibatkan seorang Yahudi revolusioner. Sebagai akibat terbunuhnya Alexander muncullah aksi dari kaum tani dan penduduk kota bangkit serentak menyerbu orang-orang Yahudi untuk melampiaskan dendam atas kematian raja mereka. Aksi ini dilancarkan secara rapi dan terorganisir. Sejumlah elite pemerintahan dan politisi Rusia turut terlibat, meskipun mereka berada di balik layar. Bangsa Israel Yahudi di Rusia menjadi dibuat kalang kabut cemas, takut, serta sangat terancam. Diberbagai pelosok kota di negeri Rusia, bangsa Israel Yahudi benar-benar dibawah ancaman maut. Mereka dikejar-kejar untuk kemudian disiksa dan dibunuh. Harta benda mereka juga musnah di jarah. Sejumlah peraturan segara dikeluarkan bagi Israel Yahudi untuk membawa harta mereka keluar kota, diharuskan tinggal di ghetto

Israel Yahudi terpaksa harus meninggalkan Rusia menuju ke Eropa Barat, Amerika dan Palestina (Abu Bakar, 2008: 79-80).

Penderitaan-penderitaan yang dialami oleh bangsa Yahudi akibat adanya sikap dan Gerakan Anti Semitisme. Mereka menjadi sasaran penganiaan, pengusiran, pengejaran dan pembantaian. Penderitaan-penderitaan ini memperkuat persatuan diantara bangsa Yahudi, menumbuhkan kesadaran sebagai bangsa, menumbuhkan tekad yang kuat untuk mewujudkan sebagai bangsa yang utuh dan menumbuhkan tekad untuk memilik suatu kediaman nasional, terpisah dari bangsa dan negara lain. Dalam iklim nasionalistik tersebut, wajar bagi kaum Yahudi mencari sebuah solusi nasional bagi mereka sendiri. Banyak dari pemukim Yahudi generasi awal yang percaya bahwa hanya dengan membangun kembali kontak fisik dengan tanah leluhur mereka maka dapat menemukan kembali jiwa sejati mereka (Karen Armstrong 2006: 138).