• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Spesifikasi Produk

1. Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa buku panduan guru permainan tradisional dalam pembelajaran matematika. Buku panduan ini memiliki 4 subtema dengan 1 permainan tradisional yang mengajarkan materi dalam setiap subtema.

2. Produk buku panduan guru permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 6 kelas II SD ini telah memenuhi kriteria dari teori dari Grenee dan Patty.

3. Buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika berisi: kata pengantar, tentang buku, daftar isi, profil permainan, manfaat permainan, kompetensi dasar dan indikator, modifikasi permainan, soal latihan, kunci jawaban, refleksi untuk siswa, daftar referensi, dan biografi penulis.

4. Buku memuat gambar-gambar konkret berupa foto yang berkaitan dan menjelaskan modifikasi permainan melalui langkah-langkah permainan.

5. Buku ini memiliki fungsi sebagai pegangan guru dalam mengajarkan materi Tema 6 kelas II SD khususnya pada materi pengukuran satuan berat. Setiap akhir Subtema, diberikan soal latihan dan soal tantangan.

Pada soal latihan yang terdapat dalam setiap permainan sebagai soal sederhana, sedangkan soal tantangan merupakan soal yang tingkatannya lebih sulit melalui bentuk soal cerita.

6. Buku berbentuk persegi panjang (landscape) dengan ukuran A5 (21 cm x 14,8 cm), dicetak menggunakan kertas ivory 230gsm untuk sampul buku, dan menggunakan kertas art paper 150gsm sebagai isi buku.

Gambar I. 1 Sampul Buku Panduan

21 cm

14, 8 cm

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini diuraikan mengenai kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir.

A. Kajian Pustaka

Pada kajian pustaka dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung penelitian ini, yaitu: 1) buku panduan, 2) bermain, 3) permainan tradisional, 4) matematika, 5) karakteristik peserta didik sekolah dasar, dan 6) Teori matematika berbasis permainan.

1. Buku Panduan

a. Pengertian Buku Panduan

Buku digolongkan dalam empat kelompok dengan istilah dan pengertian yang berbeda, yaitu buku teks pelajaran, buku panduan pendidik, buku pengayaan, dan buku referensi (Sitepu, 2012: 16). Dalam penelitian ini, buku yang dikembangkan oleh peneliti adalah buku panduan pendidik. Permendiknas No.2/2008 menyatakan bahwa buku panduan pendidik merupakan buku yang memuat prinsip, prosedur, deskripsi materi pokok, dan model pembelajaran untuk digunakan oleh para pendidik, sedangkan Kartz (Saleh dan Sujana, 2009: 80) menjelaskan bahwa buku panduan adalah buku yang berisi berbagai macam informasi mengenai suatu masalah atau subjek. Buku panduan berisikan informasi mengenai kegiatan di suatu kelompok beserta materi ajar yang perlu dipahami oleh mentor. Buku panduan menurut Andriese (Sitepu, 2012: 13), merupakan informasi yang tercetak di atas kertas dan dijilid menjadi satu.

Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa buku panduan merupakan buku yang berisikan berbagai informasi dapat memuat prinsip, prosedur, deskripsi materi pokok, dan model pembelajaran untuk digunakan oleh guru yang tercetak dia atas kertas dan dijilid menjadi satu. Pada penelitian ini peneliti akan mengembangkan sebuah buku panduan guru mengenai permainan tradisional sebagai

10

metode pembelajaran dalam pelajaran matematika tema 6 untuk kelas II SD.

b. Karakteristik Buku Panduan

Buku panduan memiliki karakteristik agar buku panduan mampu dinyatakan berkualitas. Menurut Greene dan Petty (Utomo, 2008: 45) menjelaskan bahwa terdapat sepuluh kriteria yang seharusnya ada di dalam buku teks, buku pengajaran, maupun buku panduan yang berkualitas.

Sepuluh kriteria tersebut adalah sebagai berikut.

1) Harus menarik minat bagi yang mempergunakannya, 2) Harus mampu memotivasi bagi yang memakainya,

3) Harus memuat ilustrasi yang menarik hati bagi yang memanfaatkannya,

4) Harus mempertimbangkan aspek linguistik sesuai dengan kemampuan pemakainya,

5) Harus memiliki hubungan erat dengan pelajaran yang lainnya, akan lebih baik apabila dapat menunjang dengan rencana sehingga semua menjadi suatu kebulatan utuh atau terpadu,

6) Harus mampu menstimulasi dan merangsang aktivitas-aktivitas pribadi yang menggunakannya,

7) Harus dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang sama-samar dan tidak biasa agar tidak sempat membingungkan pemakainya, 8) Harus memiliki sudut pandang atau point of view yang jelas dan tegas

sehingga pada akhirnya menjadi sudut pandang bagi pemakainya, 9) Harus mampu memberi pemantapan dan penekanan pada nilai-nilai

anak dan orang dewasa, dan

10) Harus mampu menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para pemakainya.

Berdasarkan pendapat para ahli, peneliti menarik kesimpulan bahwa buku panduan yang berkualitas harus menggunakan sepuluh kriteria buku panduan berkualitas menurut Greene dan Petty (Utomo, 2008: 45).

Buku panduan dapat dikatakan berkualitas apabila mampu menarik minat bagi yang mempergunakannya, mampu memotivasi bagi yang

memakainya, memuat ilustrasi yang menarik hati bagi yang memanfaatkannya, mempertimbangkan aspek linguistik sesuai dengan kemampuan pemakainya, memiliki hubungan erat dengan pelajaran yang lainnya, mampu menstimulasi dan merangsang aktivitas-aktivitas pribadi yang menggunakannya, tidak mengandung konsep yang samar-samar, memiliki sudut pandang atau point of view yang jelas dan tegas, mampu memberi pemantapan dan penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa, dan mampu menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para pemakainya. Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan sepuluh kriteria buku yang berkualitas dari Greene dan Petty (Utomo, 2008: 45) sebagai pedoman dalam mengembangkan dan menyusun buku panduan guru yang akan peneliti kerjakan dan kembangkan. Produk yang dikembangkan oleh peneliti adalah buku panduan guru menggunakan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika pada materi pokok pengukuran baku satuan berat dalam tema 6 untuk kelas II SD.

2. Bermain

a. Pengertian Bermain

Bermain dan anak-anak merupakan dua hal yang berbeda namun tidak dapat dipisahkan. Mampu dikatakan bahwa hampir setiap hari anak-anak melakukan aktivitas bermain. Dharmamulya (2005: 5) menyatakan bahwa bermain merupakan sebuah kegiatan yang sangat akrab dengan kehidupan manusia. Sementara, Padmonodewo (Larasati, 2009: 1) menjelaskan bahwa bermain merupakan kegiatan yang sangat penting bagi anak, sama kebutuhannya terhadap makanan yang bergizi dan kesehatan untuk pertumbuhan badannya. Melalui bermain, anak akan berpikir lebih kreatif, menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lain yang pernah dialaminya, dan membuatnya lebih mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Melalui bermain, anak akan menemukan kekuatan dan kelemahannya, keterampilan, minat, pemikiran, dan perasaannya.

Sedangkan Sujarno, Sindu, Ani, dan Isyanti (2011: 1) mengemukakan bahwa bermain adalah aktivitas manusia yang menyenangkan. Bermain

12

bukan karena paksaan dari orang lain, tetapi karena pilihan dari anak itu sendiri. Oleh karena itu, dalam aktivitas bermain, anak tidak perlu mendapat sanjungan atau pujian.

Berdasarkan pernyataan di atas peneliti menarik kesimpulan bahwa bermain adalah aktivitas yang akrab dengan kehidupan manusia, bersifat menyenangkan dan mampu membuat lebih kreatif. Peneliti memilih aktivitas bermain karena aktivitas bermain lekat dengan anak-anak, selain itu bermain dapat digunakan dalam mengajarkan materi pelajaran matematika tema 6 untuk kelas II SD.

3. Permainan Tradisional

a. Pengertian Permainan Tradisional

Permainan tradisional merupakan suatu aktivitas permainan yang tumbuh dan berkembang di daerah tertentu, yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan tata nilai kehidupan masyarakat dan diajarkan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya (Kurniati, 2016: 2).

Budhisantoso (Sujarno, 2011: 3) mengatakan bahwa permainan tradisional merupakan permainan yang pada gilirannya membuat anak dapat bersosialisasi dalam masyarakat dengan baik. Anak mampu belajar mengenai norma sosial dalam masyarakat, mengenal nilai-nilai budaya, dan lainnya. Sedangkan Cooney (Kurniati, 2016: 3) menjelaskan bahwa permainan tradisional terbentuk dari aktivitas yang telah diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan secara berkesinambungan dilakukan oleh kebanyakan orang.

Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa permainan tradisional adalah suatu aktivitas permainan yang memiliki ciri-ciri khas dan nilai-nilai budaya berdasarkan daerahnya masing-masing dan diajarkan secara turun-temurun, sehingga anak mampu bersosialisasi dalam masyarakat dan lingkungan sekitar dengan baik.

Peneliti memilih permainan tradisional karena permainan tradisional dapat digunakan dalam mengajarkan materi pelajaran matematika tema 6 untuk kelas II SD selain itu permainan tradisional dapat membantu guru dalam

mengajarkan materi kepada peserta didik dan memberikan pengetahuan mengenai berbagai permainan tradisional yang ada di Indonesia.

b. Manfaat Permainan Tradisional

Menurut Direktorat Nilai Budaya permainan tradisional (Kurniati, 2016) mengandung nilai-nilai yang bermanfaat sebagai sarana pendidikan anak-anak. Selain itu juga dapat memupuk kesatuan, persatuan, kerja sama, kedisiplinan, kebersamaan, dan kejujuran. Menurut Kurniati (2016:

21-23) manfaat permainan tradisional bagi anak sebagai berikut:

1) Melalui permainan tradisional, dapat membantu anak dalam mengembangkan keterampilan sosial melalui kegiatan bermain.

2) Melalui permainan tradisional, dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar bersaing secara sehat untuk mencapai suatu tujuan, di mana permainan tradisional sejatinya mengandung suatu kompetisi.

3) Melalui permainan tradisional, dapat membantu anak dalam mengembangkan social skill, motoric skill, dan emotional skill.

4) Melalu permainan tradisional, dapat membantu anak dalam merangsang berbagai aspek perkembangan anak. Diharapkan melalui aktivitas permainan tradisional dapat menggerakkan seluruh anggota tubuh anak, merangsang otot-otot, mampu merangsang pancaindra, mampu merangsang komunikasi verbal, merangsang aktivitas berpikir, merangsang emosi-sosial, dan dapat melatih etika-moral anak.

5) Melalui permainan tradisional, dapat mendidik anak dalam menghadapi masa depan. Dikarenakan, di dalam permainan tradisional terdapat banyak nilai yang dapat dijadikan sebagai pegangan hidup (nilai moral, etika, kejujuran, kemandirian, etos kerja, solidaritas sosial yang secara implisit adalah warisan dari leluhur).

Subagiyo (Mulyani, 2016: 49-52), permainan tradisional mempunyai banyak manfaat, yaitu sebagai berikut:

1) Permainan tradisional mampu menjadikan anak lebih kreatif.

14

2) Permainan tradisional mampu digunakan sebagai terapi untuk melepaskan emosi anak.

3) Permainan tradisional mampu digunakan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual anak.

4) Permainan tradisional mampu mengembangkan kecerdasan emosi anak. Sebagian besar permainan tradisional dilakukan dengan cara berkelompok. Adanya kelompok, akan mengasah emosi anak sehingga timbul rasa toleransi, empati, nyaman, dan terbiasa di dalam kelompok.

5) Permainan tradisional mampu mengembangkan kecerdasan logika anak. Terdapat beberapa permainan tradisional yang dapat melatih anak dalam berhitung dan menentukan langkah yang harus dilewatinya.

6) Permainan tradisional mampu digunakan untuk mengembangkan kecerdasan kinestetik anak. Terdapat beberapa permainan tradisional yang akan mendorong para pemainnya untuk bergerak seperti melompat, menari, berputar, berlari, dan gerak lainnya.

7) Permainan tradisional mampu mengembangkan kecerdasan natural anak. Sebagian besar permainan tradisional terbuat dari tanah, tumbuhan, batu, pasir, dan genting. Aktivitas tersebut mampu mendekatkan anak dengan alam sekitarnya, sehingga membuat anak menjadi lebih menyatu dengan alam.

8) Permainan tradisional mampu mengembangkan kemampuan spasial anak. Ada beberapa permainan tradisional yang berupa bermain peran, seperti permainan tradisional anjang-anjang (Jawa Barat). Permainan tradisional tersebut dapat mendorong anak dalam mengenal konsep ruang dan berganti peran.

9) Permainan tradisional mampu mengembangkan kecerdasan musikal anak. Banyak permainan tradisional yang dimainkan dengan bernyanyi, maka dengan kegiatan tersebut dapat mengembangkan kecerdasan musikal anak secara tidak langsung.

10) Permainan tradisional mampu mengembangkan kecerdasan spiritual anak. Adanya menang dan kalah dalam permainan tradisional menjadikan para pemainnya tidak bertengkar atau rendah hati.

Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa di dalam permainan tradisional terdapat banyak manfaat yang dapat diperoleh anak. Dalah satunya permainan tradisional dapat mengembangkan kemampuan sosial, kecerdasan intelektual, dan sebagainya. Peneliti memilih untuk mengembangkan buku panduan guru dengan menggunakan permainan tradisional karena memiliki banyak manfaat untuk anak dan mampu digunakan untuk membantu guru dalam mengajarkan materi pelajaran matematika tema 6 untuk kelas II SD.

c. Jenis Permainan Tradisional yang Digunakan

Berikut adalah permainan tradisional yang peneliti gunakan terkait dengan pembelajaran matematika Tema 6 Kelas II.

1) Kubuk manuk

Dharmamulya (2005: 90-94) permainan kubuk manuk berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta Kabupaten Sleman. Permainan ini terdiri dari dua macam permainan. Permainan pertama adalah kubuk manuk kemudian dilanjutkan dengan permainan kedua yaitu simbar manuk. Kubuk merupakan permainan memasukkan semacam biji-bijian ke rongga tangan yang ditelungkupkan di lantai. Sedangkan simbar manuk adalah permainan memasukkan kedua ujung jari telunjuk (seperti paruh burung) ke dalam rongga tangan. Gabungan dari kedua permainan tersebut disebut dengan kubuk manuk.

Permainan ini mampu dilakukan sembarang waktu, namun harus di tempat dengan dasar yang rata seperti tanah atau lantai. Jumlah pemain berkisar antara 2–6 orang anak. Perlengkapan yang diperlukan dalam permainan ini adalah biji-bijian, misalnya kecik (biji sawo), klungsu (biji asam), biji tanjung, atau biji koro benguk. Jumlah biji yang harus dimiliki oleh masing-masing pemain sekitar 50 buah.

Permainan kubuk manuk ini akan peneliti modifikasi dengan nama

16

“Jimpit Biji Satuan Berat Kubuk manuk” yang dikaitkan dengan pembelajaran matematika tema 6 subtema 1 dan 2 mengenai menentukan dan menyebutkan satuan berat yang terdiri dari satuan berat kilogram, hektogram, dan gram.

2) Pasaran

Sujarno, dkk (2011: 133-137) Pasaran merupakan salah satu permainan tradisional yang ada di Kabupaten Semarang. Sejarah permainan tradisional pasaran di masyarakat, tidak diketahui secara jelas. Sejak kapan permainan pasaran mulai ada dan siapa penciptanya, belum diketahui pasti. Namun, sangat mungkin permainan ini mulai ada sejak manusia mengenal pasar yaitu adanya sistem jual beli di masyarakat. Apabila dicermati permainan tersebut bermanfaat bagi perkembangan anak. Dengan bermain pasaran anak bisa berlatih keterampilan berhitung dan masalah jual beli (ekonomi) yang secara tidak disadari akan berguna kelak setelah ia menjadi manusia dewasa.

Permainan pasaran dapat dilakukan kapan saja, baik siang, sore maupun malam hari. Permainan pasaran juga tidak membutuhkan tempat atau arena yang cukup luas atau khusus. Anak-anak bisa melakukannya di halaman rumah atau di dalam rumah. Alat permainan yang digunakan dalam permainan pasaran yaitu memanfaatkan apa saja yang ada di lingkungan sekitar. Berbagai macam benda yang ada dapat dimanfaatkan sebagai barang dagangan.

Usia pelaku permainan pasaran tidak dibatasi, artinya dari anak-anak usia Taman Kanan-Kanak (TK) maupun usia sekolah dasar (SD).

Jumlah pelaku permainan pasaran sedikitnya dua orang anak dan banyaknya tidak dibatasi tergantung dari kondisi tempat mereka bermain. Dalam permainan ini anak yang lebih besar cenderung memilih menjadi penjual, sedangkan anak yang lebih kecil sebagai pembeli. Kesempatan dalam permainan itu biasanya terkait dengan ketentuan alat bayar, misalnya daun yang berwarna merah sebagai ratusan, warna hijau lima puluhan, kuning puluhan, dan seterusnya.

Permainan pasaran ini akan peneliti modifikasi dengan nama

“Pasaran Satuan Berat” yang dikaitkan dengan pembelajaran matematika tema 6 subtema 3 mengenai mengukur berat benda dan mengubah suatu ukuran berat benda menjadi satuan tertentu.

3) Dakon

Sujarno, dkk (2011: 120-123) permainan dakon berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta Kabupaten Kulon Progo. Permainan ini dilakukan selalu dengan berpasangan, dan permainan ini membutuhkan kesabaran serta ketelitian atau ketelatenan. Permainan dakon dapat dilakukan di dalam rumah maupun di luar rumah, pada saat pagi, siang atau sore hari. Umumnya, permainan ini dilakukan oleh anak-anak berumur 6 hingga 15 tahun. Peralatan yang digunakan dalam permainan dakon tidak memerlukan peralatan yang khusus.

Permainan ini dapat dilakukan di tanah dengan cara membuat lubang (kerukan sedalam ± 3 cm) atau dapat menggunakan alat dakon yang sudah tersedia di toko-toko permainan anak-anak. Kemudian alat yang digunakan adalah kerikil atau kecik (biji buah sawo). Umumnya, lubang pada permainan dakon ini sebanyak 7 atau 9 dan dengan diisi kerikil atau kecik dengan jumlah lubang yang ada. Pada saat anak-anak melakukan permainan dakon¸ secara tidak langsung anak-anak-anak-anak mengembangkan kecermatan atau ketelitian dalam perhitungan.

Permainan dakon ini akan peneliti modifikasi dengan nama “Dakon Satuan Berat” yang dikaitkan dengan pembelajaran matematika tema 6 subtema 3 mengenai menemukan kesetaraan berat dan mengubah suatu ukuran berat benda menjadi satuan tertentu.

4) Dhuk ther

Dharmamulya (2005: 169-172) dalam proses permainan dhuk ther terdapat kegiatan ndhudhuk (menggali) maka diduga suku kata dhuk berasal dari pekerjaan ndhudhuk (menggali) tersebut. Sedangkan kata ther berasal dari suara yang muncul akibat biji benguk yang terbentur dengan kuku ibu jari pada saat biji dimasukkan ke dalam luwokan atau lubang kecil. Dari kata dhudhuk dan suara ther maka

18

muncul sebutan kata dhuk ther. Jumlah pemain saat permainan ini dilakukan umumnya sekurang-kurangnya dua orang anak dan sebanyak-banyaknya 7 orang anak. permainan dhuk ther ini akan peneliti modifikasi dengan nama “Lempar Dhuk ther Satuan Berat”

yang dikaitkan dengan pembelajaran matematika tema 6 subtema 4 mengenai membandingkan ukuran berat benda.

4. Matematika

a. Pengertian Matematika

Menurut Johnson dan Rising (Runtukahu dan Selpius 2014: 28) mendefinisikan matematika menjadi tiga, yaitu:

1) Matematika adalah pengetahuan terstruktur, dimana sifat dan teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur-unsur yang didefinisikan atau tidak didefinisikan dan berdasarkan aksioma, sifat, atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya.

2) Matematika ialah bahasa simbol tentang berbagai gagasan dengan menggunakan istilah-istilah yang didefinisikan secara cermat, jelas, dan akurat.

3) Matematika ialah seni, dimana keindahannya terdapat dalam runtutan dan keharmonisan.

Kline (Runtukahu, 2014: 28) mengatakan bahwa matematika adalah pengetahuan yang tidak berdiri sendiri, tetapi dapat membantu manusia untuk memahami dan memecahkan permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Sementara Reys, Suydam, Lindquist, dan Smith (Runtukahu, 2014: 28-29) mengatakan bahwa matematika adalah studi tentang pola dan hubungan cara berpikir dengan strategi organisasi, analisis dan sintesis, seni, bahasa, dan alat untuk memecahkan masalah-masalah abstrak dan praktis.

Berdasarkan pernyataan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa matematika adalah pengetahuan terstruktur yang berguna untuk membantu manusia dalam memahami dan memecahkan permasalahan kehidupan sehari-hari dengan strategi organisasi, analisis dan sintesis, seni, dan

bahasa. Pada penelitian ini peneliti menggunakan matematika sebagai mata pelajaran yang dipilih untuk dijelaskan kepada peserta didik oleh guru dengan menggunakan metode permainan tradisional melalui buku panduan guru yang dikembangkan oleh peneliti. Peneliti memilih pelajaran matematika karena berdasarkan hasil wawancara dengan guru, peserta didik masih banyak mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran matematika.

b. Materi Matematika dalam Penelitian

1) Mengidentifikasi, mengubah suatu ukuran berat benda menjadi satuan tertentu dan membandingkan ukuran benda

Reys, dkk. (Runtukahu, 2014: 48) mengatakan bahwa pengukuran merupakan sebuah proses yang menghubungkan bilangan dengan atribut sebuah objek atau peristiwa. Pengukuran berguna dalam kehidupan sehari-hari dan mempelajari topik-topik matematika lain. Dalam pengukuran terbagi menjadi enam, antara lain:

pengukuran panjang, kapasitas volume, luas, sudut, berat dan suhu.

Salam, Nurfaizah, Latri, Pattabundu, dan Achmad (2016: 1) menjelaskan bahwa berat merupakan konsep yang seringkali disamakan dengan istilah massa benda. Padahal dua istilah tersebut berbeda satu dengan yang lain, massa merupakan materi yang memungkinkan suatu benda menjadi berukuran semakin naik tanpa dipengaruhi gravitasi bumi. Massa mempunyai kekekalan, sehingga massa di bumi sama dengan massa di bulan atau dimanapun.

Sedangkan berat merupakan ukuran yang dipengaruhi oleh gravitasi bumi, kekuatan gravitasi akan menentukan semakin naik tidaknya ukuran berat. Dalam proses mengidentifikasi pengukuran pada satuan berat, anak mengamati antara satuan berat satu dengan lainnya. Dalam mengubah suatu ukuran berat benda menjadi satuan tertentu, anak mengetahui ukuran berat benda dan diminta untuk mengubah menjadi satuan tertentu. Sedangkan saat proses membandingkan, anak mampu membandingkan objek mana yang lebih berat, lebih ringan, ataupun

20

sama dengan berat. Contoh dari kegiatan mengidentifikasi pengukuran pada satuan berat adalah peserta didik diberikan beberapa objek dan guru meminta peserta didik untuk mengidentifikasi objek berdasarkan satuan berat dengan alat yang tepat. Kemudian contoh dari kegiatan mengubah suatu ukuran berat benda menjadi satuan tertentu adalah peserta didik mengukur berat benda dengan timbangan, setelah mengetahui ukuran benda tersebut guru meminta peserta didik untuk mengubah ukuran menjadi satuan tertentu. Sedangkan contoh dari kegiatan membandingkan pengukuran pada satuan berat adalah peserta didik diberikan beberapa objek dan guru meminta untuk membandingkan dengan menghitung berat objek tersebut.

Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa pengukuran satuan berat adalah membandingkan sesuatu ukuran berat benda dengan nilai standar yang telah ditetapkan. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan pengukuran berat untuk mengidentifikasi, menentukan, dan membandingkan ukuran berat benda. Peneliti menggunakan nilai gram, hektogram, dan kilogram sebagai materi yang akan diajarkan oleh guru kepada peserta didik dengan menggunakan permainan tradisional, yang berpedoman dari buku panduan guru yang dikembangkan oleh peneliti.

5. Karakteristik Peserta Didik Sekolah Dasar

Peserta didik tingkat sekolah dasar memasuki pada tahap operasional konkret, yang merupakan tahap perkembangan kognitif Piaget yang ketiga. Pada tahap operasional konkret berlangsung dari usia sekitar 7-12 tahun. Pemikiran operasional konkret melibatkan penggunaan konsep operasi. Pemikiran yang logis menggantikan pemikiran intuitif, tetapi hanya dalam situasi konkret. Terdapat keterampilan mengklarifikasi, tetapi persoalan yang abstrak tetap tidak terselesaikan (Santrock, 2009: 55).

Piaget (Theodora, 2013: 229) tahap operasional konkret anak memiliki karakteristik tertentu, di antaranya 1) anak belajar melalui berbagai pengalaman dengan objek nyata, serta mampu berpikir secara logis, 2)

anak mulai memahami konservasi massa, angka, area, kuantitas, volume, dan berat, 3) anak menyadari bahwa beberapa hal tidak selalu nampak sebagaimana adanya, 4) anak akan menggunakan simbol-simbol dalam menulis, membaca, notasi musik, menggambar, matematika, bahkan menari, jika mereka dikenalkan pada hal-hal tersebut, 5) anak dapat menyadari beberapa bentuk benda pada saat yang sama ketika mereka sedang mengklarifikasi dan menyortir, serta 6) anak dapat menikmati

anak mulai memahami konservasi massa, angka, area, kuantitas, volume, dan berat, 3) anak menyadari bahwa beberapa hal tidak selalu nampak sebagaimana adanya, 4) anak akan menggunakan simbol-simbol dalam menulis, membaca, notasi musik, menggambar, matematika, bahkan menari, jika mereka dikenalkan pada hal-hal tersebut, 5) anak dapat menyadari beberapa bentuk benda pada saat yang sama ketika mereka sedang mengklarifikasi dan menyortir, serta 6) anak dapat menikmati