• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tak Menyerah Sebarkan Turbin Mikrohidro

kecetapan 700 liter/detik dan mengalir ke irigasi sebesar 300 liter/detik bahkan di saat kemarau panjang.

Pak Cip melihat hal ini sebagai peluang untuk mulai memproduksi turbin mikrohidro di tahun 1985. Pada kenyataannya, turbin buatan Pak Cip Penghargaan Energi Prakarsa

S

ucipto — yang akrab dipanggil Pak Cip

— mencoba mengembangkan turbin mikrohidro setelah melihat ketiadaan listrik di desanya. Sementara di desa Sumberwuluh, Kabupaten Lumajang tersebut ketersediaan air melimpah sepanjang musim. Sumberwuluh memiliki sumber mata air yang mengalir dengan

justru menarik beberapa desa lain untuk membeli dan memanfaatkan turbin tersebut sebagai pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH).

Akibatnya, Pak Cip mendapat protes dari warga di sekitar rumahnya karena dinilai tidak mau mengembangkan listrik di kampung halamannya sendiri. Inilah yang membuat Pak Cip akhirnya mendirikan PLTMH skala kecil pada tahun 1992.

Jangan dulu dibayangkan kisah Pak Cip dalam mengembangkan PLTMH langsung mulus. Pada 1998, jaringan listrik nasional telah masuk ke Gunung Sawur, Desa Sumberwuluh. Warga mencoba mengajukan sambungan listrik, namun setelah empat kali masih gagal.

Berlanjut hingga 2010, sekitar 100 KK bersepakat memasang listrik di rumahnya dengan sistem kWh meter. Untuk memasang instalasi listrik yang terhubung ke PLTMH, warga diminta membayar biaya pemasangan jaringan sebesar Rp 1.200.000 yang dapat dicicil selama satu

tahun. Pak Cip akan segera memasang instalasi listrik di rumah warga jika warga telah membayar separuhnya.

Pada kenyataannya, setelah 6 bulan kesepakatan tersebut hanya 46 rumah yang membayar. “Warga yang membayar protes kepada saya, kamu jangan main-main kenapa kamu harus menunggu warga yang belum membayar, bagaimana uang kami?” kenang Pak Cip. Akhirnya Pak Cip harus memasang kembali satu per satu instalasi listrik lengkap dengan kWh meter bagi warga yang telah membayar.

Kejadian buruk terjadi ketika lebaran 2010, warga yang belum tersambung ke jaringan listrik nasional dan belum membayar ke Pak Cip, tidak terlistriki.

Saat itu rumah mereka gelap, dan diduga timbul iri terhadap rumah-rumah yang telah terlistriki dari PLTMH.

Celakanya, menurut Pak Cip, sebagian warga malah menganggap PLTMH sebagai penghalang tersambungnya jaringan listrik nasional dirumah mereka. “Akhirnya Penghargaan Energi Prakarsa

pada pukul setengah satu malam PLTMH kami dibakar.”

Kini, sebagian dari mereka yang sudah terlanjur kecewa listriknya tak kunjung dipasang dan sudah membakar PLTMH Pak Cip memilih menunggu dipasang PLN. Sebagian warga yang memang tidak mendaftar ke Pak Cip sejak awal memilih untuk dipasang listrik dari PLN dengan alasan bisa diwariskan ke anak cucu.

”Saya memilih aliran listrik dari PLTMH Pak Cip karena pertama, relatif jauh lebih murah waktu pemasangan pertama. Kedua, saya bisa pakai listrik selama 24 jam. Saya tetap bisa menyalakan TV, istri saya menyetrika baju juga tidak ada masalah. Ketiga, saya hanya menghabiskan sembilan belas ribu rupiah satu bulan. Jadi iuran atau bayaran bulanannya pun murah,” kata Pak Japen, salah seorang konsumen listrik PLTMH.

Bersama itu, Pak Cip terus berupaya memperbaiki pelayanan kepada warga dan hingga tahun 2012 telah terpasang 87 KK. Dua unit PLTMH yang dikelola memiliki kapasitas 12 kW dan 6 kW untuk dengan tarif Rp 300 per kWh. Listrik yang terpasang dapat digunakan 24 jam setiap hari kecuali pada hari Minggu Pak Cip mematikan pembangkit selama 3 jam untuk perawatan alat.

“Pada siang hari, kami memanfaatkan listrik untuk produksi turbin dengan bantuan 7 karyawan. Kadang-kadang kami mengalami kendala, yaitu proses produksi

turbin menjadi tersendat karena butuh energi listrik yang sangat besar sehingga arus naik turun tidak stabil. Namun, semua masih terkendali dengan baik,” kata Pak Cip kembali.

Produksi turbin listrik

Sejalan dengan pengelolaan PLTMH, Pak Cip terus berupaya meningkatkan kualitas dan kekuatan turbin yang dibuat untuk berputar tanpa henti selama 3-4 tahun dan meningkatkan energi agar tercukupi penggunaan listrik. Mulai 2009, Pak Cip mengadakan pendampingan kepada para pemasang turbin produksinya. Ia selalu memantau kelayakan turbin dan terus melakukan komunikasi dengan para konsumennya sehingga mengetahui turbinnya masih terpasang dengan baik atau tidak.

“Alhamdulillah, ibarat penjual minyak, saya tidak perlu memasarkan dengan berkeliling ke daerah-daerah. Pada suatu saat, secara kebetulan di tahun ‘90-an di Penghargaan Energi Prakarsa

daerah perbatasan Kabupaten Trenggalek, Pacitan, dan Ponorogo terdapat daerah yang sangat luas di suatu pegunungan dan sangat terisolasi. Saya diminta untuk memasang turbin di sana dan berhasil hingga akhirnya daerah-daerah sekitarnya terus meminta untuk dipasang turbin. Bahkan, hingga hampir 100-an unit turbin apalagi seluruh warga di tiga kabupaten tersebut sangat kompak untuk membangun secara bersama-sama,” kata Pak Cip.

Jejaringnya bertambah luas ketika ada warga di daerah yang telah menjadi konsumennya

bertransmigrasi ke

Sumatera. Setelah melihat turbin tersebut, mereka serta-merta membeli untuk dibawa ke daerah Bengkulu dan Lampung karena dinilai sangat cocok dengan daerah tersebut. Akhirnya, warga di sana pun mengenal Pak Cip dan juga membeli turbin hasil produksinya saat itu.

Pemesanan turbin bahkan terus berlanjut hingga ke daerah Kalimantan dan Papua.

Jika dihitung, sejak tahun 1985 hingga sekarang Sucipto menjadi produsen

PLTMH dengan kapasitas Penghargaan Energi Prakarsa

5 unit per tahun telah membangun 120 mikrohidro yang tersebar di Jawa Timur, Lampung, Bengkulu, Kalimantan, dan Papua dengan total daya terpasang 608 kW. Sucipto menerima pesanan turbin 13 kali rata-rata per tahun.

Pak Cip juga menerima mahasiswa-mahasiswa dari perguruan tinggi di Jawa Timur bahkan luar Jawa Timur untuk belajar di bengkelnya dan menyusun tugas akhir mereka. Dengan adanya pembangunan PLTMH di Gunung Sawur Desa Sumberwuluh tersebut, Pak Cip telah mendorong perubahan pola pikir bagi masyarakat setempat

untuk memenuhi kebutuhan energi secara mandiri.

Keberadaan turbin yang terpasang di irigasi dan dalam

kondisi terus berputar dapat mengangkat air sehingga membantu warga mengairi sawah hingga ke ujung desa. Bahkan dengan adanya listrik yang telah terpasang, masyarakat dapat menggunakan listrik untuk home industry untuk pengisian aki dan cuci motor.

Pak Cip berencana terus mengembangkan bengkelnya dan mendirikan perpustakaan mikrohidro agar warga memiliki ruang belajar tentang mikrohidro serta membangun replika turbinnya. Selain itu, ia ingin terus meningkatkan jumlah pengadaan kWh dan meningkatkan kapasitas 4 kW dengan cara meninggikan head karena banyak kebutuhan masyarakat sekitar yang belum terpenuhi apalagi turbin yang kini terpasang sudah tidak mencukupi. Apalagi cita-cita besarnya adalah membuat sentra home industry berbasis mikrohidro

dan menginterkoneksikan listrik dari turbinnya ke PLN.

”Pak Cip itu gigih, dia tidak mementingkan dirinya sendiri,

tetapi mementingkan p e m b e r d a y a a n

masyarakatnya dengan tetap tinggal di

daerah asalnya.

Teknologi piko dan mikro yang

dia kuasai dan

Ir. Nurul Huda, Kepala Bagian Ekonomi, Sekretariat Daerah Kabupaten Lumajang

Penghargaan Energi Prakarsa

kembangkan membuatnya sangat luar biasa. Dia sangat terbuka untuk berbagi dengan masyarakat apalagi memberi penyuluhan dan jasa survei tanpa memungut biaya sama sekali,

tidak komersial sehingga sangat patut untuk mendapat penghargaan dari pemerintah atas jasa dan integritasnya kepada pemenuhan energi untuk masyarakat dengan ilmunya, waktunya, pengabdiannya,” kata Ir. Nurul Huda, Kepala Bagian Ekonomi, Sekretariat Daerah Kabupaten Lumajang.

Perjalanan pantang menyerah Pak Cip mengembangkan energi terbarukan inilah yang menjadi pertimbangan ia mendapat Penghargaan Energi Prakarsa 2012 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.*

Pemrakarsa, motivator yang berkomitmen tinggi dengan mewujudkan 120 PLTMH/608 kW/3308 KK sekaligus mengelola 2 Unit PLTMH skala kecil/

18kW/87 KK, bengkel turbin secara berkelanjutan selama 20 tahun, berdampak besar pada Provinsi lain di Wilayah Indonesia khususnya penyediaan lapangan kerja, peningkatan perekonomian masyarakat melalui home industry, serta kemandirian masyarakat dalam pengelolaan energi dan lingkungan.

Alamat: Gunung Sawur, Desa Sumberwuluh RT/RW 01/09, Kec Candipuro, Kab Lumajang-Jawa Timur.

Penghargaan Energi Prakarsa

Penghargaan Energi Prakarsa 2012

Di tengah kelangkaan energi dan masalah limbah kotoran sapi, anggota Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan yang berlokasi di Dusun Mesagi, Desa Wonosari, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, mendorong masyarakat yang secara mandiri menghasilkan energi alternatif biogas dan mengubah limbah menjadi pupuk.

Penghargaan Energi Prakarsa 2012