• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lebak Harjo, Keajaiban yang Ditemukan

Dalam dokumen A Memorable Journey Kisah Perjalanan yan (Halaman 169-174)

Oleh : Azzam Boo

Saya tidak menyangka, hari itu bakal mendapatkan sesuatu yang menurut saya menakjubkan dan itu nyata. Waktu itu adalah hari ketujuh dari 1 Syawal dan suasana lebaran tentunya masih terasa. Saya tinggal dekat dengan sebuah pesantren kecil di Kota Turen Malang dan sering berhubungan dengan santri-santri yang tinggal di situ.

Sudah menjadi kebiasaan santri-santri di pesantren tersebut untuk bersilaturrahmi ke rumah teman-temannya sepondok bareng- bareng pada hari raya Idul Fitri. Maklum, santri yang mondok di situ rata-rata dari dalam kabupaten, sehingga tidak sulit melakukannya. Pada waktu itu, beberapa teman santri yang saya kenal mengajak bersilaturrahmi ke rumah teman yang ada di Dampit, sekalian berlibur katanya. Saya setuju saja untuk ikut sekalian nambah kenalan dan pengalaman.

Pagi itu sekitar delapan anak berangkat bersama-sama bersepeda motor. Selang satu jam perjalanan, kami berhenti di desa Tirtoyudo, sebuah kecamatan di timur Dampit. Kami mampir dan bersilaturrahmi kedua rumah teman santri asal daerah sini, namanya Joko dan Dian. Kami cukup lama bertamu dan mengobrol di sana. Sampai waktu mengisyaratkan hampir siang, kami melanjutkan perjalanan ke timur. Perjalanan paruh kedua ini cukup panjang

karena jalan yang berkelok-kelok dan jarak tempuh yang lebih jauh. Meskipun begitu, kami menikmati sekali karena di sekeliling sepanjang perjalanan, kami hanya melihat bukit-bukit kecil dan tanaman-tanaman yang tersusun rapi berkotak-kotak. Sesekali saja kami melihat rumah-rumah yang berjajar.

Sebenarnya saya tidak tahu kemana sebenarnya teman-teman menuju, dan saya memang tidak tahu di mana rumah teman saya yang satu ini. Karena setelah perjalanan ke timur yang panjang, kami sampai di sebuah pertigaan dan kami berbelok menuju ke arah selatan. Jalan ke arah selatan ini lebih sempit dari sebelumnya. Lalu, saya bertanya pada teman yang saat itu membonceng saya, ”Emang mau kemana sih, kita?” Teman saya pun menjawab, “Kita mau ke rumah Cak Wahyu di Lebak Harjo.” Saya angguk-angguk saja dan berbicara dalam hati, “Kok jauh banget, ya..?!” Tapi saya nikmati saja karena semakin ke selatan, kami semakin bisa melihat gundukan bukit-bukit yang lebih besar dan lebih jauh terlihat. Sungguh, pemandangan yang jarang sekali saya lihat. Sesekali di jalan kami menemui anjing-anjing yang berkeliaran di jalan.

Sungguh, sekali lagi saya ungkapkan, bukit-bukit yang saya temui di perjalanan ke arah selatan ini sangat indah. Terkadang mereka berwarna hijau muda dalam suatu bentuk persegi yang besar. Sesekali terlihat kumpulan warna kuning yang menggunduk seperti membuat sebuah bukit kecil lagi, dan sesekali pula terlihat warna coklat kehitaman menunjukkan bahwa tanah tersebut akan ditanami. Tentunya, jalan yang kami lewati seringkali berada di tengah jurang dan curah yang dalam. Pemandangan yang hijau dan indah.

Sampai akhirnya kami tiba di sebuah jalan yang menurut temanku disebut dengan jurang maut. Sungguh tidak saya sangka, perjalanan hijau yang kami tempuh selama sekitar satu jam berubah menjadi sedikit mencekam. Jalan yang kami lalui di jurang maut ini benar-benar terjal. Di sisi kanan kami adalah curah yang sangat dalam. Kami sedang melewati jalan menurun yang sangat terjal. Kami benar-benar berjalan dengan sangat pelan dan berhati-hati. Di kejauhan, terlihat sawah-sawah yang terlihat seperti kotak-kotak papan catur yang berwarna hijau. Sawah-sawah tersebut milik warga Lebak Harjo.

Cukup jauh jalan menurun yang curam itu kami lewati. Benar saja disebut jurang maut, karena jika kita lengah sedikit saja kami bisa tergelincir dan jatuh. Kami hampir sampai ke daratan yang sangat luas setelah jurang maut. Di tengah-tengah, sungai yang begitu besar menampakkan keindahannya membuat kami terkagum- kagum. Sungai itu seperti mengikat sebuah lembah besar yang dikelilingi bukit-bukit.

Lebak Harjo dapat dikatakan seperti sebuah lembah karena merupakan dataran luas yang dikelilingi bukit-bukit. Setelah mencapai dataran luas itu, kami melewati sawah-sawah yang hijau dan terlihat sungai besar itu memiliki sungai-sungai kecil bercabang yang sampai ke sawah-ladang warga disana. Cukup panas karena memang dataran rendah dan yang paling mengejutkan, kami sangat kesulitan mendapatkan sinyal untuk berhubungan dengan handphone.

Lebak Harjo adalah sebuah desa yang menjadi lokasi Perkemahan Wirakarya Nasional dan Perkemahan Wirakarya Asia yang pertama (1st Asia Pasific Community Service Camp). Perkemahan Wirakarya merupakan kegiatan bakti kepada masyarakat oleh penegak (usia 16-20 tahun) dan pandega (usia 21-26 tahun). Kegiatan bakti ini diinspirasi oleh pidato Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada World Scout Conference ke-23 tahun 1971 di Tokyo, Jepang.

Setelah kami beristirahat cukup lama di rumah teman saya di sana, kami menuju ke area perkemahan, di mana kita dapat menemui prasasti Community Development Camp (Comdeca). Pada bagian atas prasasti terdapat patung empat pramuka penegak dan pandega memegang tiang bendera. Area perkemahan merupakan padang rumput yang luas dikelilingi bukit, serta di beberapa sisi mengalir sungai yang tenang dan jernih. Tidak salah jika padang ini pernah dijadikan tempat perkemahan dunia.

Setelah puas menjelajahi area perkemahan yang luas dan hijau itu, kami melanjutkan perjalanan ke selatan. Masih banyak tempat indah yang sayang untuk dilewatkan di Lembah Lebak Harjo. Meskipun jalan semakin sulit kami lewati karena banyak lubang disana-sini, kami sampai di sebuah jembatan panjang tanpa pagar. Jembatan itu menghubungkan dataran yang dipisahkan oleh sungai yang sangat besar. Kira-kira lebar sungai itu mencapai seratus meter. Di sana kami dapat melihat bagaimana sungai besar itu berkelok melewati bukit-bukit di utara. Kalau kita pernah mendengar tempat pariwisata di Pantai Phuket Thailand, maka itu tidak jauh berbeda dengan sungai besar ini ketika melewati bukit-bukit yang hijau.

Setelah melewati jembatan itu, kami bisa sampai di sebuah mata air yang menjadi kolam renang. Pada hari libur, kolam itu dipenuhi oleh pengunjung baik dari daerah Lebak sendiri atau dari luar. Jika terus ke selatan sampai garis akhir daratan, maka kita dapat menemui sebuah pantai yang sangat indah. Di sisi lain pantai itu, terbangun tempat pelelangan ikan yang cukup ramai. Kita bisa mencari oleh- oleh ikan segar yang baru saja ditangkap oleh nelayan setempat.

Sepanjang perjalanan, yang kami lewati adalah pemandangan yang indah. Boleh dikatakan bahwa sejak dari Ampel Gading, kami sudah berada dalam sebuah tempat pariwisata karena bukit-bukit, lembah, curah-curah, sungai-sungai, sampai mata air dan pantai, seluruhnya dapat kita dapatkan jika kita mengunjungi Lebak Harjo. Kita tidak akan merasa lelah karena perjalanan itu sendiri sudah merupakan refreshing dan wisata buat kita.

Sebelumnya, Lebak Harjo adalah daerah yang sangat terpencil sebelum ditemukan untuk dijadikan tempat kemah internasional. Warga di sana kesulitan dalam menjual hasil bumi seperti kopi, padi, kelapa, dan lainnya. Hal ini dikarenakan jalan yang masih belum diperbagus sampai dijadikannya daerah ini menjadi tempat kemah. Menurut warga setempat, dulu jalan utama menuju Lebak Harjo hanya 1,5 meter, sehingga sulit untuk berhubungan dengan daerah luar Lebak Harjo. Sungguh, keajaiban yang beruntung dapat ditemukan, dan beruntung saya dapat mengunjunginya.

Dalam dokumen A Memorable Journey Kisah Perjalanan yan (Halaman 169-174)