• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1.6. Model Pembelajaran Structured Numbered Heads

Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2012:15), pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil serta kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Selanjutnya Stahl (dalam Isjoni, 2012: 15) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan sikap tolong menolong dan perilaku sosial. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Deutsch (dalam Huda, 2012: 10) yaitu siswa-siswa yang dikondisikan dalam pembelajaran kooperatif berada di rangking teratas sebagai kelompok yang memiliki rasa kerbersamaan (sense of centredness) yang lebih kuat dibandingkan dengan siswa-siswa lain yang dikondisikan dalam kerja kompetitif. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa siswa-siswa dalam kelompok kompetitif ternyata memiliki

rasa keterpusatan diri (self centered) dan orientasi diri (self oriented) yang sangat besar dalam setiap aktivitas yang dilaksanakan. Sebaliknya, siswa-siswa dalam kelompok kooperatif lebih sering bekerja sama, lebih terkoordinasi, dan lebih memperhatikan pembagian kerja yang setara antar setiap anggota di dalamnya. Mereka juga lebih peduli pada gagasan orang lain, lebih efektif berkomunikasi, lebih termotivasi untuk mencapai tujuan bersama, dan lebih produktif dalam setiap usaha mereka dibandingkan dengan rekan-rekannya yang berada dalam kelompok kompetitif.

Pembelajaran kooperatif membutuhkan kerja sama kelompok dan kontribusi dari maisng-masing anggota kelompok. Selain itu, Slavin (dalam Isjoni, 2012: 33) mengemukakan ada tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik dari pembelajaran kooperatif, yaitu:

a. Penghargaan kelompok

Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai perolehan skor di atas criteria yang ditentukan.Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan slaing peduli.

b. Pertanggungjawaban individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya

pertanggungjawaban individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.

c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. Semua kerja kelompok belum dapat dipastikan sebagai pembelajaran kooperatif. Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2002: 31) mengemukakan untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur model pembelajaran kooperatif:

1) Saling ketergantungan positif, untuk menciptakan kelompok belajar yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Evaluasi yang dilakukan oleh pengajar adalah evaluasi dari keseluruhan bagian. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif dilakukan dengan cara yang unik sebab setiap siswa mendapatkan nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok diperoleh dari sumbangan masing-masing anggota. Setiap anggota menyumbangkan poin di atas nilai rata-ratanya. Misalkan rata-rata nilai seorang anak adalah 65, kemudian kali ini ia mendapat nilai 72, dia akan menyumbangkan 7 poin untuk kelompok. Dengan demikian, siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder karena mereka juga ikut menyumbang poin. Ia justru merasa terpacu untuk meningkatkan usahanya untuk meningkatkan nilai mereka. Sebaliknya, siswa yang lebih pandai tidak merasa dirugikan karena rekannya yang kurang mampu juga telah memberikan bagian sumbangan mereka. 2) Tanggung jawab perseorangan, unsur ini merupakan akibat

langsung dari unsur pertama. Jika tugas dan penilaian dibuat seperti yang ada pada unsur pertama, siswa akan merasa bertanggung

jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci dari keberhasilan metode cooperative learning adalah persiapan guru dalam menyusun tugasnya.

3) Tatap muka, setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Sinergi yang dimaksud di sini ialah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing anggota kelompok. Setiap anggota kelompok memiliki latar belakang pengalaman juga ekonomi-sosial yang berbeda satu sama lain. Perbedaan inilah yang akan menjadi modal utama untuk memperkaya antaranggota kelompok. Hasil pemikiran beberapa kepala akan jauh lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota. 4) Komunikasi antaranggota, unsur ini menghendaki agar para

pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Ada kalanya pengajar memberitahu secara eksplisit bagaimana cara berkomunikasi yang efektif seperti bagaimana cara menyanggah tanpa menyinggung perasaan orang tersebut. Masih banyak orang yang kurang sensitif dan kurang bijaksana dalam mengungkapkan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses yang panjang. Pembelajar tidak bisa diharapkan menjadi komunikator yang handal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembentukan mental dan emosional para siswa.

5) Evaluasi proses kelompok, pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak harus sellau diadakan saat diadakan kerja kelompok. Evaluasi bisa juga diadakan selang beberapa waktu setelah diadakan kerja kelompok. Format evaluasi bisa bermacam-macam tergantung pada tingkat pendidikan siswa.

Lie (2004:60) mengemukakan bahwa teknik pembelajaran Structured Numbered Heads (Kepala Bernomor Terstruktur) merupakan modifikasi dari model Numbered Heads Together (Kepala Bernomor) yang dikembangkan oleh Spencer Kagan.

Lie (2004: 60) mengemukakan bahwa langkah-langkah model pembelajaran

Structured Numbered Heads yaitu:

a. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya. Misalnya, siswa nomor 1 bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang mungkin berubungan dengan penyelesaian soal. Siswa nomor 2 bertugas mencari penyelesaian soal. Siswa nomor 3 mencatat dan melaporkan hasil kerja kelompok.

c. Jika perlu (untuk tugas-tugas yang lebih sulit), guru juga bisa mengadakan kerja sama antar kelompok. Siswa bisa disuruh keluar aari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa yang bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini, siswa-siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja mereka.

Pada dasarnya, dalam langkah model pembelajaran Structured Numbered Heads juga terdapat Numbering (penomoran) seperti pada model pembelajaran

Numbered Heads Together, yaitu pemberian nomor pada setiap siswa pada masing-masing kelompok, tetapi penomoran pada model pembelajaran

Structured Numbered Heads ini lebih ditekankan pada pembagian tugas terstruktur yang dilakukan oleh guru.

Untuk mempermudah pembentukan kelompok dan pembagian tugas, teknik

jangka waktu satu semester. Siswa diminta untuk mengingat nomornya selama satu semester tersebut. Supaya terdapat pemerataan pembagian tugas, penugasan berdasarkan nomor bisa diubah-ubah. Misalkan pada kesempatan ini siswa nomor 1 diberi tugas mengumpulkan data kemudian pada kesempatan lain siswa tersebut diberi tugas melaporkan.