• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Inggris dalam pembentukan negara Israel di tanah Palestina tahun 1920-1948

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peranan Inggris dalam pembentukan negara Israel di tanah Palestina tahun 1920-1948"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

Peranan Inggris dalam pembentukan negara Israel di tanah Palestina tahun 1920-1948

SKRIPSI

OLEH :

Tomy Eko Setyawan K.4405036

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

PERANAN INGGRIS DALAM PEMBENTUKAN NEGARA ISRAEL DI TANAH PALESTINA TAHUN 1920-1948

OLEH :

TOMY EKO SETYAWAN K 4405036

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapat gelar sarjana pendidikan Program Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

Halaman Persetujuan

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Syaiful Bachri, M.Pd NIP. 19520603 198503 1 001

(4)

Halaman Pengesahan

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Djono, M.Pd ……… Sekretaris : Dra. Sri Wahyuni, M.Pd ……… Anggota I : Drs. Syaiful Bachri, M.Pd ……… Anggota II : Musa Pelu, S.Pd, M.Pd ………...

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

(5)

Abstrak

Tomy Eko Setyawan. PERANAN INGGRIS DALAM PEMBENTUKAN NEGARA ISRAEL DI TANAH PALESTINA TAHUN 1920-1948. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2009.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan: (1) Perkembangan nasionalisme bangsa Yahudi, (2) Usaha-usaha yang dijalankan Inggris dalam membantu pembentukan negara Israel tahun 1920-1948, (3) Reaksi Bangsa Arab Palestina setelah berdirinya negara Israel, (4) Sikap negara-negara Timur Tengah terhadap pembentukan negara Israel.

Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber data yang digunakan adalah sumber buku literatur dan surat kabar. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis historis, yaitu analisa yang mengutamakan ketajaman dalam mengolah suatu data sejarah. Prosedur penelitian dengan melalui empat tahap kegiatan yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Dalam sejarah bangsa Yahudi kerap mengalami penindasan di negara tempat bangsa Yahudi berdiam sehingga menumbuhkan semangat nasionalisme bangsa Yahudi untuk kembali ke tanah yang dianggap sebagai tanah leluhurnya yaitu Palestina. Nasionalisme bangsa Yahudi diwujudkan melalui gerakan Zionisme. Zionisme adalah gerakan kaum Yahudi untuk kembali ke tanah leluhurnya Palestina. (2) Usaha-usaha yang dijalankan Inggris dalam membantu pembentukan negara Israel tahun 1920-1948, antara lain pemerintah Inggris membantu dan memberi kemudahan kaum Yahudi dari berbagai dunia untuk pindah ke Palestina, membantu orang-orang Yahudi untuk mengambil tanah dari rakyat Arab Palestina, terus menekan rakyat Arab Palestina agar orang-orang Yahudi menguasai ekonomi Palestina, melakukan tekanan kepada gerakan-gerakan rakyat Arab Palestina yang menentang Zionisme bahkan dengan kekerasan fisik, pemerintah Inggris lebih memberi dukungan kepada kaumYahudi setiap terjadi konferensi antara Arab dan Yahudi tentang Palestina. (3) Reaksi bangsa Arab Palestina setelah terbentuknya negara Israel adalah membentuk organisasi-organisasi perlawanan untuk menentang eksistensi negara Zionis Israel, misalnya Al Fatah, PLO, Hamas. Setelah berdirinya negara Israel bangsa Arab Palestina terusir dari tanah Palestina dan menjadi pengungsi di negara-negara arab lain. Hal ini menimbulkan semangat nasionalisme dari bangsa Arab Palestina untuk berjuang membebaskan tanah air mereka dari Zionis Israel. (4) Sikap negara-negara Timur Tengah terhadap pembentukan negara Israel, segera melakukan perlawanan menolak keberadaan negara Israel di Palestina. Alasan mereka melakukan perlawanan, orang-orang Arab memandang Zionisme sebagai gerakan kolonial atau memandang Israel sebagai alat Imperialisme Barat. Dalam perhitungan strategi politik dan keamanan, mereka juga merasa khawatir dengan kemungkinan aksi serangan Israel ke daerah-daerah perbatasan. Dalam perkembangannya sikap negara-negara Timur Tengah terhadap negara Israel ada

(6)

Abstrack

Tomy Eko Setiawan. English’s Rule Toward The Formation of Israel Country in Palestina Land at 1920-1948. Thesis, Surakarta: Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, October 2009.

The aim of this research is to describe: (1) the development of Jewish’s nationalism, (2) the efforts done by English in assisting the formation of Israel country in the year of 1920-1948, (3) the reaction of Arabian Palestina after the establishment of Israel country, (4) the attitude of Middle East country toward the formation of Israel country.

This research uses historical method. Data source used is literature book and newspaper. The technique of data collection is by using library study. Data analysis technique used is historical analysis, that is the analysis giving priority of sharpness in managing a historical data. The research procedure is by employing four-stages activity that are heuristic, critic, interpretation, and historiography.

(7)

MOTTO

Sejarah adalah pembebasan dari kepercayaan yang tidak benar, perjuangan melawan kebodohan dan ketidaktahuan.

(Pramodya Ananta Toer dalam “Anak Semua Bangsa”)

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara

manusia supaya kamu menetapkan dengan adil sesungguhnya Allah memberi pengarahan yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha

Mendengar lagi Maha Melihat”

(8)

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:. 1. Ayah dan Ibu tercinta, yang selalu

mendukungku

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan

Hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan skripsi ini dapat teratasi berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui atas permohonan skripsi ini.

3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan dan ijin atas penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Syaiful Bachri, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Musa Pelu, S.Pd, M.Pd selaku dosen Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial yang secara tulus memberikan ilmu kepada penulis selama ini, mohon maaf atas segala tindakan dan perkataan yang tidak berkenan di hati.

7. Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan selama ini.

8. Teman-teman Sejarah ’05: Masdar, Yudi, Nanang, Wahyu, Gagus, Fuad, Bakat, Arif, Franco, Agus, Anton, Andri, Didik, Kusnandar, Ulis, Ika, Nita, Dina, Elyas, Heru, Riyani, Watik, Novi, Ana, Tumiyati, Atin, Tata, Sinta, Erna, Tami, Titis, Fitria, Devi terima kasih atas persahabatan dan dukungannya selama ini.

(10)

10.Teman-teman pengurus perpustakaan prodi sejarah terima kasih atas persahabatan dan dukungannya selama ini.

11. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas amal baik kepada semua pihak yang telah membantu di dalam menyelesaikan skripsi ini dengan mendapatkan pahala yang setimpal.

Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, Oktober 2009

(11)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengajuan... ii

Halaman Persetujuan... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Abstrak...….. ... v

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR LAMPIRAN………. xiii

DAFTAR TABEL... xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II. LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ... 12

1. Nasionalisme ... 12

2. Konflik ... 20

3. Negara ... 28

4. Primordial... 34

B. Kerangka Berfikir ... 38

BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

B. Metode Penelitian ... 41

C. Sumber Data ... 43

(12)

E. Teknik Analisis Data ... 46

F. Prosedur Penelitian ... 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perkembangan Nasionalisme Bangsa Yahudi... 50

1. Sejarah Singkat Bangsa Yahudi... 50

2. Latar Belakang Nasionalisme Yahudi... 55

a). Perasaan Superioritas ……... 55

b). Gerakan Anti Semitisme………... 56

3. Zionisme Sebagai Wujud Nasionalisme Bangsa Yahudi. 61

B. Usaha-Usaha Yang Dijalankan Inggris Dalam Membantu Pembentukan Negara Israel Tahun 1920-1948 ...……… 66

1. Pada Awal Mandat Sampai Tahun 1939 ……...…… 67

2. Pada Masa Perang Dunia II ………... 80

3. Pada Pasca Perang Dunia II……….. ... 83

a). Komisi Penyelidikan Inggris-Amerika Serikat …… 83

b). Masalah Palestina Dalam PBB Dan Berdirinya Negara Israel ………...…... 85

C. Reaksi Bangsa Arab Palestina Setelah Berdirinya Negara Israel... 91

1. Bangsa Arab Palestina Kehilangan Palestina…….……… 91

2. Nasionalisme Palestina Hidup Kembali……….... 95

D. Sikap Negara-Negara Timur Tengah Terhadap Pembentukan Negara Israel …… ... 101

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 110

B. Implikasi... 114

C. Saran... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Pembagian Misi Peel tahun 1937 ... 122

Lampiran 2. Peta Pembagian Grandy Morrisan tahun 1946... 123

Lampiran 3. Peta Pembagian Palestina pada 29 November 1947... 124

Lampiran 4. Kamp Pengungsi Palestina di Israel dan Yordania... 125

Lampiran 5. Kamp Pengungsi Palestina di Suriah dan Libanon... 126

Lampiran 6. Deklarasi Balfour 1917... 127

Lampiran 7. Resolusi Majelis Umum PBB Tentang Palestina 29 November 1947 (Resolusi Pembagian)... 128

Lampiran 8. Bendera Israel... 130

Lampiran 9. Foto tokoh Gerakan Zionisme dan Perdana menteri Inggris tahun 1917... 131

Lampiran 10. Foto Presiden dan Perdana Menteri Pertama Israel... 132

Lampiran 11. Lambang Organisasi Perlawanan Palestina ... 133

Lampiran 12. Jurnal Asing (The Collusion that Never Was: King Abadallah, the Jewish Agency and the Partition of Palestina) ... 134

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Perpindahan orang Yahudi ke Palestina antara tahun

1920- 1928...70 Tabel 2 : Perpindahan orang Yahudi ke Palestina antara tahun

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Timur Tengah adalah terjemahan dari “Middle East”, suatu istilah yang sejak Perang Dunia II digunakan oleh orang-orang Inggris dan Amerika Serikat untuk menyebut kawasan yang sebagian besar terletak di Asia Barat dan Afrika Timur Laut. Istilah ini berasal dari perluasan wilayah komando militer Inggris, yang mula-mula mencakup negara-negara di sebelah Timur Terusan Suez. Dalam perang itu istilah tersebut menjadi lazim menggantikan istilah-istilah yang lebih tua seperti “Near East” dan “Levant” (Kirdi Dipoyudo, 1981: 4).

Timur Tengah adalah sebuah wilayah yang secara politis dan budaya merupakan bagian dari benua Asia atau Afrika-Eurasia. Pusat dari wilayah ini adalah daratan di antara Laut Mediterania dan Teluk Persia serta wilayah yang memanjang dari Anatolia, Jazirah Arab dan Semenanjung Sinai. Area Timur Tengah juga meliputi wilayah dari Afrika Utara di sebelah barat sampai dengan

Pakistan di sebelah timur dan Kaukasus atau Asia Tengah di sebelah utara. Media massa dan beberapa organisasi internasional seperti PBB umumnya menganggap wilayah Timur Tengah adalah wilayah Asia Barat Daya (termasuk Siprus dan

Iran) ditambah dengan Mesir (http://id.wikipedia.org/2009/04/28).

Timur Tengah dapat dibagi menjadi dua yaitu Dunia Arab dan Dunia non Arab. Yang pertama terdiri atas 21 negara yang bersama-sama meliputi wilayah seluas 13.398.134 km2. Kedua terdiri atas Iran, Turki, Siprus dan Israel yang wilayahnya seluas 2.457.403 km2 (Kirdi Dipoyudo, 1981 : 5). Menurut World Factbook, Amerika Serikat Central Intelligence Agency (CIA), tahun 2008 total jumlah penduduk Timur Tengah adalah 354.499.056 penduduk (http://en.wikipedia.org/2009/04/28).

(16)

kawasan itu menguasai jalan masuk ketiga benua itu. Timur Tengah berbatasan dengan Laut Tengah, Laut Merah, Laut Hitam, Laut Kaspi, Teluk Parsi dan Samudra Hindia. Baik lewat daratan maupun perairan kawasan itu memandang ke banyak penjuru dan sejak fajar sejarah keunikan geostrateginya itu diakui oleh negara-negara besar.

Arti Timur Tengah itu menjadi jauh lebih besar dengan penemuan minyak dalam jumlah yang luar biasa. Seperti diketahui minyak adalah bahan bakar utama dan bahan mentah yang paling diperlukan dalam peradapan industrial kontemporer. Terlepas dari faktor-faktor lain, hal itu cukup untuk menjadikan Timur Tengah kawasan yang paling penting di dunia. Dengan demikian Timur Tengah mempunyai potensi ekonomi dan politik yang besar (Kirdi Dipoyudo, 1981: 8).

Kawasan Timur Tengah sejak lama menjadi fokus perhatian dunia. Beberapa kejadian di Timur Tengah, mulai dari konflik dalam suatu negara, konflik antar negara di kawasan, sampai konflik yang melibatkan negara-negara luar yang mempunyai kepentingan di kawasan, menjadikan setiap persoalan yang muncul di kawasan itu sebagai isu internasional.

Masalah Palestina merupakan isu yang paling lama di Timur Tengah. Masalah Palestina yang merupakan inti dan dasar sengketa Arab Israel adalah sengketa atas tanah Palestina antara penduduk Arab Palestina dan penduduk Yahudi, yang keduanya merasa berhak atas negeri itu dan berusaha untuk menguasainya dan mengembangkan kehidupan nasionalnya. Dengan demikian kedua masyarakat nasional itu berhadapan satu sama lain sebagai lawan. Yang pertama mendapat dukungan dan bantuan dari negara-negara Arab, yang kedua dari gerakan Zionis sedunia dan beberapa negara terutama Inggris dan Amerika Serikat.

(17)

bahwa bangsa Yahudi mempunyai suatu ikatan historis dengan Palestina dan atas perhitungan bahwa kedua masyarakat nasional itu akan dapat hidup berdampingan secara damai dan bekerja sama untuk membangun negeri itu (Kirdi Dipoyudo, 1982: 116-117).

Sejak pertengahan abad ke 16 Inggris menaruh perhatian besar terhadap Palestina dan negeri-negeri Arab lain sekitarnya. Pada masa itu negeri-negeri itu berada di bawah kekuasan Turki Ottoman. Inggris menempuh politik membiarkan terus berlangsungnya kekuasaan Ottoman atas Palestina dan bahkan mempertahankannya, sampai tiba suatu saat yang dipandangnya tepat untuk mengakhiri sama sekali. Berdasarkan strategi politik, militer dan ekonomi, Inggris merencanakan pemisahan Palestina di kemudian hari dan menempatkannya di bawah kekuasan imperium Britania Raya. Inggris memberi perhatian besar kepada Dunia Arab karena kedudukan negeri itu sangat strategis, sehingga dapat menguasai kontrol atas tiga benua yang ada di sekelilingnya, yaitu Eropa, Asia dan Afrika (Muhammad Tohir, 1980: 39-40).

Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 bangsa-bangsa barat, terutama Inggris dan Perancis berhasil menanamkan pengaruhnya di Timur Tengah. Orang Inggris membanggakan dirinya sebagai pembebas bangsa-bangsa dari penjajahan Turki, tetapi bangsa Arab menganggap Inggris dan Perancis sebagai bangsa Turki (penjajah) baru. Munculnya nasionalisme Arab ditujukan untuk melawan Inggris dan Perancis (G Moejanto, 1957: 1).

(18)

menganggap Palestina adalah negeri leluhur bangsa Yahudi dan tempat kelahirannya dalam arti bahwa di negeri itu bangsa Yahudi membentuk identitas spiritual, religius, dan nasionalnya (Kirdi Dipoyudo, 1982: 98).

Pada tahun 1903, penganiayaan besar-besaran terhadap orang Yahudi terjadi di Kishinev dan di Gomel Rusia. Membuat masalah Yahudi menjadi lebih parah daripada sebelumnya. Herzl berunding dengan pemerintah Inggris dan memperoleh tawaran Uganda sebagai wilayah mereka. Tawaran tersebut ditolak dalam konggres ketujuh organisme zionisme dunia (1904) yang tidak menginginkan alternatif lain kecuali Palestina (George Lenczowski, 1992: 235)

Pada tahun 1908 di negeri-negeri Arab timbul gerakan kebangsaan untuk mendirikan pemerintahan sendiri. Di dalam konferensi Nasional Arab yang pertama di Paris pada tahun 1913, antara lain diputuskan untuk mengajukan keinginan-keinginan bangsa Arab ini kepada pemerintah Turki. Tuntutan nasional ini ditentang oleh kaum reaksioner Turki yang tergabung dalam partai Al-Ittihad wal-Traqqi yang pada waktu itu memegang kendali pemerintahan (M.Nur El Ibrahimy, 1955: 5).

(19)

sedangkan Palestina dijadikan daerah internasional, dengan ketentuan bahwa pelabuhan Heifa dan Akka menjadi kepunyaan Inggris. Bahwa isi dari perjanjian Sykes-Picot ini bertentangan sama sekali dengan persetujuan yang telah tercapai antara Syarif Husein dan Sir Henry Mc Mahon raja muda Inggris di Mesir (M.Nur El Ibrahimy, 1955: 7).

Perang Dunia I sudah berjalan dua setengah tahun namun Jerman dan Turki belum dapat dikalahkan oleh Sekutu, Inggris berusaha membujuk Amerika Serikat untuk terjun ke dalam kancah perang. Inggris mengetahui bahwa Amerika Serikat sangat dipengaruhi oleh anasir Yahudi. Inggris juga mengetahui bahwa kaum Yahudi dengan gerakan Zionismenya mempunyai keinginan di Palestina.

Untuk memikat hati bangsa Yahudi, pada tanggal 2 November 1917 Inggris mengeluarkan Deklarsi Balfaur (Balfour Deklaration) yang diprakarsai oleh menteri luar negeri Inggris, Sir Arthur Balfour yang simpati terhadap kaum Zionis. Didalam deklarasi itu pemerintah Inggris berjanji akan mendirikan kediaman nasional “ a national home” untuk bangsa Yahudi di Palestina. Janji ini pulalah yang menjadi dasar pergerakan Zionis sedunia, yang bermaksud mendirikan negara Yahudi merdeka di Palestina (Husein Yahya, 1950: 8).

Pasca Perang Dunia I, Inggris berhasil menguasai Palestina dengan mudah. Orang-orang Yahudi mendominasi pemerintahan di Inggris kemudian mendukung gagasan Theodore Herzl. Pada tanggal 24 April 1920 konferensi perdamaian berlangsung di Sam Remo. Para negarawan dari Eropa menandatangani perjanjian tentang mandat. Dewan tertinggi sekutu memberikan mandat atas Palestina kepada Inggris. Untuk menjalankan pemerintahan mandat, pemerintah Inggris mengangkat Sir Hebert Samuel seorang Yahudi Inggris menjadi komisaris tinggi Inggris yang pertama di Palestina. Pada 24 Juli 1922 Inggris secara formal dinyatakan sebagai penguasa mandat yang sah oleh Liga Bangsa-Bangsa.

(20)

tahun pertama (1920-1929) jaringan imigran Yahudi ke Palestina, menurut angka resmi berjumlah 77.063 (M Riza Sihbudi dan Achmad Hadi, 1992: 54).

Herbert Samuel bekerja sekuat tenaga untuk menarik simpati dan minat orang-orang Yahudi agar berhijrah ke negeri Palestina. Samuel telah menggunakan pemerintahan Inggris yang ada di dalam kekuasaannya untuk memberi segala kemudahan, dispensasi dan kesempatan-kesempatan hidup terhadap para imigran Yahudi itu. Didirikanlah perumahan-perumahan dan pabrik-pabrik untuk mereka dan berlatih menggunakan senjata-senjata modern (Ahmad Shalaby, 1991: 84).

Sebagai pejabat tinggi, Herbert Samuel memberlakukan kebijakan agar petani meminjam uang dari rentenir untuk modal tanaman mereka. Setelah panen Samuel melarang menjual hasil panennya ke orang lain. Sehingga harga panen hancur dan para petani kecil tidak bisa membayar hutangnya, kemudian semua hasil panennya disita dan akhirnya tanahnya dijual untuk membayar hutang-hutangnya menurut cara-cara Yahudi. Setelah Herbert Samuel menjatuhkan mental orang-orang Arab Palestina dan merampas tanah-tanah mereka, mulailah hasil orang Yahudi berkembang dan memperkuat ekonomi Palestina. Hal ini terjadi berkat berlakunya undang-undang Palestina ketiga belas khususnya bagi para pejabat tinggi untuk memiliki atau menyewakan tanahnya kepada siapa saja yang mau (Ismail Yaghi, 2001: 76).

(21)

Pada tahun 1931, Dunia Islam mulai menaruh konsentrasi terhadap masalah Palestina, hingga digelarlah Konferensi Umat Islam di Yerusalem. Konferensi Umat Islam ini terhitung sebagai langkah maju, meskipun pada saat itu keberuntungan belum memihak muslim. Negara mereka juga dalam cengkraman Inggris. Berbagai putusan hasil konferensi pun tidak dapat diimplementasikan karena Inggris selalu memberi tekanan. Pada tahun 1932, muslim Palestina berhasil mendirikan Partai Kemerdekaan. Tetapi akibat tekanan Inggris, partai ini tidak dapat bertahan lebih dari setahun (Abu Bakar, 2008: 244)

Pada tahun 1935 partai-partai politik Palestina dengan maksud untuk membulatkan perjuangan nasional telah bergabung dalam suatu front yaitu Panitia Arab Tertinggi. Pada tanggal 26 November 1935, panitia ini mengajukan suatu nota tentang masalah zionisme kepada pemerintah Inggris, berisi tuntutan-tuntutan diantaranya membentuk suatu pemerintahan nasional, menghentikan pemindahan kaum Yahudi ke Palestina, melarang penjualan tanah pada Yahudi. Tetapi tuntutan itu tidak disetujui oleh pemerintah Inggris.

Pada tahun 1936 muncul kembali suatu pemberontakan antar rakyat dengan alat-alat kekuasaan negara, terjadi bentrokan dan perkelahian yang banyak memakan korban. Setelah enam bulan pemberontakan berlangsung dengan sengitnya akan tetapi belum dapat dipadamkan oleh Inggris meskipun mempergunakan cara-cara kekejaman yang luar biasa. Kekerasan tidak membawa hasil, Inggris berusaha meredam suasana dengan cara yang lain. Pada tanggal 27 Agustus 1936 pemerintah Inggris mengirim suatu misi ke Palestina yang terkenal dengan Misi Peel. Setelah mengadakan peninjauan beberapa bulan di Palestina, misi ini menyampaikan laporannya kepada pemerintah Inggris. Misi Pell ini mengusulkan supaya pembagian wilayah Palestina harus dibagi ke dalam negara Arab, negara Yahudi dan daerah netral di sekitar Yerusalem, Nazaret dan Bethlehem yang berada di bawah pengawasan Inggris. Usulan Misi Pell itu ditolak oleh penduduk Arab dan negara-negara Arab.

(22)

yang akan mendapatkan kemerdekaannya dalam waktu 10 tahun serta menentukan segera dimulainya pembentukan suatu majelis legislatif, pembatasan imigrasi orang-orang Yahudi penetapan peraturan-peraturan yang melarang penjualan tanah-tanah rakyat Palestina kepada pendatang-pendatang Yahudi di beberapa daerah Palestina. Buku putih diterima bangsa Arab dengan perasaan curiga, sedangkan bangsa Yahudi menolak keras Buku Putih Inggris itu.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Presiden Truman (Amerika Serikat) mengumumkan suatu keterangan bahwa negerinya menginginkan pemindahan sebanyak mungkin orang-orang Yahudi ke Palestina dan menginginkan pula pembangunan suatu negara Yahudi di Palestina. Keterangan Truman ini sangatlah melukai hati bangsa Arab. Pada tanggal 31 Agustus 1945 Presiden Truman mengajukan permintaan kepada perdana menteri Inggris Atlee, untuk memasukan 100.000 pelarian Yahudi ke Palestina. Didalam jawabannya kepada Truman, Atlee menganjurkan supaya dibentuk panitia bersama Inggris-Amerika untuk menyelidiki masalah Yahudi (M.Nur El Ibrahimy, 1955: 25-26).

Pada tahun 1946 timbul kerusuhan Arab dan Yahudi lagi. Pada tanggal 2 April 1947 Inggris secara resmi meminta kepada sekretariat sidang umum PBB supaya mencantumkan soal Palestina, dalam agendanya Inggris memutuskan untuk melepas mandatnya. Dengan demikian, Inggris dengan bantuan Amerika Serikat telah memainkan peranannya sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh gerakan Zionisme (H. Chefik Chehab, 1980: 14).

(23)

Gaza serta meletakkan Yeruzalem karena menjadi tanah suci bagi tiga agama, sebagai zona internasional yang dikenal juga dengan istilah Corpus Separatum. Pada 29 November 1947 Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi No. 181 (Abu Bakar, 2008: 251-252). Resolusi No. 181 tersebut menegaskan pembagian tanah Palestina menjadi dua, yaitu untuk Yahudi dan Arab, serta memberi jangka waktu kekuasaan pemerintahan protektorat Inggris di tanah Palestina sampai bulan Agustus 1948. Perlu ditegaskan, bahwa badan investigasi internasional untuk masalah Palestina tidak pernah mengakomodasi aspirasi bangsa Palestina. Pada batasan inilah, PBB telah menzalimi Palestina, dan tidak lebih dari alat Amerika Serikat untuk mendukung Zionisme Herzl (Abu Bakar, 2008: 252).

Pada tanggal 14 Mei 1948 penguasa Inggris secara resmi menanggalkan mandatnya atas tanah Palestina. Pada hari yang sama Dewan Nasional Yahudi di Tel Aviv memproklamirkan terbentuknya negara Israel dengan Chaim Weizman sebagai presiden dan David Gurion sebagai perdana menteri, dengan berpijak pada legitimasi resolusi No. 181 pada 29 November 1947. Beberapa jam kemudian negara baru itu diakui secara de facto oleh Amerika Serikat dan kemudian diikuti oleh Uni Soviet. Dengan pengakuan negara besar ini negara Israel mempunyai kedudukan yang kuat dalam dunia internasional. Selanjutnya negara baru Israel tersebut berhasil masuk menjadi anggota penuh PBB. Adapun politik Uni Soviet mengakui kemerdekaan Palestina adalah dengan jatuhnya Palestina dalam kekuasaan Yahudi, Soviet hendak mencoba mempergunakannya sebagai batu loncatan ke daerah-daerah pedalaman Timur Tengah yang lain, yang kaya dengan minyak ataupun dengan tempat-tempat yang strategis (M.Nur El Ibrahimy, 1955: 33).

(24)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain :

1. Bagaimana perkembangan nasionalisme bangsa Yahudi?

2. Bagaimana usaha-usaha yang dijalankan Inggris dalam membantu pembentukan negara Israel tahun 1920-1948?

3. Bagaimana reaksi bangsa Arab Palestina setelah berdirinya negara Israel?

4. Bagaimana sikap negara-negara Timur Tengah terhadap pembentukan negara Israel?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan perumusan masalah di atas, yaitu untuk mengetahui :

1. Perkembangan nasionalisme bangsa Yahudi.

2. Usaha-usaha yang dijalankan Inggris dalam membantu pembentukan negara Israel tahun 1920-1948.

3. Reaksi bangsa Arab Palestina setelah berdirinya negara Israel.

4. Sikap negara-negara Timur Tengah terhadap pembentukan negara Israel.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(25)

b. Penulisan ilmiah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman secara obyektif Peranan Inggris Dalam Pembentukan Negara Israel di Tanah Palestina Tahun 1920 - 1948.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Kependidikan Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kerangka Teori

1. Nasionalisme

a. Pengertian Nasionalisme

Nasionalisme berasal dari kata nation (Inggris) atau natie (Belanda), yang berarti bangsa (Leo Agung S, 2002: 31). Miriam Budiardjo (2004: 44) menyatakan nasionalisme merupakan suatu perasaaan subyektif pada sekelompok manusia bahwa mereka merupakan satu bangsa dan cita-cita serta aspirasi mereka bersama hanya dapat tercapai jika mereka tergabung dalam satu negara atau nasion.

Menurut L. Stoddard (1966: 137) bahwa nasionalisme adalah suatu kepercayaan, yang dianut oleh sejumlah besar manusia perorangan sehingga mereka membentuk suatu ”kebangsaan”. Pada tingkat terakhir, nasionalisme adalah sesuatu di atas segalanya yang menjelmakan dirinya dalam suatu sintese yang baru dan lebih tinggi.

Menurut Anthony D. Smith (2003: 11) bahwa nasionalisme sebagai suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, kesatuan dan identitas bagi suatu populasi, yang sejumlah anggotanya bertekad untuk membentuk suatu bangsa yang aktual atau negara yang potensial.

Isjwara (1982: 126-127) mendefinisikan nasionalisme sebagai rasa kesadaran yang kuat yang berlandaskan atas kesabaran akan pengorbanan yang pernah diderita bersama dalam sejarah dan atas kemauan menderita hal-hal serupa itu di masa depan.

(27)

ialah kesetiaan dari setiap individu atau bangsa ditujukan kepada kepribadian bangsa.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1989: 610) yang dimaksud nasionalisme adalah keanggotaan dalam satu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa itu “semangat kebangsaaan”.

Hans Kohn (1984: 11-12) mengatakan bahwa yang dimaksud nasionalisme adalah suatu faham yang berpendapat bahwa kesetian tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita dan satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik dan bahwa bangsa merupakan sumber dari semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi.

Menurut Boyd C. Shafer yang dikuti oleh Sutarjo Adisusilo (2006: 41) nasionalime antara lain dimengerti sebagai berikut: (1) nasionalisme adalah rasa cinta pada tanah air, ras, bahasa atau sejarah budaya bersama; (2) nasionalisme adalah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise bangsa; (3) nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri; (4) nasionalisme adalah doktrin yang menyatakan bahwa bangsa sendirilah yang harus Dominan di antara bangsa-bangsa lain harus bertindak agressif.

Fukuyama (1988: 15) mendefinisikan nasionalisme menurut pengertian yang sesungguhnya tidak hanya memperluas pengakuan atas para anggota dari suatu kelompok bangsa atau etnik tertentu. Sikap ini tercakup dengan lebih tepat menuntut pengakuan hanya atas para anggota perorangan dari suatu kelompok bangsa atau etnik tertentu. Yang dituntut adalah pengakuan atas bangsa secara keseluruhan, yang berarti memperoleh tanda umum kebangsaan : status hukum sebagai sebuah negara merdeka (sebanding dengan status hukum kewarganegaraan secara individu) dan penerimaan sebagai anggota yang sederajad ”keluarga bangsa-bangsa”.

(28)

kepercayaan yang dianut sejumlah besar manusia perorangan yang harus diserahkan kepada kebangsaan berlandaskan atas kesabaran akan pengorbanan yang pernah diderita bersama dalam sejarah dan atas kemauan menderita hal-hal serupa itu di masa depan.

b. Faktor Penyebab Munculnya Nasionalisme

Munculnya nasionalisme disebabkan oleh berbagai faktor, yang antara bangsa satu dengan bangsa yang lain, antara jaman yang satu dengan jaman yang lain dapat berbeda. Menurut Carlton J.H. Hayes menyebutkan bahwa ada faktor-faktor obyektif seperti faktor-faktor politik (penjajahan), faktor-faktor sosial, faktor-faktor ekonomi, faktor budaya dll. Serta faktor subyektif seperti dogma dan ide pemikiran (Sutarjo Adisusilo (2006 :1).

Menurut Boyd C. Shafer yang dikutip oleh Sutarjo Adisusilo (2006: 41) bahwa nasionalisme mangandung aspek subyektif dan aspek obyektif. Aspek subyektif nasionalisme dapat muncul dari rasa cinta tanah air dan keinginan untuk merdeka serta dogma dan doktrin yang diajarkan oleh seseorang atau lembaga tertentu. Nasionalisme juga mengandung aspek obyektif, yaitu aspek obyektif yang ikut berperan dalam menimbulkan nasionalisme, yang dirasakan sama oleh seluruh bangsa seperti kondisi politik (penjajahan), kondisi kultural (bahasa dan sejarah budaya), kondisi fisis (tanah air dan ras). Baik unsur subyektif maupun obyektif tersebut akan memberi warna khusus terhadap nasionalisme suatu bangsa.

(29)

dulu sampai sekarang adalah memelihara, melestarikan dan memajukan identitas, integritas serta ketangguhan bangsa tersebut.

Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda. Tetapi baru pada akhir abad kedelapan belas Masehi nasionalisme dalam arti kata modern menjadi suatu perasaan yang diakui secara umum (Hans Kohn, 1984: 1). Lahirnya paham nasionalisme ini diikuti dengan terbentuknya negara-negara kebangsaan. Pada mulanya terbentuknya negara kebangsaan dilatar belakangi oleh faktor-faktor obyektif seperti: persamaan keturunan, persamaan bahasa dan daerah budaya, kesatuan politik, adat istiadat dan tradisi atau juga karena persamaan agama. Kebangsaan yang dibentuk atas dasar paham nasionalisme lebih menekankan kemauan untuk hidup bersama dalam negara kebangsaan (Leo Agung S, 2002: 32). Dengan demikian nasionalisme telah ada sepanjang sejarah, dengan bentuk yang berbeda.

Nasionalisme muncul dibelahan dunia. Akan tetapi, faktor penyebab timbulnya nasionalisme di setiap benua berbeda.

Nasionalisme Eropa muncul disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Munculnya nasionalisme Eropa didahului dengan lahirnya liberalisme dan kapitalisme. Lahirnya liberalisme dan kapitalisme karena pengaruh Revolusi Industri dan Revolusi Perancis. Dengan demikian timbulnya nasionalisme di Eropa karena pengaruh Revolusi Industri dan Revolusi perancis (Leo Agung S, 2002: 32).

2. Nasionalisme juga disebabkan suatu gerakan politik untuk membatasi kekuasaan pemerintah dan menjamin hak-hak warga negara. Gerakan politik ini juga dimaksudkan untuk membina masyarakat sipil yang liberal dan rasional (Cahyo Budi Utomo, 1995: 18)

(30)

1. Kenangan kejayaan masa lampau

Sebelum datangan imperialisme barat, bangsa-bangsa Asia pada umumnya memiliki negara kebangsaan jaya dan berdaulat. Misalnya Indonesia, masa Sriwijaya dan Majapahit, India masa Ashoka dan sebagainya. Kejayaan itu menimbulkan kenangan akan masa lampau, sehingga mereka selalu mengadakan perlawanan terhadap kepada penjajahan.

2. Adanya penderitaan akibat imperialisme dan kolonialisme

Adanya imperialisme mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan bangsa-bangsa terjajah. Hal inilah yang menimbulkan perlawanan nasional.

3. Kemajuan di bidang politik,ekonomi dan budaya

Nasionalisme suatu bangsa dapat juga muncul karena perkembangan beberapa aspek kehidupan, seperti:

a. Aspek politik

Nasionalisme bersifat menumbangkan dominasi politik imperialisme dan bertujuan menghapus pemerintah kolonial.

b. Aspek Sosial Ekonomi

Nasionalisme bersifat menghilangkan kesenjangan sosial yang diciptakan oleh pemerintah kolonial dan bertujuan menghentikan eksploitasi ekonomi.

c. Aspek Budaya

Nasionalisme bersifat menghilangkan pengaruh kebudayaan asing yang buruk dan bertujuan menghidupkan kebudayaan yang mencerminkan harga diri bangsa setara dengan bangsa lain (http://www.e-dukasi.net/2009/05/30).

4. Timbulnya golongan terpelajar

Golongan cendekiawan muncul di mana-mana akibat perkembangan dan peningkatan pendidikan.

5. Kemenangan Jepang atas Rusia

(31)

Hal diatas tidak lepas dari pentingnya nasionalisme sebagai menifestasi kesadaran nasional mengandung cita-cita yang merupakan ilham yang mendorong dan merangsang sesuatu bangsa. Hertz menyebutkan empat macam cita-cita nasionalisme, yaitu :

1) Perjuangan untuk mewujudkan persatuan nasional yang meliputi persatuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, keagamaan, kebudayaan dan persekutuan serta adanya solidaritas.

2) Perjuangan untuk mewujudkan kebebasan nasional yang meliputi kebebasan dari penguasaan asing atau campur tangan dunia luar dan kebabasan dari kekuatan-kekuatan intern yang tidak bersifat nasional atau yang hendak menyampingkan bangsa dan negara.

3) Perjuangan untuk mewujudkan kesendirian (separatenses), pembedaaan (distictivenses), individualitas, keaslian (orginality) atau keistimewaan. 4) Perjuangan untuk mewujudkan perbedaaan di antara bangsa-bangsa, yang

meliputi perjuangan untuk memperoleh kehormatan, kewibawaan, gengsi dan pengaruh (Isjwara, 1982: 127).

Semangat nasionalisme orang-orang Yahudi muncul, disebabkan karena orang-orang Yahudi yang tersebar di seluruh dunia ingin kembali ke tanah leluhur mereka yaitu tanah Palestina yang telah dijanjikan Tuhan dan tempat kelahirannya (kondisi fisis), spiritual, religius, dan nasionalnya (kondisi kultural). Munculnya nasionalisme bangsa Yahudi juga didorong adanya paham Antisemitisme (anti bangsa Yahudi) yang tumbuh di Eropa sehingga menimbulkan pengusiran terhadap kaum Yahudi dan perasaan Superioritas dari bangsa Yahudi (merasa unggul dibandingkan bangsa lain) (kondisi politik).

c. Nasionalisme Bangsa Yahudi

(32)

Yahudi yang berprofesi sebagai responden pada harian Nimsawiya di Wina (Austria). Ia menuntut bagi “bangsa tanpa tanah air” suatu “tanah air tanpa bangsa”. Kaum Hoveve Zion (pecinta zion) menunut kembalinya bangsa Yahudi ke tanah nenek moyangnya di Palestina dan peritis-perintis pertama telah berangkat ke negeri itu untuk menempati kembali tanah airnya. Zion yang terkenal dalam sejarah menjadi tujuan nasionalisme bangsa Yahudi modern (Hans Kohn, 1984: 97).

Zion adalah sebuah kata sinonim untuk nama kota suci Yeruzalem. Zion adalah istilah bahasa Inggris yang barasal dari bahasa latin “sion”, terambil dari bahasa Ibrani, yaitu ”tyson”. Sementara “tyson” memiliki konotasi makna bukit suci di Yerusalem. Menurut kepercayaan bangsa Israel Yahudi, bukit suci Zion adalah tempat tinggal sesembahan mereka, tuhan Yahweh di muka bumi. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam perjanjian lama (Abu Bakar, 2008: 212).

Pada tanggal 29 Agustus 1897 orang-orang Yahudi menyelenggarakaan konggres zionis yang pertama di Basel (Swiss), di bawah prakarsa Theodore Herzl. Ia berkesimpulan bahwa satu-satunya penyelesaiaan yang memungkinkan kaum Yahudi melakukan praktek-praktek mereka tanpa mendapat reaksi dari negara-negara tempat mereka berdiam ialah bahwa kaum Yahudi harus memiliki suatu daerah tempat tinggal yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sebagai suatu bangsa (Chefik Chehab, 1980: 10). Konggres memutuskan untuk menuntut pembentukan tanah air Yahudi di Palestina, yang dilindungi oleh undang-undang internasional. Palestina ketika itu adalah daerah kekuasaan Turki, penduduknya sebagian terbesar bangsa Arab (Hans Kohn, 1984: 97).

(33)

Dalam Perang Dunia I, dua puluh tahun setelah Konggres pertama, Sir Arthur Balfour menteri luar negeri Inggris, atas nama pemerintah Inggris menjanjikan akan sedapat mungkin mengusahakan pelaksanaan pendirian suatu tanah air di Palestina bagi bangsa Yahudi dengan pengertian bahwa hak-hak sipil dan keagamaan masyarakat-masyarakat bukan Yahudi di Palestina atau hak-hak dan status politik Yahudi di negeri-negeri lain tidak di ganggu. Antara tahun 1919 dan 1933 imigran-imigran Yahudi di Palestina tak banyak. Keadaan ini berubah dalam Perang Dunia II. Paham anti Semitisme Hitler setelah tahun 1933 mengakibatkan banyak orang-orang Yahudi yamg ingin lari ke Palestina. Pembunuhan berjuta-juta orang-orang Yahudi secara besar-besaran oleh kaum Nazi memperkuat nasionalisme Yahudi (Hans Kohn, 1984: 98).

Penghuni-penghuni baru itu berhasil menghidupkan kembali bahasa Ibrani sebagai bahasa nasional, dan meskipun tak ada harapan bangsa Yahudi akan menjadi mayoritas di Palestina, namun kebudayaan Yahudi tumbuh subur dan berkembang. Hal itu di tambah lagi dengan bantuan pemerintahan Inggris sebagai pemegang mandat di Palestina. Pemerintah mandat Inggris mendukung gerakan bangsa Yahudi untuk melakukan imigrasi ke Palestina dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya sangat membantu pihak Yahudi, sehingga membuat rakyat Palestina merasa di rugikan.

(34)

2. Konflik

a. Pengertian Konflik

Istilah konflik berasal dari bahasa latin “conflege” yang berarti “saling memukul”. Konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial di mana dua orang atau kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya (D. Hendro Puspito OC, 1989: 247). Maswadi Rauf (2001: 2) mengemukakan bahwa konflik dapat diartikan sebagai setiap pertentangan atau perbedaan pendapat antara paling tidak dua orang atau kelompok.

Menurut Abu Ahmadi (1975: 93) konflik pada dasarnya adalah usaha yang disengaja untuk menentang, melawan atau memaksa kehendak terhadap orang lain. Namun ada istilah lain yang mempunyai arti atau makna yang sama dengan istilah konflik ialah istilah pertikaian.

Menurut Soerjono Soekanto ( 1990: 98-99) pertentangan atau pertikaian (konflik) adalah suatu proses sosial yang melibatkan individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannnya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan.

Menurut Ramlan Surbakti (1992: 149) konflik mengandung pengertian ”benturan”, seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu dengan kelompok, dan antara individu atau kelompok dengan pemerintah.

(35)

Dari berbagai pendapat tentang pengertian konflik di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu pertentangan, pertikaian, dan perbedaan pendapat antara dua orang atau kelompok tentang tuntutan terhadap suatu nilai tertentu antara pihak-pihak yang sedang berselisih, sehingga menimbulkan usaha untuk menjatuhkan pihak lawan guna mencapai perubahan yang dikehendaki kelompoknya.

Konflik yang terjadi antara bangsa Arab Palestina dengan bangsa Yahudi disebabkan karena adanya keinginan bangsa Yahudi untuk kembali ke tanah Palestina. Bangsa Yahudi menganggap Palestina merupakan tanah leluhur mereka yang telah dijanjikan Tuhan dan tempat kelahirannya dalam arti bahwa di negeri itu bangsa Yahudi membentuk identitas spiritual, religius, dan nasionalnya. Tanah Palestina telah di tempati oleh bangsa Arab Palestina sejak berabad-abad lamanya. Keinginan dari bangsa Yahudi untuk datang dan menetap di tanah Palestina selalu mendapat tentangan keras dari bangsa Arab Palestina, karena bangsa Arab Palestina menganggap bahwa Palestina merupakan tanah air mereka. Konflik antara bangsa Arab Palestina dengan bangsa Yahudi, juga melibatkan negara-negara Arab dan Inggris yang merupakan pemegang mandat di Palestina kala itu. Pemerintahan Inggris membantu dan mendukung gerakan yang dilakukan bangsa Yahudi. Sehingga terjadi konflik antara bangsa Arab Palestina yang mendapat bantuan negara-negara Arab dengan bangsa Yahudi yang mendapat dukungan dari pemerintahan Inggris.

b. Sebab-sebab Timbulnya Konflik

Menurut Soerjono Soekanto (1990: 107-108) yang menunjukkan sebab atau akar dari konflik adalah:

1) Perbedaan antara individu-individu atau kelompok

(36)

2) Perbedaan Kebudayaan

Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan kepribadian tersebut.

3) Perbedaan Kepentingan

Perbedaan kepentingan individu atau antar kelompok baik itu berwujud kepentingan politik, ekonomi, sosial dapat pula menjadi sumber adanya konflik.

4) Perubahan Sosial

Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Karena perubahan ini menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendirian mengenai reorganisasi dari sistem nilai.

Menurut Abu Ahmadi (1975: 93), konflik biasanya ditimbulkan oleh adanya kepentingan yang bertentangan terutama kepentingan ekonomi dan sering juga karena perebutan kekuasaan dan kedudukan.

(37)

c. Bentuk Konflik

Soerjono Soekanto (1990: 111-112) menyebutkan bahwa konflik mempunyai beberapa bentuk khusus, antara lain :

1) Konflik pribadi

Konflik ini berupa pertentangan antar individu yang terjadi dalam suatu hubungan sosial.

2) Konflik rasial

Konflik ini terjadi karena perbedaan pada ciri-ciri fisik, perbedaan kepentingan dan kebudayaan diantara kelompok atau golongan.

3) Konflik antara kelas-kelas sosial

Konflik ini disebabkan oleh perbedaan kepentingan, misalnya perbedaan kepentingan antara majikan dengan buruh.

4) Konflik politik

Konflik ini menyangkut baik antara golongan-golongan dalam suatu masyarakat maupun antara negara-negara yang berdaulat.

5) Konflik yang bersifat internasional

Konflik ini disebabkan perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian merembes ke kedaulatan negara. Mengalah berarti mengurangi kedaulatan negara dan itu berarti kehilangan muka dalam forum internasional.

K. J. Holtsi (1988: 174) menyebutkan ada enam bentuk utama dari konflik, antara lain :

1) Konflik wilayah terbatas di mana terdapat pandangan yang tidak cocok dengan acuan pada pemilikan suatu bagian khusus wilayah atau hak-hak yang dinikmati oleh suatu negara di atau dekat wilayah negara lain.

2) Konflik yang berkaitan dengan komposisi pemerintah. Tipe konflik ini sering mengandung nada tambahan ideologis yang kuat, maksudnya adalah menjatuhkan suatu rezim dan sebagai gantinya mendirikan satu pemerintahan yang cenderung lebih menguntungkan kepentingan pihak yang melakukan intervensi.

(38)

4) Imperialisme regional, di mana suatu pemerintah berusaha untuk menghancurkan kemerdekaan negara lain, biasanya demi suatu kombinasi tujuan ideologi, keamanan dan perdagangan.

5) Konflik pembebasan atau perang revolusioner yang dilakukan satu negara untuk membebaskan “ rakyat negara lain , biasanya karena alasan-alasan etnis atau ideologis.

6) Konflik yang timbul dari tujuan suatu pemerintah untuk mempersatukan suatu negara yang pecah.

Menurut Ramlan Surbakti ( 1992: 243 ) konflik dapat dibedakan menjadi dua yaitu konflik yang berwujud kekerasan dan konflik non kekerasan. Konflik yang mengandung kekerasan biasanya terjadi dalam masyarakat negara yang belum memiliki konsensus bersama tentang dasar, tujuan negara dan lembaga pengatur atau pengendali konflik yang jelas. Pemberontakan, sabotase merupakan contoh konflik yang mengandung tidak kekerasan. Konflik yang terwujud non kekerasan biasanya terjadi pada masyarakat yang telah memiliki dasar tujuan yang jelas sehingga penyelesaian konflik sudah bisa ditangani melalui lembaga yang ada. Konflik non kekerasan biasanya berwujud perbedaan pendapat antar kelompok atau individu dalam rapat, pengajuan petisi kepada pemerintahan, dan Polemik melalui surat kabar.

Konflik antara bangsa Arab Palestina dengan bangsa Yahudi merupakan konflik politik yang berujung pada tindakan kekerasan dalam wujud pemberontakan yang dilakukan oleh bangsa Arab Palestina terhadap bangsa Yahudi yang melakukan imigrasi besar-besaran ke Palestina dan pemerintahan Inggris sebagai pemegang mandat di Palestina yang mendukung gerakan yang dilakukan kaum Yahudi. Pemberontakan yang dilakukan bangsa Arab Palestina dihadapi oleh pemerintah Inggris dengan kekuatan militer sehingga menimbulkan banyak korban jiwa.

d. Cara Penyelesaian konflik

(39)

keputusan, yaitu: (1) Perundingan bilateral dan multilateral di antara berbagai pihak yang terlibat langsung; (2) Mediasi, yaitu campur tangan pihak ketiga dalam proses perundingan; (3) Keputusan, di mana suatu pihak independen memutuskan suatu penyelesaian melalui jenis imbalan tertentu.

Menurut D. Hendropuspito OC (1989: 250-256) cara penyelesaiaan konflik yang lazim dipakai yakni:

1) Konsolidasi

Konsiliasi berasal dari kata latin “conciliation” atau perdamaian yaitu suatu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang berselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk berdamai.

2) Mediasi

Mediasi berasal dari kata latin mediation, yaitu suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan seorang perantara (mediator)

3) Abitrasi

Arbitrasi berarti dari kata latin arbitrium, artinya melalui pengadilan, dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan, Arbitrasi baerbeda dengan konsiliasi dan mediasi.

4) Paksaan (Coerion)

Paksaan ialah suatu cara menelesaikan pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik fisik atau psikologis. Bila paksaan secara psikologis tidak berhasil, dipakailah paksaan fisik. Pihak yang biasa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak merasa yakin menang, bahkan sanggup menghancurkan pihak musuh.

5) Detente

Detente berasal dari kata Perancis yang berarti mengendorkan. Pengertian yang diambil dari dunia diplomasi ini berarti mengurangi hubungan tegangan antara dua pihak yang bertikai.

(40)

konflik, yang berarti semakin tajamnya perbedaan antara pihak-pihak yang berkonflik ; (2) semakin meluasnya konflik, yang berarti semakin banyaknya jumlah peserta masing-masing pihak yang berkonflik yang berakibat konflik semakin mendalam dan meluas, bahkan menimbulkan disintergrasi masyarakat yang dapat menghasilkan dua kelompok masyarakat yang terpisah dan bermusuhan. Ada dua cara penyelesaian konflik yaitu :

1) Secara persuasif, yaitu menggunakan perundingan dan musyawarah untuk mecari titik temu antara pihak-pihak yang berkonflik. Pihak-pihak yang berkonflik melakukan perundingan, baik antara mereka saja maupun manggunakan pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator atau juru damai.

2) Secara koersif, yaitu menggunakan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang terlibat konflik.

(41)

e. Akibat Konflik

Menurut Soerjono Soekanto (1990: 112-113) akibat yang ditimbulkan oleh terjadinya pertentangan atau konflik adalah :

1) Tambahnya solidaritas in-group. Apabila suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, maka solidaritas antara warga-warga kelompok biasanya akan bertambah erat. Mereka bahkan bersedia berkorban demi keutuhan kelompoknya.

2) Apabila pertentangan antara golongan-golongan terjadi dalam satu kelompok tertentu, akibatnya adalah sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya persatuan kelompok tersebut.

3) Perubahan kepribadian para individu. Pertentangan yang berlangsung di dalam kelompok atau antar kelompok selalu ada orang yang menaruh simpati kepada kedua belah pihak. Ada pribadi-pribadi yang tahan menghadapi situasi demikian, akan tetapi banyak pula yang merasa tertekan, sehingga merupakan penyiksaan terhadap mentalnya.

4) Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia. Salah satu bentuk konflik yakni peperangan telah menyebabkan penderitaan yang berat, baik bagi pemenang maupun bagi pihak yang kalah, baik dalam bidang kebendaan maupun bagi jiwa raga manusia.

5) Akomodasi, dominasi dan takluknya salah-satu pihak. Apabila kekuatan fihak-fihak yang bertentangan seimbang maka mungkin timbul akomodasi. Ketidakseimbangan antara kekuatan-kekuatan fihak-fihak yang mengalami bentrok, akan menyebabkan dominasi oleh satu fihak terhadap lawan. Kedudukan fihak yang didominasi tadi adalah sebagai fihak yang takluk terhadap kekuasaan lawannya secara paksa.

(42)

bangsa dan bersifat separatif, konflik juga menghambat persatuan bangsa serta integrasi sosial dan nasional.

Akibat dari konflik bangsa Arab Palestina dengan bangsa Yahudi yang mendapat dukungan dari pemerintah Inggris sebagai pemegang mandat di Palestina yang sering berujung pada peperangan antara kedua belah pihak adalah jatuhnya korban jiwa di kedua belah pihak. Seperti, pada tahun 1929 terjadi perselisihan antara bangsa Arab Palestina dengan bangsa Yahudi di Tembok Ratapan. Dalam kerusuhan tersebut tercatat 133 orang Yahudi tewas dan 339 orang cedera. Sementara di pihak muslim Palestina, tercatat 110 orang tewas dan 232 orang luka-luka. Pada tahun 1948 terjadi perang Arab-Israel (Yahudi) yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa juga membawa penderitaan bagi bangsa Arab Palestina yang mengungsi ke Libanon, Yordania, Syiria dan negara-negara tetangga lainnya. Mereka meninggalkan rumah dan harta benda untuk hidup di kamp-kamp pengungsian. Konflik bangsa Arab Palestina dan bangsa Yahudi masih berlangsung sampai saat ini.

3. Negara

a. Pengertian Negara

Menurut G. Pringgodigdo yang dikutip oleh Kansil CST (1994: 12) negara ialah suatu organisasi kekuasaan atau organisasi kewibawaan yang harus memenuhi unsur-unsur tertentu, yaitu harus ada pemerintahan yang berdaulat, wilayah tertentu dan rakyat, teratur sehingga merupakan suatu nation (bangsa). Sedangkan Mohammad Hatta dkk (1984 : 18) mengemukakan bahwa negara ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggota yang berhubungan erat satu sama lain dan merupakan masyarakat yang organis.

(43)

kewibawaan, daulat, hukum, dan kepemimpinan yang bersifat memakasa sehingga pada akhirnya memperoleh keabsahan dari luar dan dalam; selanjutnya organisasi ini memiliki kewenangan untuk membuat rakyatnya tentram, aman, terkendali di satu pihak dan dipihak lain melayani kesejahteraan dalam rangka mewujudkan cita-cita bersama.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang dikutip oleh Winarno (2006: 35) negara mempunyai dua pengertian sebagai berikut :

a. Negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyatnya.

b. Negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisir di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik, kedaulatan sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.

Menurut Hegel yang dikutip oleh Marsillam Simanjuntak (1997: 168) bahwa negara adalah aktualisasi kehendak dari kesadaran universal, yang ke dalamnya telah bersatu dan menjadi satu, seluruh kehendak masing-masing yang khusus (kesadaran partikular) dari perorangan.

Menurut Miriam Budiardjo (2004: 38-39) Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Menurut Eksiklopedie Britnica yang dikutip oleh Frans S. Fernandes (1988: 7) negara merupakan suatu organisasi sosial politik, atau suatu badan politik atau suatu lembaga pemerintahan.

Menurut Sudarisman Purwokusumo (1950: 6) negara adalah suatu susunan masyarakat yang teratur untuk menyempurnakan masyarakat. Jadi adanya negara, oleh adanya masyarakat dan adanya masyarakat oleh peranan adanya orang. Memang negara bukan hanya menjadi tujuan, melainkan dengan membentuk suatu negara ini akan dipakai sebagai alat (Middel) untuk menyempurnakan hubungan antara individu dan masyarakat

(44)

tujuan-tujuan nasionalnya. Tokoh-tokoh Zionisme ingin mendirikan suatu negara (kediaman nasional “a national home”) buat orang-orang Yahudi yang tersebar di seluruh dunia. Wilayah yang mereka kehendaki adalah tanah Palestina. Di Palestina mereka ingin membentuk negara bagi orang-orang Yahudi yang tersebar diseluruh dunia sebagai tempat mengatur diri dan mempertahankan identitas spiritual, religius, dan nasionalnya.

b. Unsur-unsur Negara

Menurut Miriam Budiardjo (2004: 42-45) negara terdiri dari beberapa unsur yang dapat diperinci sebagai berikut :

1) Wilayah

Setiap negara menduduki tempat tertentu di muka bumi dan mempunyai perbatasan tertentu. Kekuasaan negara mencakup seluruh wilayah, tidak hanya tanah, tetapi laut di sekelilingnya dan angkasa di atasnya.

2) Penduduk

Setiap negara mempunyai penduduk, dan kekuasaan negara menjangkau semua penduduk di dalam wilayahnya. Dalam mempelajari soal penduduk ini, maka perlu diperhatikan faktor-faktor seperti kepadatan penduduk, tingkat pembangunan, tingkat kecerdasan, homogenitas, dan masalah nasionalisme.

3) Pemerintahan

Setiap negara mempunyai suatu organisasi yang berwenang untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk di dalam wilayahnya. Keputuisan-keputusan ini antara lain berbentuk undang-undang dan peraturan-peraturan lain. Dalam hal ini pemerintah bertindak atas nama negara dan menyelenggarakan kekuasaan dalam negara.

4) Kedaulatan

(45)

memaksa semua penduduknya agar mentaati undang-undang serta peraturan-peraturannya (kedaulatan kedalam). Di samping itu negara mempertahankan kemerdekaannya terhadap serangan-serangan dari negara lain dan mempetahankan kedaulatan ke luar. Untuk itu negara menuntut loyalitas dari warga negaranya.

Menurut Inu Kencana Syariie (2003: 10-13) ada empat unsur negara di dunia yang wajib dipenuhi, yaitu sebagai berikut :

1) Adanya wilayah

Wilayah adalah daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi tempat bagi rakyat negara. Wilayah juga menjadi sumber kehidupan rakyat yang dapat dimanfaatkan mulai dari darat, laut dan udara, baik yang sifatnya fisik atau non fisik.

2) Adanya pengakuan

Adanya pengakuan dari dalam dan luar negeri tentang eksisnya suatu negara adalah sangat penting, bagaimana jadinya suatu negara yang sah tidak diakui. Ada dua jenis pengakuan, yaitu dari dalam negeri sendiri dan dari luar negeri.

3) Adanya Pemerintahan

Apabila tidak dibentuk pemerintahan dalam suatu negara maka masyarakat akan seenaknya bertindak tanpa hukum (anarkis). Dalam arti luas pemerintahan adalah eksekutif, legislatif, yudikatif dan lembaga tinggi lainnya, sedangkan dalam arti sempit hanyalah lembaga eksekutif.

4) Adanya rakyat

Rakyat adalah keseluruhan orang-orang baik yang berada di dalam negeri maupun yang ada di luar negeri dan mempunyai hak pilih atau dicabut hak pilihnya untuk waktu tertentu, atau belum mempunyai hak pilih karena persyaratan tertentu.

(46)

negeri itu bangsa Yahudi membentuk identitas spiritual, religius, dan nasionalnya. Suatu negara pastilah mempunyai wilayah yang merupakan tempat tinggal dari manusia warga negara tersebut. Karena tidak bisa tidak setiap negara harus ada wilayahnya. Selanjutnya para tokoh zionisme mendorong orang-orang Yahudi yang melakukan imigrasi besar-besaran ke Palestina, karena negara dibentuk oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan bersama, oleh karenannya dapat dikatakan bahwa tidak ada negara tanpa manusia. Manusia yang merupakan anggota dari suatu negara itulah yang kita sebut dengan penduduk atau lebih tepatnya rakyat atau warga negara.

c. Tujuan Negara

Tujuan negara menurut Charles E. Merriam yang di kutip oleh Isjwara (1982: 174-176) adalah sebagai berikut :

1) Keamanan eksteren

Dengan keamanan eksteren dimaksudkan seluruh tugas-tugas perlindungan negara terhadap serangan-serangan dari luar terhadap kelompok sendiri.

2) Ketertiban intern

Pemeliharaan ketertiban intern dimaksudkan sistim dalam mana dapat diadakan perkiraan-perkiraan yang layak tentang apa yang akan dilakukan dalam bidang sosial dan siapa yang akan melakukannya. Dalam masyarakat yang tertib terdapat pembagian kerja dan tanggung jawab atas pelaksanaan peraturan-peraturan pada segenap funksionaris negara, terdapat pula badan-badan, prosedur-prosedur dan usaha-usaha yang di mengerti oleh seganap warga negara dan dianggap dilaksanakan untuk memajukan kebahagiaan bersama.

3) Keadilan

(47)

perhubungan individu, agar setiap orang memperoleh bagiannya berdasarkan nilai-nilai itu.

4) Kesejahteraan umum

Menurut Charles E. Merriam pengertian kesejahteraan ini meliputi keamanan, ketertiban, keadilan,dan kebebasan. Tetapi lebih daripada itu, kesejahteraan meliputi jaga tugas-tugas preventif seperti pencegahan ancaman-ancaman bahaya alam meliputi juga seperti kelaparan, banjir, kebakaran dan lain-lain.

5) Kebebasan

Yang dimaksud dengan kebebasan ialah kesempatan mengembangkan dengan kebebasan dengan bebas hasrat-hasrat individu akan ekspresi kepribadiannya yang harus disesuaikan dengan gagasan kemakmuran umum. Kebebasan bukan hanya tujuan tersendiri, tetapi juga alat untuk mencapai sesuatu, yaitu kemampuan untuk mengembangkan kepribadian individu.

Menurut CST Kansil (1994: 19-20) ada beberapa tujuan negara, antara lain:

1) Di dalam teori kenegaraan kelompok pertama dari teori mengenai tujuan negara ialah yang menganggap tujuan negara adalah memperoleh, mencapai, mempertahankan kekuasaan orang atau kelompok yang berkuasa. Jadi tujuan negara ialah kekuasaan.

2) Yang kedua ialah kelompok teori-teori yang mengutamakan kemakmuran “negara”, bahwa yang penting adalah negara. Negara itu adalah tujuan sendiri, dan bukan alat untuk mencapai kemakmuran rakyat.

3) Yang ketiga ialah kelompok teori-teori mengutamakan kemakmuran orang seorang (individu). Kebebasan untuk mencapai kemakmuaran ini dijamin dengan undang-undang. Jadi ada kebebasan sepenuhnya untuk mencapai kemakmuran tanpa memperhatikan yang tidak mampu.

(48)

Menurut Philipus, Ng dan Nurul Aini (2004: 301) Tujuan negara yang utama adalah memenuhi kebutuhan yang banyak yang tidak dapat dipenuhi sendiri secara individual. Selain itu, negara juga bertujuan untuk menyelenggarakan hidup yang baik bagi semua warganegaranya.

Dalam Mariam Budiarjo (2004: 45), menurut Roger H. Soltau tujuan negara ialah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya cipta sebebas mungkin. Dan menurut Harold J. Laski tujuan negara menciptakan keadaan di mana rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal.

Pendirian negara Yahudi di Palestina karena ingin menyatukan kembali orang-orang Yahudi yang tersebar di seluruh dunia. Pada akhir abad ke 19 muncul Paham Antisemitisme (anti bangsa Yahudi) khususnya di Eropa. Gerakan Antisemitisme ini mendorong munculnya nasionalisme orang-orang Yahudi untuk kembali ke tanah leluhurnya yaitu tanah Palestina. Gerakan Antisemitisme masyarakat Eropa itu menimbulkan tekanan-tekanan terhadap bangsa Yahudi yang tinggal disana, antara lain : mereka ada yang di buang untuk bisa keluar dari negara, dimasukkan ke penjara, penganiayaan, disita harta bendanya dan bahkan pembunuhan-pembunuhan terhadap orang-orang Yahudi. Sehingga tujuan dari berdirinya negara Yahudi Israel adalah untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan (keamanan, ketertiban, keadilan, dan kebebasan) bagi orang-orang Yahudi yang mendapat perlakuan yang kurang baik di negara-negara yang ditempatinya dulu.

4. Primordial

(49)

bahasa dan adat istiadat. Faktor primordial merupakan identitas yang menyatukan masyarakat sehingga mereka dapat membentuk bangsa- negara.

Menurut Maswadi Rauf (2001: 62), kelompok primordial adalah kelompok yang lebih besar dari keluarga yang lebih kecil dari bangsa yang didasarkan atas ikatan primordial, sedangkan ikatan primordial adalah keterikatan seseorang terhadap kelompoknya yang didasarkan atas nilai-nilai yang given

(yang telah terbentuk dan diterima sebagaimana adanya campur tangan orang bersangkutan) yang di sebabkan hubungan darah dan persamaan dalam hal agama, suku, bahasa, asal daerah dan adat istiadat.

Menurut Clifford Geertz (1992: 79), ikatan primordial dimaksudkan sebagai ikatan yang berasal dari “unsur-unsur bawaan” atau lebih persis lagi, karena kebudayaan tak bisa tidak mencakup soal-soal semacam itu, “unsur-unsur bawaan” yang diandaikan dari kehidupan sosial: hubungan langsung terutama hubungan kekerabatan, namun melampui itu keadaan bawaan yang berasal dari keadaan terlahir ke dalam sebuah komunitas religius tertentu, bertutur dengan sebuah kata tertentu atau bahkan suatu dialek bahasa tertentu dan mengikuti praktek-praktek sosial tertentu. Kesesuaian-kesesuaian darah, tuturan, dan adat-kebiasaan memiliki sesuatu kekuatan yang memaksa. Clifford Geertz (1992: 82) mengelompokkan ikatan primordial menjadi enam, yaitu :

1) Ikatan-ikatan darah yang diterima.

Unsur yang mengidentifikasi adalah kuasi-keluarga. “Kuasi” karena unit-unit kekeluargaan yang terbentuk di sekitar hubungan biologis yang dikenali (keluarga-keluarga yang diperluas, silsilah-silsilah) terlalu kecil bahkan bagi ikatan tradisi yang paling erat untuk memandang unit-unit itu sebagai suatu yang memiliki lebih daripada makna terbatas, dan akibatnya pada sebuah pandangan tentang kekeluargaan yang tak dapat ditelusuri namun masih nyata secara sosiologis, seperti dalam sebuah suku.

2) Ras

(50)

fenotipis, khusus warna kulit, bentuk muka, sosok, jenis rambut dan seterusnya.

3) Bahasa

Bahasa dalam setiap bangsa itu berbeda antara yang satu dengan yang lain. Bahasa dapat dipegang sebagai poros yang sama sekali hakiki bagi konflik-konflik kebangsaan. Seperti kekeluargaan, ras dan faktor-faktor lain,perbedaan bahasa pada sendirinya pasti bersifat memecah belah. 4) Daerah

Merupakan sebuah faktor yang hampir ada dimana-mana, daerah-isme (regionalisme) sebenarnya cenderung sangat mengganggu di dalam daerah-daerah yang secara geografis heterogen.

5) Agama

Agama sebagai pegangan hidup yang selalu dapat dijadikan benteng suatu konflik atau pun sebaliknya dapat juga menjadikan timbulnya konflik. Konflik agama dalam negara dapat menghancurkan atau menghambat jalannya pemerintahan.

6) Adat-istiadat

Perbedaan-perbedaan dalam adat-istiadat membentuk suatu basis untuk sejumlah keterpecahan nasional tertentu dan secara khusus mencolok dalam kasus-kasus di mana sebuah kelompok yang secara intelektual atau secara artistik agak rumit melihat dirinya sebagai pengemban sebuah “peradaban” di tengah-tengah suatu penduduk yang sebagian besar bersifat biadab yang akan menjadikan dirinya sebagai contoh.

(51)

unsur budaya, tetapi agama mempunyai nilai yang berasal dari Tuhan yang tidak dihasilkan dari interaksi sosial.

Menurut Geertz dalam Maswadi Rauf (2001: 62) sifat-sifat alamiah dari ikatan suku atau ras dari sifat-sifat alamiah dari ikatan agama, sebenarnya ada perbedaan antara keduanya dalam hal sumber loyalitas atau kesetiaan. Pada kedua ikatan primordial tersebut membentuk sentimen dan loyalitas primordial yang atas dasar ras atau suku ditimbulkan karena adanya persamaan nilai-nilai budaya. Semua persamaan akan menghasilkan solidaritas yang amat kuat diantara anggota-anggota yang membuat mereka bersedia membela kelompok mereka dengan pengorbanan apapun. Dalam kelompok primordial atas agama , solidaritas ditimbulkan oleh persamaan keimanan kepada Tuhan dan kepercayaan kepada ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh agama. Keyakinan akan kebenaran ajaran agama menghasilkan solidaritas diantara penganut agama bersangkutan yang menimbulkan kerelaan untuk membela agama tersebut dari ancaman kelompok lain dengan pengorbanan apa pun.

Solidaritas dalam kelompok primordial menghasilkan fanatisme kesetiaan yang amat kuat kepada kelompok dan anggota-anggota kelompok serta penghormatan yang tinggi terhadap nilai budaya kelompok. Fanatisme ini memperkuat integrasi kelompok, namun sebaliknya, mempermudah terjadinya konflik dengan orang lain diluar kelompok dengan sepenuh hati, bahkan tanpa menghiraukan keselamatan diri sendiri. Oleh karena itu pengorbanan baik harta atau maupun nyawa, dapat saja terjadi. Itu terjadi dengan kesadaran dan tanpa paksaan.

Gambar

Tabel 2: Perpindahan orang Yahudi ke Palestina antara tahun

Referensi

Dokumen terkait

Paling tidak ia harus sudah bisa memberi tahu kapan akan buang air besar (BAB) atau kecil (BAK) dan mau belajar untuk dapat BAB atau BAK sendiri, dengan cara yang sesuai jenis

Berdasarkan hasil pengujian terhadap performa server dapat disimpulkan dari dua jenis soal yang diujikan bahwa semakin besar pengguna yang mengakses aplilasi maka

Gizi adalah elemen yang terdapat dalam makanan dan dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tubuh seperti halnya karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan

Pada tanggal 22 Juni 2004, PT Bank Pan Indonesia Tbk (BP), pemegang saham, melakukan transaksi penjualan saham Perusahaan melalui PT Bursa Efek Jakarta sebanyak 16.000.000

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR D ETERMINAN D ALAM PENGEMBANGAN PERANGKAT MOD EL PELATIHAN BERBASIS NILAI AGAMA UNTUK MEMBENTUK KARAKTER PEMUD A.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Material Pemotongan material kembali sebelum penjahitan Material tidak sesuai dengan ukuran Ukuran toleransi material untuk penjahitan berlebih Manusia Operator tidak

Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat pengaruh dari kesegeraan feedback bias implisit terhadap stigma ekplisit dan tidak ditemukan korelasi yang

Transaction Systems Transaction Systems Knowledge Workers Knowledge Workers Knowledge Workers Knowledge Workers Culture Culture Culture Culture Deploy Deploy Deploy Deploy