• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Pendidikan Akhlak atau Perilaku

HASIL PENELITIAN DAN ANALILIS DATA A. NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM CERITA NASRUDDIN HOJA

3. Nilai Pendidikan Akhlak atau Perilaku

a. Akhlak mahmudah

Perbuatan yang baik merupakan akhlaq karimah yang wajib dikerjakan. Akhlaq karimah berarti tingkah laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah. Akhlaq al-karimah dilahirkan berdasarkan sifat-sifat yang terpuji.Akhlak yang baik disebut juga dengan akhlak mahmudah. Adapun Akhlak mahmudah dalam cerita Nasruddin Hoja sebagai berikut:

85 1) AKHLAK KEPADA ALLAH

a) Tawakal

Tawakal adalah menyerahkan sesuatu kepada Allah setelah bekerja keras. Allah memerintahkan kita agar selalu bertawakal kepadanya setelah berusaha sepenuh kemampuan. Firman Allah dalam Q.S Al-Maidah ayat 23 yaitu:

Artinya: “Maka tawakallah (pasrah kepada Allah) kamu sekalian orang-orang

yang beriman”.

Adapun yang menjelaskan tentang tawakal dalam cerita Nasruddin sebagai berikut: “Pukullah aku”, katanya dengan sedih. “Nyawaku telah kuserahkan ke tangan Allah”. Pengawal-pengawal itu ragu bimbang (Iskandar,1995:228).

Dari kutipan diatas menjelaskan bahwa dalam setiap pekerjaan dipenrintahkan untuk selalu bertawakal kepada Allah dengan memohon perlindungannya.

b) Taubat

Taubat adalah kembali taat kepada Allah Swt dan menyesal dengan sungguh-sungguh terhadap dosa yang telah dilakukan sama ada dosa besar maupun dosa kecil serta memohon keampunan dari Allah. Setiap individu disuruh bertobat untuk menyucikan diri dari dosa besar dan kecil, apakah dilakukan dengan sengaja maupun tidak. Seperti dala al-Qur’an:

Sesungguhnya Allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Q.S.Al-Baqarah:222)

Adapun cerita yang menunjukkan taubat adalah:

Dan, sekarang aku, Hoja Nasruddin yang sebenarnya, memberi nasihat kepada kamu sekalian, agar menurut jejakku itu. Akhirnya aku paham sudah bahwasannya Islam adalah agama yang sesungguhnya(Iskandar,1995:201).

86 “Tidak terhitung banyaknya kesesatan dan kesalahan yang telah kulakukan. Akan tetapi, sekarang aku, Hoja Nasruddin tulen, sudah tobat benar-benar(Iskandar,1995:202).

Dan penjelasan tentang taubat untuk menyucikan diri tertuang pada cerita:

Aku sudah bersumpah, akan mengaji dan sembahyang sehari-hari. Sekalian perintah agama Islam akan kuturut dengan patuh dan taat (Iskandar,1995:202).

Adapun cerita di atas menunjukkan bahwa Nasruddin bertaubat yaitu meminta ampun dan tidak mengulanginya kembali atas perbuatannya dan kembali kepada Allah untuk melaksanakan perintah Allah Swt.

c) Syukur

Syukur dapat berarti menerima dengan ikhlas (Fery Muhammad,2007:20). Syukur menerima semua yang allah limpahkan kepada kita dan semua itu akan berefek kebahagiaan kepada pribadi bersyukur. Firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah ayat152 yaitu

Artinya: ”Maka ingatlah kepadaKu, akupun akan ingat kepadamu dan

besyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”.

Rasa syukur itu terdiri dari tiga unsur, yaitu:

a) Mengetahui dan meyakini, bahwa nikmat itu berasal dari Zat yang Maha pemberi nikmat.

b) Rasa/sikap senang, bahagia karena kenikmatan yang diberikan. c) Amal perbuatan yang dikehendaki dan disukai oleh pemberi nikmat.

Imam Syibli berpendapat, bahwa rasa syukur itu melihat kepada siapa yang memberi nikmat(Allah), bukan kepada kenikmatan itu sendiri (M Nawawi,1996:35). Adapun yang menunjukkan rasa syukur dalam anekdot Nasruddin adalah:

“Aku punya sepotong keju untukmu,” kata istrinya.

“Alhamdulillah,” puji Nasruddin, “Aku suka keju. Keju itu baik untuk kesehatan perut.”

87 Tidak lama kemudian Nasruddin pergi lagi.Ketika dia kembali, istrinya menyambutnya dengan gembira juga.

“Adakah keju untukku?” tanya Nasruddin. “tak ada lagi,”kata istrinya .

Kata Nasruddin, “tidak apa-apa. Lagi pula keju tidak baik untuk kesehatan gigi.” “jadi mana yang benar?” kata istri Nasruddin bertanya-tanya, “Keju itu tidak baik untuk perut atau tidak baik untuk gigi?”

“itu tergantung,” sambut Nasruddin, “tergantung apakah kejunya ada atau tidak.” Dan di cerita lain menunjukkan bahwa nasruddin sedang duduk dan menikmati istirahatnya:

Didalam sepuluh tahun itukerapkali ia melihat langit yang luas, bebas seperti itu. Dan ia selalu percaya bahwa pemandangan dalam waktu sunyi itu sangat menyenangkan pikirannya. Ia merasa lebih kaya daripada orang sekaya-kayanya diatas bumi ini (Iskandar,1995:17).

Dari kutipan diatas menunjukkan bahwa kita sebisa mungkin untuk bersyukur, karena semua yang ada berkat limpahan Allah Swt.

d) Ikhlas

Menurut Imam Ghazali Ikhlas adalah tujuan seseorang di dalam melakukan sesuatu (yang baik) murni hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (M Nawawi,1996:51).

Adapun anekdot yang menunjukkan nilai keikhlasan sebagai berikut:

“Akan kau masak apa lidah itu?” dia bertanya, “Seperti biasa ,” jawab Nasruddin. “Kalau kamu mau, aku bisa mengajarimu cara memasak lidah kambing yang lebih enak.”

“baiklah, tetapi tulis saja dikertas cara-cara memasak yang akan kamu ajarkan. Aku akan membaca dan mempraktikkannya dirumah,” kata Nasruddin.

Setelah menerima resep masakan, Nasruddin meneruskan perjalanan pulang dengan hati gembira. Dia sudah membayangkan akan makan makan yang lebih lezat dari biasanya. Namun seekor elang menukik turun dan menyambar bungkusan lidah kambing dari tangannya, kemudian terbang lagi. Sejenak Nasruddin kaget.Tetapi dia tidak merasa sedih. Dia ambil resep dari saku bajunya lalu diacungkan kepada sang elang sambil berteriak:

“Percuma kamu tidak akan bisa memakannya!Resepnya ada padaku!” (Irwan Winardi,2012:56-57).

88 Dari kutipan di atas dapat diambil hikmah apabila kita ditimpa musibah maka kita perlu ikhlas menerimanya, kemungkinan dengan hal tersebut kita dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

e) Husnudhon

Husnudhan secara bahasa berarti “berbaik sangka”(Suci Rahayu & Toifuri,2007:41). Lawan katanya adalah suuzan yang berarti “berburuk sangka” atau apriori ,skeptis ,dan sebagainya. Seorang yang memiliki sikap husnudhan akan mepertimbangkan sesuatu dengan pikiran jernih, dan hatinya bersih dari prasangka yang belum tentu kebenaranya.

Sebagai seseorang mukmin yang meyakini bahwa Allah Maha Mengetahui atas apa yang terjadi terhadap hambanya, kita seharusnya berpikir optimis, yakinlah bahwa Rahmat dan Karunia yang diberikan Allah kepada manusia tidak akan pernah putus. Berikut firman Allah SWT, di bawah ini:

Artinya: “Dan rahmat ku meliputi segala sesuatu” (QS.Al-‘Araf 7 : 156). Adapun anekdot menerangkan tentang husnudhon sebagai berikut:

Baru saja Nasruddin meletakkan pakaian dan mengeluarkan sabun, seekor gagak mendadak muncul, lalu menyambar sabun kemudian terbang tinggi. Istri Nasruddin kaget dan berteriak-teriak, agar suaminya segera bertindak pada gagak itu.

Namun dengan tenang Nasruddin berkata,” Mengapa kamu sedih! Aku kira pakaian gagak itu lebih kotor daripada pakaian kita. Jadi dia lebih memerlukan sabun itu”(Irwan Winardi,2012:165-166).

Dalam cerita lain menaparkan husnudhon bahwa Allah akan selalu menolong hambanya, sebagai berikut:

Mesti kujalankan! Kalau Amir dapat merampas anak daraku dengan kuasa langit, mengapa aku takkan dianugerahi langit pula kekuasaan untuk memasuki istana dan menjemput ia kembali? Benar, terasa dalam hati nuraniku, bahwa Allah tidak melupakan daku.” Ketika itu barulah ia pergi ke pasar pula. Ia yakin bahwa Ilahi senantiasa menolong dia(Iskandar,1995:140).

89 Dari kutipan diatas menjelaskan tentang Segala yang ditimpakan kepada hambanya adalah suatu rahmat, walaupun itu berupa cobaan, maka kita perlu berbaik sangka kepada Allah Swt karena Dialah yang akan menolong hambanya. 2) AKHLAK KEPADA DIRI SENDIRI

a) Sabar

Menurut Imam Ghazali di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin(dalam Nawawi,1996:90-91) berpendapat bahwa kesabaran dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a) Kesabaran Fisik

Yaitu dengan melakukan amal-amal perbuatan dan ibadah yang berat atau adakalanya kita menanggung rasa sakit karena pukulan keras atau penyakit parah.Kesabaran ini dinamakan kesabaran fisik yang dipuji oleh agama apabila sesuai ketentuan hukum syariat.

b) Kesabaran Jiwa (mental)

Banyak sekali bentuk kesabaran jiwa antara lain yaitu sabar akan nafsu perut, sabar menghadapi musibah, sabar saat kaya, sabar saat peperangan, sabar menahan marah, kalapangan dada, sabar menyimpan rahasia, sabar menghindari hidup mewah, sabar menerima bagian rizki walau sedikit.

Dalam al-Qur’an sutar al-Baqarah ayat 146 menerangkan bahwa:

َنيِرِبا صلا بِحُي ُ اللهَو

"Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah:146).

Berikut adalah penggalan cerita Nasruddin yang menunjukkan nilai kesabaran: “ Engkau adalah guru terkenal dan tentunya dapat mngajari keledai ini membaca. kalau engkau sanggup melakukannya, aku akan memberimu hadiah yang besar. Tetapi kalau sampai gagal, aku akan menghukummu“, kata Timur Lenk.

90 “ Itu permintaan yang sulit yang mulia. tetapi baiklah, saya akan mengajarinya membaca. Beri saya waktu 3 bulan ditambah biaya yang cukup,“ kata Nasruddin. Timur Lenk memenuhi permintaan Nasruddin dan 3 bulan kemudian dia kembali ke istana.Tanpa banyak bicara Timur Lenk menujuk sebuah buku besar.Nasruddin menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya. Si keledai menatap buku itu, dan tak lama kemudian mulai membalik halaman buku dengan lidahnya.Terus menerus keledai itu membalik setiap halaman sampai ke halaman akhir.setelah itu si keledai menatap Nasruddin. “Demikianlah,“ kata Nasruddin,“ keledai saya sudah bisa membaca“ (Winardi,2012:98-99).

Adapun cerita lain menyebutkan bahwa keluarga Nasruddin disiksa dan dipukuli namun mereka tetap bersabar menerimanya:

“Mereka disiksa, dipukuli, dan dirajam supaya mau mengatakan dimana Hoja Naruddin bersembunyi atau disembunyikan. Berkat karunia Allah, mereka tetap berani dan kuat, tetap sanggup berdiam diri, sehingga Hoja Naaruddin tidak jatuh ke tangan Amir. Akan tetapi ayahnya, Syir Mamed tidak lama setelah disiksa dia jatuh sakit dan berpulang”(Iskandar,1995:24).

Dari kutipan di atas menerangkan bahwa Nasruddin bersabar atas keledainya agar dapat membaca dan kisah lain menyebutkan bahwa keluarga Nasruddin mempunyai kesabaran atas siksaan yang diterima.

b) Optimisme

Optimis adalah suatu pengharapan yang besar untuk mendapatkan sesuatu di sertai usaha dan kerja keras, bedoa dan bertawakal kepada Allah Swt. Lawan optimis adalah pesimis yakni orang yang berpengharapan kecil. Optimis juga dapat diartikan berprasangka baik kepada Allah Swt bahwa kita akan ditolong Allah Swt dan diridhai segala yang kita usahakan.

Allah mendorong hambaya agar optimis. walaupun terhadap orang yang berdosa, Allah tetap memberi ampunan terhadap orang yang banyak berbuat dosa, tentuya jika orang tersebut. Nabi Muhammad saw. Bersabda yang artinya: "Allah berfirman, Aku selalu menggikuti prasangka hamba-ku, dan Aku selalu menyertai dia di mana aku aku ingat kepada-ku. Demi Allah, sunggunh Allah lebih senang menerima tobat

91 hamba-Nya dari seorang yang mendapat kembali barang yang hilang di hutan, Dan siapa yang mendekat kepada Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta,dan siapa yang mendekat kepada Ku sehasta,Aku medekat kepadanya sedepa. Dan jika dia datang kepada-ku dengan berjalan, Aku datang kepadanya dengan berlari."(H.R Bukhari-muslim).

Adapun teks yang menunjukkan nilai optimisme adalah

Aku bisa membuktikan kalau sekarang ini sama kuatnya dengan aku dulu sewaktu masih muda,”ujar Nasruddin.

Tentu tidak mungkin,Nasruddin,” sahut seorang kawannya. “tentu saja kekuatanmu sudah berkurang.”

“Baiklah, akankubuktikan biar kalian percaya .”lalu Nasruddin menunjuk sebuah batu besar yang ada dibelakang rumahnya.” Kalian lihat batu besar itu? Dulu, ketika aku masih muda, aku tidak pernah kuat mengangkatnya. Sekarang, ketika aku sudah tua, aku pernah mencoba mengangkat batu itu, dan ternyata aku tetap saja tidak kuat mengangkatnya.”

Dari kutipan diatas menunjukkan optimisme adalah “Aku bisa membuktikan kalau sekarang ini sama kuatnya dengan aku dulu sewaktu masih muda”. Walaupun umur semakin bertambah bukan alasan untuk tetap semangat melakukan suatu.

c) Kreatif

Kreatif berasal dari bahasa inggiris “create” artinnya yang menciptakan sesuatu atau membuat. Sedangkan menurut istilah kreatif berarti suatu sikap yang selalu ingin berusaha membuat atau menciptakan sesuatu yang baru yang memiliki manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Dalam perspektif Islam kreatif di artikan sebagai kesadaran keimanan seseorang untuk menggunakan daya dan kemampuan yang dimiliki sebagai wujud syukur atas nikmat Allah guns menghasilkan sesuatu yang terbaik dan bermanfaat bagi

92 kehidupan sebagai wujud pengabdian yang tulus kepada Allah. Allah berfirman dalam al-Qur;an dalam surat an-Najm ayat 39-40 yaitu

.ىَرُي َفْوَس ُهَيْعَس نَأَو (39) ىَعَس اَم لِإ ِناَسْنِ ْلِْل َسْيَل ْنَأَو

Artinya : dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya). (QS. An-Najm: 39-40).

Adapun teks yang mengandung nilai kreatif adalah

Pada suatu hari hakim di negeri Nasruddin, yang terkenal suka mabuk-mabukan,dan pergi ke ladang. Di sana hakim itu minum-minuman keras hingga mabuk. Kemudian dia mencopot jubah dan sorbannya. Kebetulan Nasruddin lewat di ladang itu. Ketika melihat sang hakim dalam keadaan mabuk, Nasruddin mengambil jubah sang hakim, memakainya, lalu pergi.

Ketika Sang hakim sadar dari mabuknya dan tidak melihat jubahnya, dia segera memerintah bawahannya untuk mencari pencuri jubah. Bawahannya segera berangkat dan mendapati Nasruddin sedang memakai jubah atasannya. Sang bawahan menagkap Nasruddin dan membawanya menghadap sang hakim.

Ketika Nasruddin telah menghadap, Sang hakim bertanya kepadanya,” Nasruddin darimana engkau mendapatkan jubah itu?”

Jawab Naruddin,” Kemarin aku bersama beberapa temanku pergi kesebuah ladang dipinggir kota ini. Di sana aku melihat seorang laki-laki sedang mabuk dan jatuh terlentang diatas tanah dalam keadaan menyedihkan. Akupun mengambil jubahnya dan memakainya . Aku bisa mendatangkan beberapa saksi yang dengan jujur mau menunjukkan kepada pak hakim dan hadirin, siapa yang mabuk itu!”(Winardi,2012:114).

Adapun cerita Nasruddin yang lain sebagai berikut:

“Utangnya sudah dibayarnya, bukan? Tidak ada lagi yang akan kau tuntut daripadanya,”jawab Nasruddin kita itu. “Ia sudah merasai bau goreng daging dombaku dan engkaupun telah menikmati dering uangnya” (Iskandar,1995:58). Adapun yang mengandung nilai kreatif adalah Nasruddin menjebak sang hakim agar mengakui aibnya dan melawan penjual daging goring untuk tidak semena-mena karena sebuah asap.

93 Kata ikhtiar berasal dari bahasa Arab (ikhtara-yakhtaru-ikhtiyaaran) yang berarti memilih. Ikhtiar diartikan berusaha karena pada hakikatnya orang yang berusaha berarti memilih.

Adapun menurut istilah, berusaha dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada untuk meraih suatu harapan dan keinginan yang dicita-citakan, ikhtiyar juga juga dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh yang dilakukan untuk mendapatkan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. di terangkan dalam al-Qur’an Surat al-Jumu’ah ayat 10:

Yang artinya :”Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di

bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.

Teks yang mengandung nilai ikhtiar adalah:

Keesokan harinya dia pergi lagi ke sungai, tapi kali ini dia berencana untuk tidak membuka bajunya. Ketika hendak turun kedalam sungai, teman-temannya yang menemani Nasruddin merasa heran melihat tingkah Nasruddin dan berkata, “Nasruddin, kalau mandi tanpa membuka pakaian tentu bajumu akan basah semua.”

“Bagiku, pakaian basah dibadanku adalah lebih baik daripada pakaian kering ditangan pencuri,”jawab Nasruddin(Irwan Winardi,2012:54).

Adapun yang menunjukkan kalimat ikhtiar yaitu “Bagiku, pakaian basah dibadanku adalah lebih baik daripada pakaian kering ditangan pencuri,”.

e) Ta’dzim

Ta’dzim dalam bahasa inggrisnya adalah “respect” yang mempunyai makna sopan-santun, menghormati dan mengagungkan orang yang lebih tua atau yang dituakan. Menurut W.J.S. Poerwadarminta mengatakan bahwa sikap ta’dzim adalah perbuatan atau prilaku yang mencerminkan kesopanan dan menghormati kepada

94 orang lain terlebih kepada orang yang lebih tua darinya atau pada seorang kyai, guru dan orang yang dianggap dimulyakan (KUBI,1976,995) maka dapat disimpulkan bahwa ta’dhim adalah suatu sikap menghormati kepada seorang yang dianggap mulia.

Dari Abu Musa ra, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di antara (yang termasuk) mengagungkan Allah Ta’ala adalah memuliakan orang Islam yang tua, orang yang pandai dalam masalah Al Qur’an yang tidak merasa sombong dan tidak mengabaikannya, serta memuliakan penguasa yang adil”(HR Abu Dawud). Dan hadis lain menjelaskan dari Abu Sa’id Samurah bin Jundub ra berkata, “Pada masa Rasulullah saya masih muda, tetapi saya banyak hafal terhadap apa yang beliau sampaikan. Namun di sini saya tidak akan banyak bicara karena banyak orang yang lebih tua daripada saya.” (HR Bukhari dan Muslim) (Diunduh pada alamat https://mimtulungagung.wordpress.com/2008/11/09/tadhim-pengagungan/pukul 07:10 tanggal 06 maret 2016).

Adapun kutipan teks tentang ta’dhim adalah:

Setelah keranjang penuh dengan buah ara, Nasruddin mempersembahkannya kepada Timur Lenk. Celakanya, ternyata si tiran tidak menyukai hadiah yang dibawa Nasruddin. Dia lalu membuka keranjang Nasruddin, Memunggut buah ara lalu dan melemparkannya ke wajah Nasruddin. Dilempar dengan buah ara, Nasruddin mengucap,”Syukur alhamdulillah.” Mendengar ucapan tak terduga itu, Timur Lenk tersentak kaget. Kemudian dia mengambil semua buah ara dan melemparkannya satu persatu ke wajah Nasruddin. Setiap kali si tiran melempar buah ara ke mukanya, Nasruddin mengucapkan,” Syukur alhamdulillah.”

“Wahai Nasruddin! Dalam keadaan seperti ini, mengapa engkau malah bersyukur? Tanya Timur Lenk.

“Benar, Baginda,” jawab Nasruddin. “Seandainya tadi hamba menuruti saran istri saya untuk membawakan buah apel dan pir yang keras, tentu sekarang seluruh wajahku akan memar, mataku akan buta, dan hidungku akan pecah.

Hamba bersyukur pada Allah atas atas pertolonganNya, karena hamba menuruti jalan pikiran hamba sendiri dengan hanya mempersembahkan buah ara yang lunak ”(Winardi,2012:109-110).

Dan dari cerita lain Nasrudin menunjukkan menghormati rajanya

“ Ya Tuanku Syah Alam,” sembah orang kasih yang malang itu. “Perempuan itu sudah kurus kering dan pucat pasisebagai bulan baru”(Iskandar,1995:179).

95 Yang mengandung nilai ta’dzim adalah walaupun rajanya jahat Nasruddin tetap menghormati rajanya.

f) Percaya diri

Percaya diri merupakan aspek kepribadian manusia yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Percaya diri yaitu suatu sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Sehingga dengan alasan ini, ia akan mampu melakukan tindakan sesuai dengan apa yang ia inginkan, rencanakan dan harapkan. Seperti dalam al-Qur’an sebagai berikut:

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Ali Imran: 139).

Adapun cerita Nasruddin yang menunjukkan sikap percaya diri adalah:

“Terimakasih banyak, ya, tukang besi. Belum pernah aku mengalami saat yang sesulit ini selama hidupku. Akan tetapi, sungguh bukan sifat dan tabiatku berputus asa. Kini aku pergi, tukang besi, dan aku berjanji kepadamu bahwa aku akan dapat memperthankan diriku sendiri dengan senjataku sendiri!”(Iskandar,1995:135).

Dari cerita diatas menjelaskan bahwa Nasruddin tidak patah semangat atas apa yang dia timpa, namun dia mempunyai keyakinan (percaya diri) bahwa dia dapat mempertahankan diri atas kemampuannya.

3) AKHLAK KEPADA ORANG LAIN ( SESAMA)