• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini adalah kajian kualitatif, kepustakaan (library research), histories factual dan hermeneutik. Penggunaan metode-metode tersebut seperti akan dijelaskan kemudian didasarkan pada dan ditentukan oleh metode analisis dan jenis data yang digunakan dalam riset ini. Hal-hal terkait data, diasumsikan menentukan metode penelitian yang dibutuhkan dan digunakan. Seperti telah disinggung sebelumnya, fokus penelitian ini

40Dhiya‘ad Din Al-Rais (1985), Islam dan Khilafah: Kritik terhadap Buku Khilafah dan Pemerintahan dalam Islam (Bandung: Pustaka Salman, 1985).

41Yusuf al-Qarad}awi menyebutkan beberapa intelektual telah mengkritik Ali> ‘Abd al-Ra>ziq dan karyanya. Di antara yang disebutkan adalah Syaikh Bakhit ab-Muthi’i menulis Haqiqah al-Islam wa Ushul al-Hukm, Syaikh Muhammad Khidhr Husain menulis Naqdh Kitab al-Islam wa Ushul al-Hukm, Muhammad Dhiyauddin ar-Rais menulis al-Islam wa al-Khilafah fi al-Ashri al-Hadits, Muhammad al-Bahi,

Al-fikr al-Islami al-Hadits wa shilatuhu bi al-Isti’mar al-Gharbi, dan Muhammad Imarah, Ma’rakah al-Islam wa Ushul al-hukm.

42Ka>mil Sa‘fa>n, ‘Ali> Abd al-Ra>ziq al-Isla>m wa Us}ul H}ukm (Kairo, Mesir: Daar al-Mishriyah al-Lubnaniyah, 2005). Dalam edisi Indoensia buku ini diterbitkan oleh Erlangga berjudul Kontroversi Khilafah dan Negara Islam: Tinjauan Kritis atas Pemikiran Politik Ali Abdur Raziq yang diterjemahkan oleh Arif Chasanul Muna 2009.

43Khalil Abd al-Karim, Al-Isla>m baina Daulah Di>niyyah wa Daulah al-Madaniyah (Cairo: Sina, 1995). Edisi Indonesia buku ini diberi judul Kontroversi Negara Islam: Radikalisme vs Moderatisme terjemahan Aguk Irawan (Surabaya: Nusantara Press, 2015).

18| UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

adalah pemikiran dimana objeknya adalah pemikiran ‘Abdullah Ahmedan-Na’im. Berdasarkan fokus dan objek ini, diketahui jenis data (baik primer dan sekunder) bukan berupa angka-angka yang bersifat statistik, tetapi berupa penjelasan-penjelasan verbal an-Na’im. Karena itu, metode yang dibutuhkan dan relevan dengan jenis data ini adalah kualitatif yang di dalamnya inheren analisis deskriptif.

Metode kualitatif hemat penulis juga relevan terutama terkait persoalan makna yang hendak dieksplorasi dari data berupa dokumen, kata-kata, penjelasan, perkataan, pernyataan, kalimat dan ungkapan an-Na’im.44 Selain itu, berdasarkan penjelasan Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Sudarto, penggunaan metode kualitatif juga relevan karena prosedur penilaian menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari objek yang dikaji.45 Dalam penjelasan Neuman, metode kualitatif bukan hanya menggunakan bentuk data teks, kata-kata atau ucapan, namun lebih dari itu yang sangat penting data-data tersebut tidak diubah menjadi kuantitatif, tetapi tetap fokus pada makna, definisi, simbul, dan deskripsi aspek-aspek yang diteliti.46 Dengan demikian, secara teknis metode kualitatif dalam riset ini berusaha mengekplorasi pemikiran an-Na’im meliputi persoalan makna, persepsi dan motivasi an-Na’im dan dalam praktik menggunakan narasi analisis deskriptif.

Masih terkait dengan data, yakni sumber dan cara pengumpulan data, metode penelitian ini termasuk riset kepustakaan (Library research), bukan penelitian lapangan (field Research). Hal ini disebabkan data primer tidak diperoleh dari lapangan dan tidak dikumpulkan dengan metode wawancara dengan an-Na’im. Akan tetapi, data primer pemikiran an-Na’im dan data sekunder yang relevan dengan tema dan objek diperoleh dan dikumpulkan dari perpustakaan, terutama pustaka riset SPs UIN Syarif Hidayatullah

44Menurut Lexy J. Moleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan secara holistik dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Sementara deskriptif merupakan salah satu ciri penelitian kualitatif dimana data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata dan gambar, bukan data berupa angka-angka. Oleh karena itu, laporan penelitian juga disajikan dalam bentuk deskriptif. Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. 24, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007). Septiawan Santana K.,

Menulis Ilmiah: Metode penelitian Kualitatif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007). Rizabuana Ismail, Metode penelitian Kualitatif; Dasar-Dasar Pemikiran Melakukan Penelitian Sosial dengan Pendekatan Grounded Reserch (Medan: USU Press, 2009).

45Lihat Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: Rajawali Press, 1996), 62.

46W. Lawrece Neuman, Social Research Methods: Qualitiative and Quantitative Approach (Boston: Allyn and Bacon, 1997), 328-418.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|19 Jakarta.47 Oleh karena data diperoleh dari perpustakaan, maka data primer kajian ini adalah berupa buku sebagai materialnya. Dengan begitu, metode penelitian ini disebut juga penelitian histories factual. Hal ini didasarkan pada argumen bahwa kajian ini menjadikan pemikiran tokoh dalam karyanya sebagai objek material penelitian (bukan wawancara dengan tokoh).48

Sejalan dengan metode histories factual yang menekankan kajian atas karya tulis tokoh sebagai data, penelitian ini menggunakan pula metode hermeneutik untuk mengeksplorasi data primer sebagai upaya memahami pemikiran an-Na’im. Metode hermeneutik memungkinkan eksplorasi pemikiran an-Na’im tanpa melalui wawancara, atau hanya mengacu pada karyanya sebagai data. Data berupa teks buku sebagai refleksi pemikiran an-Na’im dalam teori hermeneutik reproduktif Schleirmacher adalah instrument utama memahami pemikiran an-Na’im. Bahkan, memahami teks menurut metode hermeneutik ini bukan hanya bermaksud secara objektif sesuai maksud sang penulis, namun memahami melampaui penulis itu sendiri. Begitu juga karya an-Na’im sebagai teks dan data memiliki kedudukan dan peran sentral ditinjau dari perspektif metode hermeneutika produktif yang dikemukakan oleh Gadamer. Berbeda dengan hermeneutik reproduktif yang lebih menekankan objektifitas dalam memahami teks, hermeneutika produktif Gadamer lebih menekankan subjektifitas penafsir atau pembaca dalam memahami teks. Memahami bukan usaha menemukan makna objektif, melaikan untuk menemukan apa yang tertera dalam teks itu sendiri.49 Lebih dari itu, relevansi penerapan hermeneutika sebagai metode

47Beberapa pustaka yang dimaksud adalah pustaka riset Sekolah Pascasarjana dan Pustaka Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pustaka Universitas Indonesia, dan Pustaka Nasional Republik Indonesia. Selain itu, kajian ini juga mengumpulkan data dari sumber-sumber online seperti www. Jstor. Co.id., dan www.Ebsco.co.id.

48Lihat Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 95-100. Lihat Achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 61-67. Syahrin Harahap, Studi Tokoh dalam Bidang Pemikiran Islam, (Medan: IAIN Press, 1995), 12-20.

49Hermeneutika produktif Gadamer memandang pemahaman adalah proses produksi makna, dimana penafsiran merupakan proses dinamis dan progresif antara wacana penafsir dengan wacana teks dan konteks. Hermeneutik di sini dipahami bukan usaha menemukan makna objektif, melaikan untuk memahami apa yang tertera dala teks itu sendiri, sehingga proses penafsiran bersifat fusion of horizon. Penafsir dan teks selalu saling terkait dan memengaruhi yang mengarah ke proses transformasi makna. Pembaca atau penafsir teks tak harus melepaskan diri dari tradisinya sendiri atau mengabil jarak dengan teks, karena bila prasangka dan tradisi pembaca tidak terlibat, maka akan kehilangan daya kreatifitas. Setiap penafsiran menurut Gadamer selalu melibatkan prasangka sang penafsir. Penafsir dan pemahamannya dipengaruhi oleh situasi hermeneutik tertentu yang

20| UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

memahami pemikiran an-Na’im melalui karyanya dapat pula didasarkan pada teori hermeneutika Ricour yang menegaskan bahwa teks memiliki otonominya sendiri. 50

Adapun yang menjadi data primer penelitian ini adalah buku ‘Abdullah Ahmedan-Na’im berjudul Islam and Secular State: Negotiating the Future of Shari‘a.51 Sementara data-data sekunder adalah buku-buku dan artikel-artikel yang ditulis oleh an-Na’im selain dari data primer tersebut. Beberapa buku an-Na’im sebagai data sekunder misalnya adalah Toward an Islamic Reformation, dan Muslims and Global Justice.52 Selain buku-buku tersebut, digunakan pula transkrip wawancara Farish A. Noor dengan ‘Abdullah Ahmedan-Na’im sebagai data pendukung.53 Selain itu, termasuk dalam jenis data sekunder adalah artikel-artikel dan buku-buku yang relevan dengan tema dan topik kajian ini seperti karya Muh}ammad

melingkupinya, baik berupa tradisi, budaya maupun pengalaman hidup. Begitu pula pra pemahaman merupakan posisi awal ketika ia membaca teks yang memiliki peran penting yang diwarnai oleh tradisi. Karena itu, dalam memahami terjadi pembauran horizon, dimana cakrawala teks dan cakrawala pembaca mengalami proses fusi pembauran yang menghasilkan pemahaman.

50Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method, Philosophy and Critique (London: Routledge& Kegan Paul, 1980), 11.

51‘Abdullah Ahmedan-Na’im , Islam and Secular State: Negotiating the Future of Shari‘a, (Cambridge: Harvard University Press, 2009). ‘Abdullah Ahmedan-Na’im , Toward an Islamic Reformation, Civil Liberties, Human Rights, and International Law: (New York: Syracuse University Press, 1990). Buku ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berjudul Dekonstruksi Syariah, Wacana Kebebasan Sipil, Ham, dan Hubungan Internasional dalam Islam, terjemahan Ahmad Suaedy dan Amirudin ar-Rany, Yogyakarya: LKiS, 2004.

52‘Abdullah Ahmedan-Na’im , Muslims and Global Justice (Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 2011). Dalam edisi Indonesia berjudul Muslim dan Keadilan Global terjemahan Jawahir Thontowi (Yogyakarta: IMR Press, 2013). Lihat http://www.jstor.org/stable/j.ctt3fhnsq (akses 08 Januari 2019). Selain itu, terdapat pula buku What Is an American Muslim?. Buku ini menawarkan argumen negara sekuler dari sudut pandang Islam, dan menunjukkan bahwa hubungan antara agama dan negara adalah produk dari negosiasi historis dan kontekstual bukan menunjukkan pemisahan kategoris antara keduanya. Selain itu, juga memperjelas dan membahas konteks hukum, politik, sosiologis, dan demografi di mana Muslim Amerika dapat menegaskan kewarganegaraan mereka tanpa mengurangi atau merusak identitas agama mereka. Lihat ‘Abdullah Ahmedan-Na’im , What Is an American Muslim? (Oxford University Press, 2014). Oxford University,

https://global.oup.com/academic/product/what-is-an-american-muslim-9780199895694?cc=us&lang=en&#

53Transkrip wawancara ini dapat ditemukan dalam Dick van der Meij,

Dinamika Kontemporer dalam Masyarakat Islam terjemahan Somardi (Jakarta: INIS, 2003).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|21 Shah}ru>r54 dan Yu>suf Al-Qarad}awy.55 Perlu ditegaskan pula bahwa selain data-data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan, penelitian ini menggunakan pula data-data sekunder yang diperoleh secara daring dari jurnal online dalam www.Jstor.Com baik yang ditulis oleh an-Na’im maupun oleh sarjana lain.56

54Muh}ammad Shah}ru>r, Dira>sa>t Isla>miyyah Mu‘as}irah fi> ad-Daulah wa al-Mujtama’ (Damsyiq: Al-Aha>li>, 1994).

55Hampir semua karya-karya Yu>suf Al-Qarad}awy cenderung menolak paradigma sekuler dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Untuk karya yang disebutkan ini lihat Yu>suf Al-Qarad}awy, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik: Bantahan Terhadap Sekulerisme dan Liberalisme terjemahan Khaorul Amru Harahap(Jakarta: Al-Kautsar, 2008).

56‘Abdullah Ahmedan-Na’im , "Why Should Muslims Abandon Jihad? Human Rights and the Future of International Law." Third World Quarterly 27, no. 5 (2006): 785-97. http://www.jstor.org/stable/4017778. ‘Abdullah Ahmedan-Na’im . "The OAU and the Right of Peoples to Self-Determination: A Plea for a Fresh Approach." Africa Today35, no. 3/4 (1988): 27-35.

http://www.jstor.org/stable/4186500. ‘Abdullah Ahmedan-Na’im and Louis Henkin. "Islam and Human Rights: Beyond the Universality Debate." Proceedings of the Annual Meeting (American Society of International Law) 94 (2000): 95-103.

http://www.jstor.org/stable/25659365. ‘Abdullah Ahmedan-Na’im , "Islam, Sharia and Democratic Transformation in the Arab World." Die Friedens-Warte 87, no. 1 (2012): 27-41. http://www.jstor.org/stable/23773953. ‘Abdullah Ahmedan-Na’im , "Reforming Islam: Sudan and the Paradox of Self-Determination." Harvard International Review 19, no. 2 (1997): 24-64.

http://www.jstor.org/stable/42764027. ‘Abdullah Ahmedan-Na’im . "Religious Minorities under Islamic Law and the Limits of Cultural Relativism." Human Rights Quarterly 9, no. 1 (1987): 1-18. doi:10.2307/761944. ‘Abdullah Ahmedan-Na’im . ‚Religious Minorities under Islamic Law and the Limits of Cultural Relativism.‛ Human Rights Quarterly, vol. 9, no. 1, 1987, pp. 1–18. JSTOR, JSTOR, www.jstor.org/stable/761944. ‘Abdullah Ahmedan-Na’im . "Human Rights and Islamic Identity in France and Uzbekistan: Mediation of the Local and Global." Human Rights Quarterly 22, no. 4 (2000): 906-41.

http://www.jstor.org/stable/4489310. ‘Abdullah Ahmedan-Na’im , "Taming the Imperial Impulse: Realising a Pragmatic Moral Vision." Economic and Political Weekly 46, no. 13 (2011): 50-59. http://www.jstor.org/stable/41152285. ‘Abdullah Ahmedan-Na’im . "Constitutionalism and Islamization in the Sudan." Africa Today 36, no. 3/4 (1989): 11-28. http://www.jstor.org/stable/4186583. ‘Abdullah Ahmedan-Na’im , International Journal of Middle East Studies 39, no. 1 (2007): 158-59. http://www.jstor.org/stable/4129138. ‘Abdullah Ahmedan-Na’im and Lama Abu Odeh. "Islam And International Law: Toward A Positive Mutual Engagement To Realize Shared Ideals." Proceedings of the Annual Meeting (American Society of International Law) 98 (2004): 159-68.

http://www.jstor.org/stable/25659910. Abdullahi Ahmad An-Na’im , Human Rights in Cross-Cultural Perspectives A Quest for Consensus (Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 1992).

22| UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Data-data yang telah dihimpun tersebut selanjutnya dianalisis dengan cara membuat tipologi atau kategorisasi dan perbandingan sebagaimana yang menjadi tujuan penelitian ini. Dalam hal ini, konsep, gagasan, pernyataan, dan argumentasi an-Na’im dikelompokkan sesuai dengan topik pembahasan yang telah disusun pada bagian outline disertasi ini. Begitu juga data-data sekunder sebagai data pendukung dikelompokkan sesuai dengan topik pembahasan yang telah direncanakan dalam outline. Sebagai contoh, teori an-Na’im tentang relasi Islam dan negara berikut konsep dan argumentasinya akan dikonstruk sebagai inti dari sistem pemikiran an-Na’im , dan dibahas dalam bab lima. Begitu juga dengan data-data lainnya seperti gagasan dan pernyataan kritis an-Na’im terkait tema Islam dan negara akan dikelompokkan dalam bab empat. Adapun metode komparatif digunakan untuk membandingkan gagasgagasan dan konsep-konsep an-Na’im tentang Islam dan negara dengan para sarjana lain. Termasuk dalam analisis komparatif ini adalah melihat apakah pemikiran an-Na’im dipengaruhi oleh sarjana lain dan apa yang membedakannya dengan tokoh-tokoh yang lain.

Guna menganalisis lebih dalam konsep-konsep an-Na’im yang telah dikelompokkan tersebut, disertasi ini menggunakan pendekatan beberapa bidang keilmuan yang berfungsi sebagai alat bantu analisis guna memperjelas, memperluas, dan memperdalam makna konsep dan gagasan an-Na’im.57 Pertama, pendekatan filsafat digunakan didasarkan pada pertimbangan bahwa objek kajian ini adalah pemikiran yang bersifat abstrak dan spekulatif. Dalam hal ini, pemikiran an-Na’im akan dibaca secara rasional, sistematis, kritis, koheren, konsepsional,58 dan bersentuhan dengan sejarah sosial.59 Merujuk pada pendapat Woodhouse, metode filsafat mencakup pertanyaan-pertanyaan mengenai makna, kebenaran, dan hubungan logis di antara ide-ide dasar yang tidak dapat dipecahkan oleh

57Nyoman Kutha Ratna menyatakan pendekatan adalah cara mendekati suatu objek sehingga hakikatnya dapat diungkap dengan jelas. Pendekatan juga merupakan sifat ilmu pengetahuan seperti pendekatan sosiologis, historis, antropologis dan lain-lain. Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 293. Lihat Anton Bakker dan Achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 61-67.

58Hal ini seperti yang dikatakan oleh Louis O. Kattsoff bahwa di antara pembahasan filsafat adalah pemikiran itu sendiri. Kattsoff menjelaskan bahwa filsafat merupakan hasil menjadi-sadarnya manusia mengenai dirinya sendiri sebagai pemikir, dan menjadi-kritisnya manusia terhadap dirinya sendiri sebagai pemikir di dalam dunia yang dipikirkannya. Lihat Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat terjemahan Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), 7-8.

59Lihat Atho M. Mudzhar, Islam and Islamic law in Indonesia: a Socio-Historical Approach (Jakarta: Litbang Depag RI, 2003), vii-viii.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|23 ilmu pengertahuan empiris.60 Ide-ide dasar yang dimaksud meliputi aspek keyakinan, asumsi, dan konsep yang mencakup masalah makna, kebenaran, dan hubungan logis. Dengan kata lain, pendekatan filsafat bekerja untuk memperjelas makna atau pengertian dan kritis terhadap argumen-argumen an-Na’im. Dalam praktiknya, pendekatan filosofis ini diterapkan dalam keseluruhan laporan disertasi ini sebagai suatu sistem epistimologi.

Kedua, penelitian ini menggunakan pendekatan filsafat hukum dan politik, serta filsafat sosial.61 Filsafat hukum dan politik digunakan terutama guna memperjelas makna konsep dan gagasan an-Na’im terkait sistem politik modern, termasuk persoalan negara dan relasinya dengan masyarakat atau agama.62 Begitu juga pendekatan hukum dibutuhkan guna membantu analisis konsep-konsep terkait hukum politik seperti konstitusionalisme dan Hak Asasi Manusia dalam pemikiran an-Na’im. Adapun pendekatan filsafat sosial digunakan untuk menganalisis konsep-konsep dan argumentasi an-Na’im terkait relasi Islam dan negara, seperti konsep sekularisme dan argumentasinya. Pendekatan filsafat sosial yang dimaksud dalam hal ini adalah penggunaan teori-teori sosiologi agama dan politik yang dikemukakan oleh para sosiolog seperti Turner dll. Dengan demikian, aplikasi kedua pendekatan sosiologi ini lebih pada tataran filosofis, bukan pada tataran praktis dan empiris.

Ketiga, pendekatan sosio historis, terutama sosiologi pengetahuan. Pendekatan ini dalam praktiknya diterapkan misalnya dalam bab tiga guna mengeksplorasi geneologi pemikiran an-Na’im, terutama terkait perkembangan intelektual dan menela’ah keterkaitan pemikiran an-Na’im dengan faktor-faktor realitas sosial dan politik yang mengitari kehidupannya. Kempat, pendekatan teologi politik Islam. Pendekatan keilmuan ini diterapkan terutama dalam menganalisis corak paradigma sekularistik an-Na’im dalam bab tujuh. Hal ini dapat dilihat dari elaborasi pemikiran al-Ra>ziq sebagai dasar analisis pemikiran sekular an-Na’im. Begitu juga teori ini digunakan dan diterapkan sebagai pendekatan dalam

60Meskipun demikian, Woodhause menegaskan tidak mungkin membuat perbedaan yang kaku dan mutlak antara mana yang dapat disebut sebagai permasalahan filsafat dan mana yang bukan. Begitu pula tidak satu pun dari ciri-ciri filsafat merupakan sesuatu yang khas bagi bidang filsafat saja. Sebab, bisa saja ciri-ciri filsafat terdapat dalam bidang-bidang keilmuan yang lain. h15.

61Menurut Katsoff, Filsafat Agama antara lain membahas hakikat, ragam, ketuhanan, dan hubungan akal dan iman. Sementara Filsafat Politik membahas tentang prinsip-prinsip dasar negara seperti keadilan, kewenangan, kebebasan, dan tatanan. Lihat Mark B. Woodhouse, Berfilsafat Sebuah langkah Awal terjemahan Ahmad Norman Permata dan P. Hardono Hadi (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 35.

62Christopher W. Morris, ‚Negara Modern‛ dalam Gerald F. Gaus dan Chandran Kukathas, Handbook Teori Politik terjemahan Derta Sri Widowatie (Bandung: Nusa Media, 2012), 443.

24| UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menganalisis proposisi tesis utama an-Na’im tentang masa depan shari’ah dalam bab lima.