• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan perekonomian Indonesia yang lamban dan rendahnya realisasi investasi baru sejak krisis ekonomi 1998 telah mengakibatkan tingkat pertumbuhan bisnis asuransi baru juga sangat terbatas. Akibatnya untuk mempertahankan bisnis yang sudah ada dalam portofolionya, setiap penanggung pada umumnya harus menurunkan tingkat preminya pada setiap perpanjangan asuransi. Apabila tidak diturunkan, penanggung terancam kehilangan nasabah ke penanggung lain yang bersedia menerima bisnis baru dengan tingkat premi yang lebih rendah. Hal ini berarti bahwa tingkat premi harus turun untuk mempertahankan bisnis yang sudah ada dan penanggung harus menurunkan lebih jauh lagi untuk memperoleh bisnis baru. Perolehan bisnis baru berarti kehilangan bisnis lama bagi penanggung sebelumnya.103

103 Junaedy Gaeny, Op Cit., hlm. 293.

Sehingga dengan dasar ini lah banyaknya perusahaan asuransi mulai saat itu melakukan kerja sama dengan pihak bank dalam kegiatan bancassurance.

Lembaga keuangan cenderung memilih investasi pada instrumen yang diawasi oleh lembaga pengawas dengan penerapan aturan yang relatif tidak ketat. Dengan keadaan seperti ini akan menimbulkan sengketa seperti pada kasus perjanjian tertutup dalam kegiatan kerjasama bancassurance yang dilakukan oleh Bank BRI.

Pasal 10 huruf (b) UU Perbankan memang secara tegas diatur bahwa bank tidak diperbolehkan melakukan usaha perasuransian. Demikian juga dalam UU Perasuransian menyebutkan bahwa usaha asuransi hanya dapat dilakukan perusahaan asuransi. Akan tetapi dalam kegiatan bancassurance pihak bank bukanlah sebagai pihak yang memproduksi jasa pertanggungan tersebut dan kemudian menjualnya kepada konsumen atau nasabahnya, melainkan hanya sebagai alat ataupun agen yang merupakan perpanjangan tangan dari perusahaan asuransi kepada calon tertanggung. Dan mengenai konsekuensi produk yang dijual tersebut, bukanlah merupakan kewajiban dari bank untuk memenuhinya, akan tetapi perusahaan asuransi yang menjadi mitra bank dalam perjanjian

bancassurance tersebut.

Sebenarnya, aktivitas untuk menjadi agen produk untuk dijual kepada nasabah, bukan hanya terlihat dalam bancassurance, akan tetapi juga dalam penggunaan bank sebagai alat penjualan produk-produk yang dibungkus bersamaan dengan peluncuran produk-produk perbankan. Misalnya reksa dana, dan produk-produk kombinasi lainnya. Oleh karena itu, langkah bank untuk menjadi agen distribusi suatu produk asuransi tersebut seharusnya tidak dilarang karena secara komersial mampu meningkatkan kinerja dan peningkatan pencapaian keuntungan dari kedua pelaku lembaga keuangan tersebut. Sehingga perlu pengaturan hukum secara tegas mengenai kerjasama kegiatan

bancassurance antara bank dan perusahaan asuransi.

Seluruh aspek-aspek positif yang terdapat dalam kegiatan bancassurance ini, tidak dapat dipungkiri bahwa juga terdapat kelemahan-kelemahannya. Salah

satunya adalah mengenai kemungkinan timbulnya persaingan usaha antara bank dengan bank lain begitu juga antara perusahaan asuransi dengan perusahaan asuransi lainnya.

Dunia usaha tidak dapat dipisahkan dari persaingan. Sementara bangsa Indonesia menganut nilai-nilai yang mengutamakan kebersamaan, ironisnya, persaingan dunia usaha menunjukkan gambaran yang berlawanan dalam praktik-praktik monopoli yang menciptakan persaingan usaha tidak sehat. Pada kenyataannya perekonomian Indonesia hancur karena kemudahan yang diberikan pihak penguasa tidak berpihak pada kepentingan rakyat sehingga serta tidak dibarengi dengan iklim berusaha dan bersaing secara bebas.104

Sumber-sumber yang telah menyebabkan konsentrasi industri dan industri dan melahirkan praktik monopoli adalah:

105

1. Kemajuan teknologi dimana tidak semua pengusaha menguasai kinerja efisiensi ini sehingga terjadi akumulasi modal dan kekayaan di tangan beberapa orang dan kelompok.

2. Perlindungan pemerintah yang berlebihan yang melahirkan monopoli karena timbulnya konsentrasi industri, misalnya penunjukan berbagai importir dan berbagai pemasaran produk tertentu ke luar negeri.

3. Pemberian izin kepada perusahaan tertentu dan memberlakukan rintangan masuk kepada pihak lain yang ingin masuk ke jenis industri tersebut.

104 NN, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia ( ELIPS bekerja sama dengan Partnership for Business Competition, 11 Desember 1999), hlm. 24.

105 Abdul Hakim G. Nusantara, Benny K. Harman, Analisis dan Perbandingan

Undang-Undang Antimonopoli, merujuk kepada Nurimansyah Hasibuan, Struktur Pasar di Indonesia-Oligopoli dan Monopoli (Media Ekonomi), ( Jakarta: Elex Media Komputindo, 1999), hlm. 10.

4. Pemberian keringanan pajak dan subsidi yang memungkinkan perusahaan-perusahaan tertentu memperoleh kesempatan melakukan akumulasi modal dan perolehan laba yang tinggi.

5. Konsentrasi terjadi melalui merger perusahaan yang lemah kepada perusahaan sejenis yang lebih kuat untuk mengurangi persaingan.

Selain itu, bank yang dalam hal ini posisinya sebagai agen dari produk asuransi, tentunya bank-bank yang akan menjadi mitra pelaksana kerjasama kegiatan bancassurance tersebut haruslah terlebih dahulu mendapatkan kualifikasi kelayakan untuk bertindak menjadi agen. Hal tersebut sangatlah dibutuhkan untuk menjaga hak dan kewajiban dari seluruh pihak yang terkait dalam perjanjian kerjasama kegiatan bancassurance tersebut secara jelas, tegas dan terlindungi di hadapan hukum.

Banyak kalangan juga menganggap kegiatan bancassurance ini merupakan kegiatan distribusi. Sedangkan perjanjian keagenan dan perjanjian distribusi sangatlah berbeda. Meskipun pada jenis kegiatan bancassurance ada kegiatan distribusi bukan berarti bahwa bancassurance merupakan kegiatan berdasarkan perjanjian distributor, namun pada kegiatan tersebut lebih bersifat distribusi.

Karekteristik distributor dapat dinyatakan sebagai berikut:106 1. Perusahaan yang bertindak untuk dan atas namanya sendiri.

2. Membeli dari prinsipal dan menjual kembali kepada konsumen kepentingannya sendiri.

106 boimlembong.blogspot.com/2013/12/agen-dan-distributor-a.html (diakses tanggal 10 Maret 2016)

3. Prinsipal tidak selalu mengetahui konsumen akhir dari produk-produknya. 4. Bertanggung jawab atas keamanan pembayaran barang.

Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat belakangan ini, membuat pelaku usaha harus dapat menyesuaikan diri agar tetap bertahan terutama supaya tidak terdepak dari persaingan yang semakin ketat. Upaya yang dilakukan untuk mengembangkan daya saing pelaku usaha diantaranya adalah menerapkan strategi dalam memperoleh keuntungan yang maksimal yakni dengan strategi jual paket (selanjutnya disebut bundling).

Definisi bundling yaitu sebuah bentuk umum dari pengikatan, dimana perusahaan mengharuskan pelanggan yang membeli atau menyewa sebuah produk atau jasanya juga mebeli atau menyewa produk atau jasa lainnya ketika pelanggan memiliki selera yang berbeda tetapi perusahaan tidak bisa melakukan diskriminasi harga (seperti dalam pengikatan). Dengan menjual atau menyewakan produk dan/atau jasa sebagai sebuah paket atau bundle, seorang monopolis bisa meningkatkan laba totalnya.107

107

Usman Maulana, “Ringkasan Ekonomi Manegerial

Jelas bahwa bundling merupakan strategi pemasaran dengan cara mengemas dua atau produk dalam sebuah paket penjualan dengan satu harga. Dalam bundling tidak selalu si penjual harus mempunyai kekuatan pasar (market power) yang besar, karena yang mempunyai market

power yang kecil juga bisa melakukannya. Dalam bundling juga tidak terdapat

unsur paksaaan tidak seperti dalam praktik tying, di samping itu produk yang dijual merupakan produk kombinasi yang biasanya diinginkan oleh konsumen. contoh bundling dalam kegiatan perasuransian yaitu kredit pemilikan rumah yang

wajib disertai asuransi kebakaran terhadap rumah dan kredit kendaraan bermotor yang wajib disertai asuransi kerugian terhadap kendaraan bermotor.

Praktik tying pada dasarnya dilakukan jika pelaku usaha ingin membeli produk A maka harus membeli produk B (namun pelaku usaha juga bisa membeli produk B secara terpisah). Dapat memungkinkan pelaku usaha membeli produk B secara terpisah tanpa harus membeli A yang kemudian menjelaskan bahwa ini merupakan tying dan bukan bundling. Dengan kata lain produk yang dijual adalah produk B saja atau produk A-B dalam satu paket. Dalam bundling juga dikenal adanya pure bundling dan mixed bundling. Pure bundling merupakan praktik penjualan paket murni dan tidak ada penjualan terpisah. Sedangkan mixed

bundling adalah praktik penjualan A-B dalam satu paket namun konsumen juga

dapat mebeli produk A dan B secara terpisah. Namun demikian yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa penjualan A dan B dalam satu paket bundle akan lebih murah dibandingkan dengan pembelian secara terpisah. Alasan utama pelaku usaha melakukan praktik bundling adalah untuk menyerap (extract) surplus saat konsumen memiliki penilaian produk yang terkolerasi negatif (konsumen menilai produk A dan B sebagai barang substitusi).108

Praktik tying tidak menguntungkan bagi si pembeli karena harus membeli produk lain yang tidak diinginkannya sedangkan dalam bundling, si pembeli bisa mendapatkan keuntungan dari paket penjualan yang ditawarkan si penjual. Namun, demikian ketika ada salah satu dari produk yang dibundling tersebut

108

Junaidi, “Perjanjian Hak Intelektual Dikecualikan” Maret 2016)

memiliki market power yang tinggi, maka penerapan strategi bundling tersebut dapat menjadi antikompetitif. Oleh karena itu, praktik tying jelas berbeda dengan

bundling.109

Jika dikaitkan dengan definisi bundling sebagaimana dijelaskan di atas, produk bank dan produk asuransi jelas merupakan dua jenis produk yang berbeda dan terpisah, yang kemudian dijual secara bundle. Dilihat dari the focus of

bundling, jelas bahwa kerjasama bancassurance dengan jenis referensi dalam

rangka produk bank merupakan bundling product. Selanjutnya, apabila dilihat dari the form of bundling maka bancassurance jenis ini merupakan pure bundling

Aktivitas kerjasama dalam bentuk referensi bukan dalam rangka produk bank dan kerjasama distribusi tidak dapat dikategorikan sebagai bundling. Hal ini dapat dijelaskan demikian, dalam bentuk kerjasama referensi tidak dalam rangka produk bank, pihak bank dalam memberikan referensi mengenai adanya suatu produk perbankan kepada nasabah. Sehingga dalam hal ini, bank tidak menawarkan produk asuransi bersamaan dengan menawarkan produk bank, dengan kata lain, bank hanya menawarkan produk asuransi saja.

Selanjutnya, dalam aktivitas kerjasama distribusi, dikatakan bahwa bank berperan memasarkan produk asuransi dengan cara memberikan penjelasan mengenai produk asuransi secara langsung kepada nasabah kemudian meneruskan minat nasabah kepada perusahaan asuransi. Sebagai konsekuensi logis, dalam aktivitas bancassurance referensi tidak dalam produk bank dengan bank berperan seperti agen asuransi.

109

atau disebut juga tying. Dikatakan pure bundling karena produk bank tidak mungkin diperoleh tanpa membeli produk asuransi.110

Bancassurance dengan jenis integrasi produk. Integrasi produk

merupakan bentuk kerjasama pemasaran produk asuransi dengan cara bank melakukan modifikasi dan/atau menggabungkan produk asuransi dengan produk bank, selanjutnya bank menawarkan dan/atau menjual bundled product kepada nasabah. Dalam integrasi produk, peran bank tidak hanya memberikan penjelasan namun juga menindaklanjuti aplikasi nasabah atas bundled product, termasuk yang terkait dengan produk asuransi kepada perusahaan asuransi mitra bank. Dengan demikian diketahui bahwa dalam integrasi produk, bank menjual produk bank dan produk asuransi dalam satu kesatuan sebagai konsekuensi logis dari adanya modifikasi dan integrasi antara produk bank dan asuransi. Oleh karenanya OJK menegaskan bahwa dalam kerjasama pemasaran jenis ini, bundled product yang dipasarkan harus dapat dipisahkan atas bagian produk yang menjadi risiko bank dan bagian produk yang menjadi risiko perusahaan asuransi mitra bank sehingga risiko masing-masing dapat diiidentifikasi, diukur, dipantau dan dikendalikan.

111

Kasus dugaan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat pada kegiatan kerjasama bancassurance sebelumnya pernah dilakukan oleh Bank BNI pada tahun 2001. KPPU menilai perjanjian kerjasama kegiatan bancassurance antara Bank BNI dengan 4 perusahaan asuransi rekanan melenceng. Sebab, menjadikan

110

Perlu diingat bahwa asuransi diletakkan sebagai syarat untuk mendapatkan produk bank yang diinginkan (kredit).

111

Indriani Wauran, “Aktivitas Bancassurance dalam Dunia Perbankan: Adakah Praktik

Bundling yang Melanggar Hukum Persaingan Usaha ?,” Jurnal Refleksi Hukum April 2014, hlm.

empat perusahaan asuransi yang terikat kerja sama bisa menguasai pasar jasa asuransi dan cenderung melakukan oligopoli. Sedangkan BNI pada saat itu juga telah menerima permohonan perusahaan asuransi lain untuk menjadi rekanan yang menyebabkan praktik rekanan tersebut yang memunculkan persaingan usaha tidak sehat. Kasus ini dimulai dari laporan seorang pelaku usaha yang mempunya usaha perasuransian ingin bekerjsama dalam kegiatan bancassurance dengan Bank BNI, namun Ban BNI menolak kerjasama tersebut.

Tahun 2014 kemudian terjadi kasus pelanggaran yang serupa pada kasus Bank BNI di atas yaitu perkara Nomor 05/KPPU-I/2014 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 15 ayat (2) dan atau Pasal 19 huruf a yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk., (Persero) sebagai Terlapor I, PT. Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera sebagai Terlapor II, dan PT. Heksa Eka Life Insurance sebagai Terlapor III. Yang menjadi obyek perkara adalah produk Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) BRI yang mempersyaratkan asuransi jiwa dari konsorsium PT. Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera dan PT. Heksa Eka Life Insurance.

Putusan perkara tersebut memvonis terbukti terjadinya pelanggaran Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terbukti dengan adanya Perjanjian KPR BRI yang dibuat antara Terlapor I selaku pelaku usaha dengan debitur KPR BRI selaku pihak lain. Perjanjian KPR BRI tersebut terbukti memuat persyaratan bahwa debitur KPR BRI selaku pihak yang menerima barang tertentu berupa KPR BRI, diwajibkan membeli barang lain yaitu dengan membayar premi untuk asuransi jiwa dari konsorsium Terlapor II dan Terlapor III selaku pelaku

usaha pemasok. Maka dengan demikian seluruh unsur Pasal 15 ayat (2) terpenuhi. Sedangkan pelanggaran Pasal 19 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah terbukti karena Terlapor I melakukan kegiatan bancassurance bersama dengan pelaku usaha lain yaitu Terlapor II dan Terlapor III, yang menolak dan atau menghalangi perusahaan asuransi jiwa lain untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar produk asuransi jiwa bagi debitur KPR BRI di seluruh wilayah Indonesia.

Upaya menolak dan atau menghalangi perusahaan asuransi jiwa lain dilakukan dengan cara menerapkan terms and conditions112

Kegiatan yang dilakukan oleh Terlapor I bersama-sama dengan Terlapor II dan Terlapor III menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat berupa pemasaran asuransi jiwa kredit yang dilakukan dengan cara melawan hukum karena melanggar ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010. Dimana Terlapor I dalam menawarkan produk asuransi kepada nasabah yang mengajukan KPR, hanya menawarkan 2 produk asuransi kepada nasabah tersebut yang mau tidak mau nasabah tidak mempunyai yang sulit untuk dipenuhi oleh calon rekanan Terlapor I. Kegiatan bancassurance antara Terlapor I dengan Konsorsium Terlapor II dan Terlapor III serta penerapan terms and

conditions bagi calon rekanan Terlapor I tersebut mengakibatkan terjadinya

praktik monopoli pemasaran asuransi jiwa kredit oleh konsorsium Terlapor II dan Terlapor III yang merugikan kepentingan umum dimana debitur KPR tidak memiliki alternatif pilihan penyedia asuransi jiwa kredit.

112Terms and Condition adalah syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi dalam sebuah

banyak pilihan dalam memilih produk asuransi jiwa pada kredit KPR yang diajukannya.

Kegiatan yang dilakukan oleh Terlapor I bersama-sama dengan Terlapor II dan Terlapor III tersebut juga menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat berupa hambatan masuk bagi perusahaan asuransi jiwa lain yang menjadi pesaing potensial Konsorsium Terlapor II dan Terlapor III.

Uraian mengenai kegiatan dalam tiap produk bancassurance terkhusus pada kegiatan referensi dalam rangka produk bank dan integrasi produk yang menggunakan sistem bundling dan sering dikaitkan adanya perjanjian tertutup pada kegiatan tersebut terlebih dengan adanya kasus di atas, dimana dalam kasus tersebut dikatakan bahwa dalam kerjasama bancassurance tersebut melanggar ketentuan perjanjian tertutup dan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, perlu menganalisis apakah kerjasama bancassurance tersebut melanggar ketentuan perjanjian tertutup atau tidak.

Hukum Indonesia yang menganut sistem Civil Law113 dan menjunjung tinggi asas legalitas114

113 Civil Law adalah sistem hukum yang menyatakn bahwa ketentuan dalam UU adalah sebagai sumber hukum tertinggi dan menjunjung tinggi Asas Legalitas.

114 Asas Legalitas menyatakan bahwa tiada delik dan tiada kejahatan yang dapat dihukum atau dipidana apabila tidak ada ketentuan di dalam undang-undang yang mengaturnya (Nullum

Delictum Noela Poena Sinae Praevia Legae Poenali).

harus merujuk setiap ketentuan segala perbuatan hukum, hubungan hukum, akibat hukum dan sanksi hukum hanyalah pada undang-undang saja sebagai sumber hukum tertinggi di negara Indonesia. Sepanjang perbuatan tersebut belum diatur atau dilarang atau tidak memenuhi unsur-unsur yang ditetapkan di dalam undang-undang, maka perbuatan tersebut legal di hadapan hukum dan tidak ada sanksi yang dapat dikenakan.

Praktik tying agreement dalam ketentuan UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada kegiatan bancassurance harus dibuktikan apakah unsur-unsur dalam perjanjian tertutup tersebut terpenuhi atau tidak. Apabila terpenuhi maka perjanjian kerjasama kegiatan bancassurance adalah perjanjian kerjasama yang dilarang karena sifat perjanjian tertutup yang merupakan per se Illegal tanpa menghiraukan apakah perjanjian tersebut menyebabkan persaingan usaha tidak sehat atau tidak.

Unsur-unsur perjanjian tertutup dalam ketentuan Pasal 15 UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, telah dijelaskan sebelumnya. Maka, dalam hal ini harus dibuktikan terpenuhinya semua ketentuan unsur-unsur tersebut, yakni sebagai berikut:

1. Pelaku Usaha.

Pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 5 adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Perusahaan asuransi memenuhi unsur sebagai pelaku usaha.

2. Perjanjian.

Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Unsur perjanjian dipenuhi oleh

perjanjian kerjasama bancassurance oleh perusahaan asuransi dengan pihak bank.

3. Pelaku usaha lain.

Pelaku usaha lain adalah pelaku usaha yang mempunyai hubungan vertikal maupun horisontal yang berada dalam satu rangkaian produksi dan distribusi baik di hulu maupun di hilir dan bukan merupakan pesaingnya. Pelaku usaha lain dalam unsur ini terpenuhi sebagai pihak bank.

4. Pihak yang menerima.

Pihak yang menerima adalah pelaku usaha yang menerima pasokan berupa barang dan/atau jasa dari pemasok. Unsur ini terpenuhi yakni pihak yang menerima pasokan disini adalah pihak bank berupa produk asuransi dari perusahaan asuransi.

5. Barang dan/atau jasa

Barang menurut Pasal 1 angka 16 adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. Jasa menurut Pasal 1 angka 17 adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. Produk asuransi yang diterima oleh pihak bank memenuhi unsur sebagai jasa.

6. Memasok kembali

Memasok kembali menurut penjelasan Pasal 15 adalah menyediakan pasokan, baik barang maupun jasa, dalam kegiatan jual beli. Dalam perjanjian

bancassurance tidak ada kegiatan memasok kembali barang maupun jasa

oleh perusahaan asuransi kepada pihak bank. Kemudian sebagai mana diketahui bahwa kegiatan pasok memasok merupakan kegiatan yang berdasarkan perjanjian distributor, sedangkan bancassurance adalah kegiatan yang berdasarkan pada perjanjian keagenan. Maka dengan demikian unsur

ini tidak terpenuhi.

7. Barang dan jasa lain.

Barang menurut Pasal 1 angka 16 adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. Jasa menurut Pasal 1 angka 17 adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. Disebabkan hanya produk asuransi saja yang menjadi barang dan/atau jasa yang dipasarkan oleh pihak bank dan tidak ada barang dan/atau jasa lain, maka unsur ini tidak

terpenuhi.

Melihat penjabaran analisis pemenuhan unsur-unsur perjanjian tertutup pada kegiatan bancassurance, maka dapat dinyatakan bahwa perjanjian kerjasama

bancassurance bukanlah perjanjian tertutup (tying agreement) dan bukan

perjanjian yang dilarang dalam ketentuan undang-undang karena kegiatan

bancassurance yang berdasarkan pada perjanjian keagenan bukan pada perjanjian

97

BAB IV