• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reys, Suydam, Lindquist, dan Smith (Runtukahu, 2014: 28) mengatakan bahwa matematika adalah studi tentang pola dan hubungan cara berpikir dengan strategi organisasi, analisis dan sintesis, seni, bahasa, dan alat untuk memecahkan masalah-masalah abstrak dan praktis. Pembelajaran matematika sering dianggap rumit oleh beberapa anak, karena terdiri dari menekankan ketelitian dalam beberapa konsep. Untuk itu harus dilakukan dengan cara merealisasikan objek matematika dan melaksanakan satu pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa (Muzdalipah dan Yulianto, 2015: 63). Menurut Susanto (2013: 183) matematika merupakan ide-ide abstrak berupa simbol-simbol. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan pengetahuan dasar berupa ide-ide abstrak yang meliputi pola dan hubungan cara berpikir dan kemampuan pemecahan masalah yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

Piaget (Santrock, 2009: 55) menjelaskan bahwa peserta didik pada umur 7-11 tahun termasuk dalam tahap operasional konkret. Maksud dari peserta didik termasuk dalam tahap operasional konkret yaitu peserta didik membutuhkan media atau benda yang konkret dengan tujuan mempermudah untuk memperjelas materi yang disampaikan oleh guru. Terutama pada pembelajaran matematika yang memerlukan ketelitian dan penyelesaian masalah, hal tersebut sependapat dengan Siregar (2018: 2) yang menjelaskan bahwa komponen matematika anak usia SD meliputi kemampuan memahami konsep matematika, kemampuan berhitung, dan kemampuan pemecahan masalah. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa peserta didik membutuhkan media pembelajaran untuk memperjelas materi yang disampaikan oleh guru agar materi mudah dipahami oleh peserta didik.

2

Media pembelajaran merupakan sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari pengirim kepada penerima, sehingga dapat merangsang perasaan, pikiran, minat, dan perhatian peserta didik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif (Sukirman, 2012: 29).

Suryani (2018: 2) mengatakan bahwa media pembelajaran adalah perantara informasi yang berasal dari sumber informasi dan akan diterima oleh penerima informasi itu sendiri, informasi yang diterima bisa berupa apapun seperti pendidikan, politik, teknologi maupun berita. Kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan perantara informasi, sehingga dapat merangsang perasaan, pikiran, minat dan dapat berupa pendidikan, politik, teknologi, maupun berita.

Suyadi (2009: 26) menjelaskan bahwa permainan dimaksudkan bukan sebagai mainan semata, melainkan permainan yang dapat menstimulasi minat belajar anak. Pada saat bermain semuanya dirasakan sangat menyenangkan dan menantang, namun mencerdaskan. Semakin tinggi tingkat kesulitan permainan, semakin merasa tertantang; semakin rumit tingkat ketelitian permainan, semakin meninggikan rasa ingin tahu anak. Demikianlah kekuatan besar dari gabungan antara belajar dan permainan. Terdapat berbagai macam permainan yang mampu dilakukan untuk merangsang anak agar anak tersebut bermain sambil belajar, salah satunya yaitu melalui permainan tradisional. Kurniati (2016: 2) mengatakan bahwa permainan tradisonal adalah suatu aktivitas permainan yang tumbuh dan berkembang di daerah tertentu, yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan tata nilai kehidupan masyarakat dan diajarkan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Melalui permainan tradisional, anak mampu belajar dengan cara yang menyenangkan. Peralatan yang diperlukan dalam permainan tradisional juga mampu diperoleh dengan memanfaatkan benda yang ada di sekitar.

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai permainan tradisional sebagai referensi untuk mengajar dalam kelas dan penelitian tersebut berhasil digunakan guru sebagai media atau metode pembelajaran. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Nataliya (2015), penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil bahwa permainan tradisional “congklak” layak digunakan

sebagai media pembelajaran untuk mengajarkan konsep berhitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian kepada peserta didik kelas III SD. Saat ini peneliti sedang melakukan penelitian dengan observasi dan wawancara kepada guru kelas II SD di dua sekolah yang berbeda untuk menganalisis kebutuhan guru.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 9 Agustus 2019 dengan guru kelas II SD yang pertama, dalam kegiatan pembelajaran 10 peserta didik belum fokus terhadap materi yang guru berikan karena terkadang bermain sendiri bahkan mengganggu teman yang berada di dekatnya. Data tersebut diperoleh peneliti saat melakukan kegiatan observasi selama pembelajaran berlangsung. Peneliti juga mendapatkan data bahwa guru kelas II mengalami kesulitan dalam penggunaan media, metode dan proses pembelajaran bagi peserta didik. Guru menjelaskan bahwa merasakan kesulitan dalam mencari referensi baru untuk membantu proses pembelajaran tersebut. Pembelajaran matematika kelas II masih sering menggunakan metode ceramah dan penggunaan media belum begitu diterapkan, hal tersebut membuat peserta didik kurang bersemangat dan memahami materi saat pembelajaran matematika berlangsung. Guru juga menjelaskan bahwa peserta didik kelas II masih lemah dalam memahami materi mengenai mengkonversi satuan berat sehingga menghambat peserta didik untuk mendapatkan nilai terbaik. Menurut penjelasan guru peserta didik kelas II merasa senang saat memainkan permainan tradisional seperti sepakbola, engklek, petak umpet, boiboinan dan kelereng. Di sekolah tersebut menyediakan lapangan yang luas yang mendukung jika para peserta didik ingin bermain. Data tersebut diperoleh peneliti saat melakukan kegiatan wawancara dengan guru.

Observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 15 Januari 2020 di sekolah dasar yang kedua mendapatkan hasil bahwa terdapat 12 peserta didik masih senang berbicara dan bermain dengan teman satu bangku saat pembelajaran berlangsung, sehingga peserta didik tidak memperhatikan penjelasan guru. Pada saat peneliti melakukan observasi, pada jam istirahat peserta didik kelas II sedang memainkan permainan

4

tradisional engklek, petak umpet dan cendak ndondok. Guru mengalami kesulitan mendapatkan referensi untuk pembelajaran matematika. Dengan demikian guru kelas II membutuhkan referensi baru yang mampu mendukung proses kegiatan belajar mengajar supaya tercipta suasana belajar yang menyenangkan dan dapat mempermudah peserta didik dalam memahami materi. Guru menjelaskan bahwa pada pembelajaran berlangsung sering menggunakan metode ceramah, karena kurangnya referensi bagi guru untuk menggunakan media atau metode yang baru. Di sekolah tersebut juga menyediakan lapangan dan itu sangat mendukung jika para peserta didik ingin bermain. Data tersebut diperoleh peneliti saat wawancara dengan guru.

Pada kegiatan observasi dan wawancara yang dilakukan, peneliti mendapatkan data analisis kebutuhan guru saat kegiatan pembelajaran berlangsung, yaitu kurangnya referensi baru untuk mendukung guru dalam mengajar. Hal tersebut menarik peneliti untuk membuat buku panduan guru agar guru terbantu saat menyampaikan materi dengan mendapatkan referensi melalui permainan tradisional untuk pembelajaran. Peneliti memilih permainan tradisional, karena ternyata peserta didik suka bermain permainan tradisional, peneliti ingin lebih mengenalkan permainan tradisional di beberapa daerah. Kartz (Saleh dan Sujana, 2009: 80) menjelaskan bahwa buku panduan merupakan buku yang berisi berbagai macam informasi mengenai suatu masalah atau subjek. Buku panduan berisi informasi tentang kegiatan di komunitas dan materi ajar yang perlu dipahami oleh mentor.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.2/2008 menyatakan bahwa buku panduan pendidik adalah buku yang memuat prinsip, prosedur, deskripsi materi pokok, dan model pembelajaran untuk digunakan oleh para pendidik. Saleh, Jati, dan Sujana (2009: 80) menjelaskan bahwa buku panduan adalah buku yang di dalamnya memuat suatu informasi yang memberikan petunjuk ataupun informasi mengenai suatu masalah.

Kesimpulan dari ketiga pengertian tersebut, buku panduan merupakan buku yang berisikan berbagai informasi dapat memuat prinsip, prosedur, deskripsi materi pokok, dan model pembelajaran untuk digunakan oleh guru yang tercetak dia atas kertas dan dijilid menjadi satu.

Buku panduan yang peneliti buat memiliki kriteria yang berpedoman dengan pendapat Greene dan Petty (Utomo, 2008: 45), buku panduan memiliki kriteria, yaitu: (1) menarik minat pengguna, (2) memotivasi pemakainya, (3) memuat ilustrasi menarik, (4) mempertimbangkan aspek linguistik, (5) memiliki hubungan erat dengan pembelajaran yang lain, (6) menstimulasi dan merangsang aktivitas pengguna, (7) memiliki standar dan tegas menghindari konsep samar, (8) memiliki sudut pandang atau point of view yang jelas dan tegas, (9) memberi pemantapan dan penekanan nilai, (10) mampu menghargai perbedaan setiap pribadi. Sepuluh kriteria tersebut yang dipaparkan oleh Greene dan Petty akan menjadi pedoman peneliti sehingga buku yang dihasilkan menjadi baik dan bermanfaat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa guru membutuhkan referensi baru untuk mendukung pembelajaran yang inovatif dan kreatif, maka dari itu peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul

“Pengembangan Buku Panduan Guru Permainan Tradisional Dalam Pembelajaran Matematika Tema 6 Untuk Kelas II SD” dengan tujuan untuk membantu guru mendapatkan referensi baru dari buku yang akan dikembangkan oleh peneliti. Buku panduan guru yang dikembangkan peneliti berisi mengenai permainan tradisional sebagai pembelajaran matematika materi pengukuran satuan berat. Hal ini diharapkan guru akan terbantu dengan adanya buku panduan yang dibuat oleh peneliti untuk menciptakan pembelajaran yang inovatif dan kreatif.