• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

1. Nasionalisme

a. Pengertian Nasionalisme

Nasionalisme berasal dari kata nation (Inggris) atau natie (Belanda), yang berarti bangsa (Leo Agung S, 2002: 31). Miriam Budiardjo (2004: 44) menyatakan nasionalisme merupakan suatu perasaaan subyektif pada sekelompok manusia bahwa mereka merupakan satu bangsa dan cita-cita serta aspirasi mereka bersama hanya dapat tercapai jika mereka tergabung dalam satu negara atau nasion.

Menurut L. Stoddard (1966: 137) bahwa nasionalisme adalah suatu kepercayaan, yang dianut oleh sejumlah besar manusia perorangan sehingga mereka membentuk suatu ”kebangsaan”. Pada tingkat terakhir, nasionalisme adalah sesuatu di atas segalanya yang menjelmakan dirinya dalam suatu sintese yang baru dan lebih tinggi.

Menurut Anthony D. Smith (2003: 11) bahwa nasionalisme sebagai suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, kesatuan dan identitas bagi suatu populasi, yang sejumlah anggotanya bertekad untuk membentuk suatu bangsa yang aktual atau negara yang potensial.

Isjwara (1982: 126-127) mendefinisikan nasionalisme sebagai rasa kesadaran yang kuat yang berlandaskan atas kesabaran akan pengorbanan yang pernah diderita bersama dalam sejarah dan atas kemauan menderita hal-hal serupa itu di masa depan.

Slamet Mulyana yang dikutip oleh Leo Agung S (2002: 31) menyatakan bahwa nasionalisme adalah manifestasi kesadaran berbangsa dan bernegara atau semangat bernegara. Sukarna (1990: 57) mengemukakan bahwa nasionalisme

ialah kesetiaan dari setiap individu atau bangsa ditujukan kepada kepribadian bangsa.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1989: 610) yang dimaksud nasionalisme adalah keanggotaan dalam satu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa itu “semangat kebangsaaan”.

Hans Kohn (1984: 11-12) mengatakan bahwa yang dimaksud nasionalisme adalah suatu faham yang berpendapat bahwa kesetian tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita dan satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik dan bahwa bangsa merupakan sumber dari semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi.

Menurut Boyd C. Shafer yang dikuti oleh Sutarjo Adisusilo (2006: 41) nasionalime antara lain dimengerti sebagai berikut: (1) nasionalisme adalah rasa cinta pada tanah air, ras, bahasa atau sejarah budaya bersama; (2) nasionalisme adalah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise bangsa; (3) nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri; (4) nasionalisme adalah doktrin yang menyatakan bahwa bangsa sendirilah yang harus Dominan di antara bangsa-bangsa lain harus bertindak agressif.

Fukuyama (1988: 15) mendefinisikan nasionalisme menurut pengertian yang sesungguhnya tidak hanya memperluas pengakuan atas para anggota dari suatu kelompok bangsa atau etnik tertentu. Sikap ini tercakup dengan lebih tepat menuntut pengakuan hanya atas para anggota perorangan dari suatu kelompok bangsa atau etnik tertentu. Yang dituntut adalah pengakuan atas bangsa secara keseluruhan, yang berarti memperoleh tanda umum kebangsaan : status hukum sebagai sebuah negara merdeka (sebanding dengan status hukum kewarganegaraan secara individu) dan penerimaan sebagai anggota yang sederajad ”keluarga bangsa-bangsa”.

Dari berbagai pendapat tentang pengertian nasionalisme di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nasionalisasi adalah suatu rasa kesadaran yang kuat dan

kepercayaan yang dianut sejumlah besar manusia perorangan yang harus diserahkan kepada kebangsaan berlandaskan atas kesabaran akan pengorbanan yang pernah diderita bersama dalam sejarah dan atas kemauan menderita hal-hal serupa itu di masa depan.

b. Faktor Penyebab Munculnya Nasionalisme

Munculnya nasionalisme disebabkan oleh berbagai faktor, yang antara bangsa satu dengan bangsa yang lain, antara jaman yang satu dengan jaman yang lain dapat berbeda. Menurut Carlton J.H. Hayes menyebutkan bahwa ada faktor-faktor obyektif seperti faktor-faktor politik (penjajahan), faktor-faktor sosial, faktor-faktor ekonomi, faktor budaya dll. Serta faktor subyektif seperti dogma dan ide pemikiran (Sutarjo Adisusilo (2006 :1).

Menurut Boyd C. Shafer yang dikutip oleh Sutarjo Adisusilo (2006: 41) bahwa nasionalisme mangandung aspek subyektif dan aspek obyektif. Aspek subyektif nasionalisme dapat muncul dari rasa cinta tanah air dan keinginan untuk merdeka serta dogma dan doktrin yang diajarkan oleh seseorang atau lembaga tertentu. Nasionalisme juga mengandung aspek obyektif, yaitu aspek obyektif yang ikut berperan dalam menimbulkan nasionalisme, yang dirasakan sama oleh seluruh bangsa seperti kondisi politik (penjajahan), kondisi kultural (bahasa dan sejarah budaya), kondisi fisis (tanah air dan ras). Baik unsur subyektif maupun obyektif tersebut akan memberi warna khusus terhadap nasionalisme suatu bangsa.

Dalam kenyataannya setiap bangsa yang mempunyai rasa kebangsaan akan memelihara nilai-nilai kepribadiannya, nilai-nilai sejarahnya, agamanya, ideologinya dan berjuang memperbaiki nasib. Dengan demikian setiap bangsa mempunyai kepentingan yang berlainan. Hal ini dapat dilihat dari pendapat Hertz yang dikutip oleh Djokosutono (1958: 9) bahwa ada empat unsur nasionalisme yaitu (1) hasrat untuk mencapai kesatuan (2) hasrat untuk mencapai kemerdekaan (3) hasrat untuk mencapai keaslian (4) hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa. Menurut Sutarjo Adisusilo (2006 :1) unsur yang sama dalam nasionalisme dari

dulu sampai sekarang adalah memelihara, melestarikan dan memajukan identitas, integritas serta ketangguhan bangsa tersebut.

Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda. Tetapi baru pada akhir abad kedelapan belas Masehi nasionalisme dalam arti kata modern menjadi suatu perasaan yang diakui secara umum (Hans Kohn, 1984: 1). Lahirnya paham nasionalisme ini diikuti dengan terbentuknya negara-negara kebangsaan. Pada mulanya terbentuknya negara kebangsaan dilatar belakangi oleh faktor-faktor obyektif seperti: persamaan keturunan, persamaan bahasa dan daerah budaya, kesatuan politik, adat istiadat dan tradisi atau juga karena persamaan agama. Kebangsaan yang dibentuk atas dasar paham nasionalisme lebih menekankan kemauan untuk hidup bersama dalam negara kebangsaan (Leo Agung S, 2002: 32). Dengan demikian nasionalisme telah ada sepanjang sejarah, dengan bentuk yang berbeda.

Nasionalisme muncul dibelahan dunia. Akan tetapi, faktor penyebab timbulnya nasionalisme di setiap benua berbeda.

Nasionalisme Eropa muncul disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Munculnya nasionalisme Eropa didahului dengan lahirnya liberalisme dan kapitalisme. Lahirnya liberalisme dan kapitalisme karena pengaruh Revolusi Industri dan Revolusi Perancis. Dengan demikian timbulnya nasionalisme di Eropa karena pengaruh Revolusi Industri dan Revolusi perancis (Leo Agung S, 2002: 32).

2. Nasionalisme juga disebabkan suatu gerakan politik untuk membatasi kekuasaan pemerintah dan menjamin hak-hak warga negara. Gerakan politik ini juga dimaksudkan untuk membina masyarakat sipil yang liberal dan rasional (Cahyo Budi Utomo, 1995: 18)

Nasionalisme Asia Afrika muncul disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut (Leo Agung S, 2002: 32-33):

1. Kenangan kejayaan masa lampau

Sebelum datangan imperialisme barat, bangsa-bangsa Asia pada umumnya memiliki negara kebangsaan jaya dan berdaulat. Misalnya Indonesia, masa Sriwijaya dan Majapahit, India masa Ashoka dan sebagainya. Kejayaan itu menimbulkan kenangan akan masa lampau, sehingga mereka selalu mengadakan perlawanan terhadap kepada penjajahan.

2. Adanya penderitaan akibat imperialisme dan kolonialisme

Adanya imperialisme mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan bangsa-bangsa terjajah. Hal inilah yang menimbulkan perlawanan nasional.

3. Kemajuan di bidang politik,ekonomi dan budaya

Nasionalisme suatu bangsa dapat juga muncul karena perkembangan beberapa aspek kehidupan, seperti:

a. Aspek politik

Nasionalisme bersifat menumbangkan dominasi politik imperialisme dan bertujuan menghapus pemerintah kolonial.

b. Aspek Sosial Ekonomi

Nasionalisme bersifat menghilangkan kesenjangan sosial yang diciptakan oleh pemerintah kolonial dan bertujuan menghentikan eksploitasi ekonomi.

c. Aspek Budaya

Nasionalisme bersifat menghilangkan pengaruh kebudayaan asing yang buruk dan bertujuan menghidupkan kebudayaan yang mencerminkan harga diri bangsa setara dengan bangsa lain (http://www.e-dukasi.net/2009/05/30).

4. Timbulnya golongan terpelajar

Golongan cendekiawan muncul di mana-mana akibat perkembangan dan peningkatan pendidikan.

5. Kemenangan Jepang atas Rusia

Kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905, mendorong semangat bangsa Asia untuk bangkit menentang imperialisme barat.

Hal diatas tidak lepas dari pentingnya nasionalisme sebagai menifestasi kesadaran nasional mengandung cita-cita yang merupakan ilham yang mendorong dan merangsang sesuatu bangsa. Hertz menyebutkan empat macam cita-cita nasionalisme, yaitu :

1) Perjuangan untuk mewujudkan persatuan nasional yang meliputi persatuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, keagamaan, kebudayaan dan persekutuan serta adanya solidaritas.

2) Perjuangan untuk mewujudkan kebebasan nasional yang meliputi kebebasan dari penguasaan asing atau campur tangan dunia luar dan kebabasan dari kekuatan-kekuatan intern yang tidak bersifat nasional atau yang hendak menyampingkan bangsa dan negara.

3) Perjuangan untuk mewujudkan kesendirian (separatenses), pembedaaan (distictivenses), individualitas, keaslian (orginality) atau keistimewaan. 4) Perjuangan untuk mewujudkan perbedaaan di antara bangsa-bangsa, yang

meliputi perjuangan untuk memperoleh kehormatan, kewibawaan, gengsi dan pengaruh (Isjwara, 1982: 127).

Semangat nasionalisme orang-orang Yahudi muncul, disebabkan karena orang-orang Yahudi yang tersebar di seluruh dunia ingin kembali ke tanah leluhur mereka yaitu tanah Palestina yang telah dijanjikan Tuhan dan tempat kelahirannya (kondisi fisis), spiritual, religius, dan nasionalnya (kondisi kultural). Munculnya nasionalisme bangsa Yahudi juga didorong adanya paham Antisemitisme (anti bangsa Yahudi) yang tumbuh di Eropa sehingga menimbulkan pengusiran terhadap kaum Yahudi dan perasaan Superioritas dari bangsa Yahudi (merasa unggul dibandingkan bangsa lain) (kondisi politik).

c. Nasionalisme Bangsa Yahudi

Nasionalisme Yahudi pertama kali muncul pada akhir abad ke 19 sebagai akibat paham Anti semitisme (anti bangsa Yahudi) yang tumbuh di Eropa dan perasaan superioritas atau merasa unggul dibandingkan bangsa-bangsa lain. Nasionalisme Yahudi diawali dengan penulisan buku Der Yudenstaat (Negara Yahudi) pada tahun 1896 oleh Theodore Herzl (1860-1904), seorang keturunan

Yahudi yang berprofesi sebagai responden pada harian Nimsawiya di Wina (Austria). Ia menuntut bagi “bangsa tanpa tanah air” suatu “tanah air tanpa bangsa”. Kaum Hoveve Zion (pecinta zion) menunut kembalinya bangsa Yahudi ke tanah nenek moyangnya di Palestina dan peritis-perintis pertama telah berangkat ke negeri itu untuk menempati kembali tanah airnya. Zion yang terkenal dalam sejarah menjadi tujuan nasionalisme bangsa Yahudi modern (Hans Kohn, 1984: 97).

Zion adalah sebuah kata sinonim untuk nama kota suci Yeruzalem. Zion adalah istilah bahasa Inggris yang barasal dari bahasa latin “sion”, terambil dari bahasa Ibrani, yaitu ”tyson”. Sementara “tyson” memiliki konotasi makna bukit suci di Yerusalem. Menurut kepercayaan bangsa Israel Yahudi, bukit suci Zion adalah tempat tinggal sesembahan mereka, tuhan Yahweh di muka bumi. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam perjanjian lama (Abu Bakar, 2008: 212).

Pada tanggal 29 Agustus 1897 orang-orang Yahudi menyelenggarakaan konggres zionis yang pertama di Basel (Swiss), di bawah prakarsa Theodore Herzl. Ia berkesimpulan bahwa satu-satunya penyelesaiaan yang memungkinkan kaum Yahudi melakukan praktek-praktek mereka tanpa mendapat reaksi dari negara-negara tempat mereka berdiam ialah bahwa kaum Yahudi harus memiliki suatu daerah tempat tinggal yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sebagai suatu bangsa (Chefik Chehab, 1980: 10). Konggres memutuskan untuk menuntut pembentukan tanah air Yahudi di Palestina, yang dilindungi oleh undang-undang internasional. Palestina ketika itu adalah daerah kekuasaan Turki, penduduknya sebagian terbesar bangsa Arab (Hans Kohn, 1984: 97).

Dalam konggres itu para pemimpin Zionis sedunia sepakat untuk mendirikan gerakan Zionisme. Gerakan Zionisme ialah gerakan orang-orang Yahudi yang bersifat ideologis untuk menetap di Palestina, yakni di bukit Zion dan sekitarnya. Gerakan Zionisme bertujuan untuk mendirikan suatu negara Yahudi di Palestina. Bangsa Yahudi menganggap Palestina adalah negeri leluhur bangsa Yahudi dan tempat kelahirannya dalam arti bahwa di negeri itu bangsa Yahudi membentuk identitas spiritual, religius, dan nasionalnya.

Dalam Perang Dunia I, dua puluh tahun setelah Konggres pertama, Sir Arthur Balfour menteri luar negeri Inggris, atas nama pemerintah Inggris menjanjikan akan sedapat mungkin mengusahakan pelaksanaan pendirian suatu tanah air di Palestina bagi bangsa Yahudi dengan pengertian bahwa hak-hak sipil dan keagamaan masyarakat-masyarakat bukan Yahudi di Palestina atau hak-hak dan status politik Yahudi di negeri-negeri lain tidak di ganggu. Antara tahun 1919 dan 1933 imigran-imigran Yahudi di Palestina tak banyak. Keadaan ini berubah dalam Perang Dunia II. Paham anti Semitisme Hitler setelah tahun 1933 mengakibatkan banyak orang-orang Yahudi yamg ingin lari ke Palestina. Pembunuhan berjuta-juta orang-orang Yahudi secara besar-besaran oleh kaum Nazi memperkuat nasionalisme Yahudi (Hans Kohn, 1984: 98).

Penghuni-penghuni baru itu berhasil menghidupkan kembali bahasa Ibrani sebagai bahasa nasional, dan meskipun tak ada harapan bangsa Yahudi akan menjadi mayoritas di Palestina, namun kebudayaan Yahudi tumbuh subur dan berkembang. Hal itu di tambah lagi dengan bantuan pemerintahan Inggris sebagai pemegang mandat di Palestina. Pemerintah mandat Inggris mendukung gerakan bangsa Yahudi untuk melakukan imigrasi ke Palestina dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya sangat membantu pihak Yahudi, sehingga membuat rakyat Palestina merasa di rugikan.

Adanya mayoritas Arab, yang ingin dan berhasrat mempertahankan watak nasional tanah airnya dan menjalankan hak menentukan nasib sendiri merupakan rintangan utama untuk mendirikan negara Yahudi. Bangsa Arab Palestina disokong oleh negara Arab tetangganya dan oleh bangsa-bangsa Islam lain. Sengketa itu akhirnya melahirkan suatu konflik dan peperangan antar Yahudi Palestina yang mendapat bantuan dari Inggris dengan rakyat Palestina yang mendapat bantuan dari negara-negara Arab. Melalui resolusi No. 181 tahun 1947, Dewan Umum PBB menegaskan pembagian tanah Palestina menjadi dua, yaitu untuk Yahudi dan Arab Palestina, serta memberi jangka waktu kekuasaan pemerintahan mandat Inggris di tanah Palestina sampai bulan Agustus 1948. Setelah melalui proses yang amat panjang akhirnya pada 14 Mei 1948 kaum Yahudi memproklamirkan berdirinya negara Israel.