• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Sejarah Singkat Bangsa Yahudi

Bangsa Yahudi atau Israel merupakan cabang rumpun keluarga Semit. Rumpun lain keluarga Semit adalah bangsa Babilonia, Abissinia, Kaldea, Assiria, Aramia, Phoenesia, dan Arab. Semit adalah saudara dari Ham, leluhur bangsa-bangsa Afrika yang juga bersaudara dengan Yaphet anak tertua nabi Nuh yang menjadi leluhur bangsa di Eropa. Dibandingkan Israel atau Yahudi, bangsa Arab merupakan rumpun keluarga paling kentara identitas Semit nya, baik dari segi bahasa, ciri-ciri fisik, maupun budaya. Namun istilah anti Semit, yang muncul di belahan benua Eropa dan Amerika, lebih dimaksudkan sebagai kebencian terhadap bangsa Israel Yahudi, tidak meliputi Abissinia, Arab dan lainnya. Bangsa Semit ini mendiami daerah-daerah di kawasan Timur Tengah, terutama daerah bulan sabit subur masa sekarang, mereka adalah penduduk Yaman, Arab Saudi, Irak, Syria, Libanon, Yordania, Mesir dan negara lainnya (Abu Bakar, 2008: 10).

Bangsa Yahudi atau Israel juga dikenal dengan nama Ibrani, Ibri dan Hebrew. Menurut sejumlah ahli sejarah, Ibrani barasal dari bangsa Arab ’Abara, yang berarti melakukan pejalanan melalui lembah atau sungai. Para sarjana telah bersepakat bahwa nama Ibrani merujuk pada sebuah rumpun keluarga anak keturunan nabi Ibrahim. Alasannya, salah satu anak keturunan Ibrahim yaitu Ishak beserta keluarganya gemar melakukan pengembaraan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Melalui arti inilah Ibrani memiliki kesejajaran makna dengan Badui di gurun pasir (Abu Bakar, 2008: 9-10).

Dalam sejarah dunia, Nabi Ibrahim dianggap sebagai bapak dari bani Ishak (kemudian bani Israel) dan bani Ismail (kini bangsa Arab). Nabi Ibrahim pada mulanya berasal dan tinggal di desa Ur di wilayah Khaldea (Irak Selatan). Beliau meninggalkan kampung halamannya dan merantau ke arah barat sampai tiba di wilayah Kana’an (orang-orang Romawi kemudian menamakan Palestina). Di

tanah air yang baru itu beliau bertemu dengan penduduk pribumi, yakni suku bangsa Ammonit, Kanaan, Filistin dan lain-lain. Nabi Ibrahim serta pengikut-pengikutnya disebut orang ”Ibri” (orang sebrang perantau) atau juga orang ”Ibrani” yang berasal dari dua patah kata ”ibr nahrain” yang artinya menyeberangi dua sungai, yakni sungai-sungai Eufrat dan Tigris (Chefik Chehab, 1980: 6).

Nabi Ishak kemudian berputera Nabi Ya’qub, Nabi Ya’qub diberi gelar Israel, sehingga anak cucu Nabi Ya’qub kelak dipanggil dengan bani Israel. Diantara keturunan nabi Ya’qub adalah nabi Yusuf. Setelah nabi Yusuf menjadi pembesar di Mesir menjadi pejabat kementerian urusan ekonomi dalam kerajaan Fir’aun, Nabi Ya’qub beserta seluruh keluarganya hijrah ke Mesir. Di Mesir mereka mengalami kemajuan dan perkembangan, baik dari segi jumlah orang, maupun kekayaan dan kedudukan. Setelah Nabi Yusuf meninggal dunia, kondisi sosial dan ekonomi mereka yang semula terhormat mulai bergeser, karena mereka meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar, serta jauh dari syariat Nabi Yusuf. Kerajaan Mesir yang tadinya mereka kuasai, diambil alih kembali oleh penduduk asli Mesir. Sejak itulah bangsa Yahudi mengalami nestapa, mereka diperbudak berabad-abad lamanya oleh bangsa Hykhos ”nama suku dari Asia” dan bangsa Mesir sendiri.

Sesuai dengan kehendak Allah kemudian Nabi Musa lahir, Musa keturunan bani Israel dari suku Levi, beliau menjadi putra angkat Fir”aun sampai menginjak dewasa. Karena membunuh orang Mesir untuk membela orang Yahudi, Nabi Musa melarikan diri ke Madyan dan menikah dengan seorang puteri Nabi Syu’aib. Setelah selama sepuluh tahun bersama keluarga besar Nabi Syu’aib, beliau kembali ke Mesir, sebagai seorang rasul yang diutus Allah kepada bani Israel. Nabi Musa pun berdakwah menyebarkan risalah agama Ibrahim, sampai beliau bersama sejumlah pengikutnya harus hijrah kembali ke Palestina, karena dibawah perintah Fir’aun Ramses II berkehendak membersihkan keturunan bani Israel dari Mesir (http://kaunee.com/2009/03/09).

Nabi Musa beserta pengikutnya meninggalkan negeri itu untuk menyelamatkan diri dari dari kejaran Fir’aun Ramses II dan bala tentaranya menuju Palestina. Ketika nabi Musa wafat, mereka belum bisa memasuki pintu

wilayah Palestina. Fakta sejarah menunjukkan bahwa hampir dua ratus tahun (1210 SM – 1000 SM) bangsa Yahudi menderita di tengah padang Tiih (kawasan tidak bertuan) dan sekitarnya. Pada masa Nabi Daud, orang-orang Yahudi bisa memasuki tanah Palestina dan menguasai Yerusalem kira-kira pada tahun 1000 SM, setelah mengalahkan bangsa Ammonit (Amaliqah) dan Filistin dari negeri Palestina. Nabi Daud berserta putranya Nabi Sulaiman berhasil mendirikan kerajaan di Palestina. Kerajaan purba inilah yang sekarang dijadikan alasan historis untuk mengeklaim sahnya negara Yahudi di Palestina sekarang (William G. Carr 1991: 14).

Menurut ahli sejarah, Daud (David) menjadi raja Israel dan membangun sebuah kerajaan di Palestina. Selama pemerintahan putranya Sulaiman (Solomon), batas-batas Israel diperluas dari sungai Nil di Selatan hingga sungai Eufrat di negara Syiria sekarang. Di Yerusalem, Sulaiman membangun sebuah istana dan biara luar biasa (kuil Sulaiman). Ini adalah sebuah masa gemilang bagi kerajaan Israel dalam banyak bidang, terutama arsitektur. Setelah kematian Sulaiman, Kerajaan Yahudi terbelah menjadi dua di utara Israel dengan ibukota Samarria dan di Selatan dengan Ibukota Yerusalem (http://blogspot.com /2009/03/09).

Berlalunya waktu, tanah Palestina jatuh di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan lain. Dalam sejarah tercatat bahwa beberapa kali bani Israel (keturunan dari nabi Ibrahim melalui Ishak dan Ya’qub) mengalami peperangan dan pembuangan. Dalam rentan waktu yang lama negeri Palestina pernah berada di bawah kekuasaan beberapa kerajaan. Pada tahun 721 SM, kerajaan Israel ditaklukkan oleh Tiglath-Pileser III, raja Assyiria. Pada tahun 586 SM Nebuchadrezzar II dari Babilonia menguasai Suriah dan Palestina.

Nebuchadrezzar II dari Babilonia menyerbu kerajaan Israel yang beribu kota di Yerusalem, kemudian menghancurkan kuil Sulaiman. Orang-orang Yahudi ditawan dan digiring ke Babilonia kemudian mulai orang Yahudi tersebar ke seluruh dunia (diaspora). Di sinilah para tokoh Yahudi membesarkan hati kaumnya dengan konsep janji Tuhan dan bumi nenek moyang. Sejak itu, dalam perjalanan mereka selalu berusaha untuk bisa kembali ke Palestina dengan berbagai cara dan upaya. Namun mereka selalu menemui kegagalan, meskipun

telah mencoba berkali-kali. Akibatnya justru membuat mereka bertambah ketat di bawah pengawasan penguasa menjadi penderitaan rutin yang mereka alami, dan mengakibatkan kegiatan eksodus dan diaspora orang-orang Yahudi makin meluas ke seluruh penjuru bumi untuk menyelamatkan diri. Dari tanah Babilonia para pemuka Yahudi menemukan ide dan konsep bumi yang dijanjikan dan konsep bangsa pilihan Tuhan, dengan harapan ide semacam itu akan bisa melestarikan persatuan kemurnian ras Yahudi, dan untuk mengembalikan kepercayaan diri bangsa Yahudi (William G. Carr 1991: 16).

Pada tahun 550 SM, hampir seluruh kawasan Palestina diintegrasikan kedalam kekuasaan kerajaan Achaemanid Persia. Pada masa kekuasaan kerajaan Persia mengizinkan orang-orang Yahudi kembali dari pelarian mereka, tetapi banyak orang Yahudi yang tidak kembali. Ketika Alexander the greath menguasai Palestina pada tahun 334 SM, Alexander membawa bangsa Yahudi ke Yunani, dari sini mereka kemudian menyebar ke berbagai kawasan di Eropa pada masa kekuasaan Alexander juga terjadi diaspora. Setelah itu Palestina berada dibawah Ptolemy dari Mesir dan dinasti Seleucid dari Asia Kecil bagian barat.

Kira-kira tahun 100 SM Romawi muncul dalam arena percaturan politik. Tahun 63 SM Palestina diintegrasikan kedalam kekaisaran Romawi dengan rajanya Herod Agung setelah menaklukkan kerajaan Seleucid dari Asia Kecil. Sejak itu Palestina diintegrasikan kedalam kekuasaan kekaisaran Romawi. Raja Herod Agung membangun Kuil Sulaiman kembali, disamping memberikan kebebasan kepada penduduk Yahudi. Tahun 66 M di Palestina timbul pemberontakan oleh orang-orang Yahudi. Pada tahun 67 M Raja Romawi pada saat itu Titus, membantai puluhan ribu orang Yahudi untuk memadamkan pemberontakan. Setelah pemberontakan orang Yahudi terhadap penguasa Romawi gagal, pengungsian besar-besaran bangsa Yahudi terjadi lagi pada tahun 67 M sampai tahun 70 M. Pada tahun 70 M penguasa Romawi di Palestina memusnahkan Baitul Maqdis (kota Yerusalem). Kemudian raja mengeluarkan peraturan melarang orang Yahudi berdiam di Yerusalem, sehingga menimbulkan tersebarnya bangsa Yahudi kepenjuru dunia. Pengungsian orang-orang Yahudi berulang kembali pada masa kekuasaan Kerajaan Romawi.

Bangsa Yahudi yang tersebar di dunia dapat digolongkan dalam tiga golongan besar. Golongan pertama bangsa Yahudi yang tinggal di dunia Arab dan Afrika Utara disebut juga golongan Sefardim. Golongan kedua yang tinggal di Amerika, Kanada dan Eropa Barat dan golongan ketiga adalah tinggal di Eropa Timur, golongan kedua dan ketiga ini disebut juga golongan Ashkenazim. Golongan Sefardim ini berbahasa dan berbudaya arab, mereka mengalami perlakuan yang sama oleh penguasa setempat. Nasib mereka adalah baik sekali dan mereka bebas menjalankan ibadahnya dan syariat agamanya. Betapa tidak, karena mereka dianggap oleh orang-orang Islam sebagai Ahli-Kitab.

Orang-orang Yahudi yang tinggal di benua Amerika dan Eropa Barat pada akhir abad ke 19 telah mencapai taraf emansipasi dengan orang-orang Eropa Barat dan Amerika. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama. Umumnya mereka terdiri dari orang-orang yang memiliki kapital yang besar dan juga berasimilasi dengan penduduk asli. Mereka yang tinggal di Eropa Timur, nasib mereka buruk sekali. Nasib buruk yang mereka alami adalah hanya sebagian akibat dari kerakusan mereka dan ketidak setiaan mereka kepada penguasa tempat mereka berdiam. Akibatnya mereka diharuskan tinggal di perkampungan khusus yang dinamakan Ghetto (Chefik Chehab, 1980: 7).

Pada tahun 637 M kekuasaan bangsa Romawi berhasil di taklukan oleh ‘Umar ibn al-Chattab ra dan Palestina menjadi tanah air orang Islam (bangsa Arab). Larangan terhadap Yahudi yang diam di Palestina, dihapuskan oleh mereka dan oleh kemurahan hati bangsa Arab itu, dapatlah bangsa Yahudi kembali tinggal di Palestina. Selama jaman pertengahan (middeleeuwen) bangsa Yahudi berdatangan ke Palestina oleh karena mereka ditindas, diburu, dan dikejar oleh bangsa-bangsa barat yang tidak menyukai mereka (HSA Bachtiar 1848: 3). Sampai kepada waktu meletusnya Perang Dunia I Palestina berada dibawah kekuasan Islam (bangsa Turki) (1517-1917) yang memerintah negeri itu selama 400 tahun lamanya (M.Nur El Ibrahimy, 1955 : 5). Dalam naungan Islam, negeri Palestina dan kehidupan antar bangsa Yahudi serta bangsa Arab mengalami perdamaian sampai negeri Palestina lepas dari naungan Islam pada tahun 1918 setelah Inggris (Sekutu) mengalahkan bani Ustmaniyyah (Turki) dalam Perang

Dunia I. Setelah Perang Dunia I panglima-panglima sekutu yang berkonferensi di San Remo pada bulan April 1920 memutuskan untuk meletakan Palestina di bawah mandat Inggris. Pembela Palestina yang utama hilang bersamaan dengan runtuhnya bani Ustmaniyyah pada tahun 1924.