• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepala Bidang

A. Motivasi Belajar Al-Qur’an

Bagi seorang tunanetra menemukan tujuan dan motivasi hidup tidaklah mudah. Banyak kesedihan, penyesalan dan kesusahan yang dialaminya. Begitu juga untuk menemukan motivasi tunanetra dalam mempelajari al-Qur’an. Jika tunanetra terjadi dari semenjak kecil rasa penerimaan atas takdirnya lebih terbuka dibandingkan orang yang tunanetra bukan bawaan lahir, akan cenderung suka merasa sedih, putus asa dan kesusahan dalam menerima takdirnya, karena mereka yang tunanetra tidak dari kecil, sebelumnya pernah menjalani kehidupan secara normal, sehingga ketika mereka menjadi tunanetra maka segala sesuatunya pasti akan berubah dan untuk menerima takdir tersebut membutuhkan proses kesiapan mental dan spiritual. Di bawah ini penulis akan memaparkan motivasi tunanetra untuk belajar al-Qur’an. Data ini diperoleh dari hasil wawancara langsung bersama enam narasumber yang telah penulis wawancara.

1. Motivasi Belajar Al-Qur’an Braille

Dari enam informan tersebut keadaan tunanetra mereka terima bukan sejak lahir. Artinya mereka tunanetra sudah dewasa. Jadi, sebelumnya ketika mereka masih normal mereka belajar dan membaca al-Qur’an menggunakan al-Qur’an awas atau al-Qur’an yang biasa digunakan mengaji untuk orang-orang pada umumnya. Akan tetapi dengan segala latar belakang penyebab yang diderita, akhirnya membuat mereka harus siap menerima keadaan mereka menjadi tunanetra. Beberapa informan penulis mengatakan cukup membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menerima keadaan mereka yang tunanetra, kurang lebih membutuhkan waktu 2-5 lima tahun bahkan sampai ada yang 10 tahun untuk bisa menerima secara mental dan spiritual dan terbiasa dengan tantangan, kondisi dan keterbatasan menjalani hidup sebagaimana tunanetra umumnya.1

Oleh karena itu ketika mereka ingin belajar dan membaca al-Qur’an dalam keadaan tunanetra, mau tidak mau mereka harus siap untuk belajar dan membaca al-Qur’an dengan al-Qur’an yang khusus untuk para tunanetra yaitu al-Qur’an braille bukan dengan al-Qur’an awas. Tentu jika belajar dan membaca al-Qur’an dengan al-Qur’an braille maka mereka harus siap untuk belajar seputar al-Qur’an braille juga.

Perlu diketahui, bahwa hikmah yang penulis dapatkan ketika berinteraksi dengan informan adalah walaupun secara fisik indra penglihatan mereka hilang, namun semangat keinginan motivasi mereka untuk belajar dan membaca al-Qur’an tidak pernah hilang. Hal ini ditunjukkan dengan semangat mereka menghadiri pengajian rutin di YRM walaupun jarak dari rumah mereka jauh. Ada yang menggunakan Ojek Online, Ada yang naik transportasi umum dan ada juga yang diantarkan

keluarganya. Semua ini mereka lakukan demi mendapatkan ilmu Agama dan belajar al-Qur’an.2 Dengan hadirnya YRM dalam memfasilitasi tunanetra untuk belajar al-Qur’an braille khususnya dan belajar ilmu-ilmu agama umumnya, tentu sangat membantu mereka dalam mempelajari al-Qur’an dan merasa terus bisa dekat dengan Allah SWT dengan cara membaca al-Qur’an tersebut.

Jadi secara keseluruhan, penulis bisa menyimpulkan motivasi para informan untuk belajar dan membaca al-Qur’an braille adalah karena mereka sudah terbiasa membaca al-Qur’an dan mereka siap melakukan apa pun untuk bisa mempertahankan proses dan rutinitas mereka terbiasa berinteraksi dengan al-Qur’an, termasuk proses mereka yang dari awalnya ketika normal terbiasa membaca al-Qur’an dengan al-Qur’an awas, akan tetapi saat ini mereka termasuk orang-orang yang tunanetra, akhirnya membuat mereka siap dan mau untuk belajar al-Qur’an braille yang digunakan khusus untuk tunanetra. Intinya, dalam keadaan bagaimanapun mereka bisa memotivasi mereka sendiri dan umumnya bisa memotivasi semua orang agar tidak pernah lelah dalam belajar dan membaca al-Qur’an. Sehingga mereka tidak ingin waktu yang mereka lalui terbuang sia-sia.3

2. Motivasi Belajar al-Qur’an Braille Digital

Pada awalnya para tunanetra mempelajari al-Qur’an braille menggunakan al-Qur’an braille biasa. Namun seiring perkembangan zaman dan teknologi, manusia terus dimanjakan oleh alat-alat yang bisa lebih instan dan lebih memudahkan mereka dalam menjalani kehidupan sehari hari. Makanya, seiring perjalanan waktu hingga saat ini alat-alat yang biasa atau manual akan hilang karena datangnya alat-alat digital. Begitu pun

2 Sudarto, Wawancara.

dengan al-Qur’an braille biasa ada kemungkinan akan hilang atau penggunaannya tidak aktif karena datangnya al-Qur’an braille digital.

Seperti yang terjadi di YRM ini seluruh informan yang penulis wawancara mengatakan, tentu ada kemudahan tersendiri yang mereka rasakan ketika belajar al-Qur’an braille digital.4 Seperti, jika mereka belajar menggunakan al-Qur’an braille biasa mereka harus meletakkan jari tangan mereka di atas titik timbul yang terdapat dalam al-Qur’an tersebut, setelah itu barulah mereka bisa membaca polanya dan bisa mengetahui huruf, makhrāj dan syakl pada al-Qur’an braille. Namun dengan adanya al-Qur’an braille digital cukup dengan menyentuhkan pena digital pada al-Qur’annya dan nanti akan keluar suara yang berfungsi untuk menuntun pembacanya agar bisa mengulangi suara tersebut. Artinya, hanya menyentuhkan pena pada al-Qur’an braille digital, belajar al-Qur’an braille jadi terasa lebih mudah dan nyaman.

Akan tetapi faktanya, secanggih apa pun teknologi saat ini, pasti memiliki titik kelemahan tersendiri. Begitu pun dengan al-Qur’an braille digital ternyata memiliki kelemahan pada penanya. Menurut informan yang penulis wawancarai di saat kita lebih nyaman dan mudah belajar al-Qur’an braille digital, ternyata penanya mudah rusak, baterainya lemah atau karena faktor-faktor lain. Sehingga ketika penanya sudah rusak maka al-Qur’an braille digital sudah tidak bisa digunakan sama sekali. Akhirnya jika kondisi seperti itu terjadi, mau tidak mau para tunanetra akan kembali belajar dan membaca al-Qur’an menggunakan al-Qur’an braille biasa.5

Intinya yang penulis ingin sampaikan adalah para tunanetra sangat antusias menerima segala bentuk proses pembelajaran al-Qur’an, baik yang sifatnya menggunakan al-Qur’an braille ataupun menggunakan al-Qur’an

4 Aan Aini, Wawancara.

braille digital. Harapan penulis adalah kedepannya terdapat inovasi baru al-Qur’an braille digital bisa diciptakan lagi dengan model dan alat yang lebih kuat, dan nyaman lagi. Tentunya harapan ini tujuannya adalah agar para tunanetra terus lebih bahagia dan semangat untuk berinteraksi dengan al-Qur’an.