• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Usaha-Usaha Yang Dijalankan Inggris Dalam Membantu

2. Pada Masa Perang Dunia II

Pada saat pecahnya Perang Dunia II, September 1939 kedua belah yang bertentangan Yahudi dan Arab Palestina belum dapat dirujukan dan Inggris lebih bertekad untuk menjalankan kebijakan baru di Palestina dan mencegah pecahnya pemberontakan Arab di Timur Tengah. Dalam Perang Dunia II ini Inggris terlibat perang besar menghadapi Jerman. Mufti al Hajj Amin (pemimpin spiritual Palestina) mulai melirik Jerman sebagai negara musuh Inggris dan paling anti semit di Eropa. Dalam usaha tersebut, Amin berhasil melibatkan 100 pemuda Palestina dalam latihan perang bersama Jerman. Di sisi lain, ia juga berhasil menyelundupkan 30.000 senapan ke Libya untuk perang mengadapi Inggris dan Yahudi di Palestina. Namun, pihak Sekutu terutama Prancis, berhasil menghancurkan Jerman dan Italia pada Perang Dunia II. Hal ini tentu tidak menguntungkan posisi Palestina, sehingga cukup mudah Inggris mementahkan gerakan Amin. Pada saat yang bersamaan, Zionisme telah memanfaatkan isu anti Semit di Jerman untuk memperoleh simpati internasional, terutama dari Amerika (Abu Bakar, 2008: 245-246).

Pada Perang Dunia II Inggris dalam menghadapi Jerman (pihak poros) melibatkan bangsa Arab Palestina maupun Yahudi untuk berperang di pihak Sekutu (Inggris). Selama Perang Dunia II ada 12.000 orang Arab Palestina yang terdaftar dan masuk angkatan bersenjata Inggris guna memerangi pihak poros. Bantuan yang diberikan bangsa Arab Palestina kapada Inggris dalam Perang Dunia II dikarenakan pemerintah Inggris berjanji kepada bangsa Arab Palestina untuk mengakui prinsip pembentukan ”Negara Kesatuan Palestina” yang akan mendapatkan kemerdekaannya dalam waktu 10 tahun seraya menentukan segera dimulainya pembentukan suatu majelis legislatif, pembatasan orang-orang Yahudi dan penetapan peraturan-peraturan yang melarang penjualan tanah-tanah rakyat Arab Palestina kepada pendatang-pendatang Yahudi di beberapa daerah Palestina. Akan tetapi Inggris tidak sungguh-sungguh dalam janjinya, maka Inggris tidak melaksanakan apa dari rekomendasi yang ia buat sendiri itu (Chefik Chehab, 1980: 12).

Perang Dunia II ini menyebabkan Palestina berada dalam keadaan gencatan senjata buatan, terutama karena kehadiran banyak divisi sekutu di Palestina. Bila rakyat Arab Palestina memutuskan perang gerilyanya, itu akan berarti tindakan bunuh diri bagi mereka, karena mereka akan menghadapi tentara sekutu. Di tengah kemelut Perang Dunia II dan krisis Timur Tengah, organisasi Zionisme mulai melakukan perampasan tanah penduduk Palestina. Hal ini dilakukan untuk mengeluarkan serta menggantikan bangsa Arab dengan orang Yahudi.

Pada 11 Mei 1942 organisasi Zionis Amerika bersidang di New York dan menghasilkan Program Baltimore yang diajukan oleh David Ben Gurion, ketua komisi eksekutif agen Yahudi. Zionis berhasil memperoleh dukungan partai Republik dan partai Demokrat di Amerika Serikat. Program Biltimore berisi (1) pendirian negara Yahudi mencakup seluruh Palestina, (2) pembentukan militer Yahudi dan (3) penolakan naskah putih 1939 dan diteruskannya imigrasi tak terbatas ke Palestina yang tidak hanya di awasi oleh Inggris, tetapi juga oleh Agen Yahudi (George Lenczowski, 1993: 245). Dengan demikian menunjukan betapa besar pengaruh Zionisme atas penguasa-penguasa pemerintahan Amerika Serikat, sampai ke tingkat tinggi yaitu parleman.

Tindaklah sulit untuk di mengerti bahwa mulai ada kerjasama antara Amerika Serikat dan Inggris dalam pembentukan negara Israel. Pada tahun 1943 Perdana Menteri Inggris, Winston Churchil merestui pembentukan suatu pasukan Yahudi yang ditempatkan dalam tentara Inggris sebagai satuan tersendiri. Hal ini adalah langkah pertama untuk memungkinkan kaum zionis mempersiapkan diri secara militer guna merebut tanah Palestina dari bangsa Arab Palestina pada kesempatan nanti. Winston Churchil pulalah yang menyetujui di bentuknya pasukan-pasukan komando yang terkenal dengan nama ”Palmach” yang dilatih keras dalam berbagai macam sabotase dan pengrusakan (Chefik Chehab, 1980: 14).

Gencatan senjata berakhir sampai tahun 1943. Pada tahun itu Palestina dilanda terorisme baru, namun kali ini Yahudilah yang melakukan serangan. Sasaran utamanya ialah pemerintah Inggris. Ada dua faktor yang menyebabkan

timbulnya pergolakan ini. Pertama adanya peningkatan luar biasa imigrasi Yahudi ilegal dari Eropa ke Palestina. Para korban akibat penyiksaan Nazi berdatang ke Palestina. Pemerintah Inggris melarang mereka masuk ke Palestina, sehingga para imigran itu diungsikan ke kamp-kamp perkampungan di Siprus dan wilayah seberang lainnya. Kadang usaha Inggris untuk membantu kaum Zionis itu berkurang, disebabkan tekanan-tekanan yang datang dari bangsa Arab, kaum muslim dan reaksi internasional terhadap Inggris. Peristiwa tragis kemudian terjadi ketika kapal yang mengangkut Imigran ”Struma” karam di dekat pantai Turki (Inggris sebelumnya telah melarang kapal itu berlabuh di Palestina). Bangsa Yahudi kehilangan kesabarannya dan memaksa Inggris agar memudahkan undang-undang imigrasinya. Kedua, tekanan yang meningkat bagi pemecahan sikap pro Zionis yang dilakukan oleh Zionis Amerika (George Lenczowski, 1993: 245).

Pada tahun 1943, Menacnem Begin mengambil alih komando Irgum Zvai Leumi tentara militer kaum Revolusioner, dan dua bulan kemudian memulai serangkaian kegiatan teroris melawan pemerintah Inggris. Begin menolak label teroris itu, walaupun ia mengutuk pembunuhan, ia meledakkan kantor-kantor CID (Criminal Investigation Department, Departemen Investigasi Kriminal), pusat-pusat pajak dan gedung imigrasi, menanam bom-bom, memimpin berbagai serbuan yang menewaskan banyak penduduk sipil maupun Arab.

Organisasi teroris yang lain adalah Lehi, dipimpin oleh Avra Stern dan oleh Inggris disebut ”Stern Gang”, Stern sendiri terbunuh pada tahun 1942. Tapi Yitzhak Shamir, yang kemudian menjadi perdana menteri Israel di tahun 1986, terus bekerja untuk organisasi tersebut. Begin membenci kelompok Stern karena metode-metodenya kasar. Begin tidak sama sekali memiliki kaitan opperasi-operasi dengan Lehi. Namun, Kedua kelompok segera bergerak bersama-sama menyusul sebuah pembunuhan di tahun 1944 oleh Stern Gang terhadap Lord Moyne menteri Inggris untuk urusan Timur Tengah (Karen Amstrong, 2006: 181). Penyerangan yang terus menerus dilakukan oleh Irgum dan Stern terhadap markas besar polisi dan pemerintahan sipil maupun militer Inggris mengakibatkan merosotnya keamanan dan ketertiban di tanah Palestina. Tindakan teror ini

dikutuk oleh badan resmi Zionis dan para rabbi Yahudi. Situasi yang kian memburuk itu membuat mata dunia tertuju ke Palestina dan mendesak Inggris dan Amerika agar melaksanakan politik mereka terhadap zionisme (George Lenczowski, 1993: 246).

3. Pada Pasca Perang Dunia II