• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebuah Perjalanan

Dalam dokumen A Memorable Journey Kisah Perjalanan yan (Halaman 148-154)

Oleh: Fransiska S. Manginsela

Sejak usia dini aku sangat suka sekali akan sesuatu yang berhubungan dengan wisata. Baik tempat wisata maupun hal-hal yang ada hubungannya dengan wisata. Misal tentang makanan khas sebuah daerah, bahasa yang mereka gunakan, berikut juga dengan pernak-perniknya.

Ada kebahagiaan tersendiri di kala aku bisa melihat tempat- tempat indah tersebut. Walau tak secara langsung berada di tempat yang aku maksud dan menikmati keindahannya. Tapi aku merasa seolah-olah sedang berada di sana. Mungkin ini disebabkan karena imajinasiku yang terlalu tinggi. Berpikir membayangkan seolah- seolah berada di tempat tersebut.

Tempat wisata yang paling aku suka adalah pantai. Entah mengapa aku merasakan ketenangan ketika berada di sana. Melihat ombak yang berkejaran, bermain pasir di pantai, juga mencari beraneka ragam batu karang. Sungguh, suasana ini sulit untuk aku lupakan. Sangat menyenangkan.

Tak hanya pantai. Pesona gunung pun menyita habis perhatianku. Wujudnya yang begitu indah ketika dilihat dari jauh membuat mata ini tak ingin untuk mengalihkan pandangan. Aku sangat terpesona dibuatnya. Ada keunikan tersendiri ketika aku melakukan perjalanan untuk menggapai gunung tersebut. Begitu

banyak lika-liku yang harus dilewati. Tapi semua ini mampu memberi kebahagiaan tersendiri di dalam hati. Rasa lelah pun hilang saat sudah berada di atas. Semuanya telah dibayar oleh keindahan yang tersaji di depan mata.

Namun dalam kesempatan ini, aku ingin berbagi ceritaku yang lain. Sebuah cerita yang tak berhubungan dengan laut dan pantai. Sebenarnya tak pernah terpikirkan olehku dulu bahwa aku akan mempunyai cerita ini. Ya, cerita tentang sebuah perjalanan. Perjalanan yang ternyata berakhir menyenangkan.

Cerita ini berawal ketika saudaraku memintaku untuk ikut berwisata dengannya. Karena hari yang ia tawarkan untuk berwisata adalah hari Minggu, maka aku iyakan saja tawarannya. Kami berencana untuk pergi ke Taman Safari II di Prigen, Pasuruan. Mendengar kata “Taman Safari” maka yang ada di benakku adalah binatang. Sebenarnya tak ada yang salah dengan binatang. Hanya saja aku kurang familiar dengan keberadannya. Ada sedikit trauma. Namun, aku pun tak kuasa menolak ajakan saudaraku.

Malam semakin larut. Kuraih dan kulihat jam tanganku. Ternyata waktu menunjukkan tepat pukul 00.30 WIB. Aku tak kunjung terlelap. Pikiranku masih tertuju pada sosok-sosok binatang yang esok akan aku temui. Ada sedikit rasa aneh di hati ketika melihat binatang besar berdiri di sisi. Aku tak bisa menyembunyikan takutku. Arghh, kenapa aku begini? Andai saja aku punya kesempatan bisa memilih lagi, maka aku akan memilih untuk tinggal di rumah saja. Karena aku masih tak sanggup untuk melihat binatang-binatang besar itu ada di dekat dan di depanku. Tapi di sisi

lain, aku ingin sekali menyaksikan langsung keberadaan binatang itu. Tidak hanya dari gambar atau televisi. Seperti yang aku lakukan selama ini. Hmm, semua ini membuatku bingung. Tak lama, akhirnya aku pun terlelap juga. Entah jam berapa.

Pagi telah tiba. Sang mentari kembali menyapa. Memberi kesejukan di hati dan lubuk jiwa. Tepikan rasa takut dan gelisahku yang semalam bersemayam di dalam dada. Kami bersiap berangkat ke Taman Safari sekitar jam setengah tujuh pagi. Perjalanan pun berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan. Namun rasa gelisah dan takut masih setia menemaniku. Akhirnya, perasaan itu pun perlahan sirna juga. Karena aku mulai dibuat terpana oleh deretan pemandangan indah yang tersedia di sekitar tempat wisata. Kusibukkan diriku untuk mengambil gambar pemandangan indah itu. Memanfaatkan waktu sambil menunggu loket pembelian karcis dibuka. Karena kami datang lebih awal dari seharusnya. Ternyata perjalanan dari Surabaya hanya memakan waktu sekitar satu setengah jam saja.

Waktu yang dinanti akhirnya tiba. Satu persatu mobil pengunjung tempat wisata tersebut mulai antri untuk membeli karcis. Kalau tidak salah setiap orang dikenakan biaya sekitar Rp80.000,00 untuk bisa mengelilingi tempat wisata tersebut. Aku tidak terlalu perhatian untuk masalah pembelian karcis karena semua dihandle oleh saudaraku.

Di Taman Safari tersebut, ternyata banyak sekali tempat wisata atau arena permainan yang bisa dikunjungi. Di sana juga menyediakan kolam renang. Tapi, kebetulan niat kami adalah hanya

untuk melihat binatang. Mobil yang aku tumpangi melaju dengan perlahan. Kami diberi sebuah peta yang di dalamnya terdapat nama kawasan tempat atau zona-zona yang akan kami lalui. Jadi semua binatang yang ada di sana memiliki kawasan atau zona masing- masing. Ada kawasan Eropa, Afrika, Asia, dan lain-lain. Kawasan- kawasan itu dibuat dengan tujuan untuk mengenalkan para pengunjung tentang jenis binatang yang ada di daerah tersebut.

Aku sempat berteriak histeris di dalam mobil, ketika ada seekor badak berjalan mendekati tempat dudukku. Culanya sempat menghantam kaca mobil kami. Tak bisa aku bayangkan bagaimana perasaanku saat itu. Napasku serasa terhenti. Wajahku pun pucat pasi. Entah apa jadinya jika kaca mobil itu pecah. Pasti aku sudah diterkamnya. Tak berhenti sampai di situ. Mobil kami tak henti- hentinya dikerumuni oleh beberapa binatang yang keberadaannya dilepas. Seperti unta, burung bangau, jerapah, gajah, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Kami melanjutkan perjalanan. Suasana mencekam pun kembali datang. Yaitu ketika kami masuk kawasan harimau dan singa. Bulu kudukku sempat berdiri. Jantungku berdebar tak seperti biasa. Ketika si raja hutan tiba-tiba bangun dari tidurnya. Aumannya sungguh menggetarkan dada. Ingin sekali aku segera keluar dari tempat itu. Sungguh aku merasakan stress yang luar biasa. Ini adalah kali pertama jantungku dipacu dengan begitu dahsyatnya.

Setelah melewati kawasan yang membuat jantungku bekerja lebih keras, akhirnya kami melewati kawasan yang sedikit tenang. Di sana kami melihat orang hutan, kancil, kuda nil, dan lain-lain. Di

kawasan ini otakku mulai kembali berputar dengan normal. Bisa berpikir lebih jernih lagi. Ketegangan saraf otak pun tak kurasakan lagi. Sempat terbersit di benakku, bahwa sebagai manusia seharusnya kita sangat beruntung jika dibanding dengan mereka. Mengapa? Karena kita diberi kebebasan untuk berbuat atau bertindak sesuka kita. Walau kita juga harus tetap berpedoman pada norma-norma yang ada. Jika kita mau berpikir sejenak, cobalah kita bayangkan jika kita menjadi salah satu hewan tersebut. Apa yang kita rasakan? Di saat kita diminta untuk tinggal di tempat di mana itu bukan kawasan kita. Mereka tak bisa kemana-mana dengan bebas. Mereka tak bisa cari makan sesuai dengan keinginannya seperti di hutan yang merupakan tempat tinggal mereka. Tahukah kita, bahwa keberadaannya hanya untuk menghibur kita saja. Tapi kita yang memiliki banyak kebebasan, yang bebas menentukan tempat tinggalnya, terkadang kita lalai. Kita hanya mengeluh. Selalu saja bicara kurang. Kapan kita menyempatkan diri untuk bersyukur?

Aku kembali terdiam. Sungguh aku merasa kasihan melihat para binatang itu. Dia dibawa jauh-jauh ke Indonesia. Berpisah dengan keluarganya hanya untuk sekedar menghibur kita. Tuhan, aku bersyukur karena telah diberi kesempatan untuk bisa mengunjungi tempat yang tadinya tak ingin aku singgahi. Mungkin di awal aku memang takut. Tapi, setelah aku berkeliling maka rasa takutku itu pun berubah menjadi sebuah rasa simpati. Terima kasih Tuhan, telah membuka mata hatiku. Bahwa bintanang itu juga ciptaan-Mu. Tak perlu ditakuti tapi harus disayangi. Banyak pelajaran yang bisa aku petik dari sebuah perjalanan ini. Sebuah perjalanan yang mengetuk hatiku untuk senantiasa bersyukur atas apa yang aku miliki.

Sebenarnya sebagai manusia kita mempunyai kesempatan yang lebih banyak dari binatang tersebut. Kita diciptakan jauh lebih baik dari mereka. Sehingga seharusnya kita bisa memanfaatkan kesempatan itu. Memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Terus berkarya, berusaha, dan pantang menyerah. Bukan hanya berdiam diri saja seperti para binatang yang tak berdaya, ketika mereka harus dipisahkan dari keluarganya.

Dalam dokumen A Memorable Journey Kisah Perjalanan yan (Halaman 148-154)