• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

A. Latar Belakang

Masyarakat di dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang berhubungan dengan lembaga keuangan dalam aktivititas terutama dalam bidang perbankan dalam hal menyimpan uang sebagai simpanan, pinjam-meminjam, kredit maupun dalam hal pertanggungan yaitu asuransi. Asuransi timbul karena kebutuhan manusia, bahwa dalam mengarungi kehidupannya, manusia selalu dihadapkan kepada sesuatu yang tidak pasti, mungkin dapat menguntungkan,tetapi mungkin pula sebaliknya. Di zaman sekarang asuransi memegang peranan penting dalam memberikan kepastian proteksi bagi manusia yang bersifat komersial maupun bukan komersial. Asuransi dapat memberikan proteksi terhadap kesehatan, pendidikan, hari tua, harta benda maupun kematian. Salah satu kebutuhan hidup yang tak kalah penting di era globalisasi ini adalah kebutuhan akan jasa asuransi. Banyaknya penduduk yang khawatir akan jaminan keselamatan hidupnya.

Bisnis perasuransian di Indonesia hampir sama tuanya dengan bisnis perbankan. Nama-nama perusahaan asuransi jiwa, seperti Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 tergolong perusahaan asuransi yang cukup dikenal masyarakat. Nama-nama beken lainnya, seperti Dharmala Manulife, Lippo Life, New Hampshire Agung, Asuransi Cigna Indonesia, Asuransi Astra Buana, Asuransi Jiwa Buana Putra, Sewu New York Life dan sebagainya, tak mau kalah dalam persaingan bisnis ini. Sayangnya, jika dibandingkan dengan industri perbankan, industri perasuransian kurang banyak mendapat perhatian konsumen. Sebagian

besar konsumen cenderung memisahkan sebagian penghasilannya untuk disimpan di bank daripada digunakan untuk asuransi. Konsumen masih sering merasakan bahwa asuransi tak melindungi aktivitasnya, bahkan cenderung merugikannya meskipun kesan itu tak semuanya benar.1

Lembaga perbankan mempunyai peranan dan strategis tidak hanya dalam menggerakkan roda perekonomian nasional, tetapi juga diarahkan agar mampu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Ini berarti bahwa lembaga perbankan haruslah mampu berperan sebagai agen of development dalam upaya mencapai tujuan nasional itu, dan tidak menjadi beban dan hambatan dalam pelaksanaan pembangunan nasional tadi.

Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai nasabah bila berhubungan dengan bank, sangatlah penting kedudukannya dikarenakan dana yang dimasukkan ke bank merupakan sumber dana dan sumber keuntungan bagi bank tersebut. Baik itu dana simpanan nasabah tersebut ataupun dari bunga pinjaman nasabah kepada bank.

2

Bank sebagai institusi yang memiliki izin untuk melakukan banyak aktivitas, memiliki peluang yang sangat luas dalam memperoleh pendapatan (income/return).3

Oleh sebab-sebab hal di atas, bank dituntut untuk bisa melakukan kinerja dengan lebih baik dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi nasabah. Begitu

1

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2003), hlm. 187.

2

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hlm. 41.

3

Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar

Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia ( Jakarta: PT

juga dengan perusahaan asuransi mampu menjaring masyarakat selaku konsumen lebih tertarik lagi untuk memiliki asuransi demi kepentingan perlindungan terhadap dirinya dan juga agar perusahaan asuransi tetap eksis di kalangan masyarakat sebagaimana halnya dengan perbankan. Salah satunya usaha yang dilakukan oleh perusahaan asuransi adalah dengan melakukan kerja sama dengan bank yakni mengeluarkan produk yang dinamakan dengan bancassurance yaitu suatu produk penggabungan hasil kerjasama antara bank dengan perusahaan asuransi itu sendiri. Bank disini melakukan kegiatan pemasaran produk asuransi tersebut kepada nasabah. Terlebih untuk memberikan kemudahan bagi nasabah yang juga ingin mendapat dan menggunakan produk asuransi.

Keberadaan bancassurance ini oleh perusahaan asuransi dapat memanfaatkan berbagai kelebihan yang dimiliki oleh bank, misalnya besarnya jumlah nasabah (customer based) yang berpotensi sebagai pengguna jasa asuransi, sistem pemasaran yang kuat dan luas sehingga perusahaan asuransi dapat memperkecil biaya distribusi karena proses penjualannya dibantu oleh pihak bank. Sedangkan di sisi lain pihak bank memiliki keuntungan sepertimemperoleh fee based income dari perusahan asuransi. Bancassurance sebagai salah satu metode pemasaran juga akan memberikan keuntungan bagi nasabah dalam memperoleh layanan produk, baik produk asuransi maupun bank. Selain itu, nasabah memperoleh kenyamanan dan kemudahan dalam memilih asuransi karena umumnya bank bekerjasama dengan perusahaan asuransi terpilih dibandingkan

dengan jika nasabah harus memilih sendiri asuransinya. Nasabah juga mendapatkan standar layanan yang sama dari bank.4

Produk bancassurance contohnya antara lain yaitu Bank BNI 46 dan BNI Life, Sejak 2012, sinergi yang meningkat antara BNI dan BNI Life sejalan dengan

grand design untuk menjadikan bancassurance sebagai sumber pertumbuhan

terbesar. Pada 2012 sektor bancassurance memberikan kontribusi sebesar 51%. Premi bancassurance sampai dengan Juli telah tumbuh 85% di atas tahun 2012 untuk periode yang sama dan 96% khusus untuk bisnis baru.5

Bancassurance bukanlah produk untuk menyimpan dana nasabah dan

tidaklah dijamin oleh pemerintah juga oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).6 Dan dalam perkembangannya sampai saat ini, masih banyak nasabah sebagai konsumen produk bancassurance tidak mengetahui lebih detail dan dalam mengenai klasifikasi dalam produk bancassurance tersebut. Salah satunya yaitu bahwa nasabah yang akan menjadi konsumen produk bancassurance dimana bank dalam menawarkan produk tersebut haruslah menawarkan setidaknya 3(tiga) produk asuransi dari perusahaan asuransi yang berbeda-beda sesuai dengan perintah dalam Surat Edaran BI No. 12/35/DPNP Tahun 2010.7

Hal ini dimanfaatkan oleh bank dan perusahaan asuransi melakukan kerjasama eksklusif hanya pada 1 atau 2 perusahaan asuransi dengan tujuan agar nasabah yang menjadi konsumen produk bancassurance ketika ditawari produk 4 Hendry Risjawan, November 2015). 5 6

http://masalahpajak.blogspot.com/bancassurance (diakses pada tanggal 28 November 2015)

tersebut hanya bisa memilih produk perusahaan asuransi yang kerjasama dengan bank tersebut. Hingga dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat karena menghalangi perusahaan asuransi lain untuk mengadakan kerjasama dengan bank tersebut guna menawarkan produknya kepada nasabah.

Tidak bisa dipungkiri, dalam industri jasa keuangan kepentingan nasabah menjadi hal utama, tak terkecuali untuk penawaran produk asuransi melalui bank. Begitu juga persaingan usaha yang sehat sangat dituntut dalam kegiatan di lembaga keuangan ini.

Selama ini, banyak perusahaan asuransi yang mengklaim menjalin kerja sama eksklusif dengan bank. Kerja sama eksklusif itu melego produk asuransi yang hanya didistribusikan oleh satu bank tertentu. Sementara, produk serupa tidak dipasarkan oleh bank lainnya. Ini yang disebut regulator menutup akses bagi perusahaan lain atau calon pemegang polis di luar nasabah bank yang bekerja sama.8 Seperti pada kasus yang terjadi pada Bank BRI yang hanya melakukan kerjasama bancassurance hanya pada 2 perusahaan asuransi saja. Sehingga dalam kasus ini terdapat persaingan usaha tidak sehat dan tidak terlaksananya prinsip-prinsip yang dituntut oleh Bank Indonesia untuk dilakukan dalam kegiatan

bancassurance.9

Persaingan usaha tidak sehat berkaitan erat dengan banyak faktor yang muncul sebagai konsekuensi dari persaingan tidak sehat yaitu praktik monopoli, premi yang terlalu rendah dan praktik tender yang tidak transparan. Terlebih

8

Januari 2016)

9 Lihat Putusan KPPU Nomor 05/KPPU-I/2014 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 15 ayat (2) dan atau Pasal 19 huruf a yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk., (Persero), PT. Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera, dan PT. Heksa Eka Life Insurance

kepada faktor kurangnya transparansi dari pihak bank dalam memilih mitra kerja perusahaan asuransi yang akan bekerjasama dalam aktivitas bancassurance menunjukkan bahwa praktik persaingan persaingan tidak sehat dewasa ini bukan hasil dari intervensi kebijakan pemerintah, tetapi bersumber dari pelaku usaha itu sendiri.

Praktik ini tampak antara lain dalam bentuk tindakan dari bank yang membatasi kerjasama kegiatan bancassurance hanya kepada perusahaan asuransi yang ditunjuk atau yang terafiliasi dengan pihak bank saja seperti pada kasus Bank BRI diatas, walaupun bukan merupakan tindakan dengan motif keuntungan saja. Yang kemudian akibat lebih lanjut selain menimbulkan persaingan usaha tidak sehat juga telah melanggar ketentuan mengenai hak-hak para nasabah

bancassurance selaku konsumen untuk mendapat informasi yang benar, jelas, dan

jujur atas jasa bank yang hendak dia gunakan.

Untuk itu adalah peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mencegah upaya eksklusivitas bisnis yang dapat mendorong inefisiensi industri asuransi dan perbankan dalam jangka panjang. Secara khusus bagi implementasi prinsip-prinsip persaingan usaha di industri jasa keuangan, KPPU menghimbau agar OJK melakukan kerja sama dengan KPPU atas setiap aspek pengaturan industri jasa keuangan dalam mencegah praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dimana terkhusus lagi OJK meminta agar lebih terbukanya (prinsip transparansi) dilakukan demi terwujudnya persaingan usaha yang sehat.

Hal-hal diatas kiranya menjadi alasan dan dasar dalam menulis skripsi ini sekaligus mengetengahkan permasalahan sebelum diuraikan lebih lanjut lagi dalam bab-bab berikutnya. Oleh karena hal-hal di atas maka penulis mengambil judul ” Analisis Yuridis Penerapan Prinsip Transparansi dalam Kegiatan

Bancassurance Terkait Adanya Perjanjian Tertutup ”.

.